SlideShare a Scribd company logo
1 of 64
2. LANDASAN TEORI DAN IDENTIFIKASI DATA
2.1. Studi Literatur
Perdagangan anak yang dipahami dalam proposal ini adalah perdagangan
manusia yang berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian
atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau
bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan berupa pemberian atau penerimaan
pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki
kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.
Trafficking tidak hanya merampas hak asasi tapi juga membuat mereka
rentan terhadap pemukulan, penyakit, trauma dan bahkan kematian. Pelaku
trafficking menipu, mengancam, mengintimidasi dan melakukan tindak kekerasan
untuk menjerumuskan korban ke dalam prostitusi.
Pelaku trafficking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa
takut pada korban supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. Menurut ICMC
(International Catholic Migration Commission), beberapa cara yang dilakukan
oleh pelaku terhadap korban antara lain :
1. Menahan gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan diri
2. Menahan paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban tidak dapat
bergerak leluasa karena takut ditangkap polisi
3. Memberitahu korban bahwa status mereka ilegal dan akan dipenjara serta
dideportasi jika mereka berusaha kabur
4. Mengancam akan menyakiti korban dan/atau keluarganya
5. Membatasi hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari mereka
yang dapat menolong
6. Membuat korban tergantung pada pelaku trafficking dalam hal makanan,
tempat tinggal, komunikasi jika mereka di tempat di mana mereka tidak paham
bahasanya, dan dalam “perlindungan” dari yang berwajib
7. Memutus hubungan antara pekerja dengan keluarga dan teman (Patilima, para.
15).
                                                                                   Page 2
Universitas Kristen Petra
9
Mengapa trafficking perlu dicegah, karena menurut penelitian ILO-IPEC
tahun 2003 di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat
memperkuat bahwa trafficking di Indonesia merupakan masalah yang sangat
kompleks karena juga diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya. Kualitas
hidup miskin di daerah pedesaan dan desakan kuat untuk bergaya hidup
materialistik membuat anak dan orang tua rentan dieksploitasi oleh trafiker.
Disamping diskriminasi terhadap anak perempuan, seperti kawin muda, nilai
keperawanan, pandangan anak gadis tidak perlu pendidikan tinggi menjadi kunci
faktor pendorong. Anak-anak korban trafficking bekerja dengan jam kerja relatif
panjang dan rawan kekerasan fisik, mental, dan seksual. Mereka tidak mempunyai
dukungan atau perlindungan minimal dari pihak luar. Kesehatan mereka juga
terancam oleh infeksi seksual, perdagangan alkohol dan obat-obatan terlarang.
Perdagangan anak, Child Trafficking di Indonesia telah mendapat
perhatian dari berbagai kalangan, antara lain para peneliti, sebagaimana kita
temukan dari beberapa literatur hasil penelitian mereka. Irwanto, Ph.D, Psikolog
Universitas Atmajaya, Fentiny Nugroho dan Johanna Debora Imelda, melakukan
penelitian pada tahun 2001 di empat lokasi Pulau Bali, Jakarta, Medan, dan Pulau
Batam tentang perdagangan anak yang bertujuan antara lain, menggambarkan
kebijakan-kebijakan nasional yang relevan dengan masalah perdagangan anak,
dan menjelaskan gejala-gejala yang dijumpai dalam perdagangan anak di
Indonesia terutama Jakarta, Medan, Bali, dan Batam. Kesimpulan penelitian
karena kompleksnya masalah perdagangan anak, maka perlu upaya menggalang
kerja sama melalui kemitraan yang menjadi satu-satunya cara yang harus
dikembangkan di masa datang supaya penanganan masalah ini menjadi lebih
efektif. Mengatasi permasalahan perdagangan anak tidak hanya melibatkan satu
lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di
masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan
yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan
pemerintah, paling tidak keputusan menteri untuk bersama-sama menangani
masalah perdagangan anak. Kesimpulan lain salah satu faktor pendorong
perdagangan anak adalah ketidak-mampuan sistem pendidikan yang ada maupun
masyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan
                                                                                    Page 3
Universitas Kristen Petra
10
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Penelitian tentang anak yang dilacurkan
yang dilakukan oleh Universitas Atmajaya dan Yayasan Kusuma Buana
menyimpulkan bahwa faktor pendorong anak terlibat dalam perdagangan anak –
dilacurkan, antara lain disebabkan oleh kemiskinan, utang-piutang, riwayat
pelacuran dalam keluarga, permisif dan rendahnya kontrol sosial, rasionalisasi,
dan stigmatisasi. Penelitian International Labor Organization (ILO) tentang
Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia pada tahun 2002, yang kemudian
hasilnya dipublikasikan melalui buku ”Bunga-Bunga Di Atas Padas : Fenomena
Pekerja Rumah Tangga Di Indonesia,” menyimpulkan bahwa tidak tertutup
kemungkinan pada penyaluran pekerja rumah tangga anak terjadi trafiking anak.
Salah satu faktor budaya pendorong terjadinya perdagangan anak yaitu luruh duit.
Luruh Duit merupakan salah satu adat atau budaya yang ada di kehidupan
masyarakat kelas bawah atau di pedesaan. Tujuan dari warga yang ‘luruh duit’
menurut Tata Sudarajat adalah untuk mencari kesugihan (kekayaan). Kekayaan ini
tergambarkan sebagai suatu kesenangan, supaya ekonominya tercukupi dan tidak
kalah dengan orang lain, status sosialnya terangkat dan untuk masa depan yang
lebih baik, serta supaya dapat membahagiakan seluruh keluarganya terutama
orang tuanya, sehingga secara otomatis akan mendapat penghargaan dari orang-
orang sekitarnya dan kebanggaan diri. Tujuan memperoleh kekayaan, disebabkan
oleh dorongan ekonomi karena miskin dan kerja lain membutuhkan tenaga yang
berat, atau tidak punya sawah. Masyarakat memandang luruh duit bukan suatu
kejahatan, melainkan sebuah pekerjaan. Luruh duit sudah tidak dianggap sesuatu
yang salah, bahkan menjadi kebanggaan dan tidak ada sanksi apapun baik dari
pemerintah maupun masyarakat (Patilima 1).
Kasus perdagangan anak yang ada di Surabaya, kebanyakan anak-anak
yang menjadi korban umumnya adalah berasal dari keluarga miskin, anak
perempuan yang mengalami sexual abusing dan violence dan banyaknya tempat-
tempat yang sengaja disediakan untuk para pedofil mendapat anak-anak.
Gambaran lebih lanjut mengenai situasi korban child trafficking di Surabaya dari
hasil penelitian ALIT (Yayasan Arek Lintang Surabaya), dapat dipilah menjadi
tiga karakteristik, yakni:
1. Korban child trafficking di lokalisasi
                                                                                    Page 4
Universitas Kristen Petra
11
Situasi yang muncul sangat nampak pada proses perdagangannya. Dari
gambaran situasi hasil observasi mendalam oleh tim KOMPPAS, korban child
trafficking berasal dari daerah-daerah miskin di Jatim (Bojonegoro, Malang
selatan dan Gunung Kawi). Mereka dijual dengan cara direkrut dari desa tempat
tinggal mereka oleh para calo. Calo-calo ini pada umumnya adalah perempuan
mantan pekerja seks dari desa yang sama. Dengan bujuk rayu akan pekerjaan
yang mapan di Surabaya. Calo-calo melakukan penipuan kepada keluarga
korban yang rata-rata sangat miskin dan berpendidikan rendah. Setelah anak-
anak ini di bawa ke Surabaya. Mereka akan difoto dan calo akan melakukan
lelang atas diri anak-anak kepada para germo yang ada di dua lokalisasi yakni
Bangunsari dan Tambak Asri (dua lokasi ini berdekatan). Selain melalui foto,
kadangkala lelang berlangsung di rumah calo atau tempat yang telah
ditentukan bersama anatar calo dan germo secara langsung. Calo lainnya sering
dijumpai adalah ibu dari anak-anak itu sendiri, mereka berasal dari kampung-
kampung kumuh sekitar lokalisasi. Sang ibu akan langsung mengantarkan anak
mereka ke germo-germo di kedua lokalisasi ini.
Dapat dibanyangkan bagaimana kondisi psikologis anak ketika tahu bahwa
mereka diperjualbelikan secara vulgar (beberapa diantaranya harus diraba-raba
dan diperiksa organ-organ tubuhnya oleh para germo sebelum menentukan
harga yang diajukan). Setelah mendapat kesepakatan harga (rata-rata 1 anak
terjual dari termurah Rp 500.000- termahal Rp 2.000.000), para calo
menyerahkan anak-anak ini kepada germo dan ditempatkan di wisma-wisma
kecil milik mucikari.
Esoknya, ketika malam hari berlangsung transaksi antara germo dengan
konsumen di lapangan sepak bola yang sangat terbuka. Lokasi lapangan ini
sontak berubah menjadi pasar malam yang sangat ramai. Anak-anak
ditempatkan di dalam lapangan dengan didampingi masing-masing germo,
sedangkan para konsumen akan berkeliling sambil menanyakan sekaligus
tawar-menawar harga (kami katakan bak pasar sapi saja). Sekali lagi anak-anak
ini mengalami tekanan yang amat berat secara psikologis dan tentu saja akan
mengalami trauma sepanjang hidupnya. Selanjutnya setelah proses jual beli
dilakukan, kondisi buruk tidak berhenti begitu saja. Kejadian seperti kekerasan
                                                                                  Page 5
Universitas Kristen Petra
12
oleh tamu karena tidak puas ketika dilayani atau ketika para tamu ini mabuk
berat, dan germo yang seringkali melakukan tindak kekerasan apabila anak-
anak ini mogok bekerja. Dengan rata-rata penghasilan Rp 25.000/short time,
anak-anak masih harus setor ke mucikari mereka Rp 5000 dan ongkos
keamanan Rp 1500,-. Keamanan lokalisasi sangat erat kaitannya dengan bisnis
keamanan oleh koramil setempat. Ancaman dari para germo kepada mereka
seakan menutup hiddup mereka dari kebebasan. Sampai saat ini perkiraan kasar
besar prosentase dari seluruh pekerja seks di situ sebanyak 40% adalah child
trafficking dari sekitar lebih dari 500 orang PSK.
2. Korban child trafficking di jalanan
Berbeda dengan teman-teman mereka di lokalisasi, anak-anak ini adalah korban
child trafficking dengan konsumen kelas menengah keatas. Dengan peran besar
germo, anak-anak ini langsung diperdagangkan kepada konsumen di jalan-jalan
protokol dan diskotik (setelah tengah malam mereka berpindah ke diskotik).
Anak-anak ini berasal dari desa-desa miskin di Jatim yakni Malang Selatan,
Banyuwangi, Probolinggo dan Surabaya sendiri yakni mereka yang tinggal di
kampung-kampung kumuh di pinggiran kota Surabaya. Awalnya anak-anak ini
adalah pekerja anak di pabrik, sektor domestik/PRT dan pelayan toko. Banyak
hal yang menyebabkan mereka terjebak pada rayuan germo, antara lain karena:
- Pernah diperkosa juragannya, mandornya atau teman seprofesi kerja
- Pernah mengalami abuse dari tempat ia bekerja
- Dibujuk mendapat uang banyak dan pada saat itu anak-anak ini sedang dililit
masalah keuangan dengan keluarganya.
- Mengalami ketergantungan obat, biasanya sebelumnya anak-anak diberi
gratis oleh teman-teman baru mereka di jalan selepas mereka keluar dari
pekerjaan semula.
Anak-anak ini biasanya tinggal berkelompok dengan teman-temannya dalam
kost-kost an sempit di pusat kota Surabaya. Satu grup kost biasanya digermoi
satu orang. Peristiwa sangat buruk seringklai mereka alami ketika bekerja.
Beberapa kasus yang ditemukan sepanjang tahun 1999-sekarang, adalah
kekerasan seksual yang dilakukan para tamu. Misalnya anak digilir beramai-
ramai sampai tujuh orang dan dibuang di luar kota. Ini terjadi karena anak-anak
                                                                                  Page 6
Universitas Kristen Petra
13
setelah ”dibooking” akan dibawa sesuka hari sang tamu. Dan apabila lokasi
yang dipilih itu jauh dari tempat teman-teman mereka berkumpul, maka tak
jarang anak pulang ke kost dalam keadaan hampir pingsan atau menangis
meraung-raung karena peristiwa buruk yang dialami malam sebelumnya.
Belum lagi apabila konsumennya adalah orang asing, rata-rata selalu meminta
adegan seksual seperti dalam film blue yang ditayangkan di kamar-kamar hotel.
Salah satu kasusnya adalah anak dipaksa memperagakan adegan dengan
dibanting-banting badannya dan kemaluan anak ini dimasuki botol minuman
keras. Dapat dibayangkan trauma yang dialami anak setelah mengalami
peristiwa ini. Peristiwa lainnya adalah garukan yang dilakukan polisi dan
pamong praja. Dalam peristiwa garukan anak mengalami kekerasan kembali,
mereka dipaksa untuk diambil darahnya dengan tidak menggunakan jarum
suntik yang steril yang dikatakan oleh petugas untuk sampel darah test
HIV/AIDS. Beberapa diantaranya dipaksa melayani polisi dengan ancaman
pistol bila menolak, dirampas uang mereka oleh petugas serta barang-barang
berharga yang mereka miliki. Belum lagi ketergantungan obat (shabu, ekstasi
dan putaw) yang dialami hampir 99% anak-anak ini. Setiap hari mereka dipaksa
menggunakan obat ini oleh tamu, atau mereka sendiri akan membeli sendiri.
tiga kali kasus over dosis tertolong oleh klinik ALIT menunjukkan bahwa
seringkali anak menggunakan obat sebelum transaksi dan ketika “berhubungan”
dengan tamu dan akan kembali memakai denan jenis lainnya setelah meneima
uang dari germo. Satu kasus anak tewas karena overdosis ditemukan subuh di
pinggir jalan. Jumlah mereka saat ini berkisar antara 80% dari total PSK di
jalanan dan diskotik dari sekitar 300 orang. Kasus lainnya yang muncul adalah
anak-anak diorganisir oleh germo besar dan bandar besar untuk digunakan
sebagai pengedar di daerah lain dan merekapun tetap akan diperdagangkan
untuk konsumsi turis di Bali dan Singapura.
3. Korban child trafficking di slums area
Korban adalah anak perempuan di kawasan ini dan mereka rata-rata berasal dari
Malang Selatan dan Pasuruan. Namun beberap diantaranya juga bersal dari
Surabaya sendiri, yakni mereka yang keluarga tinggal di sekitar stasiun dan
terminal. Anak-anak ini berpendidikan rendah, beberapa diantaranya
                                                                                  Page 7
Universitas Kristen Petra
14
keluarganya bercerai. Anak-anak ini memilih keluar dari rumah dan menjadi
anak jalanan. Dalam kehidupan jalanan inilah anak-anak mengenal dunia seks
dan obat-obatan. Para calo melihat dengan jeli keberadaan anak-anak yang
sedang bingung dan resah karena tak tahu arah dan tujuan mereka di Surabaya.
Dengan bujukannya, akhirnya anak-anak ini di jual pada para konsumen. Rata-
rata konsumen ini adalah para sopir angkot, kenek dan preman-preman
terminal. Asal tahu saja perilaku para konsumen ini tentu identik dengan
kekerasan, pemaksaan dan penganiayaan. Seringkali konsumen membeli dalam
keadaan mabuk dan tak jarang sepulang dibooking anak dalam keadaan babak
belur. Belum lagi kasus Penyakit Menular seksual yang rata-rata terjadi pada
anak-anak ini, karena perilaku sehat pada konsumen dan anak-anak masih
belum disentuh sama sekali, artinya perilaku beresiko tinggi dalam
berhubungan seksual tejadi di sini baik bagi si anak maupun konsumen itu
sendiri.
Melihat gambaran situasi korban child trafficking di Surabaya seperti di atas
muncul pemikiran dari ALIT dan KOMPPAS yang selama ini telah melakukan
observasi dan beberapa pendampingan terhadap korban child trafficking yakni:
- Bagaimana upaya menyelamatkan mereka dari resiko yang lebih buruk
- Bagaimana membuka masalah ini pada publik dan pemerintah tanpa harus
menimbulkan korban, mengingat jaringan yang terlibat juga begitu kuat
(Yuliati 1).
Beberapa kebijakan dari pemerintah dalam pencegahan dan
penanggulangan perdagangan anak seperti, Kebijakan Dan Program Pemerintah
Kabupaten Indramayu. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Indramayu mengenai
prostitusi tertuang pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Prostitusi yang diperbaharui Perda No. 4 Tahun 2001.
Perda lain yang mengatur pelacuran adalah Peraturan Daerah No. 17 Ta-
hun 2002 tentang Renstra Kabupaten Indramayu. Norma-norma Hukum
Penghapusan Perdagangan Anak yang lainnya seperti, Deklarasi Umum Hak
Asasi Manusia PBB 1948; Konvensi Hak Anak 1989; Opsional Protokol
Konvensi Hak Anak terhadap Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi
Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak Keppres No. 88
                                                                                   Page 8
Universitas Kristen Petra
15
Tahun 2002; Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak Kepres No. 88 Tahun
2002 (Patilima, para. 6).
Sejumlah masyarakat di Indonesia tidak tinggal diam dengan adanya
fenomena perdagangan anak ini. Salah satu upaya masyarakat seperti yang
dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) atas dukungan ILO
dalam Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation
di Kabupaten Indramayu. Inti program ini mencegah anak-anak perempuan
dilacurkan dengan mengupayakan peningkatan partisipasi pendidikan anak-anak
baik formal maupun non formal pemberian peluang kerja, dan penyadaran masya-
rakat untuk mencegah perdagangan anak untuk pelacuran. Program menggunakan
basis masyarakat karena dilakukan di tengah-tengah masyarakat.
2.2. Identifikasi Data
2.2.1. Landasan Hukum
”Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948”. Deklarasi ini memuat
hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tidak secara tegas
berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai
suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu mempunyai hak bebas, yang
secara mendasar terbebas dari trafficking. Konvensi Hak Anak 1989. Konvensi ini
secara tegas mengatur hak anak yang berbeda dengan orang dewasa. Pada pasal
34 dan 35 Konvensi ini berkaitan langsung dengan penentangan terhadap
eksploitasi seksual, perlakuan salah secara seksual, dan perdagangan anak
(Patilima, para. 6).
”Opsional Protokol Konvensi Hak Anak terhadap Penjualan Anak,
Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak”. Opsional Protokol ini telah diadopsi tahun
2000, Indonesia belum meratifikasinya. Akan tetapi Protokol ini tidak berkait
langsung dengan penghapusan perdagangan anak, tetapi lebih penentangan
terhadap prostitusi dan pornografi anak (Patilima, para. 8).
”KILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak”. Di
bawah Konvensi ILO 182, penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi
dianggap sebagai bentuk pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat
                                                                                     Page 9
Universitas Kristen Petra
16
dengan pekerja anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia
telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000 (Patilima, para. 9).
”Protokol untuk Mencegah Memberantas dan Menghukum Perdagangan
Manusia Terutama Anak yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan
Kejahatan Terorganisir antar Negara”. Protokol ini secara tegas menegaskan
definisi perdagangan manusia: “Perdagangan manusia berarti pengerahan,
pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan
menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari
kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk
mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan
eksploitasi. Pada Protokol ini secara tegas menyebutkan anak berarti setiap orang
yang usianya di bawah delapan belas tahun (Patilima, para. 10).
”Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”.
Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang ini mengatur secara tegas tentang
perdagangan anak. Pada Pasal 59 menegaskan “Pemerintah dan lembaga negara
lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan
khusus kepada anak ... anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak
yang diperdagangkan, ...” Dan pada Pasal 68 (1) Perlindungan khusus bagi anak ...
perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui
upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh
pemerintah dan masyarakat. (2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan,
penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Serta Pasal
78 setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak ... anak korban
perdagangan... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut
memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara
                                                                                    Page 10
Universitas Kristen Petra
17
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) (Patilima, para. 11).
“Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak Keppres No. 88
Tahun 2002”. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak lahir
karena didorong oleh keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai kasus
perdagangan anak. Trafficking in Persons Report June 2001 yang diterbitkan oleh
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menempatkan Indonesia pada peringkat
ke-tiga (tetapi pada laporan 2005 menjadi pertingkat ke-dua) dalam upaya
penanggulangan perdagangan anak. Gugus Tugas Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdagangan Anak yang dibentuk melalui Keputusan Presiden RI
Nomor 88 Tahun 2002 (Patilima, para. 12). Tujuan umum Gugus Tugas ini adalah
terhapusnya segala bentuk perdagangan anak. Untuk Gugus Tugas di daerah,
Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri
Nomor 560/1134/PMD/2003 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan
Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut diarahkan bahwa focal
point pelaksanaan penghapusan perdagangan orang di daerah dilaksanakan oleh
unit kerja di jajaran pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan menangani
urusan anak melalui penyelenggaraan pertemuan koordinasi kedinasan di daerah
dengan tujuan:
a. Menyusun standar minimum dalam pemenuhan hak-hak anak.
b. Pembentukan satuan tugas penanggulangan perdagangan orang di daerah.
c. Melakukan pengawasan ketat terhadap perekrutan tenaga kerja.
d. Mengalokasikan dana APBD untuk keperluan kegiatan.
2.2.2. Organisasi Pendukung
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) merupakan yayasan sosial
untuk masalah anak. YKAI ini memiliki visi untuk mewujudkan anak Indonesia
yang andal, berkualitas dan berwawasan ke depan menuju masyarakat yang
sejahtera dan mandiri. Dam misi untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan
anak Indonesia melalui upaya-upaya peningkatan kesadaran pengetahuan dan
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan potensi anak sesuai dengan hak-
haknya serta penciptaan lingkungan yang memberi peluang, dukungan, kebebasan
                                                                                   Page 11
Universitas Kristen Petra
18
dan perlindungan untuk menunjang perkembangan rohani, jasmani, mental dam
sosialnya. Untuk memperjuangkan tercapainya misi tersebut, Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) sebagai lembaga independen dan terbuka,
menjamin kerjasama dengan semua pihak yang mempunyai kepedulian terhadap
anak, serta secara profesional mengembangkan berbagai program berdasar asas
tinggi, YKAI melakukan segalanya yang terbaik demi anak kepentingan anak.
Salah satu upaya yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia
(YKAI) atas dukungan ILO dalam Program Prevention of Child Trafficking for
Labor and Sexual Exploitation di Kabupaten Indramayu. Tujuan dari program ini
adalah:
a. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menengah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak
perempuan di dua kecamatan;
b. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah
lulus sekolah dasar;
c. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan;
d. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk
memfasilitasi usaha sendiri;
e. Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap trafiking anak.
Rumah Singgah Anak Jalanan juga merupakan upaya dari YKAI. Tapi,
sejauh ini keinginan mereka untuk mengentaskan anak-anak dari jalanan dan
mendapatkan kembali hak-hak mereka belum direspon secara baik. Penolakan,
penentangan, tidak ada dukungan dan malah komentar yang memerahkan telinga
dari para pakar justru diterima oleh penyelenggara rumah singgah ini. Adapun
kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan bersama dengan beberapa organisasi lain,
seperti:
1. Sanggar belajar dan tempat pendampingan bagi anak dan masyarakat.
2. Catch-up Education (CE), yaitu kegiatan persiapan masuk kembali sekolah
bagi anak-anak yang telah putus sekolah maupun mereka yang rawan putus
sekolah, baik di SD maupun SLTP. Kegiatan ini berlangsung dalam dua bulan
sebanyak 24 sesi pada bulan Mei dan Juni menjelang tahun ajaran baru.
                                                                                 Page 12
Universitas Kristen Petra
19
3. Program beasiswa untuk anak-anak peserta CE.
4. Penyelenggaraan Pendidikan SMP Terbuka. Program ini bekerjasama dengan
SMP induk.
5. Perpustakaan Keliling, untuk meningkatkan minat baca anak dari Bank Niaga
menyediakan buku-buku pelajaran dan bacaan untuk anak-anak SD dan SLTP.
Layanan dilaksanakan pada hari Senin s.d. Kamis pada jam sekolah. Sejak
tanggal 23 Maret 2004, sampai saat ini telah menjangkau 14 SD serta di-
kunjungi secara rutin oleh total 2.721 anak, terdiri dari 1.390 anak laki-laki
dan 1.331 anak perempuan.
6. Pelatihan keterampilan kerja di bidang garmen bekerjasama dengan Inter-
national Garment Training Center (IGTC) di Bogor. Alumni dari program ini
disalurkan ke perusahaan garmen.
7. Pelatihan guru SD dan SLTP untuk meningkatkan sensivitas dan responsivitas
mereka terhadap masalah trafiking dengan meningkatkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas-tugas mendidik dan mengajar. Jumlah guru yang
sudah dilatih adalah 30 guru SD dan 10 guru SLTP se-Gabus Wetan. Modul
latihan disusun bersama oleh YKAI Dinas Pendidikan Kab. Indramayu, terdiri
dari Modul 1 Perdagangan anak, Modul 2 Putus sekolah dan rawan putus
sekolah, Modul 3 Pembelajaran kontekstual, Modul 4 Manajemen Kelas, dan
Modul 5 Hubungan guru.
8. Radio Komunitas yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi pendi-
dikan untuk penyadaran masyarakat. Isi acara adalah 60% pendidikan dan
40% hiburan. Radio ini dikelola oleh Sanggar dengan para penyiarnya adalah
warga setempat dan anak-anak binaan (YKAI 1).
2.2.3. Faktor Penghambat dan Pendukung
Faktor Pendukung dalam terjadinya perdagangan anak di Indonesia adalah
sebagai berikut :
a. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi menjadi faktor utama penyebab terjadinya perdagangan anak
di Indonesia. Dari rendahnya perekonomian, maka mendorong masyarakat
untuk berpikir mencari cara bagaimana cara mendapat uang banyak secara
                                                                                 Page 13
Universitas Kristen Petra
20
praktis dan cepat. Dan dengan memperdagangkan anak adalah salah satu cara
cepat untuk mendapatkan uang banyak.
b. Faktor moral
Moralitas masyarakat juga menjadi faktor pendukung dalam perdagangan
anak. Rendahnya tingkat pendidikan di suatu lingkungan, menyebabkan
moralitas masyarakat di lingkungan tersebut juga rendah. Dari kurangnya
moralitas, masyarakat menganggap melakukan perdagangan anak bukanlah
suatu hal yang salah dalam mencari pendapatan mereka.
c. Faktor permintaan
Seperti hukum ekonomi supply and demand, dengan adanya banyak
permintaan maka harga persediaan akan naik. Dengan tingginya harga,
menyebabkan banyak persediaan yang dijual. Seperti saat ini di Indonesia,
banyak sekali tempat-tempat hiburan di kota-kota besar yang tentunya
membutuhkan banyak tenaga kerja. Maka perdagangan anak pun tak
terelakkan lagi untuk terjadi.
d. Faktor hukum
Banyaknya kasus-kasus perdagangan anak yang telah terjadi di Indonesia,
menunjukkan masih lemahnya hukum di Indonesia ini.
Sedangkan faktor penghambat dalam perdagangan anak adalah adanya
hukuman atau sanksi bagi pelaku perdagangan anak yang telah diatur dalam
undang-undang. Tingginya nilai moralitas suatu masyarakat juga turut
menghambat terjadinya perdagangan anak.
2.2.4. Upaya Pemerintah
Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam memerangi
perdagangan anak di Indonesia yaitu dengan membuat undang-undang yang
melarang terjadinya perdagangan anak maupun penipuan dan kekerasan terhadap
anak, serta pengawasan dan penyelidikan terhadap perdagangan anak.
2.2.5. Peranan Masyarakat
Peran masyarakat dalam memerangi perdagangan anak dapat dilihat dari
upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa LSM di Indonesia. Mereka
                                                                                Page 14
Universitas Kristen Petra
21
biasanya menyediakan layanan jasa bagi para korban dan informasi seputar
perdagangan anak. Sehingga mereka dapat membantu memerangi perdagangan
anak dalam hal sumbangan, pendidikan dan perlindungan.
2.2.6. ILM yang Pernah Dibuat
ILM mengenai perdagangan anak ini pernah dibuat oleh beberapa pihak
organisasi/lembaga sosial. ILM yang pernah diselenggarakan oleh YKAI yaitu
pada tahun 2005 berupa iklan di televisi. Beberapa kampanye juga pernah
dilakukan oleh beberapa organisasi/lembaga sosial dengan membuat spanduk
berupa tulisan dan membagi-bagikan suvenir.
Beberapa poster mengenai child trafficking yang pernah ada :
Gambar 2.2.6.1. Poster “ End Child Exploitation “, UNICEF, 2002.
                                                                                Page 15
Universitas Kristen Petra
22
Gambar 2.2.6.2. Poster “Global Campaign for Violence Prevention”, child abuse
and neglect, WHO, 2003.
Gambar 2.2.6.3. Poster “World Day Against Child Labour”, 2000.
                                                                                Page 16
Universitas Kristen Petra
23
Gambar 2.2.6.4. Poster “Medan Declaration”, Southeast Asia Conference on
Trafficking of Children for Sexual Purposes, 2004.
Gambar 2.2.6.5. Poster “Commercial Sexual Exploitation of Children”, 2004.
                                                                                Page 17
Universitas Kristen Petra
24
Gambar 2.2.6.6. Poster “Lose Sight of Them and They’re Lost”, UNICEF, 2004.
2.2.7. Usulan Pemecahan Masalah
2.2.7.1. Permasalahan
Faktor-faktor seperti kurangnya kesadaran atau moralitas buruk yang
merupakan sumber utama terjadinya perdagangan anak, adanya eksploitasi anak
yang berlebihan dan ekonomi yang sangat rendah merupakan permasalahan
penyebab adanya perdagangan anak di Indonesia. Banyaknya faktor-faktor
pendukung dalam terjadinya perdagangan anak di Indonesia, menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan angka perdagangan anak yang tinggi di dunia.
2.2.7.2. Kesimpulan dan Pemecahan Masalah
Dari hasil survey pada masyarakat kelas bawah, sebagian besar
menunjukkan bahwa mereka menganggap perdagangan anak sebagai hal yang
biasa dan tidak semua menganggap hal ini serius. Masyarakat kelas bawah
kebanyakan berpikir bahwa perdagangan anak adalah salah satu jalan mencari
nafkah yang sah-sah saja.
                                                                                    Page 18
Universitas Kristen Petra
25
Maka dari data-data yang telah didapatkan, diharapkan Iklan Layanan
Masyarakat ini dapat membantu masyarakat untuk berpikir ke arah yang benar
yaitu dengan menghargai hak anak sebagai salah satu anugerah yang sangat
berharga dan bukannya digunakan sebagai alat pencari keuntungan.
Adapun usulan pemecahan masalah untuk turut membantu memerangi
perdagangan anak di Indonesia ini adalah dengan mengingatkan masyarakat
khususnya masyarakat kelas bawah bahwa anak sangatlah berharga. Kampanye
ini akan diadakan pada peringatan Hari Anak Nasional. Iklan-iklan yang
digunakan harus komunikatif dan mudah dipahami untuk mencapai tujuan awal
yaitu, menyadarkan masyarakat bahwa perdagangan anak adalah tindak kriminal
yang harus dihapuskan.
2.2.8. Contoh-Contoh Kasus
Rintihan Bocah
Gambar 2.2.8.1. Rintihan Bocah
Sumber: Kriminalitas, Gatra Nomor 3 Beredar Senin, 28 November 2005
Tak ada orangnya, rumahnya pun boleh juga disasar. Bukan dengan
lemparan batu, tapi cukup dengan cat semprot. Begitulah cara warga Jalan Wijaya
Kusuma, Jakasampurna, Bekasi, mengekspresikan kegembiraan sekaligus
kekesalan terhadap pengelola Yayasan Ibu Sury yang diduga melakukan praktik
kekerasan dan perdagangan anak. Maka, Selasa malam pekan lalu itu, warga
berpesta corat-coret. Kata-katanya mungkin agak lucu. "Manusia kebal hukum,
kehukum juga!" begitu salah satu coretan di dinding depan bangunan berlantai
                                                                                    Page 19
Universitas Kristen Petra
26
dua itu. Ada pula tulisan: "Hidup Kapolres hukum antisuap !" Aksi corat-coret ini
ditimpali sorak-sorai warga. Sepekan sebelumnya, polisi menyegel yayasan itu,
menyusul diselamatkannya seorang bocah bernama Ismi Soraya yang disekap di
toilet di bangunan tersebut. Polisi menahan pemilik yayasan, suami istri Tedy
Agus Setiawan-Suryati Fatimah. Warga menyambut suka-cita. "Kami senang,
akhirnya Yayasan Ibu Sury ditutup," kata warga bernama Suwardi, 39 tahun.
Suwardi menuturkan, warga sebetulnya sudah melaporkan yayasan itu ke polisi
awal 1990 dan April 2005. Warga curiga adanya tindakan kekerasan dan
perdagangan anak. Tapi, waktu itu polisi tak berhasil menemukan barang bukti,
sehingga aktivitas yayasan sebagai panti kesehatan, ibu hamil, dan anak telantar-
yang berdiri sejak 1980 itu pun tetap berjalan. Mungkin inilah yang menyebabkan
warga menuding pengelola yayasan sebagai kebal hukum. Pertengahan November
lalu, warga kembali melapor ke polisi setelah tak tahan lagi mendengar rintihan
anak disakiti, yang diketahui bernama Ismi. Polisi kembali melakukan
penggrebekan, selepas magrib. Kali ini tidak sia-sia. Di sebuah toilet yang
terkunci, polisi menemukan Ismi duduk termangu. Kondisinya mengenaskan.
Sekujur punggung, bahu, dan kepala penuh bekas luka. Kedua tangannya lunglai.
Bocah 8 tahun itu langsung menangis di gendongan seorang polisi wanita. Ia
kemudian dibawa ke rumah sakit, lalu ditampung di Rumah Perlindungan Sosial
Anak (RSPA) Bekasi. Saat penggerebekan, Tedy bersama istri dan dua anaknya
sedang ke Bogor. Pas pulang malam harinya, mereka diamankan ke Markas
Kepolisian Resor (Polres) Bekasi dengan sangkaan penganiayaan anak.
Penyidikan kemudian dikembangkan ke perdagangan anak di bawah umur.
Ternyata, ''Sejak 1984 sampai 2005, sudah 300 anak yang dijual,'' kata Kapolres
Bekasi, Komisaris Besar Edward Syah Pernong. Jumlah tersebut didapat dari
keterangan tersangka, dokumen yayasan, serta tujuh saksi. Diketahui pula, para
bocah itu dibawa ke Jerman, Belanda, dan Malaysia. Polisi masih menyelidiki,
apakah praktik perdagangan anak ini merupakan sindikat atau pribadi tersangka.
Modus operandi tersangka tak jauh beda dengan para tersangka penjual
bayi lain yang sudah sering digaruk polisi. Yakni dengan cara menampung ibu
hamil biasanya dari kalangan bawah yang memang tak menghendaki kehadiran si
bayi. Si ibu merasa tak sanggup merawat darah dagingnya sendiri bisa lantaran
                                                                                   Page 20
Universitas Kristen Petra
27
hamil di luar nikah, atau tekanan ekonomi. Bayi yang lahir kemudian dijual ke
mancanegara dengan harga mencapai Rp 25 juta. Belum diketahui berapa bagian
si ibu kandung. Namun, anehnya, menurut penuturan seorang warga, si ibu
biasanya tak mendapat bagian sama sekali. ''Malah selama ditampung, mereka
disuruh membantu beres-beres di yayasan,'' ujarnya. Penuturan warga, bila lagi
ramai, yayasan itu pernah sampai menampung 15 bayi. Belakangan, jumlahnya
terus menyusut. Ada dugaan, itu lantaran pihak yayasan tak mau membagi
keuntungan kepada para ibu yang telah menyerahkan bayinya. Akhirnya,
tinggallah Ismi seorang yang, entah kenapa, tak jua laku. Ismi pun jadi
pelampiasan kekesalan selama bertahun-tahun. Tersangka mengaku
melakukannya lantaran kesal Ismi kerap bandel. Bisa jadi, tersangka jengkel
lantaran ''dagangannya'' itu tak laku-laku. Terungkapnya lagi kasus perdagangan
anak berlabel yayasan ini membuat geram banyak pihak. ''Nama yayasan itu cuma
kedok belaka,'' kata Afrinaldi, Kepala Sub-Direktorat Pelayanan Sosial Anak
Balita Departemen Sosial. Ia menegaskan, pihaknya akan semakin mengetatkan
pengawasan yayasan-yayasan semacam ini. Ketua Komnas Perlindungan Anak,
Seto Mulyadi, mengecam ulah tersangka yang mendagangkan bayi. Ia juga
mengutuk penyiksaan terhadap bocah Ismi. ''Itu perbuatan keji,'' katanya. Supaya
tak terulang lagi, Kak Seto menegaskan, pihaknya akan melakukan verifikasi
bersama Departemen Sosial terhadap yayasan-yayasan berkedok kegiatan sosial
(Alwie, Barus, Larasati 1).
Jual Anak untuk Beli Becak
Cirebon, Kompas - Memprihatinkan memang kalau saja benar bahwa
Amir (29) menjual keempat anak kandungnya-sejak anak tersebut masih bayi-
hanya dalam rangka ingin membeli becak. Apalagi ia berpikir, dengan adanya
becak itu, ia bisa memiliki mata pencaharian.
Hari Kamis (8/5) sekitar pukul 15.00, polisi menangkap tersangka-yang
warga Gang Ayam, Kampung Kesunean Tengah, Kelurahan Kasepuhan,
Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon-saat dia bertransaksi menjual anak
bungsunya yang masih berumur beberapa hari. Hal itu berlangsung di kawasan
Gang Kemasan, Pasar Kanoman, Cirebon.
Page 21
Universitas Kristen Petra
28
Perbuatan yang telah dilakukan bertahun-tahun itu terungkap setelah istri
tersangka, Eli (27), melaporkan tersangka ke Kepolisian Resor Kota (Polresta)
Cirebon hari Kamis.
Menurut Kepala Polresta Cirebon Ajun Komisaris Besar Siswandi yang
didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Cirebon Ajun
Komisaris Taufik Asrori, Eli melapor karena tidak tahan melihat tingkah laku
suaminya yang sering memukul dan memaksanya menyerahkan anaknya untuk
dijual.
Dari keterangan Eli, tersangka diketahui telah menjual empat anaknya,
yaitu anak ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Sementara penjualan anak
ketujuh dapat digagalkan Kamis lalu. Anak-anak yang dijual pada saat masih
berusia 2-3 hari itu dihargai Rp 250.000-Rp 600.000. Hingga kemarin, Eli belum
bisa ditemui karena masih terguncang jiwanya dan hanya menangis ketika
ditanya.
Amir mengaku pertama kali menjual anak ketiganya yang bernama Restu.
Anaknya itu dijual kepada Engkim, warga Gang Puskesmas, Kesunean Selatan,
Cirebon, dengan harga Rp 250.000. Uang hasil penjualan anak laki-lakinya yang
sekarang sudah duduk di kelas IV sekolah dasar itu kemudian dibelikan becak,
yang digunakannya untuk menghidupi keluarganya sehari-hari.
Setelah itu, ia berturut-turut menjual anak keempatnya, Yadi (6) dengan
harga Rp 600.000, anak kelimanya, Ilham (3,5), dengan harga Rp 250.000, dan
anak keenamnya, Benharudin (2), seharga Rp 400.000. Anak ketujuhnya yang
batal dijual sebelumnya sempat ditawarkan seharga Rp 2 juta.
Sementara beberapa orangtua yang sekarang mengasuh anak-anak tersebut
keberatan dikatakan membeli bayi-bayi tersebut dari tersangka. Mereka mengaku
hanya memberikan sejumlah uang kepada pasangan Amir dan Eli untuk
membantu biaya persalinan. Mereka juga mengatakan sukarela memungut anak-
anak tersebut daripada hidup telantar bersama orangtua kandungnya.
Asiyah (48), warga Jalan Lemahwungkuk, yang mengasuh Benharudin
sejak lahir, mengaku didatangi Eli dua tahun lalu. "Waktu itu saya sedang
menyapu jalan di depan rumah ketika ada perempuan hamil tua dengan
                                                                                 Page 22
Universitas Kristen Petra
29
penampilan lusuh datang dan mengatakan ingin menyerahkan anak yang sedang
dikandungnya kepada saya," tutur Asiyah.
Asiyah yang mengaku kasihan melihat kondisi Eli pada waktu itu dan
memikirkan nasib anak tersebut kelak akhirnya setuju. Dua pekan kemudian,
ketika bayi dilahirkan, dia langsung mengambilnya di rumah Eli. "Sebagai
pengganti biaya bidan, saya memberikan uang Rp 300.000," katanya.
Orangtua angkat lainnya, Ida (25), tetangga sekampung Eli, mengaku
menerima tawaran Eli untuk mengasuh anaknya, Ilham, yang pada saat itu masih
berumur dua hari. "Saya mau saja mengasuh anaknya karena saya belum punya
anak setelah menikah 15 tahun. Sebagai ongkos beli jamu, saya berikan uang Rp
250.000 kepada Eli," ujar Ida yang mengatakan Ilham tidak pernah mengenal,
bahkan takut melihat, ibu kandungnya sendiri.
Kepala Polresta Cirebon Siswandi mengatakan, sekarang baru ada satu
tersangka dalam kasus ini, yaitu Amir. Ia dituduh melanggar Pasal 83 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman
hukumannya minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara (KCM 1).
Akhir Petualangan Pasangan Kumpul Kebo
Gambar 2.2.8.2. Eniwati dan bayinya
Sumber: Peristiwa, Tabloid Nova, 2005
Warga melaporkan wanita ini karena tidak membawa bayinya pulang
kerumah usai melahirkan. Rahasia pun terbongkar karena tiga bayi dari empat
yang dilahirkan selama 6 tahun dijual. Mereka berdalih untuk biaya persalinan.
                                                                                     Page 23
Universitas Kristen Petra
30
Sudah lama warga Kelurahan Cinta Raja, Kecamatan Sail, Tangkereng,
Pekanbaru, curiga terhadap Eniwati (37) yang mengontrak di kawasan itu. Sebab,
meski sudah pisah ranjang dari suaminya, Sakli, Eniwati hamil. "Kami enggan
bertanya karena kurang etis rasanya mempersoalkan kehamilannya. Soalnya
setahu kami, Eni belum cerai resmi dengan Sakli. Nah, siapa tahu dia hamil
dengan Sakli," ujar Rosni, tetangga Eniwati.
Waktu berjalan, Rosni dan tetangga lain hanya menyimpan kecurigaannya.
Sampai akhirnya Eniwati melahirkan di sebuah rumah sakit yang terletak di
kawasan Pelita Pantai, Pekanbaru. Namun, lima hari kemudian setelah dirawat,
Eni pulang tanpa bayinya. "Kalau bayinya hidup, kenapa tidak dibawa pulang.
Sebaliknya kalau meninggal, kenapa jasadnya tidak dikuburkan," ujar Rosni
menirukan pertanyaan warga.
Merasa akrab dengan Eni, Rosni pernah menanyakan perihal keberadaan
bayi Eni. "Dia bilang masih di rumah sakit. Nanti mau diambil," ujar Rosni.
Ketika keesokan harinya, Sabtu (14/5) si bayi belum juga tampak di rumah, Rosni
kembali bertanya. "Kali ini, Eni mengaku bayinya enggak sehat. Pusarnya sakit,
jadi dititipin saja di rumah mamanya di kawasan Alamayang," ujar Rosni.
Tahu-tahu Rosni mendengar malam keesokan harinya, Eni sudah ditahan
polisi. "Itu pun saya dan warga tahunya setelah baca koran. Katanya, Eni
ditangkap karena menjual bayi sampai 3 kali berturut-turut," ujar Rosni seraya
menyebutkan, polisi juga menangkap Apau (53), lelaki yang disebut sebagai
pasangan kumpul kebo Eni.
Benarkah Eniwati dan pasangan kumpul kebonya menjual bayinya? Saat
ditemui NOVA, penampilan Eniwati (37) yang kini menjalani pemeriksaan di
Mapolsek Bukit Raya, Pekanbaru, tampak lebih tua dari usianya. "Saya ditangkap
Minggu (15/5) karena dituduh menjual bayi. Tapi semua saya lakukan karena saya
tidak mengerti hukum. Saya juga tidak punya biaya untuk menebus persalinan,"
katanya sambil berurai air mata.
Sambil terus menghela air mata, wanita kelahiran Bangkinang, Riau ini
menceritakan kehidupannya yang kelam. Dia menikah dengan Sakli pada usia 16
tahun. Perkawinan mereka kandas setelah dikaruniai tiga anak, Rina, Eka, dan
                                                                                     Page 24
Universitas Kristen Petra
31
Dede. "Saya memilih pisah karena Sakli suka main pukul dan peminum. Terakhir,
Sakli kawin lagi. Saya pikir, dari pada dimadu lebih baik saya sendiri," kata Eni.
Dikatakan Eni, ia memang sudah pisah dari suaminya. "Perceraian kami
memang tidak melalui Pengadilan Agama karena saya tidak punya uang untuk
membiayai persidangan. Jadi, kami hanya berpisah secara agama. Dia sudah
menjatuhkan talak, sepuluh tahun lalu."
Setelah cerai, Eni mengambil peran ayah sekaligus ibu bagi tiga anaknya.
Sementara Sakli dan istri mudanya tinggal di kawasan Kerinci. "Mula-mula saya
bekerja di kedai kopi. Di situlah saya bertemu dengan Apau (53), seorang
pemulung yang sering datang untuk membeli botol bekas dari warung. Kami pun
dijodohkan oleh teman saya."
Menurut Eni, sejak awal dirinya sudah mengetahui latar belakang Apau
yang masih beristri dan punya dua anak. Makanya, mereka sepakat hidup bersama
tanpa nikah. "Selama ini, dialah yang memberikan nafkah lahir dan batin kepada
saya," ujar Eni yang kemudian ikut Apau mencari barang bekas di seputar
Pekanbaru.
Oleh karena tak menikah resmi itulah, lanjut Eni, mereka tak berani
berhubungan intim di rumah kontrakan. Alasannya, takut digerebek warga.
Mereka sering melakukannya di penginapan rumah. Hubungan mereka pun
berbuah kehamilan. "Saya melahirkan anak lekaki, namanya Rahmat (5). Selama
ini, Rahmat tinggal bersama saya dan tiga anak saya yang lain."
Dua tahun kemudian, dari hubungannya dengan Apau, Eni kembali hamil.
Ia mengaku sempat pingsan saat melahirkan. "Begitu saya siuman, anak itu sudah
tidak ada," kenang Eni yang segera menanyakannya kepada Apau. "Katanya, anak
saya diambil pamannya yang tinggal di Rumbai. Pamannya itu ingin merawat
anak untuk memancing istrinya supaya hamil. Sebenarnya, sih, saya berat hati,
tapi terpaksa merelakan. Habis anaknya sudah dibawa," paparnya.
Beberapa jam kemudian, lanjut Eni, Apau datang membawa uang sebesar
Rp 2 juta. "Dia enggak mengaku telah menjual anak itu. Katanya, kalau menjual
anak, tentu ada segelnya. Yang jelas, saya memang butuh uang. Untuk biaya
persalinan sebesar Rp 1,5 juta, sisanya untuk biaya hidup."
                                                                                 Page 25
Universitas Kristen Petra
32
Hubungan pasangan kumpul kebo ini masih berlanjut. Kembali Eni
melahirkan. "Saat melahirkan, saya sakit. Makanya, saya serahkan bayi saya
kepada paman di Bangkinang. Paman berkenan merawat bayi itu sekaligus
membayarkan biaya persalinan sebesar Rp 500 ribu," ujarnya sambil
menambahkan, sekarang anak itu sudah berusia 3 tahun. "Saya pernah jumpa
dengan dia," tambahnya.
Meski kondisinya pas-pasan, Eni tak kapok hamil lagi. Kembali ia
melahirkan anak keempat dari Apau, persisnya Selasa (10/5) silam. "Meski sudah
lima hari di RS, biaya persalinan sebesar Rp 475 ribu belum terkumpul juga.
Sementara bidan yang menangani persalinanku menagih terus."
Eni mengaku mengeluh kepada Apau, tapi suami gelapnya itu tak kunjung
datang. "Saya bingung. Akhirnya, saya menelepon Sumiati, warga Jalan Kandis,
Pekanbaru. Dia kasihan kepada saya dan bersedia membayar biaya persalinan
sebesar Rp 475 ribu dan memberi uang Rp 1 juta kepada saya. Itu sebabnya, bayi
itu bisa keluar dari RS," kata Eni.
Sebelum Sumiati sempat membawa pulang bayi tersebut, masalah ini
sudah tercium polisi. "Bayi itu dikembalikan lagi kepada saya. Sekarang dia
dirawat oleh kerabat saya," katanya sambil menambahkan, kecuali Rahmat ia
belum sempat memberi nama kepada 3 bayinya.
Setelah ditahan, Eni justru menuding Apau yang menjual bayinya. "Ketika
usia kehamilan saya masih hamil 8 bulan tempo hari, saya pernah didatangi 3
lelaki ke rumah. Katanya suruhan Apau. Mereka mau pesan bayi untuk bayar
utang Apau. Saya tidak mau karena saya sayang semua anak-anak," kata Eni
(Sidabutar 1).
й 2004 Sri Tjahjorini
Posted: 2 November 2004
Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702)
Sekolah Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
November 2004
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc
Dr. Ir. Hardjanto, M.S
STRATEGI MENGUBAH PERILAKU ANAK JALANAN:
SEBUAH PEMIKIRAN
Oleh:
Sri Tjahjorini
P061030111/PPN
rini_martonoipb@yahoo.com
PENDAHULUAN
Anak adalah aset bangsa yang sangat berharga, karena ditangannyalah estafet
keberadaan bangsa di masa datang terletak. Namun sebagai aset berharga, tidak semua
anak memperoleh haknya untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya
anak pada umumnya. Hal ini salah satunya dialami oleh anak jalanan yang karena satu
dan lain hal haknya sebagai anak tidak dapat terpenuhi dengan baik. Baik hak untuk
memperoleh pengakuan (recognition) maupun hak sebagai manusia yang memiliki harga
diri dan martabat sebagai manusia (human dignity) merekapun terabaikan. Mereka hanya
dianggap sebagai sampah masyarakat yang mengotori keindahan dan ketertiban kota.
Padahal semua mereka jalani semata-mata karena tidak ada pilihan yang lebih baik yang
dapat mereka jadikan alternatif untuk tidak menjadi anak jalanan atau untuk keluar dari
jalanan.
                                                                                          Page 2
2
Sejak awal mula kemunculan, sebetulnya tidak harus permasalahan tersebut
menjadi patogen dengan akibat lebih lanjut, hilangnya generasi penerus yang berkualitas
atau lost of generation di masa datang, serta merusak human capital dan social capital
juga menurunkan daya-daya yang ada, bila ada perhatian dan kepedulian semua pihak
untuk secara bersama dengan bekerjasama merasa terpanggil untuk mengatasi
permasalahaan tersebut.
Terkait dengan kondisi tersebut, penulis mengajukan alternatif solusi untuk
memecahkan “sebagian” permasalahan anak jalanan dalam kaitannya dengan upaya
merubah perilakunya, yang selama ini dinilai negatif dan menimbulkan “stigma” bagi
anak jalanan itu sendiri, sekaligus dengan upaya merubah perilaku ini diharapkan dapat
meningkatkan potensi yang dimilikinya, sebagai social capital yang dapat membantu
anak jalanan untuk suatu saat dapat keluar dari jalanan.
IMPLEMENTASI MENUJU KONDISI BARU
Anak jalanan muncul pertama kalinya pada akhir tahun 1997 sebagai akibat
terjadinya bencana alam kekeringan serta krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hasil
penelitian penulis menunjukan permasalahan anak jalanan dominan disebabkan oleh
kemiskinan atau ketidakmampuan keluarga (98 %), disamping juga disebabkan adanya
ketidakserasian keluarga (33 %) dan kekerasan dalam keluarga (23 %).
Anak jalanan diperkirakan sedikitnya berjumlah 50 ribu anak, hasil perkiraan
yang didasarkan pada data gelandangan dan pengemis (Irwanto. et al. 1998). Dalam hal
ini permasalahan anak jalanan merupakan fenomena gunung es, kecil di permukaan,
tetapi permasalahan di dalamnya jauh lebih luas dan kompleks. Jika pada tahun 1998
terdeteksi berjumlah 50 ribu, maka sangat boleh jadi dengan tertariknya anak-anak
rumahan yang rentan menjadi anak jalanan untuk turun kejalanan, ditambah
meningkatnya permasalahan sosial yang muncul, jumlah tersebut menjadi berkali-kali
lipat pada tahun 2004. Bahkan fenomena yang berkembang saat ini bukan hanya “anak
jalanan” tetapi juga “remaja jalanan” sudah mulai meningkat. Suatu saat sangat boleh jadi
muncul pula “orang tua jalanan”. Akibat lebih lanjut dari kondisi ini bila tidak segera
ditangani secara tuntas dengan pendekatan yang tepat adalah hilangnya generasi (lost of
                                                                                         Page 3
3
generation) sebagai penerus estafet perjuangan dan kepemimpinan bangsa yang
berkualitas.
Masalah sosial anak jalanan berkaitan pula dengan ketidakmampuan anak
memperoleh haknya, sebagaimana diatur oleh konvensi hak anak. Juga disebabkan
kurangnya aksesibilitas anak, akibat berbagai keterbatasan sarana dan prasarana yang
ada. Baik di rumah dan di lingkungan sekitarnya, untuk dapat bermain dan berkembang
sesuai dengan masa pertumbuhannya. Terkait dengan kondisi tersebut, permasalahan
anak jalanan sudah merupakan permasalahan krusial yang harus ditangani sampai ke
akar-akarnya. Sebab jika permasalahan hanya ditangani di permukaan saja, maka setiap
saat permasalahan tersebut akan muncul dan muncul kembali, serta menyebabkan
timbulnya permasalahan lain yang justru lebih kompleks. Seperti munculnya orang
dewasa jalanan, kriminalitas, premanisasi, ekploitasi tenaga, ekploitasi seksual,
penyimpangan perilaku, dll.
Pemerintah bersama masyarakat pernah menawarkan berbagai pendekatan untuk
upaya penanggulangannya. Akan tetapi dari berbagai pendekatan tersebut hingga saat ini,
belum ada yang dapat menyentuh anak jalanan secara mendalam terkait dengan adanya
perubahan perilaku.
Hal tersebut di atas salah satunya disebabkan kurang menyentuhnya semua jenis
pembinaan yang diberikan, pada kesadaran anak jalanan untuk dapat merubah
perilakunya dan tidak berkeliaran lagi di jalanan. Hal tersebut terlihat dari kurang
positifnya persepsi anak jalanan seperti dikemukakan dalam hasil penelitian penulis
tentang Persepsi Anak Jalanan terhadap Bimbingan Sosial di Rumah Singgah, yang
secara umum masih dalam kondisi negatif terhadap semua bentuk pembinaan yang
diberikan. Walau untuk anak dengan masa mengikuti pembinaan relatif baru (< 6 bulan)
menunjukkan keadaan lebih baik, dibandingkan dengan lama tinggal dan mengikuti
pembinaan antara 7 - 12 bulan dan di atas 13 bulan.
                                                                                         Page 4
4
Bila dikaji lebih dalam dan dilihat dari sisi konsep, semua pendekatan yang
ditawarkan sudah cukup akomodatif, akan tetapi disebabkan kurang adanya sosialisasi
yang tepat, ditambah lagi tujuan keproyekan yang terlalu kaku mengakibatkan kurang
dapat terlaksananya dengan baik tugas dan peranan pembimbing dalam menjabarkan dan
mengaplikasikan serta mengimplementasikan bentuk-bentuk pembinaan yang sesuai.
Di sisi lain sebagaimana hasil penelitian penulis, anak jalanan juga memiliki
“stigma” yang terkait dengan perilakunya yang dinilai menyimpang dari norma umum
yang ada di masyarakat sekitarnya. Namun demikian, mereka juga memiliki potensi yang
apabila dilakukan sentuhan dengan pendekatan yang tepat, bisa menjadi modal sosial
atau social capital bagi anak jalanan dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupannya
di masa mendatang, sekaligus dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas
kehidupannya agar mereka dapat tetap “survive” hidup di jalanan, serta lambat laun bisa
keluar di tidak tergantung hidup lagi dijalanan. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Fukuyama (2000) bahwa manusia memiliki kemampuan-kemampuan
khusus untuk melakukan kerjasama dan menciptakan social capital, mereka melakukan
hal ini dengan cara-cara yang bisa melindungi kepentingan-kepentingan mereka sebagai
individu.
Stigma yang diberikan masyarakat kepada anak jalanan disebabkan dalam
kehidupannya di jalanan, baik secara pribadi maupun kelompok mereka berupaya
mengembangkan sub kultur dengan norma dan nilai yang berbeda dari yang berlaku
secara umum. Di satu sisi mungkin positif karena dapat melindungi keberadaan mereka,
tapi di sisi lainnya negatif. Hal ini disebabkan dari norma dan nilai yang tumbuh tersebut,
justru menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku secara umum. Disamping itu juga
muncul perilaku sosial yang anormatif, seperti acuh tak acuh, dan sikap curiga yang
berlebihan pada orang di luar kelompoknya, susah diatur, liar, reaktif, sensitif, bebas dan
cenderung hanya bergaul/berinteraksi dengan kelompoknya, masa bodoh, dll.
Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Erving Goffman dalam Lawang (1986)
rintangan yang nampak secara fisik merupakan sumber noda atau cacat (stigma). Lebih
lanjut Goffman mengemukakan, stigma adalah sifat apa saja yang sangat jelas dan
diandaikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepribadian individu sehingga
individu itu tidak mampu untuk bertindak menurut cara yang biasa. Dalam hal ini anak
                                                                                            Page 5
5
jalanan diasumsikan tidak mampu (pada umumnya atau dalam hal tertentu) kecuali kalau
dapat membuktikan kemampuannya termasuk untuk dapat berperilaku sesuai dengan
norma dan nilai yang berlaku pada masyarakat umum.
Permasalahanya adalah untuk memproyeksikan suatu identitas yang normal
sebagai manusia yang mampu dan dapat mengatasi asumsi negatif atau “stigma” yang
diberikan orang lain ini, membutuhkan usaha bukan hanya dari anak jalanan itu sendiri,
tapi juga dari lingkungan yang kondusif menunjang usaha mereka dan tidak bersikap
“bermusuhan”, sehingga diperoleh perubahan perilaku yang terinternalisasi atau
melembaga dalam dirinya. Sebaliknya bila lingkungan dan masyarakat sekitar tidak
mendukung upaya perubahan perilaku, maka perubahan itu menjadi terhalang dan
akhirnya kembali kepada perilaku sikap semula. Jika lingkungan dan masyarakat
menerima dan memperlakukan serta mendukung perubahan perilaku ini, maka perubahan
perilaku (ke arah yang lebih baik dan lebih percaya diri) ini akan berjalan lebih cepat
sebagaimana dikemukakan Terence R. Mitschell dalam Moenir (1988) “A finally, some
situational variables may help to increase change…”. Demikian pula yang terjadi
sebaliknya.
Perilaku merupakan suatu rangkaian aktivitas, yang dapat berubah apabila
kebutuhan yang ada meningkat kekuatannya, sehingga menjadi motif yang paling tinggi
(Hersey dan Blanchard, 1990). Lima konsep penguatan utama yang dapat membantu
dalam upaya mengubah perilaku adalah : penguatan positif (positive reinforcement)
terhadap perilaku baru yang diinginkan sesegera mungkin, penguatan negatif (negative
reinforcement), hukuman (punisment), pemunahan, dan jadwal penguatan. Hal ini terkait
dengan teori modifikasi perilaku yang memusatkan perhatian pada perilaku yang diamati
dan menggunakan tujuan atau ganjaran di luar diri seseorang untuk memodifikasi dan
membentuk perilaku ke arah prestasi yang diinginkan (Hersey dan Blanchard, 1990).
Lewin dalam Hersey dan Blanchard (1990) mengidentifikasi tiga tahap proses
perubahan : 1) pemanasan, tujuannya adalah memotivasi dan mengkondisikan individu
agar siap melakukan perubahan, 2) pengubahan, apabila orang-orang telah termotivasi
untuk berubah mereka siap menerima pola perilaku baru, dilakukan melalui mekanisme
identifikasi dan internalisasi, 3) pembekuan kembali, apabila perilaku baru telah
                                                                                              Page 6
6
diinternalisasi pada saat dipelajari, secara otomatis hal itu akan memudahkan proses
pembekuan karena secara alamiah telah disesuaikan dengan kepribadian seseorang.
Lebih lanjut Hersey dan Blanchard mengemukakan pemuasan kebutuhan boleh
jadi terhambat, dan memunculkan perilaku mengatasi dari individu yang bersangkutan,
yang sekaligus juga bisa menimbulkan frustrasi. Frustrasi ini dapat meningkat
sedemikian rupa dan memunculkan perilaku agresif. Norman R. F. Maier dalam Hersey
dan Blanchard (1990) menyatakan bahwa agresifitas hanyalah merupakan salah satu cara
memperlihatkan frustrasi, di samping perilaku frustrasi lainnya seperti rasionalisasi
(rationalization), regresi (regression), fiksasi (fixation), dan resignasi (resignation) yang
dapat timbul apabila tekanan terus berlanjut dan meningkat.
Dengan Self Learning atau belajar mandiri diharapkan anak jalanan dapat
memodifikasi perilakunya karena kesadaran dan keinginan sendiri untuk berubah,
sehingga terjadi perubahan yang terinternalisasi di dalam dirinya. Juga terjadi
pembiasaan dan penyesuaian dalam diri anak jalanan. Diharapkan dengan adanya
kesadaran tersebut pada akhirnya penyandang masalah (termasuk anak jalanan) dapat
mengubah diri atau mengubah perilakunya menurut Doyle dalam Lawang (1986).
Kesediaan anak jalanan untuk berubah dengan kesadaranya sendiri ini, merupakan
langkah awal dalam upaya mereka kelak menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
berada di sekitarnya, manakala ia tidak lagi hidup di jalanan.
Dalam hubungan dengan perubahan tingkah laku dan kaitannnya dengan kondisi
seseorang, Hurlock (1979) menyatakan dengan tegas bahwa “sikap seseorang tidak hanya
ditentukan oleh pribadi orang yang bersangkutan, akan tetapi juga ditentukan oleh faktor-
faktor lingkungan, artinya sikap orang-orang di sekelilingnya terhadap diri orang yang
bersangkutan”. Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa perubahan perilaku hanya bisa
terjadi apabila dua faktor yaitu pribadi yang bersangkutan dan orang-orang di
sekelilingnya sama-sama dalam situasi menginginkan perubahan tersebut terjadi.
Adapun faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya perubahan perilaku pada
diri seseorang pada dasarnya ada dua, yaitu : a) kesadaran yang timbul dari dirinya
sendiri, dengan ini perubahan yang terjadi lebih bersifat menetap, karena perubahan tanpa
adanya kesadaran hanya bersifat sementara (palsu) dan b) pengaruh dari lingkungan
dengan cara ; ajakan (persuative) dengan menerapkan metode edukatif, bersifat
                                                                                          Page 7
7
manusiawi tetapi memerlukan waktu yang relatif lama namun hasilnya akan lebih mantap
dan meyakinkan ; paksaan dengan menggunakan metode indoktrinasi (brainwashing)
ialah dengan jalan mengisolasi orang yang dikehendaki dari semua perangsang dan
pengaruh, kepadanya hanya diberikan ide-ide tertentu supaya tumbuh dan merasuk
dalam jiwa orang yang bersangkutan.
Moenir (1988) mengemukakan tiga kategori perubahan perilaku pada diri
seseorang, yaitu dari segi : 1) dampak, dilihat dari dampak ada yang positif dan negatif,
menetap atau sementara, serta berdampak cepat, normal atau lambat. Bila perubahan
terjadi dengan cepat dapat menimbulkan kesulitan pada diri sendiri karena lingkungan di
sekitarpun meragukan makna perubahan itu, karena boleh jadi itu hanya sementara
(palsu) 2) sifat, menyangkut proses karena menyangkut pada faktor keyakinan,
kepercayaan dan kepribadian seseorang dan 3) waktu, perubahan memerlukan waktu ada
yang cepat, normal atau lambat. Namun dapat diambil patokan secara umum dan normal ,
bahwa proses penyesuaian diri seseorang di suatu lingkungan berlaku antara 3-12 bulan.
Dari kondisi seperti digambarkan di atas, hal yang penting untuk mendapat
perhatian adalah bahwa anak jalanan dapat dirubah perilakunya melalui aktivitas
kegiatan yang dimodifikasi dengan melibatkan keinginan dan kesadarannya untuk mau
belajar dan mempelajari perubahan yang terjadi dalam kehidupannya secara mandiri, agar
tidak lagi maladjusment dan anormatif. Melalui proses belajar mandiri atau self learning,
anak juga dibiasakan untuk dapat mengatasi hambatan yang terjadi dalam upayanya
menyesuaikan diri dan merubah perilakunya. Sehingga diharapkan dihasilkan perilaku
baru yang terinternalisasi untuk dapat digunakan saat mereka keluar dari kehidupannya di
jalanan.
Terkait dengan hal di atas Gambar 1 memperlihatkan analisis pohon masalah
yang memuat tentang penyebab dan akibat yang timbul, dari keberadaan anak di jalanan
dan tempat-tempat umum lainnya. Sedang Gambar 2 memperlihatkan analisis pohon
tujuan yang memuat solusi pemecahan terhadap permasalahan anak jalanan.
Berdasarkan kondisi yang terdapat pada Gambar 1 dan 2, diperlukan strategi
yang dapat menjembatani dari kondisi sekarang ke kondisi baru yang diinginkan
(Bridging the gap), yaitu kondisi anak jalanan yang dapat merubah perilakunya yang
dianggap menyimpang oleh masyarakat secara umum. Strategi ini merupakan alternatif
                                                                                          Page 8
8
pendekatan yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan,
terabaikannya norma dan kebiasaan atau the norms the habits of community are ignored,
yang seharusnya dilaksanakan oleh anak termasuk anak jalanan di masa pertumbuhannya,
sehingga perilaku mereka dinilai anormatif dan malajusment.
Sekaligus menghindari kegagalan pada penggunaan pendekatan sebelumnya di
mana tujuan dari perubahan tidak dibuat dengan jelas atau the purpose of change is not
made clear, serta rancangan perubahan datang dari pribadi-pribadi tertentu atau an
appeal is based on personal reasons sehingga upaya membangkitkan kesadaran yang
sekaligus dapat membangkitkan kesadaran moral (Moral Consciousness) dari anak
jalanan itu sendiri untuk mau berubah minim sekali terjadi, juga komunikasi yang masih
sangat menyedihkan baik dari pembuat program ke pelaksana program, dan dari
pelaksana program kepada yang terkena program dalam hal ini anak jalanan atau poor
communication regarding the change. Walau mungkin bukan alternatif yang terbaik,
karena belum melalui suatu proses pengujian, tetapi diharapkan strategi / pendekatan ini
dapat menjadi salah satu alternatif solusi, dari berbagai alternatif yang mungkin ada. Di
antaranya melalui pendekatan-pendekatan yang terkait dengan subject matters dan
kondisi yang ingin dicapai seperti terlihat pada Tabel 1.
                                                                                            Page 9
9
Gambar 1. Analisis Pohon Masalah (Problem Tree Analysis).
Effect
Core Problem
Direct
Causes
Indirect
Causes
ANAK JALANAN
Premanisme
Eksploitasi
Kriminalitas
- Seksual
- Tenaga
kerja
Ketidakmampuan
orang tua
Ketidakserasian
orang tua
Kekerasan dalam
keluarga
Kesenangan
berada di jalanan
Kelangkaan
lapangan kerja
Ekonomi padat
modal
Perusahaan mundur /
bangkrut
Kurang modal
Krisis ekonomi
Perceraian
Pernikahan dini
Konflik dalam
keluarga
Konflik dalam
keluarga
Temperamen
Tidak betah
tinggal di rumah
Solusi / lari dari
masalah yang
dihadapi
PHK
Penyimpangan
Tidak terpenuhi hak
dan kebutuhan dalam
keluarga
1. Umur tumbuh kembang
2. Pendidikan formal rendah
3. Curiga
4. Susah diatur
5. Liar
6. reaktif
7. bebas
8. tertutup
9. Sensitif
Pendidikan
ortu rendah
                                                            Page 10
10
Gambar 2. Analisis Pohon Tujuan (Objective Tree Analysis)
Ultimate
Goal
Goal/ Core objective
Upaya
Intervensi
langsung
Upaya
Intervensi
tidak
langsung
ANAK TIDAK DI JALANAN
Adanya rumah yang
berikan ketentraman
Terpenuhi hak dan
kebutuhan anak
Saling menghormati
Saling menghargai
Tersedia lapangan kerja
yang dapat mem berikan
penghasilan cukup bg ortu
Pendidikan ortu sesuai
dengan kebutuhan
lapangan kerja
Tidak ada kekerasan
Tidak ada konflik
Kemampuan orang
tua cukup tinggi
Ekonomi padat karya
Hubungan kerja
baik
Perusahaan maju
dan produktif
Pernikahan matang
direncanakan
Ada tempat untuk
curhat & berbagi
Jalankan peranan sesuai
dengan usia tanpa tekanan
Tertib & tidak deliquen
tingkah lakunya
Tidak menyimpang dgn
perilaku yang normatif
Keserasian
keluarga
Krisis ekonomi
teratasi
Cukup modal
                                                  Page 11
11
Tabel 1. Strategi Merubah Perilaku Anak Jalanan
No
Strategi /
Pendekatan
Kondisi Sekarang
(yang masih negatif)
Subject Matter / Pesan yang ingin
disampaikan melalui komunikasi
Kondisi Baru
(yang lebih baik/positif)
1
Metode
Pendekatan
Peroraangan
(Personal
Approach
Method) mlli :
- Sosialization
- Extention
Education
1. Umur tumbuh kembang
2. Pendidikan formal rendah
3. Curiga
4. Susah diatur
5. Liar
6. Reaktif
7. Bebas
Pesan disampaikan melalui sosialization
dan extention education terutama pada
anak jalanan tentang pentingnya merubah
perilaku yang negatif menjadi positif
karena kesadarannya sendiri, agar
masyarakat dapat menerima mereka
kembali di tengah-tengah masyarakat
1. Umur tumbuh kembang, yang
seyogyanya dapat menjalankan
peranan sesuai dengan masanya,
atau setidaknya dapat mendekati.
2. Meningkatnya kesadaran anak
jalanan
akan
pentingnya
pendidikan
formal,
dengan
mengikuti program paket A, B dan
C serta ketrampilan tertentu sesuai
minat dan bakatnya
3. Hilangnya rasa curiga dan
tumbuhnya rasa percaya anak
jalanan terhadap orang-orang yang
berada disekitarnya
4. Tumbuhnya kemampuan anak
jalanan untuk dapat menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan yang
berlaku umum di masyarakat
5. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan
untuk tidak bersikap liar atau
semau-maunya sendiri
6. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan
untuk dapat meredam emosinya
sehingga tidak memunculkan
konflik antar individu dan antar
kelompok dan mengurangi sikap
reaktifnya
7. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan
bahwa meskipun mereka boleh
                                          Page 12
12
8. Tertutup
9. Sensitif
melakukkan apa saja di jalanan
atau bebas, mereka juga harus
bertanggung jawab atas apa-apa
yang dilakukannya (Disadarkan
tentang perbuatan yang benar atau
salah, bermanfaat atau tidak, haram
atau halal, dll, pada anak jalanan)
8. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan
untuk dapat mengungkapkan
permasalahan atau tekanan,
sehingga dapat mengurangi tingkat
stres yang dihadapinya, dan
memberi pemahaman tentang efek
negatif dari sikap tertutupnya
9. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan
untuk dapat memilah-milah hal-hal
yang perlu ditanggapi dengan
perasaan atau yang cukup dengan
rasio. Sehingga manakala ada
konflik-konflik kecil antar individu
atau antar kelompok tidak
ditanggapi
hanya
dengan
perasaanya (sensitive), yang justru
akan memunculkan konflik yang
lebih besar.
2
Metode
Pendekatan
Kelompok
(Group
Approach
Method) mlli :
- Focus
Group
1. Kondisi kelompok anjal, terkait
dengan :
a. Munculnya konflik antar
individu anak jalanan dalam
satu kelompok
b. Munculnya konflik antar
kelompok anak jalanan
c. Lemahnya kerjasama antar
kelompok anak jalanan
Pesan disampaikan melalui diskusi yang
terfokus pada kelompok, dengan
melibatkan ketua kelompok anak jalanan,
anggota anak jalanan, agen perubahan dan
pihak yang memiliki interest terhadap
masalah anak jalanan. Dikomunikasikan
tentang kondisi yang ada terkait dengan
perilaku-perilaku yang ingin dirubah atau
dengan kekurangan yang dimiliki anak
1. Kondisi kelompok anjal, terkait
dengan upaya:
a. Tumbuhnya
kesadaran
bersama untuk menghindari
konflik antar individu anak
jalanan dalam satu kelompok
b. Tumbuhnya
kesadaran
bersama untuk menghindari
konflik antar kelompok anak
                                          Page 13
13
Discussion
jalanan.
jalanan
c. Tumbuhnya kerjasama antar
kelompok anak jalanan
3
Metode
Pendekatan
Masal/Umum
(Mass
Approach
Method) mli :
-Social
Mobilitation
1. Kondisi keluarga anjal, terkait
dengan adanya :
a. Ketidakserasian keluarga (33
%)
b. Kekerasan keluarga (23 %)
c. Ketidakmampuan keluarga (98
%)
2. Kondisi lingkungan di sekitar
anak jalanan yang menganggap
kehadiran anak jalanan sebagai ;
troublemaker,merusak keindahan,
mengganggu ketenangan dan
keamanan
Pesan disampaikan dengan cara
memobilisir lingkungan disekitar anjal,
mulai dari keluarga, kelompok dan
lingkungan disekitar anjal
1. Kondisi keluarga anjal, terkait
dengan upaya :
a. Tumbuhkan keserasian dalam
keluarga
b. Tumbuhkan kerjasama tanpa
kekerasan dalam keluarga
c. Tingkatkan kemampuan keluarga
2. Merubah image lingkungan di sekitar
anak jalanan tentang kehadiran anak
jalanan, yang tidak semata-mata
sebagai
troublemaker,
perusak
keindahan, mengganggu ketenangan
dan keamanan
                                                                                      Page 14
14
PENUTUP
Apa yang disajikan dalam tulisan ini hanyalah salah satu alternatif yang
ditawarkan penulis untuk mengatasi permasalahan anak jalanan yang merupakan patologi
sosial, yang dahsyat menyerang bangsa ini, bahkan sampai pelosok-pelosok atau sampai
ke ibu kota kapupaten yang semula hanya di kota-kota besar atau ibu kota propinsi.
Namun demikian kembali lagi, sebaik apapun konsep apabila pelaksana konsep
tidak dapat melaksanakannya dengan baik, dan kesadaran dari orang orang yang
menyandang masalah tersebut tidak dapat dimunculkan dan sekaligus diberdayakan
untuk dapat keluar dari permasalahannya, maka akan sia-sialah semuanya. Apalagi bila
kepedulian dan perhatian dari seluruh pihak belum tergalang dan masih bersifat parsial,.
karena walaupun pengaruhnya dibandingkan dengan kesadaran dari orang yang
mengalami masalah relatif kecil, kepedulian ini juga dibutuhkan untuk mendukung upaya
merubah perilaku yang terjadi pada penyandang masalah.
                                                                                         Page 15
15
DAFTAR PUSTAKA
Fukuyama, F. 2000. The Great Disruption Human Nature and The Reconstitution of
Social Order. A Touchstone Book, Published by Simon and Schuster, New York,
London, Toronto, Sydney, Singapore.
Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Penerbit Eresco. Bandung.
Hurlock, Elizabeth B,. 1979. Personality Development. Tata Mc. Graw Hill Publishing
Company Ltd,. New Delhi.
Blanchard, K.H. 1977. Management of Organizational Behavior, Utilizing Human
Resources. Prentice-Hall, Inc. Englewood Clifts, New Jersey USA.
Irwanto, Mohammad Farid, dan Jeffry Anwar. 1998. Ringkasan Analisa Situasi Anak
yang Membutuhkan Perlindungan Khusus. PKPM Atma Jaya. Departemen Sosial,
UNICEF. Jakarta.
Lawang. Robert M. Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Diterjemahkan dari
Johnson, Paul Doyle. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
Kartasapotra.1994. Teknologi Penyuluhan Pembangunan. Bumi Aksara. Jakarta.
Kerjasama Departemen Sosial dengan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. 1999.
Modul TOT Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Rumah Singgah. Jakarta.
Moenir. 1988. Kepemimpinan Kerja Peranan, Teknik dan Keberhasilannya. Bina Aksara.
Jakarta.
Muhidin, Syarif. 1997. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial. Bandung.
Raharjo, M, D, 1992. Keswadayaan Dalam Pembangunan Sosial Ekonomi, S.
Wirosarjono (ed) Pengembangan Swadaya Nasional. LP3ES. Jakarta.
Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan
Kemandirian Petani (Kasus Propinsi Jawa Barat). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(Disertasi)
Tjahjorini, Sri. 2001. Persepsi Anak Jalanan terhadap Bimbingan Sosial melalui Rumah
Singgah di Kotamadya Bandung. Institur Pertanian Bogor. Bogor. (Tesis).
Wirawan. 2003. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan. Penerbit Yayasan Bangun
Indonesia dan UHAMKA Press. Jakarta.
Teori Pembangunan Sosial
 by Garry Jacobs and Harlan Cleveland oleh Jacobs Garry dan Harlan Cleveland
                                November 1, 1999 November 1, 1999


Importance of Theory Pentingnya Teori
The formulation of valid theory possesses enormous power to elevate and accelerate the expansion and
development of human capabilities in any field, leading to fresh discoveries, improvement of existing
activities and capacity for greater results. Perumusan teori berlaku memiliki kekuatan yang besar untuk
meningkatkan dan mempercepat perluasan dan pengembangan kemampuan manusia dalam bidang apa
saja, yang mengarah ke penemuan segar, peningkatan aktivitas yang ada dan kapasitas untuk hasil yang
lebih besar. Science is replete with examples of theoretical formulations that have led to important
breakthroughs, such as the discoveries of Neptune and Pluto, electromagnetic waves, subatomic
particles, and new elements on the periodic table. Ilmu pengetahuan penuh dengan contoh-contoh
formulasi teoritis yang telah membawa terobosan penting, seperti penemuan Neptunus dan Pluto,
gelombang elektromagnetik, partikel subatom, dan elemen baru pada tabel periodik. Today scientists are
discovering new substances on computer by applying the laws of quantum mechanics to predict the
properties of materials before they synthesize them. Hari ini para ilmuwan menemukan zat baru di
komputer dengan menggunakan hukum mekanika kuantum untuk meramalkan sifat bahan sebelum
mereka memadukan mereka. In fact, a broad range of technological achievements in this century has
been made possible by the emergence of sound theoretical knowledge in fields such as physics,
chemistry and biology. Bahkan, berbagai pencapaian teknologi pada abad ini telah dimungkinkan oleh
munculnya pengetahuan teoritis suara di bidang-bidang seperti fisika, kimia dan biologi.

As management expert Peter Drucker put it, “There is nothing more practical than a good theory.” Valid
theory can tell us not only what should be done, but also what can be done and the process by which it
can be achieved. Sebagai ahli manajemen Peter Drucker mengatakan, "Tidak ada yang lebih praktis dari
teori yang baik dicapai. Valid" teori dapat memberitahu kita tidak hanya apa yang harus dilakukan, tetapi
juga apa yang bisa dilakukan dan proses yang dapat.

Social development can be summarily described as the process of organizing human energies and
activities at higher levels to achieve greater results. Sosial pembangunan dapat secara sewenang-
digambarkan sebagai proses pengorganisasian energi manusia dan aktivitas pada tingkat yang lebih
tinggi untuk mencapai hasil yang lebih besar. Development increases the utilization of human potential.
Pengembangan meningkatkan pemanfaatan potensi manusia.

In the absence of valid theory, social development remains largely a process of trial and error
experimentation, with a high failure rate and very uneven progress. Dengan tidak adanya teori yang valid,
pembangunan sosial sebagian besar masih proses trial and error eksperimen, dengan tingkat kegagalan
yang tinggi dan merata kemajuan yang sangat. The dismal consequences of transition strategies in most
Eastern Europe countries, the very halting progress of many African and Asian countries, Yang
menyedihkan konsekuensi dari strategi transisi di sebagian besar negara-negara Eropa Timur,
menghentikan kemajuan yang sangat dari negara-negara Afrika dan Asia, the increasing income gap
between the most and least developed societies, and the distressing linkage between rising incomes,
environmental depletion, crime and violence reflect the fact that humanity is vigorously pursuing a
process without the full knowledge needed to guide and govern it effectively. meningkatnya kesenjangan
pendapatan antara kurang berkembang dan sebagian besar masyarakat, dan keterkaitan antara
meningkatnya pendapatan menyedihkan, deplesi lingkungan, kejahatan dan kekerasan mencerminkan
fakta kemanusiaan yang penuh semangat mengejar proses tanpa pengetahuan penuh diperlukan untuk
membimbing dan memerintah secara efektif.

Advances in development theory can enhance our social success rate by the same order of magnitude
that advances in theoretical physics have multiplied technological achievements in this century.
Kemajuan dalam pengembangan teori dapat meningkatkan tingkat keberhasilan sosial kita dengan urutan
yang sama besarnya bahwa kemajuan dalam fisika teoretis telah dikalikan pencapaian teknologi di abad
ini. The emergence of a sound theoretical framework for social development would provide the
knowledge needed to address these inadequacies. Munculnya kerangka teoretik yang kuat untuk
pengembangan sosial akan memberikan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengatasi kekurangan ini.
It would also eventually lead us to the most profound and practical discovery of all – the infinite creative
potentials of the human being. Hal ini juga akan akhirnya membawa kita ke penemuan yang mendalam
dan praktis hampir semua - potensi kreatif yang tak terbatas dari manusia.


Hierarchy of learning Hierarki belajar
Social development consists of two interrelated aspects – learning and application. Pengembangan
Sosial terdiri dari dua aspek saling berkaitan - belajar dan aplikasi. Society discovers better ways to fulfill
its aspirations and it develops organizational mechanisms to express that knowledge to achieve its social
and economic goals. Masyarakat menemukan cara yang lebih baik untuk memenuhi aspirasi dan
mengembangkan mekanisme organisasi untuk mengungkapkan pengetahuan itu untuk mencapai sosial
dan ekonomi tujuannya. The process of discovery expands human consciousness. Proses penemuan
memperluas kesadaran manusia. The process of application enhances social organization. Proses
aplikasi meningkatkan organisasi sosial.

Society develops in response to the contact and interaction between human beings and their material,
social and intellectual environment. Masyarakat berkembang sebagai respons terhadap kontak dan
interaksi antara manusia dan material mereka, lingkungan sosial dan intelektual. The incursion of external
threats, the pressure of physical and social conditions, the mysteries of physical nature and complexities
of human behavior prompt humanity to experiment, create and innovate. Masuknya ancaman eksternal,
tekanan dari kondisi fisik dan sosial, misteri alam fisik dan kompleksitas perilaku manusia manusia
prompt untuk bereksperimen, berkreasi dan berinovasi.

The experience resulting from these contacts leads to learning on three different levels of our existence.
Pengalaman yang dihasilkan dari kontak ini mengarah ke pembelajaran pada tiga tingkat yang berbeda
dari keberadaan kita. At the physical level, it enhances our control over material processes. Pada tingkat
fisik, itu meningkatkan kendali kami atas proses material. At the social level, it enhances our capacity for
effective interaction between people at greater and greater speeds and distances. Pada tingkat sosial,
meningkatkan kapasitas kita untuk interaksi yang efektif antara orang-orang di kecepatan lebih tinggi dan
lebih besar dan jarak. At the mental level, it enhances our knowledge. Pada tingkat mental, meningkatkan
pengetahuan kita.

While the learning process takes place simultaneously on all these planes, there is a natural progression
from physical experience to mental understanding. Sedangkan proses belajar berlangsung secara
serentak pada semua pesawat, ada perkembangan alami dari pengalaman fisik untuk memahami mental.
Historically, society has developed by a trial and error process of physical experimentation, not unlike the
way children learn through a constant process of physical exploration, testing and even tasting. Secara
historis, masyarakat telah dikembangkan oleh proses trial and error percobaan fisik, tidak seperti cara
anak-anak belajar melalui proses konstan eksplorasi fisik, pengujian, dan bahkan mencicipi. Physically,
this process leads to the acquisition of new physical skills that enable individuals to utilize their energies
more efficiently and effectively. Secara fisik, proses ini mengarah pada perolehan keterampilan fisik baru
yang memungkinkan individu untuk menggunakan energi mereka lebih efisien dan efektif. Socially, it
leads to the learning and mastery of organizational skills, vital attitudes, systems and institutions that
enable people to manage their interactions with other people and other societies more effectively. Secara
sosial, hal itu mengarah pada pembelajaran dan penguasaan keterampilan organisasi, sikap penting,
sistem dan institusi yang memungkinkan masyarakat untuk mengelola interaksi mereka dengan orang
lain dan masyarakat lain yang lebih efektif. Mentally, it leads to organization of facts as information and
interpretation of information as thought. Mental, hal itu mengarah pada organisasi fakta sebagai informasi
dan interpretasi informasi sebagai pemikiran.

The outcome of this learning process is the organization of physical skills, social systems, and
information, which are then utilized to improve the efficiency and effectiveness of human activities. It is a
cyclical process in which people are continuously learning from past experiences and then applying that
learning in new activities. Hasil dari proses pembelajaran adalah organisasi keterampilan fisik, sistem
sosial, dan informasi, yang kemudian dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan
manusia. Ini adalah proses siklus di mana orang-orang terus menerus belajar dari pengalaman masa lalu
dan kemudian menerapkan bahwa belajar dalam kegiatan baru.

This learning process culminates in a higher level of mental effort to extract the essence and common
principles or ideas from society's organized physical experiences, social interactions and accumulated
information and to synthesize them as conceptual knowledge. Proses belajar berpuncak pada tingkat
yang lebih tinggi dari usaha mental untuk mengekstrak esensi dan prinsip-prinsip umum atau ide dari
pengalaman yang diselenggarakan masyarakat fisik's, interaksi sosial dan akumulasi informasi dan untuk
memadukan mereka sebagai pengetahuan konseptual. This abstract conceptual knowledge has the
greatest capacity for generalization and application in other fields, times and places. The conceptual
mind is the highest, most conscious human faculty. Pengetahuan konseptual abstrak memiliki
kapasitas terbesar untuk generalisasi dan aplikasi di bidang lain, waktu dan tempat. Konseptual Pikiran
adalah yang paling, fakultas manusia sadar tertinggi. Conceptual knowledge is the organization of
ideas by the power of mind. That conceptual knowledge becomes most powerful when it is organized
into a system. pengetahuan konseptual adalah organisasi gagasan oleh kekuatan pikiran. Itu
pengetahuan konseptual menjadi yang paling kuat bila terorganisir dalam suatu sistem. Theory is a
systematic organization of knowledge. Teori adalah sebuah organisasi yang sistematis dari pengetahuan.

A comprehensive theory of social development would provide a conceptual framework for discovering the
underlying principles common to the development process in different fields of activity, countries and
periods. Sebuah teori yang menyeluruh tentang pembangunan sosial akan menyediakan kerangka kerja
konseptual untuk menemukan prinsip-prinsip umum yang mendasari proses pembangunan di berbagai
bidang kegiatan, negara dan periode. It would also provide a framework for understanding the
relationships between the accumulated knowledge generated by many different disciplines. Hal ini juga
akan menyediakan kerangka kerja untuk memahami hubungan antara akumulasi pengetahuan yang
dihasilkan oleh berbagai disiplin ilmu. If pursued to its logical conclusions, it would lead to not just a
theory of social development, but a unifying theory of knowledge —which does not yet exist in any field
of science or art. Jika diupayakan untuk kesimpulan logis, hal itu akan menyebabkan bukan hanya teori
pembangunan sosial, tapi teori pemersatu pengetahuan-yang belum ada dalam bidang ilmu
pengetahuan atau seni.

Search for a social operating system Mencari sistem operasi sosial
Rapid advancement in computer technology and application has primarily been the result of dramatic
progress in two parallel but interrelated fields – development of the processing capacity of the silicon chip
and development of more advanced operating systems that enable users to utilize the chip's greater
computing power. kemajuan pesat dalam teknologi komputer dan aplikasi pada dasarnya merupakan
hasil kemajuan dramatis dalam dua bidang paralel tetapi saling terkait - pengembangan kapasitas
pengolahan chip silikon dan pengembangan lebih sistem operasi canggih yang memungkinkan pengguna
untuk memanfaatkan kekuatan komputasi yang lebih besar chip. Chip development increases the
potential power of the computer. Chip meningkatkan pengembangan potensi kekuatan komputer.
Development of more powerful, intuitive and easier to use operating systems increases the practical
power of the technology. Pengembangan lebih kuat, intuitif dan lebih mudah untuk menggunakan sistem
operasi meningkatkan kekuatan teknologi praktis.

As a parallel, advances in scientific and technical knowledge have vastly increased the potential
productivity and developmental achievements of society. Sebagai paralel, kemajuan dan teknis
pengetahuan ilmiah telah sangat meningkatkan produktivitas potensi dan prestasi perkembangan
masyarakat. But full utilization of this potential requires the capacity to consciously direct and accelerate
social development processes. Tetapi pemanfaatan penuh potensi ini membutuhkan kapasitas untuk
secara sadar langsung dan mempercepat proses pembangunan sosial. The discovery of methods to
genetically engineer improved varieties of food crops or to control population growth through improved
medical devices would have little practical value unless we also possessed the know-how to promote
dissemination and adoption of these advanced technologies. Penemuan metode untuk insinyur genetik
varietas tanaman pangan atau untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui perangkat medis
lebih baik akan memiliki nilai praktis kecil kecuali jika kita juga memiliki know-how untuk mempromosikan
diseminasi dan adopsi teknologi tersebut canggih.

Historically, advances in our understanding of material and biological process have far outstripped
advances in our understanding of social processes. Secara historis, kemajuan dalam pemahaman kita
tentang material dan proses biologi telah jauh melampaui kemajuan dalam pemahaman kita tentang
proses-proses sosial. As a result, vast social potential has been created, but society has not yet acquired
the capacity to fully utilize it for its own development. Akibatnya, potensi sosial yang luas telah dibuat,
tetapi masyarakat belum memperoleh kemampuan untuk memanfaatkan sepenuhnya untuk
pembangunan sendiri. A theory of development should aim at a knowledge that will enable society more
consciously and effectively to utilize its development potentials. Sebuah teori pembangunan harus
bertujuan pada pengetahuan yang akan memungkinkan masyarakat yang lebih sadar dan efektif untuk
memanfaatkan potensi pengembangan.

Why a framework has not yet emerged Mengapa kerangka kerja belum muncul
A question naturally arises. Sebuah pertanyaan timbul secara alami. If such a framework is possible, why
with all the attention focused on development for so many decades has it not yet emerged? Jika kerangka
seperti itu mungkin, mengapa dengan semua perhatian difokuskan pada pengembangan untuk banyak
dekade sehingga memiliki itu belum muncul?

Social development theory has been elusive for several reasons. teori perkembangan sosial telah sulit
dipahami karena beberapa alasan. First, because of the very practical importance of this issue, attention
in this field has very largely focused on the material results of development and on those strategies that
have proven most effective for achieving those results, rather than on abstract principles or theoretical
concepts. Pertama, karena praktis yang sangat penting dari masalah ini, perhatian dalam bidang ini
sangat sebagian besar terfokus pada materi hasil pembangunan dan strategi-strategi yang telah terbukti
paling efektif untuk mencapai hasil tersebut, bukan pada prinsip abstrak atau konsep teoritis. Rapid
economic progress in North America and Europe after the Second World War, which was followed by
even more stunning achievements in Japan and other East Asian nations, imbued governments and the
international community with the confidence that development was primarily a question of money,
technology, industrialization and political will. Rapid kemajuan ekonomi di Amerika Utara dan Eropa
setelah Perang Dunia Kedua, yang diikuti dengan prestasi yang menakjubkan lebih bahkan di Jepang
dan negara-negara lain di Asia Timur, pemerintah diilhami dan masyarakat internasional dengan
kepercayaan diri bahwa pembangunan terutama masalah uang, teknologi, industrialisasi dan kemauan
politik. Confident that the lessons of early achievers provided all the knowledge necessary for those that
were to follow, there was an urge for concerted action and an expectation of results, rather than a quest
for theoretical knowledge. Yakin bahwa pelajaran dari awal berprestasi diberikan semua pengetahuan
yang diperlukan bagi mereka yang mengikuti, ada dorongan untuk tindakan terpadu dan harapan hasil,
daripada sebuah pencarian untuk pengetahuan teoritis.
In most discussions, development was conceived in terms of a set of desirable results—higher incomes,
longer life expectancy, lower infant mortality, more education. Pada sebagian besar diskusi,
pengembangan dikandung dalam satu set hasil-tinggi pendapatan yang diinginkan, lagi harapan hidup,
kematian bayi lebih rendah, pendidikan yang lebih. Recently emphasis has shifted from the results to the
enabling conditions, strategies and public policies for achieving those results—peace, democracy, social
freedoms, equal access, laws, institutions, markets, infrastructure, education and technology. Baru-baru
ini penekanan telah bergeser dari hasil kondisi memungkinkan, strategi dan kebijakan publik untuk
mencapai hasil-hasil-perdamaian, demokrasi, kebebasan sosial, akses yang sama, hukum, institusi,
pasar, infrastruktur, pendidikan dan teknologi. But still little attention has been placed on the underlying
social process of development that determines how society formulates, adopts, initiates, and organizes,
and few attempts have been made to formulate such a framework. Tapi masih sedikit perhatian telah
diletakkan pada proses sosial yang mendasari pembangunan yang menentukan bagaimana masyarakat
merumuskan, menerapkan, memulai, dan mengatur, dan beberapa upaya telah dilakukan untuk
merumuskan kerangka kerja tersebut.

Second, a very large number of factors and conditions influence the process. Kedua, jumlah yang sangat
besar faktor dan kondisi yang mempengaruhi proses. In addition to all the variables that influence
material and biological processes, social processes involve the interaction of political, social, economic
cultural, technological and environmental factors as well. Development theorists have not only to cope
with atoms, molecules, material energy and various life forms. Selain semua variabel yang
mempengaruhi materi dan proses biologis, proses sosial yang melibatkan interaksi antara politik, sosial,
ekonomi budaya, dan faktor lingkungan serta memiliki teknologi. Pengembangan teori tidak hanya untuk
mengatasi atom, molekul, energi dan berbagai kehidupan material bentuk. They must also cope with the
near infinite variety and complexity of human beliefs, opinions, attitudes, values, behaviors, customs,
prejudices, laws, social institutions, etc. Mereka juga harus mengatasi berbagai kerumitan yang tak
terbatas dekat dan kepercayaan manusia, pendapat, sikap, nilai, perilaku, kebiasaan, prasangka, hukum,
sosial institusi, dll

Third, the timeframe for social development theory cannot be confined to the modern day or even the past
few centuries. Ketiga, jangka waktu untuk teori pembangunan sosial tidak bisa dibatasi sampai hari
modern atau bahkan beberapa abad terakhir. Human development has been occurring for millennia.
pembangunan manusia telah terjadi selama ribuan tahun. The basic principles of development theory
must be as applicable to the development of early tribal societies as they are to the emergence of the
post-modern global village. Prinsip-prinsip dasar teori pembangunan harus sebagaimana yang berlaku
pada pembangunan masyarakat suku awal mereka pada munculnya modern global desa-pos.
Development theory must be a theory of how human society advances through space and time.
Pengembangan teori harus merupakan teori tentang bagaimana manusia kemajuan masyarakat melalui
ruang dan waktu.
Looking beyond the instruments Melihat luar instrumen
Fourth, the instruments of development—science and technology, capital and infrastructure, social
policies and institutions—are so compellingly powerful in their action, that they are often mistaken for its
cause and source. Keempat, instrumen pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, modal dan
infrastruktur, kebijakan sosial dan lembaga-begitu compellingly kuat dalam tindakan mereka, bahwa
mereka sering keliru untuk penyebab dan sumbernya. Most efforts to understand the development
process have focused on the central importance of one or a few of these instruments—primarily on
money, markets, the organization of production and technological innovation. Kebanyakan upaya untuk
memahami proses pembangunan telah difokuskan pada pentingnya pusat dari satu atau beberapa
instrumen-terutama pada uang, pasar, organisasi dan inovasi teknologi produksi. Some efforts have also
been made to describe what has been learned about the contribution of education, skills, laws, public
policies, strategies, social systems and institutions. Beberapa upaya juga telah dilakukan untuk
menggambarkan apa yang telah dipelajari tentang kontribusi pendidikan, keterampilan, undang-undang,
kebijakan umum, strategi, sistem sosial dan institusi. While it is evident that all of these instruments can
and do play an important role in social development, it has not been adequately explained what
determines the development of these instruments themselves or the extent to which they are utilized by
society or the process by which they can be made to generate maximum results. Memang sangat jelas
bahwa semua instrumen dapat dan memainkan peran penting dalam pembangunan sosial, belum cukup
menjelaskan apa yang menentukan perkembangan dari instrumen-instrumen sendiri atau sejauh mana
mereka digunakan oleh masyarakat atau proses dengan mana mereka dapat dibuat untuk menghasilkan
hasil yang maksimal.

Obviously, the ultimate determinants of development cannot be the instruments themselves, for none of
them exists independently from society. Jelas, faktor penentu utama pembangunan tidak bisa menjadi
instrumen itu sendiri, karena tidak satupun dari mereka ada secara independen dari masyarakat. To
understand the central principles of development, we must look beyond these instruments to the creator
of the instruments. Untuk memahami prinsip-prinsip sentral pembangunan, kita harus melihat melampaui
instrumen untuk pencipta instrumen. Human beings fashion technology, invent money, erect
infrastructures, establish policies, build institutions and adopt values to serve their needs and aspirations.
Manusia fashion teknologi, menciptakan uang, tegak infrastruktur, menetapkan kebijakan, membangun
lembaga dan mengadopsi nilai-nilai untuk melayani kebutuhan dan aspirasi mereka. Although humanity
exhibits a strong tendency to mistake these instruments for primary determinants rather than created
products of its own initiative, the ultimate power of determination must lie with the human beings who
create and use these instruments, rather than with the instruments themselves. Meskipun pameran
kemanusiaan kecenderungan kuat untuk kesalahan ini instrumen untuk penentu utama daripada produk
yang dibuat dari inisiatif sendiri, kekuatan utama penentuan harus berbaring dengan manusia yang
membuat dan menggunakan instrumen tersebut, daripada dengan instrumen itu sendiri.

Money and technology do have useful power, including a power of organization and efficiency, a power to
increase the velocity of production and transactions. Uang dan teknologi memiliki kekuatan yang
berguna, termasuk kekuatan organisasi dan efisiensi, kekuatan untuk meningkatkan produksi dan
kecepatan transaksi. But they do not possess an intrinsic living power for growth or development, a
source of aspiration or energy that compels their own advancement. Tapi mereka tidak memiliki kekuatan
hidup intrinsik untuk pertumbuhan atau pengembangan, sumber aspirasi atau energi yang mendorong
kemajuan mereka sendiri. Moore's Law describing advances in the speed of microprocessors is not
driven by material forces—the microprocessor does not increase its own speed—it is driven by
humanity's quest for greater productive power. Hukum Moore menggambarkan kemajuan dalam
kecepatan mikroprosesor tidak digerakkan oleh kekuatan materi mikroprosesor-tidak meningkatkan
kecepatan-nya sendiri itu didorong oleh's pencarian kemanusiaan untuk tenaga produktif yang lebih
besar. The surge in value of financial markets is not driven by impersonal physical or mathematical laws
governing the growth of money, but by the quest of human beings for greater material prosperity.
Gelombang nilai pasar keuangan tidak didorong oleh hukum fisika atau matematika impersonal yang
mengatur pertumbuhan uang, tetapi oleh pencarian manusia untuk kemakmuran material yang lebih
besar. This self-existent power for growth is an endowment of human beings, living organisms compelled
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak
Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak

More Related Content

What's hot

Penelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatifPenelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatifAlex Shofihara
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPEksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPECPAT Indonesia
 
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWABMemerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWABECPAT Indonesia
 

What's hot (6)

Childtrafficking
ChildtraffickingChildtrafficking
Childtrafficking
 
Penelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatifPenelitian sosial kualitatif
Penelitian sosial kualitatif
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
 
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHPEksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
Eksploitasi Seksual Komersial Anak dalam RKUHP
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWABMemerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
Memerangi Pariwisata Sex Anak: TANYA & JAWAB
 

Similar to Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak

MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxNaomiSitoppul
 
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)Ahmad Fahmi
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Andy Susanto
 
Kejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martin
Kejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martinKejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martin
Kejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martinAnthony Dio Martin
 
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakPerlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakTrini Handayani
 
KEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio Martin
KEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio MartinKEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio Martin
KEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio Martinadmartin
 
Human traficking.doc
Human traficking.docHuman traficking.doc
Human traficking.docMeehawk
 
New word 2007 document
New word 2007 documentNew word 2007 document
New word 2007 documentafhsar
 
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docxjurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docxRiskyAmnur
 
Human trafficking
Human traffickingHuman trafficking
Human traffickingEko Raharjo
 
Pembuangan bayi
Pembuangan bayiPembuangan bayi
Pembuangan bayiArra Asri
 
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)ECPAT Indonesia
 
Makalah kewarganegaraan anak jalanan
Makalah kewarganegaraan anak jalananMakalah kewarganegaraan anak jalanan
Makalah kewarganegaraan anak jalananMelanda Kucing
 
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dollyKonflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dollydodysopril
 
Bullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptx
Bullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptxBullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptx
Bullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptxMojangAyuFebriyanti
 
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anaksakuramochi
 
anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdf
anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdfanak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdf
anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdfYolandadwiSetyorini
 
Makalah HAM
Makalah HAMMakalah HAM
Makalah HAMhaery13
 

Similar to Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak (20)

MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
 
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
Esei Kesantunan Masyarakat Malaysia (GSB1012)
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)
 
Kejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martin
Kejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martinKejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martin
Kejahatan seksual mengintai anak by anthony dio martin
 
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakPerlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anak
 
KEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio Martin
KEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio MartinKEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio Martin
KEJAHATAN SEKSUAL MENGINTAI ANAK by Anthony Dio Martin
 
Human traficking.doc
Human traficking.docHuman traficking.doc
Human traficking.doc
 
Paedofil
PaedofilPaedofil
Paedofil
 
10178 27513-1-sm
10178 27513-1-sm10178 27513-1-sm
10178 27513-1-sm
 
New word 2007 document
New word 2007 documentNew word 2007 document
New word 2007 document
 
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docxjurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
 
Human trafficking
Human traffickingHuman trafficking
Human trafficking
 
Pembuangan bayi
Pembuangan bayiPembuangan bayi
Pembuangan bayi
 
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)Modul 2  - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
Modul 2 - Eksploitasi Seksual Anak (KPPPA)
 
Makalah kewarganegaraan anak jalanan
Makalah kewarganegaraan anak jalananMakalah kewarganegaraan anak jalanan
Makalah kewarganegaraan anak jalanan
 
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dollyKonflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
Konflik sosial dari penutupan lokalisasi dolly
 
Bullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptx
Bullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptxBullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptx
Bullying pada Anak (Sosiologi Keluarga) - Mojang Ayu Febriyanti.pptx
 
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
 
anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdf
anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdfanak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdf
anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi seksual.pdf
 
Makalah HAM
Makalah HAMMakalah HAM
Makalah HAM
 

Landasan Teori dan Identifikasi Data Perdagangan Anak

  • 1. 2. LANDASAN TEORI DAN IDENTIFIKASI DATA 2.1. Studi Literatur Perdagangan anak yang dipahami dalam proposal ini adalah perdagangan manusia yang berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan berupa pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Trafficking tidak hanya merampas hak asasi tapi juga membuat mereka rentan terhadap pemukulan, penyakit, trauma dan bahkan kematian. Pelaku trafficking menipu, mengancam, mengintimidasi dan melakukan tindak kekerasan untuk menjerumuskan korban ke dalam prostitusi. Pelaku trafficking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa takut pada korban supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. Menurut ICMC (International Catholic Migration Commission), beberapa cara yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban antara lain : 1. Menahan gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan diri 2. Menahan paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban tidak dapat bergerak leluasa karena takut ditangkap polisi 3. Memberitahu korban bahwa status mereka ilegal dan akan dipenjara serta dideportasi jika mereka berusaha kabur 4. Mengancam akan menyakiti korban dan/atau keluarganya 5. Membatasi hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari mereka yang dapat menolong 6. Membuat korban tergantung pada pelaku trafficking dalam hal makanan, tempat tinggal, komunikasi jika mereka di tempat di mana mereka tidak paham bahasanya, dan dalam “perlindungan” dari yang berwajib 7. Memutus hubungan antara pekerja dengan keluarga dan teman (Patilima, para. 15). Page 2 Universitas Kristen Petra 9 Mengapa trafficking perlu dicegah, karena menurut penelitian ILO-IPEC tahun 2003 di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat memperkuat bahwa trafficking di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks karena juga diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya. Kualitas hidup miskin di daerah pedesaan dan desakan kuat untuk bergaya hidup materialistik membuat anak dan orang tua rentan dieksploitasi oleh trafiker. Disamping diskriminasi terhadap anak perempuan, seperti kawin muda, nilai keperawanan, pandangan anak gadis tidak perlu pendidikan tinggi menjadi kunci faktor pendorong. Anak-anak korban trafficking bekerja dengan jam kerja relatif panjang dan rawan kekerasan fisik, mental, dan seksual. Mereka tidak mempunyai dukungan atau perlindungan minimal dari pihak luar. Kesehatan mereka juga terancam oleh infeksi seksual, perdagangan alkohol dan obat-obatan terlarang. Perdagangan anak, Child Trafficking di Indonesia telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan, antara lain para peneliti, sebagaimana kita temukan dari beberapa literatur hasil penelitian mereka. Irwanto, Ph.D, Psikolog Universitas Atmajaya, Fentiny Nugroho dan Johanna Debora Imelda, melakukan penelitian pada tahun 2001 di empat lokasi Pulau Bali, Jakarta, Medan, dan Pulau Batam tentang perdagangan anak yang bertujuan antara lain, menggambarkan kebijakan-kebijakan nasional yang relevan dengan masalah perdagangan anak, dan menjelaskan gejala-gejala yang dijumpai dalam perdagangan anak di
  • 2. Indonesia terutama Jakarta, Medan, Bali, dan Batam. Kesimpulan penelitian karena kompleksnya masalah perdagangan anak, maka perlu upaya menggalang kerja sama melalui kemitraan yang menjadi satu-satunya cara yang harus dikembangkan di masa datang supaya penanganan masalah ini menjadi lebih efektif. Mengatasi permasalahan perdagangan anak tidak hanya melibatkan satu lembaga, akan tetapi harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di masyarakat, yaitu instansi-instansi pemerintah, LSM, organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam sebuah kemitraan yang diperkuat oleh peraturan pemerintah, paling tidak keputusan menteri untuk bersama-sama menangani masalah perdagangan anak. Kesimpulan lain salah satu faktor pendorong perdagangan anak adalah ketidak-mampuan sistem pendidikan yang ada maupun masyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan Page 3 Universitas Kristen Petra 10 melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Penelitian tentang anak yang dilacurkan yang dilakukan oleh Universitas Atmajaya dan Yayasan Kusuma Buana menyimpulkan bahwa faktor pendorong anak terlibat dalam perdagangan anak – dilacurkan, antara lain disebabkan oleh kemiskinan, utang-piutang, riwayat pelacuran dalam keluarga, permisif dan rendahnya kontrol sosial, rasionalisasi, dan stigmatisasi. Penelitian International Labor Organization (ILO) tentang Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia pada tahun 2002, yang kemudian hasilnya dipublikasikan melalui buku ”Bunga-Bunga Di Atas Padas : Fenomena Pekerja Rumah Tangga Di Indonesia,” menyimpulkan bahwa tidak tertutup kemungkinan pada penyaluran pekerja rumah tangga anak terjadi trafiking anak. Salah satu faktor budaya pendorong terjadinya perdagangan anak yaitu luruh duit. Luruh Duit merupakan salah satu adat atau budaya yang ada di kehidupan masyarakat kelas bawah atau di pedesaan. Tujuan dari warga yang ‘luruh duit’ menurut Tata Sudarajat adalah untuk mencari kesugihan (kekayaan). Kekayaan ini tergambarkan sebagai suatu kesenangan, supaya ekonominya tercukupi dan tidak kalah dengan orang lain, status sosialnya terangkat dan untuk masa depan yang lebih baik, serta supaya dapat membahagiakan seluruh keluarganya terutama orang tuanya, sehingga secara otomatis akan mendapat penghargaan dari orang- orang sekitarnya dan kebanggaan diri. Tujuan memperoleh kekayaan, disebabkan oleh dorongan ekonomi karena miskin dan kerja lain membutuhkan tenaga yang berat, atau tidak punya sawah. Masyarakat memandang luruh duit bukan suatu kejahatan, melainkan sebuah pekerjaan. Luruh duit sudah tidak dianggap sesuatu yang salah, bahkan menjadi kebanggaan dan tidak ada sanksi apapun baik dari pemerintah maupun masyarakat (Patilima 1). Kasus perdagangan anak yang ada di Surabaya, kebanyakan anak-anak yang menjadi korban umumnya adalah berasal dari keluarga miskin, anak perempuan yang mengalami sexual abusing dan violence dan banyaknya tempat- tempat yang sengaja disediakan untuk para pedofil mendapat anak-anak. Gambaran lebih lanjut mengenai situasi korban child trafficking di Surabaya dari hasil penelitian ALIT (Yayasan Arek Lintang Surabaya), dapat dipilah menjadi tiga karakteristik, yakni: 1. Korban child trafficking di lokalisasi Page 4 Universitas Kristen Petra 11 Situasi yang muncul sangat nampak pada proses perdagangannya. Dari gambaran situasi hasil observasi mendalam oleh tim KOMPPAS, korban child trafficking berasal dari daerah-daerah miskin di Jatim (Bojonegoro, Malang
  • 3. selatan dan Gunung Kawi). Mereka dijual dengan cara direkrut dari desa tempat tinggal mereka oleh para calo. Calo-calo ini pada umumnya adalah perempuan mantan pekerja seks dari desa yang sama. Dengan bujuk rayu akan pekerjaan yang mapan di Surabaya. Calo-calo melakukan penipuan kepada keluarga korban yang rata-rata sangat miskin dan berpendidikan rendah. Setelah anak- anak ini di bawa ke Surabaya. Mereka akan difoto dan calo akan melakukan lelang atas diri anak-anak kepada para germo yang ada di dua lokalisasi yakni Bangunsari dan Tambak Asri (dua lokasi ini berdekatan). Selain melalui foto, kadangkala lelang berlangsung di rumah calo atau tempat yang telah ditentukan bersama anatar calo dan germo secara langsung. Calo lainnya sering dijumpai adalah ibu dari anak-anak itu sendiri, mereka berasal dari kampung- kampung kumuh sekitar lokalisasi. Sang ibu akan langsung mengantarkan anak mereka ke germo-germo di kedua lokalisasi ini. Dapat dibanyangkan bagaimana kondisi psikologis anak ketika tahu bahwa mereka diperjualbelikan secara vulgar (beberapa diantaranya harus diraba-raba dan diperiksa organ-organ tubuhnya oleh para germo sebelum menentukan harga yang diajukan). Setelah mendapat kesepakatan harga (rata-rata 1 anak terjual dari termurah Rp 500.000- termahal Rp 2.000.000), para calo menyerahkan anak-anak ini kepada germo dan ditempatkan di wisma-wisma kecil milik mucikari. Esoknya, ketika malam hari berlangsung transaksi antara germo dengan konsumen di lapangan sepak bola yang sangat terbuka. Lokasi lapangan ini sontak berubah menjadi pasar malam yang sangat ramai. Anak-anak ditempatkan di dalam lapangan dengan didampingi masing-masing germo, sedangkan para konsumen akan berkeliling sambil menanyakan sekaligus tawar-menawar harga (kami katakan bak pasar sapi saja). Sekali lagi anak-anak ini mengalami tekanan yang amat berat secara psikologis dan tentu saja akan mengalami trauma sepanjang hidupnya. Selanjutnya setelah proses jual beli dilakukan, kondisi buruk tidak berhenti begitu saja. Kejadian seperti kekerasan Page 5 Universitas Kristen Petra 12 oleh tamu karena tidak puas ketika dilayani atau ketika para tamu ini mabuk berat, dan germo yang seringkali melakukan tindak kekerasan apabila anak- anak ini mogok bekerja. Dengan rata-rata penghasilan Rp 25.000/short time, anak-anak masih harus setor ke mucikari mereka Rp 5000 dan ongkos keamanan Rp 1500,-. Keamanan lokalisasi sangat erat kaitannya dengan bisnis keamanan oleh koramil setempat. Ancaman dari para germo kepada mereka seakan menutup hiddup mereka dari kebebasan. Sampai saat ini perkiraan kasar besar prosentase dari seluruh pekerja seks di situ sebanyak 40% adalah child trafficking dari sekitar lebih dari 500 orang PSK. 2. Korban child trafficking di jalanan Berbeda dengan teman-teman mereka di lokalisasi, anak-anak ini adalah korban child trafficking dengan konsumen kelas menengah keatas. Dengan peran besar germo, anak-anak ini langsung diperdagangkan kepada konsumen di jalan-jalan protokol dan diskotik (setelah tengah malam mereka berpindah ke diskotik). Anak-anak ini berasal dari desa-desa miskin di Jatim yakni Malang Selatan, Banyuwangi, Probolinggo dan Surabaya sendiri yakni mereka yang tinggal di kampung-kampung kumuh di pinggiran kota Surabaya. Awalnya anak-anak ini adalah pekerja anak di pabrik, sektor domestik/PRT dan pelayan toko. Banyak hal yang menyebabkan mereka terjebak pada rayuan germo, antara lain karena: - Pernah diperkosa juragannya, mandornya atau teman seprofesi kerja - Pernah mengalami abuse dari tempat ia bekerja
  • 4. - Dibujuk mendapat uang banyak dan pada saat itu anak-anak ini sedang dililit masalah keuangan dengan keluarganya. - Mengalami ketergantungan obat, biasanya sebelumnya anak-anak diberi gratis oleh teman-teman baru mereka di jalan selepas mereka keluar dari pekerjaan semula. Anak-anak ini biasanya tinggal berkelompok dengan teman-temannya dalam kost-kost an sempit di pusat kota Surabaya. Satu grup kost biasanya digermoi satu orang. Peristiwa sangat buruk seringklai mereka alami ketika bekerja. Beberapa kasus yang ditemukan sepanjang tahun 1999-sekarang, adalah kekerasan seksual yang dilakukan para tamu. Misalnya anak digilir beramai- ramai sampai tujuh orang dan dibuang di luar kota. Ini terjadi karena anak-anak Page 6 Universitas Kristen Petra 13 setelah ”dibooking” akan dibawa sesuka hari sang tamu. Dan apabila lokasi yang dipilih itu jauh dari tempat teman-teman mereka berkumpul, maka tak jarang anak pulang ke kost dalam keadaan hampir pingsan atau menangis meraung-raung karena peristiwa buruk yang dialami malam sebelumnya. Belum lagi apabila konsumennya adalah orang asing, rata-rata selalu meminta adegan seksual seperti dalam film blue yang ditayangkan di kamar-kamar hotel. Salah satu kasusnya adalah anak dipaksa memperagakan adegan dengan dibanting-banting badannya dan kemaluan anak ini dimasuki botol minuman keras. Dapat dibayangkan trauma yang dialami anak setelah mengalami peristiwa ini. Peristiwa lainnya adalah garukan yang dilakukan polisi dan pamong praja. Dalam peristiwa garukan anak mengalami kekerasan kembali, mereka dipaksa untuk diambil darahnya dengan tidak menggunakan jarum suntik yang steril yang dikatakan oleh petugas untuk sampel darah test HIV/AIDS. Beberapa diantaranya dipaksa melayani polisi dengan ancaman pistol bila menolak, dirampas uang mereka oleh petugas serta barang-barang berharga yang mereka miliki. Belum lagi ketergantungan obat (shabu, ekstasi dan putaw) yang dialami hampir 99% anak-anak ini. Setiap hari mereka dipaksa menggunakan obat ini oleh tamu, atau mereka sendiri akan membeli sendiri. tiga kali kasus over dosis tertolong oleh klinik ALIT menunjukkan bahwa seringkali anak menggunakan obat sebelum transaksi dan ketika “berhubungan” dengan tamu dan akan kembali memakai denan jenis lainnya setelah meneima uang dari germo. Satu kasus anak tewas karena overdosis ditemukan subuh di pinggir jalan. Jumlah mereka saat ini berkisar antara 80% dari total PSK di jalanan dan diskotik dari sekitar 300 orang. Kasus lainnya yang muncul adalah anak-anak diorganisir oleh germo besar dan bandar besar untuk digunakan sebagai pengedar di daerah lain dan merekapun tetap akan diperdagangkan untuk konsumsi turis di Bali dan Singapura. 3. Korban child trafficking di slums area Korban adalah anak perempuan di kawasan ini dan mereka rata-rata berasal dari Malang Selatan dan Pasuruan. Namun beberap diantaranya juga bersal dari Surabaya sendiri, yakni mereka yang keluarga tinggal di sekitar stasiun dan terminal. Anak-anak ini berpendidikan rendah, beberapa diantaranya Page 7 Universitas Kristen Petra 14 keluarganya bercerai. Anak-anak ini memilih keluar dari rumah dan menjadi anak jalanan. Dalam kehidupan jalanan inilah anak-anak mengenal dunia seks dan obat-obatan. Para calo melihat dengan jeli keberadaan anak-anak yang sedang bingung dan resah karena tak tahu arah dan tujuan mereka di Surabaya.
  • 5. Dengan bujukannya, akhirnya anak-anak ini di jual pada para konsumen. Rata- rata konsumen ini adalah para sopir angkot, kenek dan preman-preman terminal. Asal tahu saja perilaku para konsumen ini tentu identik dengan kekerasan, pemaksaan dan penganiayaan. Seringkali konsumen membeli dalam keadaan mabuk dan tak jarang sepulang dibooking anak dalam keadaan babak belur. Belum lagi kasus Penyakit Menular seksual yang rata-rata terjadi pada anak-anak ini, karena perilaku sehat pada konsumen dan anak-anak masih belum disentuh sama sekali, artinya perilaku beresiko tinggi dalam berhubungan seksual tejadi di sini baik bagi si anak maupun konsumen itu sendiri. Melihat gambaran situasi korban child trafficking di Surabaya seperti di atas muncul pemikiran dari ALIT dan KOMPPAS yang selama ini telah melakukan observasi dan beberapa pendampingan terhadap korban child trafficking yakni: - Bagaimana upaya menyelamatkan mereka dari resiko yang lebih buruk - Bagaimana membuka masalah ini pada publik dan pemerintah tanpa harus menimbulkan korban, mengingat jaringan yang terlibat juga begitu kuat (Yuliati 1). Beberapa kebijakan dari pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan perdagangan anak seperti, Kebijakan Dan Program Pemerintah Kabupaten Indramayu. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Indramayu mengenai prostitusi tertuang pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Prostitusi yang diperbaharui Perda No. 4 Tahun 2001. Perda lain yang mengatur pelacuran adalah Peraturan Daerah No. 17 Ta- hun 2002 tentang Renstra Kabupaten Indramayu. Norma-norma Hukum Penghapusan Perdagangan Anak yang lainnya seperti, Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948; Konvensi Hak Anak 1989; Opsional Protokol Konvensi Hak Anak terhadap Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak; Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak Keppres No. 88 Page 8 Universitas Kristen Petra 15 Tahun 2002; Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak Kepres No. 88 Tahun 2002 (Patilima, para. 6). Sejumlah masyarakat di Indonesia tidak tinggal diam dengan adanya fenomena perdagangan anak ini. Salah satu upaya masyarakat seperti yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) atas dukungan ILO dalam Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation di Kabupaten Indramayu. Inti program ini mencegah anak-anak perempuan dilacurkan dengan mengupayakan peningkatan partisipasi pendidikan anak-anak baik formal maupun non formal pemberian peluang kerja, dan penyadaran masya- rakat untuk mencegah perdagangan anak untuk pelacuran. Program menggunakan basis masyarakat karena dilakukan di tengah-tengah masyarakat. 2.2. Identifikasi Data 2.2.1. Landasan Hukum ”Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948”. Deklarasi ini memuat hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tidak secara tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu mempunyai hak bebas, yang secara mendasar terbebas dari trafficking. Konvensi Hak Anak 1989. Konvensi ini secara tegas mengatur hak anak yang berbeda dengan orang dewasa. Pada pasal 34 dan 35 Konvensi ini berkaitan langsung dengan penentangan terhadap eksploitasi seksual, perlakuan salah secara seksual, dan perdagangan anak (Patilima, para. 6).
  • 6. ”Opsional Protokol Konvensi Hak Anak terhadap Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak”. Opsional Protokol ini telah diadopsi tahun 2000, Indonesia belum meratifikasinya. Akan tetapi Protokol ini tidak berkait langsung dengan penghapusan perdagangan anak, tetapi lebih penentangan terhadap prostitusi dan pornografi anak (Patilima, para. 8). ”KILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak”. Di bawah Konvensi ILO 182, penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi dianggap sebagai bentuk pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat Page 9 Universitas Kristen Petra 16 dengan pekerja anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000 (Patilima, para. 9). ”Protokol untuk Mencegah Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia Terutama Anak yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan Kejahatan Terorganisir antar Negara”. Protokol ini secara tegas menegaskan definisi perdagangan manusia: “Perdagangan manusia berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Pada Protokol ini secara tegas menyebutkan anak berarti setiap orang yang usianya di bawah delapan belas tahun (Patilima, para. 10). ”Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Undang-undang ini mengatur secara tegas tentang perdagangan anak. Pada Pasal 59 menegaskan “Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak ... anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, ...” Dan pada Pasal 68 (1) Perlindungan khusus bagi anak ... perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. (2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Serta Pasal 78 setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak ... anak korban perdagangan... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara Page 10 Universitas Kristen Petra 17 paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (Patilima, para. 11). “Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak Keppres No. 88 Tahun 2002”. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak lahir karena didorong oleh keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai kasus perdagangan anak. Trafficking in Persons Report June 2001 yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menempatkan Indonesia pada peringkat ke-tiga (tetapi pada laporan 2005 menjadi pertingkat ke-dua) dalam upaya
  • 7. penanggulangan perdagangan anak. Gugus Tugas Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak yang dibentuk melalui Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002 (Patilima, para. 12). Tujuan umum Gugus Tugas ini adalah terhapusnya segala bentuk perdagangan anak. Untuk Gugus Tugas di daerah, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Nomor 560/1134/PMD/2003 yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran tersebut diarahkan bahwa focal point pelaksanaan penghapusan perdagangan orang di daerah dilaksanakan oleh unit kerja di jajaran pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan menangani urusan anak melalui penyelenggaraan pertemuan koordinasi kedinasan di daerah dengan tujuan: a. Menyusun standar minimum dalam pemenuhan hak-hak anak. b. Pembentukan satuan tugas penanggulangan perdagangan orang di daerah. c. Melakukan pengawasan ketat terhadap perekrutan tenaga kerja. d. Mengalokasikan dana APBD untuk keperluan kegiatan. 2.2.2. Organisasi Pendukung Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) merupakan yayasan sosial untuk masalah anak. YKAI ini memiliki visi untuk mewujudkan anak Indonesia yang andal, berkualitas dan berwawasan ke depan menuju masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Dam misi untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak Indonesia melalui upaya-upaya peningkatan kesadaran pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan potensi anak sesuai dengan hak- haknya serta penciptaan lingkungan yang memberi peluang, dukungan, kebebasan Page 11 Universitas Kristen Petra 18 dan perlindungan untuk menunjang perkembangan rohani, jasmani, mental dam sosialnya. Untuk memperjuangkan tercapainya misi tersebut, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) sebagai lembaga independen dan terbuka, menjamin kerjasama dengan semua pihak yang mempunyai kepedulian terhadap anak, serta secara profesional mengembangkan berbagai program berdasar asas tinggi, YKAI melakukan segalanya yang terbaik demi anak kepentingan anak. Salah satu upaya yang dilakukan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) atas dukungan ILO dalam Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation di Kabupaten Indramayu. Tujuan dari program ini adalah: a. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan di dua kecamatan; b. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar; c. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan; d. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri; e. Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap trafiking anak. Rumah Singgah Anak Jalanan juga merupakan upaya dari YKAI. Tapi, sejauh ini keinginan mereka untuk mengentaskan anak-anak dari jalanan dan mendapatkan kembali hak-hak mereka belum direspon secara baik. Penolakan, penentangan, tidak ada dukungan dan malah komentar yang memerahkan telinga dari para pakar justru diterima oleh penyelenggara rumah singgah ini. Adapun kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan bersama dengan beberapa organisasi lain, seperti:
  • 8. 1. Sanggar belajar dan tempat pendampingan bagi anak dan masyarakat. 2. Catch-up Education (CE), yaitu kegiatan persiapan masuk kembali sekolah bagi anak-anak yang telah putus sekolah maupun mereka yang rawan putus sekolah, baik di SD maupun SLTP. Kegiatan ini berlangsung dalam dua bulan sebanyak 24 sesi pada bulan Mei dan Juni menjelang tahun ajaran baru. Page 12 Universitas Kristen Petra 19 3. Program beasiswa untuk anak-anak peserta CE. 4. Penyelenggaraan Pendidikan SMP Terbuka. Program ini bekerjasama dengan SMP induk. 5. Perpustakaan Keliling, untuk meningkatkan minat baca anak dari Bank Niaga menyediakan buku-buku pelajaran dan bacaan untuk anak-anak SD dan SLTP. Layanan dilaksanakan pada hari Senin s.d. Kamis pada jam sekolah. Sejak tanggal 23 Maret 2004, sampai saat ini telah menjangkau 14 SD serta di- kunjungi secara rutin oleh total 2.721 anak, terdiri dari 1.390 anak laki-laki dan 1.331 anak perempuan. 6. Pelatihan keterampilan kerja di bidang garmen bekerjasama dengan Inter- national Garment Training Center (IGTC) di Bogor. Alumni dari program ini disalurkan ke perusahaan garmen. 7. Pelatihan guru SD dan SLTP untuk meningkatkan sensivitas dan responsivitas mereka terhadap masalah trafiking dengan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mendidik dan mengajar. Jumlah guru yang sudah dilatih adalah 30 guru SD dan 10 guru SLTP se-Gabus Wetan. Modul latihan disusun bersama oleh YKAI Dinas Pendidikan Kab. Indramayu, terdiri dari Modul 1 Perdagangan anak, Modul 2 Putus sekolah dan rawan putus sekolah, Modul 3 Pembelajaran kontekstual, Modul 4 Manajemen Kelas, dan Modul 5 Hubungan guru. 8. Radio Komunitas yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi pendi- dikan untuk penyadaran masyarakat. Isi acara adalah 60% pendidikan dan 40% hiburan. Radio ini dikelola oleh Sanggar dengan para penyiarnya adalah warga setempat dan anak-anak binaan (YKAI 1). 2.2.3. Faktor Penghambat dan Pendukung Faktor Pendukung dalam terjadinya perdagangan anak di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Faktor ekonomi Faktor ekonomi menjadi faktor utama penyebab terjadinya perdagangan anak di Indonesia. Dari rendahnya perekonomian, maka mendorong masyarakat untuk berpikir mencari cara bagaimana cara mendapat uang banyak secara Page 13 Universitas Kristen Petra 20 praktis dan cepat. Dan dengan memperdagangkan anak adalah salah satu cara cepat untuk mendapatkan uang banyak. b. Faktor moral Moralitas masyarakat juga menjadi faktor pendukung dalam perdagangan anak. Rendahnya tingkat pendidikan di suatu lingkungan, menyebabkan moralitas masyarakat di lingkungan tersebut juga rendah. Dari kurangnya moralitas, masyarakat menganggap melakukan perdagangan anak bukanlah suatu hal yang salah dalam mencari pendapatan mereka. c. Faktor permintaan Seperti hukum ekonomi supply and demand, dengan adanya banyak permintaan maka harga persediaan akan naik. Dengan tingginya harga,
  • 9. menyebabkan banyak persediaan yang dijual. Seperti saat ini di Indonesia, banyak sekali tempat-tempat hiburan di kota-kota besar yang tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja. Maka perdagangan anak pun tak terelakkan lagi untuk terjadi. d. Faktor hukum Banyaknya kasus-kasus perdagangan anak yang telah terjadi di Indonesia, menunjukkan masih lemahnya hukum di Indonesia ini. Sedangkan faktor penghambat dalam perdagangan anak adalah adanya hukuman atau sanksi bagi pelaku perdagangan anak yang telah diatur dalam undang-undang. Tingginya nilai moralitas suatu masyarakat juga turut menghambat terjadinya perdagangan anak. 2.2.4. Upaya Pemerintah Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam memerangi perdagangan anak di Indonesia yaitu dengan membuat undang-undang yang melarang terjadinya perdagangan anak maupun penipuan dan kekerasan terhadap anak, serta pengawasan dan penyelidikan terhadap perdagangan anak. 2.2.5. Peranan Masyarakat Peran masyarakat dalam memerangi perdagangan anak dapat dilihat dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa LSM di Indonesia. Mereka Page 14 Universitas Kristen Petra 21 biasanya menyediakan layanan jasa bagi para korban dan informasi seputar perdagangan anak. Sehingga mereka dapat membantu memerangi perdagangan anak dalam hal sumbangan, pendidikan dan perlindungan. 2.2.6. ILM yang Pernah Dibuat ILM mengenai perdagangan anak ini pernah dibuat oleh beberapa pihak organisasi/lembaga sosial. ILM yang pernah diselenggarakan oleh YKAI yaitu pada tahun 2005 berupa iklan di televisi. Beberapa kampanye juga pernah dilakukan oleh beberapa organisasi/lembaga sosial dengan membuat spanduk berupa tulisan dan membagi-bagikan suvenir. Beberapa poster mengenai child trafficking yang pernah ada : Gambar 2.2.6.1. Poster “ End Child Exploitation “, UNICEF, 2002. Page 15 Universitas Kristen Petra 22 Gambar 2.2.6.2. Poster “Global Campaign for Violence Prevention”, child abuse and neglect, WHO, 2003. Gambar 2.2.6.3. Poster “World Day Against Child Labour”, 2000. Page 16 Universitas Kristen Petra 23 Gambar 2.2.6.4. Poster “Medan Declaration”, Southeast Asia Conference on Trafficking of Children for Sexual Purposes, 2004. Gambar 2.2.6.5. Poster “Commercial Sexual Exploitation of Children”, 2004. Page 17 Universitas Kristen Petra 24 Gambar 2.2.6.6. Poster “Lose Sight of Them and They’re Lost”, UNICEF, 2004. 2.2.7. Usulan Pemecahan Masalah 2.2.7.1. Permasalahan Faktor-faktor seperti kurangnya kesadaran atau moralitas buruk yang
  • 10. merupakan sumber utama terjadinya perdagangan anak, adanya eksploitasi anak yang berlebihan dan ekonomi yang sangat rendah merupakan permasalahan penyebab adanya perdagangan anak di Indonesia. Banyaknya faktor-faktor pendukung dalam terjadinya perdagangan anak di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan angka perdagangan anak yang tinggi di dunia. 2.2.7.2. Kesimpulan dan Pemecahan Masalah Dari hasil survey pada masyarakat kelas bawah, sebagian besar menunjukkan bahwa mereka menganggap perdagangan anak sebagai hal yang biasa dan tidak semua menganggap hal ini serius. Masyarakat kelas bawah kebanyakan berpikir bahwa perdagangan anak adalah salah satu jalan mencari nafkah yang sah-sah saja. Page 18 Universitas Kristen Petra 25 Maka dari data-data yang telah didapatkan, diharapkan Iklan Layanan Masyarakat ini dapat membantu masyarakat untuk berpikir ke arah yang benar yaitu dengan menghargai hak anak sebagai salah satu anugerah yang sangat berharga dan bukannya digunakan sebagai alat pencari keuntungan. Adapun usulan pemecahan masalah untuk turut membantu memerangi perdagangan anak di Indonesia ini adalah dengan mengingatkan masyarakat khususnya masyarakat kelas bawah bahwa anak sangatlah berharga. Kampanye ini akan diadakan pada peringatan Hari Anak Nasional. Iklan-iklan yang digunakan harus komunikatif dan mudah dipahami untuk mencapai tujuan awal yaitu, menyadarkan masyarakat bahwa perdagangan anak adalah tindak kriminal yang harus dihapuskan. 2.2.8. Contoh-Contoh Kasus Rintihan Bocah Gambar 2.2.8.1. Rintihan Bocah Sumber: Kriminalitas, Gatra Nomor 3 Beredar Senin, 28 November 2005 Tak ada orangnya, rumahnya pun boleh juga disasar. Bukan dengan lemparan batu, tapi cukup dengan cat semprot. Begitulah cara warga Jalan Wijaya Kusuma, Jakasampurna, Bekasi, mengekspresikan kegembiraan sekaligus kekesalan terhadap pengelola Yayasan Ibu Sury yang diduga melakukan praktik kekerasan dan perdagangan anak. Maka, Selasa malam pekan lalu itu, warga berpesta corat-coret. Kata-katanya mungkin agak lucu. "Manusia kebal hukum, kehukum juga!" begitu salah satu coretan di dinding depan bangunan berlantai Page 19 Universitas Kristen Petra 26 dua itu. Ada pula tulisan: "Hidup Kapolres hukum antisuap !" Aksi corat-coret ini ditimpali sorak-sorai warga. Sepekan sebelumnya, polisi menyegel yayasan itu, menyusul diselamatkannya seorang bocah bernama Ismi Soraya yang disekap di toilet di bangunan tersebut. Polisi menahan pemilik yayasan, suami istri Tedy Agus Setiawan-Suryati Fatimah. Warga menyambut suka-cita. "Kami senang, akhirnya Yayasan Ibu Sury ditutup," kata warga bernama Suwardi, 39 tahun. Suwardi menuturkan, warga sebetulnya sudah melaporkan yayasan itu ke polisi awal 1990 dan April 2005. Warga curiga adanya tindakan kekerasan dan perdagangan anak. Tapi, waktu itu polisi tak berhasil menemukan barang bukti, sehingga aktivitas yayasan sebagai panti kesehatan, ibu hamil, dan anak telantar- yang berdiri sejak 1980 itu pun tetap berjalan. Mungkin inilah yang menyebabkan warga menuding pengelola yayasan sebagai kebal hukum. Pertengahan November lalu, warga kembali melapor ke polisi setelah tak tahan lagi mendengar rintihan anak disakiti, yang diketahui bernama Ismi. Polisi kembali melakukan
  • 11. penggrebekan, selepas magrib. Kali ini tidak sia-sia. Di sebuah toilet yang terkunci, polisi menemukan Ismi duduk termangu. Kondisinya mengenaskan. Sekujur punggung, bahu, dan kepala penuh bekas luka. Kedua tangannya lunglai. Bocah 8 tahun itu langsung menangis di gendongan seorang polisi wanita. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit, lalu ditampung di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) Bekasi. Saat penggerebekan, Tedy bersama istri dan dua anaknya sedang ke Bogor. Pas pulang malam harinya, mereka diamankan ke Markas Kepolisian Resor (Polres) Bekasi dengan sangkaan penganiayaan anak. Penyidikan kemudian dikembangkan ke perdagangan anak di bawah umur. Ternyata, ''Sejak 1984 sampai 2005, sudah 300 anak yang dijual,'' kata Kapolres Bekasi, Komisaris Besar Edward Syah Pernong. Jumlah tersebut didapat dari keterangan tersangka, dokumen yayasan, serta tujuh saksi. Diketahui pula, para bocah itu dibawa ke Jerman, Belanda, dan Malaysia. Polisi masih menyelidiki, apakah praktik perdagangan anak ini merupakan sindikat atau pribadi tersangka. Modus operandi tersangka tak jauh beda dengan para tersangka penjual bayi lain yang sudah sering digaruk polisi. Yakni dengan cara menampung ibu hamil biasanya dari kalangan bawah yang memang tak menghendaki kehadiran si bayi. Si ibu merasa tak sanggup merawat darah dagingnya sendiri bisa lantaran Page 20 Universitas Kristen Petra 27 hamil di luar nikah, atau tekanan ekonomi. Bayi yang lahir kemudian dijual ke mancanegara dengan harga mencapai Rp 25 juta. Belum diketahui berapa bagian si ibu kandung. Namun, anehnya, menurut penuturan seorang warga, si ibu biasanya tak mendapat bagian sama sekali. ''Malah selama ditampung, mereka disuruh membantu beres-beres di yayasan,'' ujarnya. Penuturan warga, bila lagi ramai, yayasan itu pernah sampai menampung 15 bayi. Belakangan, jumlahnya terus menyusut. Ada dugaan, itu lantaran pihak yayasan tak mau membagi keuntungan kepada para ibu yang telah menyerahkan bayinya. Akhirnya, tinggallah Ismi seorang yang, entah kenapa, tak jua laku. Ismi pun jadi pelampiasan kekesalan selama bertahun-tahun. Tersangka mengaku melakukannya lantaran kesal Ismi kerap bandel. Bisa jadi, tersangka jengkel lantaran ''dagangannya'' itu tak laku-laku. Terungkapnya lagi kasus perdagangan anak berlabel yayasan ini membuat geram banyak pihak. ''Nama yayasan itu cuma kedok belaka,'' kata Afrinaldi, Kepala Sub-Direktorat Pelayanan Sosial Anak Balita Departemen Sosial. Ia menegaskan, pihaknya akan semakin mengetatkan pengawasan yayasan-yayasan semacam ini. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengecam ulah tersangka yang mendagangkan bayi. Ia juga mengutuk penyiksaan terhadap bocah Ismi. ''Itu perbuatan keji,'' katanya. Supaya tak terulang lagi, Kak Seto menegaskan, pihaknya akan melakukan verifikasi bersama Departemen Sosial terhadap yayasan-yayasan berkedok kegiatan sosial (Alwie, Barus, Larasati 1). Jual Anak untuk Beli Becak Cirebon, Kompas - Memprihatinkan memang kalau saja benar bahwa Amir (29) menjual keempat anak kandungnya-sejak anak tersebut masih bayi- hanya dalam rangka ingin membeli becak. Apalagi ia berpikir, dengan adanya becak itu, ia bisa memiliki mata pencaharian. Hari Kamis (8/5) sekitar pukul 15.00, polisi menangkap tersangka-yang warga Gang Ayam, Kampung Kesunean Tengah, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon-saat dia bertransaksi menjual anak bungsunya yang masih berumur beberapa hari. Hal itu berlangsung di kawasan Gang Kemasan, Pasar Kanoman, Cirebon.
  • 12. Page 21 Universitas Kristen Petra 28 Perbuatan yang telah dilakukan bertahun-tahun itu terungkap setelah istri tersangka, Eli (27), melaporkan tersangka ke Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon hari Kamis. Menurut Kepala Polresta Cirebon Ajun Komisaris Besar Siswandi yang didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Cirebon Ajun Komisaris Taufik Asrori, Eli melapor karena tidak tahan melihat tingkah laku suaminya yang sering memukul dan memaksanya menyerahkan anaknya untuk dijual. Dari keterangan Eli, tersangka diketahui telah menjual empat anaknya, yaitu anak ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Sementara penjualan anak ketujuh dapat digagalkan Kamis lalu. Anak-anak yang dijual pada saat masih berusia 2-3 hari itu dihargai Rp 250.000-Rp 600.000. Hingga kemarin, Eli belum bisa ditemui karena masih terguncang jiwanya dan hanya menangis ketika ditanya. Amir mengaku pertama kali menjual anak ketiganya yang bernama Restu. Anaknya itu dijual kepada Engkim, warga Gang Puskesmas, Kesunean Selatan, Cirebon, dengan harga Rp 250.000. Uang hasil penjualan anak laki-lakinya yang sekarang sudah duduk di kelas IV sekolah dasar itu kemudian dibelikan becak, yang digunakannya untuk menghidupi keluarganya sehari-hari. Setelah itu, ia berturut-turut menjual anak keempatnya, Yadi (6) dengan harga Rp 600.000, anak kelimanya, Ilham (3,5), dengan harga Rp 250.000, dan anak keenamnya, Benharudin (2), seharga Rp 400.000. Anak ketujuhnya yang batal dijual sebelumnya sempat ditawarkan seharga Rp 2 juta. Sementara beberapa orangtua yang sekarang mengasuh anak-anak tersebut keberatan dikatakan membeli bayi-bayi tersebut dari tersangka. Mereka mengaku hanya memberikan sejumlah uang kepada pasangan Amir dan Eli untuk membantu biaya persalinan. Mereka juga mengatakan sukarela memungut anak- anak tersebut daripada hidup telantar bersama orangtua kandungnya. Asiyah (48), warga Jalan Lemahwungkuk, yang mengasuh Benharudin sejak lahir, mengaku didatangi Eli dua tahun lalu. "Waktu itu saya sedang menyapu jalan di depan rumah ketika ada perempuan hamil tua dengan Page 22 Universitas Kristen Petra 29 penampilan lusuh datang dan mengatakan ingin menyerahkan anak yang sedang dikandungnya kepada saya," tutur Asiyah. Asiyah yang mengaku kasihan melihat kondisi Eli pada waktu itu dan memikirkan nasib anak tersebut kelak akhirnya setuju. Dua pekan kemudian, ketika bayi dilahirkan, dia langsung mengambilnya di rumah Eli. "Sebagai pengganti biaya bidan, saya memberikan uang Rp 300.000," katanya. Orangtua angkat lainnya, Ida (25), tetangga sekampung Eli, mengaku menerima tawaran Eli untuk mengasuh anaknya, Ilham, yang pada saat itu masih berumur dua hari. "Saya mau saja mengasuh anaknya karena saya belum punya anak setelah menikah 15 tahun. Sebagai ongkos beli jamu, saya berikan uang Rp 250.000 kepada Eli," ujar Ida yang mengatakan Ilham tidak pernah mengenal, bahkan takut melihat, ibu kandungnya sendiri. Kepala Polresta Cirebon Siswandi mengatakan, sekarang baru ada satu tersangka dalam kasus ini, yaitu Amir. Ia dituduh melanggar Pasal 83 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara (KCM 1).
  • 13. Akhir Petualangan Pasangan Kumpul Kebo Gambar 2.2.8.2. Eniwati dan bayinya Sumber: Peristiwa, Tabloid Nova, 2005 Warga melaporkan wanita ini karena tidak membawa bayinya pulang kerumah usai melahirkan. Rahasia pun terbongkar karena tiga bayi dari empat yang dilahirkan selama 6 tahun dijual. Mereka berdalih untuk biaya persalinan. Page 23 Universitas Kristen Petra 30 Sudah lama warga Kelurahan Cinta Raja, Kecamatan Sail, Tangkereng, Pekanbaru, curiga terhadap Eniwati (37) yang mengontrak di kawasan itu. Sebab, meski sudah pisah ranjang dari suaminya, Sakli, Eniwati hamil. "Kami enggan bertanya karena kurang etis rasanya mempersoalkan kehamilannya. Soalnya setahu kami, Eni belum cerai resmi dengan Sakli. Nah, siapa tahu dia hamil dengan Sakli," ujar Rosni, tetangga Eniwati. Waktu berjalan, Rosni dan tetangga lain hanya menyimpan kecurigaannya. Sampai akhirnya Eniwati melahirkan di sebuah rumah sakit yang terletak di kawasan Pelita Pantai, Pekanbaru. Namun, lima hari kemudian setelah dirawat, Eni pulang tanpa bayinya. "Kalau bayinya hidup, kenapa tidak dibawa pulang. Sebaliknya kalau meninggal, kenapa jasadnya tidak dikuburkan," ujar Rosni menirukan pertanyaan warga. Merasa akrab dengan Eni, Rosni pernah menanyakan perihal keberadaan bayi Eni. "Dia bilang masih di rumah sakit. Nanti mau diambil," ujar Rosni. Ketika keesokan harinya, Sabtu (14/5) si bayi belum juga tampak di rumah, Rosni kembali bertanya. "Kali ini, Eni mengaku bayinya enggak sehat. Pusarnya sakit, jadi dititipin saja di rumah mamanya di kawasan Alamayang," ujar Rosni. Tahu-tahu Rosni mendengar malam keesokan harinya, Eni sudah ditahan polisi. "Itu pun saya dan warga tahunya setelah baca koran. Katanya, Eni ditangkap karena menjual bayi sampai 3 kali berturut-turut," ujar Rosni seraya menyebutkan, polisi juga menangkap Apau (53), lelaki yang disebut sebagai pasangan kumpul kebo Eni. Benarkah Eniwati dan pasangan kumpul kebonya menjual bayinya? Saat ditemui NOVA, penampilan Eniwati (37) yang kini menjalani pemeriksaan di Mapolsek Bukit Raya, Pekanbaru, tampak lebih tua dari usianya. "Saya ditangkap Minggu (15/5) karena dituduh menjual bayi. Tapi semua saya lakukan karena saya tidak mengerti hukum. Saya juga tidak punya biaya untuk menebus persalinan," katanya sambil berurai air mata. Sambil terus menghela air mata, wanita kelahiran Bangkinang, Riau ini menceritakan kehidupannya yang kelam. Dia menikah dengan Sakli pada usia 16 tahun. Perkawinan mereka kandas setelah dikaruniai tiga anak, Rina, Eka, dan Page 24 Universitas Kristen Petra 31 Dede. "Saya memilih pisah karena Sakli suka main pukul dan peminum. Terakhir, Sakli kawin lagi. Saya pikir, dari pada dimadu lebih baik saya sendiri," kata Eni. Dikatakan Eni, ia memang sudah pisah dari suaminya. "Perceraian kami memang tidak melalui Pengadilan Agama karena saya tidak punya uang untuk membiayai persidangan. Jadi, kami hanya berpisah secara agama. Dia sudah menjatuhkan talak, sepuluh tahun lalu." Setelah cerai, Eni mengambil peran ayah sekaligus ibu bagi tiga anaknya. Sementara Sakli dan istri mudanya tinggal di kawasan Kerinci. "Mula-mula saya bekerja di kedai kopi. Di situlah saya bertemu dengan Apau (53), seorang pemulung yang sering datang untuk membeli botol bekas dari warung. Kami pun
  • 14. dijodohkan oleh teman saya." Menurut Eni, sejak awal dirinya sudah mengetahui latar belakang Apau yang masih beristri dan punya dua anak. Makanya, mereka sepakat hidup bersama tanpa nikah. "Selama ini, dialah yang memberikan nafkah lahir dan batin kepada saya," ujar Eni yang kemudian ikut Apau mencari barang bekas di seputar Pekanbaru. Oleh karena tak menikah resmi itulah, lanjut Eni, mereka tak berani berhubungan intim di rumah kontrakan. Alasannya, takut digerebek warga. Mereka sering melakukannya di penginapan rumah. Hubungan mereka pun berbuah kehamilan. "Saya melahirkan anak lekaki, namanya Rahmat (5). Selama ini, Rahmat tinggal bersama saya dan tiga anak saya yang lain." Dua tahun kemudian, dari hubungannya dengan Apau, Eni kembali hamil. Ia mengaku sempat pingsan saat melahirkan. "Begitu saya siuman, anak itu sudah tidak ada," kenang Eni yang segera menanyakannya kepada Apau. "Katanya, anak saya diambil pamannya yang tinggal di Rumbai. Pamannya itu ingin merawat anak untuk memancing istrinya supaya hamil. Sebenarnya, sih, saya berat hati, tapi terpaksa merelakan. Habis anaknya sudah dibawa," paparnya. Beberapa jam kemudian, lanjut Eni, Apau datang membawa uang sebesar Rp 2 juta. "Dia enggak mengaku telah menjual anak itu. Katanya, kalau menjual anak, tentu ada segelnya. Yang jelas, saya memang butuh uang. Untuk biaya persalinan sebesar Rp 1,5 juta, sisanya untuk biaya hidup." Page 25 Universitas Kristen Petra 32 Hubungan pasangan kumpul kebo ini masih berlanjut. Kembali Eni melahirkan. "Saat melahirkan, saya sakit. Makanya, saya serahkan bayi saya kepada paman di Bangkinang. Paman berkenan merawat bayi itu sekaligus membayarkan biaya persalinan sebesar Rp 500 ribu," ujarnya sambil menambahkan, sekarang anak itu sudah berusia 3 tahun. "Saya pernah jumpa dengan dia," tambahnya. Meski kondisinya pas-pasan, Eni tak kapok hamil lagi. Kembali ia melahirkan anak keempat dari Apau, persisnya Selasa (10/5) silam. "Meski sudah lima hari di RS, biaya persalinan sebesar Rp 475 ribu belum terkumpul juga. Sementara bidan yang menangani persalinanku menagih terus." Eni mengaku mengeluh kepada Apau, tapi suami gelapnya itu tak kunjung datang. "Saya bingung. Akhirnya, saya menelepon Sumiati, warga Jalan Kandis, Pekanbaru. Dia kasihan kepada saya dan bersedia membayar biaya persalinan sebesar Rp 475 ribu dan memberi uang Rp 1 juta kepada saya. Itu sebabnya, bayi itu bisa keluar dari RS," kata Eni. Sebelum Sumiati sempat membawa pulang bayi tersebut, masalah ini sudah tercium polisi. "Bayi itu dikembalikan lagi kepada saya. Sekarang dia dirawat oleh kerabat saya," katanya sambil menambahkan, kecuali Rahmat ia belum sempat memberi nama kepada 3 bayinya. Setelah ditahan, Eni justru menuding Apau yang menjual bayinya. "Ketika usia kehamilan saya masih hamil 8 bulan tempo hari, saya pernah didatangi 3 lelaki ke rumah. Katanya suruhan Apau. Mereka mau pesan bayi untuk bayar utang Apau. Saya tidak mau karena saya sayang semua anak-anak," kata Eni (Sidabutar 1).
  • 15. й 2004 Sri Tjahjorini Posted: 2 November 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc Dr. Ir. Hardjanto, M.S STRATEGI MENGUBAH PERILAKU ANAK JALANAN: SEBUAH PEMIKIRAN Oleh: Sri Tjahjorini P061030111/PPN rini_martonoipb@yahoo.com PENDAHULUAN Anak adalah aset bangsa yang sangat berharga, karena ditangannyalah estafet keberadaan bangsa di masa datang terletak. Namun sebagai aset berharga, tidak semua anak memperoleh haknya untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya anak pada umumnya. Hal ini salah satunya dialami oleh anak jalanan yang karena satu dan lain hal haknya sebagai anak tidak dapat terpenuhi dengan baik. Baik hak untuk memperoleh pengakuan (recognition) maupun hak sebagai manusia yang memiliki harga diri dan martabat sebagai manusia (human dignity) merekapun terabaikan. Mereka hanya dianggap sebagai sampah masyarakat yang mengotori keindahan dan ketertiban kota. Padahal semua mereka jalani semata-mata karena tidak ada pilihan yang lebih baik yang dapat mereka jadikan alternatif untuk tidak menjadi anak jalanan atau untuk keluar dari jalanan. Page 2 2 Sejak awal mula kemunculan, sebetulnya tidak harus permasalahan tersebut menjadi patogen dengan akibat lebih lanjut, hilangnya generasi penerus yang berkualitas atau lost of generation di masa datang, serta merusak human capital dan social capital juga menurunkan daya-daya yang ada, bila ada perhatian dan kepedulian semua pihak untuk secara bersama dengan bekerjasama merasa terpanggil untuk mengatasi permasalahaan tersebut. Terkait dengan kondisi tersebut, penulis mengajukan alternatif solusi untuk memecahkan “sebagian” permasalahan anak jalanan dalam kaitannya dengan upaya merubah perilakunya, yang selama ini dinilai negatif dan menimbulkan “stigma” bagi anak jalanan itu sendiri, sekaligus dengan upaya merubah perilaku ini diharapkan dapat meningkatkan potensi yang dimilikinya, sebagai social capital yang dapat membantu anak jalanan untuk suatu saat dapat keluar dari jalanan. IMPLEMENTASI MENUJU KONDISI BARU Anak jalanan muncul pertama kalinya pada akhir tahun 1997 sebagai akibat terjadinya bencana alam kekeringan serta krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hasil
  • 16. penelitian penulis menunjukan permasalahan anak jalanan dominan disebabkan oleh kemiskinan atau ketidakmampuan keluarga (98 %), disamping juga disebabkan adanya ketidakserasian keluarga (33 %) dan kekerasan dalam keluarga (23 %). Anak jalanan diperkirakan sedikitnya berjumlah 50 ribu anak, hasil perkiraan yang didasarkan pada data gelandangan dan pengemis (Irwanto. et al. 1998). Dalam hal ini permasalahan anak jalanan merupakan fenomena gunung es, kecil di permukaan, tetapi permasalahan di dalamnya jauh lebih luas dan kompleks. Jika pada tahun 1998 terdeteksi berjumlah 50 ribu, maka sangat boleh jadi dengan tertariknya anak-anak rumahan yang rentan menjadi anak jalanan untuk turun kejalanan, ditambah meningkatnya permasalahan sosial yang muncul, jumlah tersebut menjadi berkali-kali lipat pada tahun 2004. Bahkan fenomena yang berkembang saat ini bukan hanya “anak jalanan” tetapi juga “remaja jalanan” sudah mulai meningkat. Suatu saat sangat boleh jadi muncul pula “orang tua jalanan”. Akibat lebih lanjut dari kondisi ini bila tidak segera ditangani secara tuntas dengan pendekatan yang tepat adalah hilangnya generasi (lost of Page 3 3 generation) sebagai penerus estafet perjuangan dan kepemimpinan bangsa yang berkualitas. Masalah sosial anak jalanan berkaitan pula dengan ketidakmampuan anak memperoleh haknya, sebagaimana diatur oleh konvensi hak anak. Juga disebabkan kurangnya aksesibilitas anak, akibat berbagai keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Baik di rumah dan di lingkungan sekitarnya, untuk dapat bermain dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya. Terkait dengan kondisi tersebut, permasalahan anak jalanan sudah merupakan permasalahan krusial yang harus ditangani sampai ke akar-akarnya. Sebab jika permasalahan hanya ditangani di permukaan saja, maka setiap saat permasalahan tersebut akan muncul dan muncul kembali, serta menyebabkan timbulnya permasalahan lain yang justru lebih kompleks. Seperti munculnya orang dewasa jalanan, kriminalitas, premanisasi, ekploitasi tenaga, ekploitasi seksual, penyimpangan perilaku, dll. Pemerintah bersama masyarakat pernah menawarkan berbagai pendekatan untuk upaya penanggulangannya. Akan tetapi dari berbagai pendekatan tersebut hingga saat ini, belum ada yang dapat menyentuh anak jalanan secara mendalam terkait dengan adanya perubahan perilaku. Hal tersebut di atas salah satunya disebabkan kurang menyentuhnya semua jenis pembinaan yang diberikan, pada kesadaran anak jalanan untuk dapat merubah perilakunya dan tidak berkeliaran lagi di jalanan. Hal tersebut terlihat dari kurang positifnya persepsi anak jalanan seperti dikemukakan dalam hasil penelitian penulis tentang Persepsi Anak Jalanan terhadap Bimbingan Sosial di Rumah Singgah, yang secara umum masih dalam kondisi negatif terhadap semua bentuk pembinaan yang diberikan. Walau untuk anak dengan masa mengikuti pembinaan relatif baru (< 6 bulan) menunjukkan keadaan lebih baik, dibandingkan dengan lama tinggal dan mengikuti pembinaan antara 7 - 12 bulan dan di atas 13 bulan. Page 4 4 Bila dikaji lebih dalam dan dilihat dari sisi konsep, semua pendekatan yang ditawarkan sudah cukup akomodatif, akan tetapi disebabkan kurang adanya sosialisasi
  • 17. yang tepat, ditambah lagi tujuan keproyekan yang terlalu kaku mengakibatkan kurang dapat terlaksananya dengan baik tugas dan peranan pembimbing dalam menjabarkan dan mengaplikasikan serta mengimplementasikan bentuk-bentuk pembinaan yang sesuai. Di sisi lain sebagaimana hasil penelitian penulis, anak jalanan juga memiliki “stigma” yang terkait dengan perilakunya yang dinilai menyimpang dari norma umum yang ada di masyarakat sekitarnya. Namun demikian, mereka juga memiliki potensi yang apabila dilakukan sentuhan dengan pendekatan yang tepat, bisa menjadi modal sosial atau social capital bagi anak jalanan dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupannya di masa mendatang, sekaligus dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas kehidupannya agar mereka dapat tetap “survive” hidup di jalanan, serta lambat laun bisa keluar di tidak tergantung hidup lagi dijalanan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Fukuyama (2000) bahwa manusia memiliki kemampuan-kemampuan khusus untuk melakukan kerjasama dan menciptakan social capital, mereka melakukan hal ini dengan cara-cara yang bisa melindungi kepentingan-kepentingan mereka sebagai individu. Stigma yang diberikan masyarakat kepada anak jalanan disebabkan dalam kehidupannya di jalanan, baik secara pribadi maupun kelompok mereka berupaya mengembangkan sub kultur dengan norma dan nilai yang berbeda dari yang berlaku secara umum. Di satu sisi mungkin positif karena dapat melindungi keberadaan mereka, tapi di sisi lainnya negatif. Hal ini disebabkan dari norma dan nilai yang tumbuh tersebut, justru menyimpang dari norma dan nilai yang berlaku secara umum. Disamping itu juga muncul perilaku sosial yang anormatif, seperti acuh tak acuh, dan sikap curiga yang berlebihan pada orang di luar kelompoknya, susah diatur, liar, reaktif, sensitif, bebas dan cenderung hanya bergaul/berinteraksi dengan kelompoknya, masa bodoh, dll. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Erving Goffman dalam Lawang (1986) rintangan yang nampak secara fisik merupakan sumber noda atau cacat (stigma). Lebih lanjut Goffman mengemukakan, stigma adalah sifat apa saja yang sangat jelas dan diandaikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepribadian individu sehingga individu itu tidak mampu untuk bertindak menurut cara yang biasa. Dalam hal ini anak Page 5 5 jalanan diasumsikan tidak mampu (pada umumnya atau dalam hal tertentu) kecuali kalau dapat membuktikan kemampuannya termasuk untuk dapat berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku pada masyarakat umum. Permasalahanya adalah untuk memproyeksikan suatu identitas yang normal sebagai manusia yang mampu dan dapat mengatasi asumsi negatif atau “stigma” yang diberikan orang lain ini, membutuhkan usaha bukan hanya dari anak jalanan itu sendiri, tapi juga dari lingkungan yang kondusif menunjang usaha mereka dan tidak bersikap “bermusuhan”, sehingga diperoleh perubahan perilaku yang terinternalisasi atau melembaga dalam dirinya. Sebaliknya bila lingkungan dan masyarakat sekitar tidak mendukung upaya perubahan perilaku, maka perubahan itu menjadi terhalang dan akhirnya kembali kepada perilaku sikap semula. Jika lingkungan dan masyarakat menerima dan memperlakukan serta mendukung perubahan perilaku ini, maka perubahan perilaku (ke arah yang lebih baik dan lebih percaya diri) ini akan berjalan lebih cepat sebagaimana dikemukakan Terence R. Mitschell dalam Moenir (1988) “A finally, some situational variables may help to increase change…”. Demikian pula yang terjadi
  • 18. sebaliknya. Perilaku merupakan suatu rangkaian aktivitas, yang dapat berubah apabila kebutuhan yang ada meningkat kekuatannya, sehingga menjadi motif yang paling tinggi (Hersey dan Blanchard, 1990). Lima konsep penguatan utama yang dapat membantu dalam upaya mengubah perilaku adalah : penguatan positif (positive reinforcement) terhadap perilaku baru yang diinginkan sesegera mungkin, penguatan negatif (negative reinforcement), hukuman (punisment), pemunahan, dan jadwal penguatan. Hal ini terkait dengan teori modifikasi perilaku yang memusatkan perhatian pada perilaku yang diamati dan menggunakan tujuan atau ganjaran di luar diri seseorang untuk memodifikasi dan membentuk perilaku ke arah prestasi yang diinginkan (Hersey dan Blanchard, 1990). Lewin dalam Hersey dan Blanchard (1990) mengidentifikasi tiga tahap proses perubahan : 1) pemanasan, tujuannya adalah memotivasi dan mengkondisikan individu agar siap melakukan perubahan, 2) pengubahan, apabila orang-orang telah termotivasi untuk berubah mereka siap menerima pola perilaku baru, dilakukan melalui mekanisme identifikasi dan internalisasi, 3) pembekuan kembali, apabila perilaku baru telah Page 6 6 diinternalisasi pada saat dipelajari, secara otomatis hal itu akan memudahkan proses pembekuan karena secara alamiah telah disesuaikan dengan kepribadian seseorang. Lebih lanjut Hersey dan Blanchard mengemukakan pemuasan kebutuhan boleh jadi terhambat, dan memunculkan perilaku mengatasi dari individu yang bersangkutan, yang sekaligus juga bisa menimbulkan frustrasi. Frustrasi ini dapat meningkat sedemikian rupa dan memunculkan perilaku agresif. Norman R. F. Maier dalam Hersey dan Blanchard (1990) menyatakan bahwa agresifitas hanyalah merupakan salah satu cara memperlihatkan frustrasi, di samping perilaku frustrasi lainnya seperti rasionalisasi (rationalization), regresi (regression), fiksasi (fixation), dan resignasi (resignation) yang dapat timbul apabila tekanan terus berlanjut dan meningkat. Dengan Self Learning atau belajar mandiri diharapkan anak jalanan dapat memodifikasi perilakunya karena kesadaran dan keinginan sendiri untuk berubah, sehingga terjadi perubahan yang terinternalisasi di dalam dirinya. Juga terjadi pembiasaan dan penyesuaian dalam diri anak jalanan. Diharapkan dengan adanya kesadaran tersebut pada akhirnya penyandang masalah (termasuk anak jalanan) dapat mengubah diri atau mengubah perilakunya menurut Doyle dalam Lawang (1986). Kesediaan anak jalanan untuk berubah dengan kesadaranya sendiri ini, merupakan langkah awal dalam upaya mereka kelak menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berada di sekitarnya, manakala ia tidak lagi hidup di jalanan. Dalam hubungan dengan perubahan tingkah laku dan kaitannnya dengan kondisi seseorang, Hurlock (1979) menyatakan dengan tegas bahwa “sikap seseorang tidak hanya ditentukan oleh pribadi orang yang bersangkutan, akan tetapi juga ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan, artinya sikap orang-orang di sekelilingnya terhadap diri orang yang bersangkutan”. Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa perubahan perilaku hanya bisa terjadi apabila dua faktor yaitu pribadi yang bersangkutan dan orang-orang di sekelilingnya sama-sama dalam situasi menginginkan perubahan tersebut terjadi. Adapun faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya perubahan perilaku pada diri seseorang pada dasarnya ada dua, yaitu : a) kesadaran yang timbul dari dirinya sendiri, dengan ini perubahan yang terjadi lebih bersifat menetap, karena perubahan tanpa
  • 19. adanya kesadaran hanya bersifat sementara (palsu) dan b) pengaruh dari lingkungan dengan cara ; ajakan (persuative) dengan menerapkan metode edukatif, bersifat Page 7 7 manusiawi tetapi memerlukan waktu yang relatif lama namun hasilnya akan lebih mantap dan meyakinkan ; paksaan dengan menggunakan metode indoktrinasi (brainwashing) ialah dengan jalan mengisolasi orang yang dikehendaki dari semua perangsang dan pengaruh, kepadanya hanya diberikan ide-ide tertentu supaya tumbuh dan merasuk dalam jiwa orang yang bersangkutan. Moenir (1988) mengemukakan tiga kategori perubahan perilaku pada diri seseorang, yaitu dari segi : 1) dampak, dilihat dari dampak ada yang positif dan negatif, menetap atau sementara, serta berdampak cepat, normal atau lambat. Bila perubahan terjadi dengan cepat dapat menimbulkan kesulitan pada diri sendiri karena lingkungan di sekitarpun meragukan makna perubahan itu, karena boleh jadi itu hanya sementara (palsu) 2) sifat, menyangkut proses karena menyangkut pada faktor keyakinan, kepercayaan dan kepribadian seseorang dan 3) waktu, perubahan memerlukan waktu ada yang cepat, normal atau lambat. Namun dapat diambil patokan secara umum dan normal , bahwa proses penyesuaian diri seseorang di suatu lingkungan berlaku antara 3-12 bulan. Dari kondisi seperti digambarkan di atas, hal yang penting untuk mendapat perhatian adalah bahwa anak jalanan dapat dirubah perilakunya melalui aktivitas kegiatan yang dimodifikasi dengan melibatkan keinginan dan kesadarannya untuk mau belajar dan mempelajari perubahan yang terjadi dalam kehidupannya secara mandiri, agar tidak lagi maladjusment dan anormatif. Melalui proses belajar mandiri atau self learning, anak juga dibiasakan untuk dapat mengatasi hambatan yang terjadi dalam upayanya menyesuaikan diri dan merubah perilakunya. Sehingga diharapkan dihasilkan perilaku baru yang terinternalisasi untuk dapat digunakan saat mereka keluar dari kehidupannya di jalanan. Terkait dengan hal di atas Gambar 1 memperlihatkan analisis pohon masalah yang memuat tentang penyebab dan akibat yang timbul, dari keberadaan anak di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Sedang Gambar 2 memperlihatkan analisis pohon tujuan yang memuat solusi pemecahan terhadap permasalahan anak jalanan. Berdasarkan kondisi yang terdapat pada Gambar 1 dan 2, diperlukan strategi yang dapat menjembatani dari kondisi sekarang ke kondisi baru yang diinginkan (Bridging the gap), yaitu kondisi anak jalanan yang dapat merubah perilakunya yang dianggap menyimpang oleh masyarakat secara umum. Strategi ini merupakan alternatif Page 8 8 pendekatan yang diperkirakan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan, terabaikannya norma dan kebiasaan atau the norms the habits of community are ignored, yang seharusnya dilaksanakan oleh anak termasuk anak jalanan di masa pertumbuhannya, sehingga perilaku mereka dinilai anormatif dan malajusment. Sekaligus menghindari kegagalan pada penggunaan pendekatan sebelumnya di mana tujuan dari perubahan tidak dibuat dengan jelas atau the purpose of change is not made clear, serta rancangan perubahan datang dari pribadi-pribadi tertentu atau an appeal is based on personal reasons sehingga upaya membangkitkan kesadaran yang sekaligus dapat membangkitkan kesadaran moral (Moral Consciousness) dari anak
  • 20. jalanan itu sendiri untuk mau berubah minim sekali terjadi, juga komunikasi yang masih sangat menyedihkan baik dari pembuat program ke pelaksana program, dan dari pelaksana program kepada yang terkena program dalam hal ini anak jalanan atau poor communication regarding the change. Walau mungkin bukan alternatif yang terbaik, karena belum melalui suatu proses pengujian, tetapi diharapkan strategi / pendekatan ini dapat menjadi salah satu alternatif solusi, dari berbagai alternatif yang mungkin ada. Di antaranya melalui pendekatan-pendekatan yang terkait dengan subject matters dan kondisi yang ingin dicapai seperti terlihat pada Tabel 1. Page 9 9 Gambar 1. Analisis Pohon Masalah (Problem Tree Analysis). Effect Core Problem Direct Causes Indirect Causes ANAK JALANAN Premanisme Eksploitasi Kriminalitas - Seksual - Tenaga kerja Ketidakmampuan orang tua Ketidakserasian orang tua Kekerasan dalam keluarga Kesenangan berada di jalanan Kelangkaan lapangan kerja Ekonomi padat modal Perusahaan mundur / bangkrut Kurang modal Krisis ekonomi Perceraian Pernikahan dini Konflik dalam keluarga Konflik dalam keluarga Temperamen
  • 21. Tidak betah tinggal di rumah Solusi / lari dari masalah yang dihadapi PHK Penyimpangan Tidak terpenuhi hak dan kebutuhan dalam keluarga 1. Umur tumbuh kembang 2. Pendidikan formal rendah 3. Curiga 4. Susah diatur 5. Liar 6. reaktif 7. bebas 8. tertutup 9. Sensitif Pendidikan ortu rendah Page 10 10 Gambar 2. Analisis Pohon Tujuan (Objective Tree Analysis) Ultimate Goal Goal/ Core objective Upaya Intervensi langsung Upaya Intervensi tidak langsung ANAK TIDAK DI JALANAN Adanya rumah yang berikan ketentraman Terpenuhi hak dan kebutuhan anak Saling menghormati Saling menghargai Tersedia lapangan kerja yang dapat mem berikan penghasilan cukup bg ortu Pendidikan ortu sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja Tidak ada kekerasan
  • 22. Tidak ada konflik Kemampuan orang tua cukup tinggi Ekonomi padat karya Hubungan kerja baik Perusahaan maju dan produktif Pernikahan matang direncanakan Ada tempat untuk curhat & berbagi Jalankan peranan sesuai dengan usia tanpa tekanan Tertib & tidak deliquen tingkah lakunya Tidak menyimpang dgn perilaku yang normatif Keserasian keluarga Krisis ekonomi teratasi Cukup modal Page 11 11 Tabel 1. Strategi Merubah Perilaku Anak Jalanan No Strategi / Pendekatan Kondisi Sekarang (yang masih negatif) Subject Matter / Pesan yang ingin disampaikan melalui komunikasi Kondisi Baru (yang lebih baik/positif) 1 Metode Pendekatan Peroraangan (Personal Approach Method) mlli : - Sosialization - Extention Education 1. Umur tumbuh kembang 2. Pendidikan formal rendah 3. Curiga 4. Susah diatur
  • 23. 5. Liar 6. Reaktif 7. Bebas Pesan disampaikan melalui sosialization dan extention education terutama pada anak jalanan tentang pentingnya merubah perilaku yang negatif menjadi positif karena kesadarannya sendiri, agar masyarakat dapat menerima mereka kembali di tengah-tengah masyarakat 1. Umur tumbuh kembang, yang seyogyanya dapat menjalankan peranan sesuai dengan masanya, atau setidaknya dapat mendekati. 2. Meningkatnya kesadaran anak jalanan akan pentingnya pendidikan formal, dengan mengikuti program paket A, B dan C serta ketrampilan tertentu sesuai minat dan bakatnya 3. Hilangnya rasa curiga dan tumbuhnya rasa percaya anak jalanan terhadap orang-orang yang berada disekitarnya 4. Tumbuhnya kemampuan anak jalanan untuk dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku umum di masyarakat 5. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan untuk tidak bersikap liar atau semau-maunya sendiri 6. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan untuk dapat meredam emosinya sehingga tidak memunculkan konflik antar individu dan antar kelompok dan mengurangi sikap reaktifnya 7. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan bahwa meskipun mereka boleh Page 12 12 8. Tertutup 9. Sensitif melakukkan apa saja di jalanan atau bebas, mereka juga harus bertanggung jawab atas apa-apa yang dilakukannya (Disadarkan tentang perbuatan yang benar atau salah, bermanfaat atau tidak, haram
  • 24. atau halal, dll, pada anak jalanan) 8. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan untuk dapat mengungkapkan permasalahan atau tekanan, sehingga dapat mengurangi tingkat stres yang dihadapinya, dan memberi pemahaman tentang efek negatif dari sikap tertutupnya 9. Tumbuhnya kesadaran anak jalanan untuk dapat memilah-milah hal-hal yang perlu ditanggapi dengan perasaan atau yang cukup dengan rasio. Sehingga manakala ada konflik-konflik kecil antar individu atau antar kelompok tidak ditanggapi hanya dengan perasaanya (sensitive), yang justru akan memunculkan konflik yang lebih besar. 2 Metode Pendekatan Kelompok (Group Approach Method) mlli : - Focus Group 1. Kondisi kelompok anjal, terkait dengan : a. Munculnya konflik antar individu anak jalanan dalam satu kelompok b. Munculnya konflik antar kelompok anak jalanan c. Lemahnya kerjasama antar kelompok anak jalanan Pesan disampaikan melalui diskusi yang terfokus pada kelompok, dengan melibatkan ketua kelompok anak jalanan, anggota anak jalanan, agen perubahan dan pihak yang memiliki interest terhadap masalah anak jalanan. Dikomunikasikan tentang kondisi yang ada terkait dengan perilaku-perilaku yang ingin dirubah atau dengan kekurangan yang dimiliki anak 1. Kondisi kelompok anjal, terkait dengan upaya: a. Tumbuhnya kesadaran bersama untuk menghindari
  • 25. konflik antar individu anak jalanan dalam satu kelompok b. Tumbuhnya kesadaran bersama untuk menghindari konflik antar kelompok anak Page 13 13 Discussion jalanan. jalanan c. Tumbuhnya kerjasama antar kelompok anak jalanan 3 Metode Pendekatan Masal/Umum (Mass Approach Method) mli : -Social Mobilitation 1. Kondisi keluarga anjal, terkait dengan adanya : a. Ketidakserasian keluarga (33 %) b. Kekerasan keluarga (23 %) c. Ketidakmampuan keluarga (98 %) 2. Kondisi lingkungan di sekitar anak jalanan yang menganggap kehadiran anak jalanan sebagai ; troublemaker,merusak keindahan, mengganggu ketenangan dan keamanan Pesan disampaikan dengan cara memobilisir lingkungan disekitar anjal, mulai dari keluarga, kelompok dan lingkungan disekitar anjal 1. Kondisi keluarga anjal, terkait dengan upaya : a. Tumbuhkan keserasian dalam keluarga b. Tumbuhkan kerjasama tanpa kekerasan dalam keluarga c. Tingkatkan kemampuan keluarga 2. Merubah image lingkungan di sekitar anak jalanan tentang kehadiran anak jalanan, yang tidak semata-mata sebagai troublemaker, perusak keindahan, mengganggu ketenangan
  • 26. dan keamanan Page 14 14 PENUTUP Apa yang disajikan dalam tulisan ini hanyalah salah satu alternatif yang ditawarkan penulis untuk mengatasi permasalahan anak jalanan yang merupakan patologi sosial, yang dahsyat menyerang bangsa ini, bahkan sampai pelosok-pelosok atau sampai ke ibu kota kapupaten yang semula hanya di kota-kota besar atau ibu kota propinsi. Namun demikian kembali lagi, sebaik apapun konsep apabila pelaksana konsep tidak dapat melaksanakannya dengan baik, dan kesadaran dari orang orang yang menyandang masalah tersebut tidak dapat dimunculkan dan sekaligus diberdayakan untuk dapat keluar dari permasalahannya, maka akan sia-sialah semuanya. Apalagi bila kepedulian dan perhatian dari seluruh pihak belum tergalang dan masih bersifat parsial,. karena walaupun pengaruhnya dibandingkan dengan kesadaran dari orang yang mengalami masalah relatif kecil, kepedulian ini juga dibutuhkan untuk mendukung upaya merubah perilaku yang terjadi pada penyandang masalah. Page 15 15 DAFTAR PUSTAKA Fukuyama, F. 2000. The Great Disruption Human Nature and The Reconstitution of Social Order. A Touchstone Book, Published by Simon and Schuster, New York, London, Toronto, Sydney, Singapore. Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Penerbit Eresco. Bandung. Hurlock, Elizabeth B,. 1979. Personality Development. Tata Mc. Graw Hill Publishing Company Ltd,. New Delhi. Blanchard, K.H. 1977. Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources. Prentice-Hall, Inc. Englewood Clifts, New Jersey USA. Irwanto, Mohammad Farid, dan Jeffry Anwar. 1998. Ringkasan Analisa Situasi Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus. PKPM Atma Jaya. Departemen Sosial, UNICEF. Jakarta. Lawang. Robert M. Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Diterjemahkan dari Johnson, Paul Doyle. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Kartasapotra.1994. Teknologi Penyuluhan Pembangunan. Bumi Aksara. Jakarta. Kerjasama Departemen Sosial dengan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. 1999. Modul TOT Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Rumah Singgah. Jakarta. Moenir. 1988. Kepemimpinan Kerja Peranan, Teknik dan Keberhasilannya. Bina Aksara. Jakarta. Muhidin, Syarif. 1997. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung. Raharjo, M, D, 1992. Keswadayaan Dalam Pembangunan Sosial Ekonomi, S. Wirosarjono (ed) Pengembangan Swadaya Nasional. LP3ES. Jakarta. Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani (Kasus Propinsi Jawa Barat). Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Disertasi) Tjahjorini, Sri. 2001. Persepsi Anak Jalanan terhadap Bimbingan Sosial melalui Rumah Singgah di Kotamadya Bandung. Institur Pertanian Bogor. Bogor. (Tesis).
  • 27. Wirawan. 2003. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan. Penerbit Yayasan Bangun Indonesia dan UHAMKA Press. Jakarta.
  • 28. Teori Pembangunan Sosial by Garry Jacobs and Harlan Cleveland oleh Jacobs Garry dan Harlan Cleveland November 1, 1999 November 1, 1999 Importance of Theory Pentingnya Teori The formulation of valid theory possesses enormous power to elevate and accelerate the expansion and development of human capabilities in any field, leading to fresh discoveries, improvement of existing activities and capacity for greater results. Perumusan teori berlaku memiliki kekuatan yang besar untuk meningkatkan dan mempercepat perluasan dan pengembangan kemampuan manusia dalam bidang apa saja, yang mengarah ke penemuan segar, peningkatan aktivitas yang ada dan kapasitas untuk hasil yang lebih besar. Science is replete with examples of theoretical formulations that have led to important breakthroughs, such as the discoveries of Neptune and Pluto, electromagnetic waves, subatomic particles, and new elements on the periodic table. Ilmu pengetahuan penuh dengan contoh-contoh formulasi teoritis yang telah membawa terobosan penting, seperti penemuan Neptunus dan Pluto, gelombang elektromagnetik, partikel subatom, dan elemen baru pada tabel periodik. Today scientists are discovering new substances on computer by applying the laws of quantum mechanics to predict the properties of materials before they synthesize them. Hari ini para ilmuwan menemukan zat baru di komputer dengan menggunakan hukum mekanika kuantum untuk meramalkan sifat bahan sebelum mereka memadukan mereka. In fact, a broad range of technological achievements in this century has been made possible by the emergence of sound theoretical knowledge in fields such as physics, chemistry and biology. Bahkan, berbagai pencapaian teknologi pada abad ini telah dimungkinkan oleh munculnya pengetahuan teoritis suara di bidang-bidang seperti fisika, kimia dan biologi. As management expert Peter Drucker put it, “There is nothing more practical than a good theory.” Valid theory can tell us not only what should be done, but also what can be done and the process by which it can be achieved. Sebagai ahli manajemen Peter Drucker mengatakan, "Tidak ada yang lebih praktis dari teori yang baik dicapai. Valid" teori dapat memberitahu kita tidak hanya apa yang harus dilakukan, tetapi juga apa yang bisa dilakukan dan proses yang dapat. Social development can be summarily described as the process of organizing human energies and activities at higher levels to achieve greater results. Sosial pembangunan dapat secara sewenang- digambarkan sebagai proses pengorganisasian energi manusia dan aktivitas pada tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai hasil yang lebih besar. Development increases the utilization of human potential. Pengembangan meningkatkan pemanfaatan potensi manusia. In the absence of valid theory, social development remains largely a process of trial and error experimentation, with a high failure rate and very uneven progress. Dengan tidak adanya teori yang valid, pembangunan sosial sebagian besar masih proses trial and error eksperimen, dengan tingkat kegagalan yang tinggi dan merata kemajuan yang sangat. The dismal consequences of transition strategies in most Eastern Europe countries, the very halting progress of many African and Asian countries, Yang menyedihkan konsekuensi dari strategi transisi di sebagian besar negara-negara Eropa Timur, menghentikan kemajuan yang sangat dari negara-negara Afrika dan Asia, the increasing income gap between the most and least developed societies, and the distressing linkage between rising incomes, environmental depletion, crime and violence reflect the fact that humanity is vigorously pursuing a process without the full knowledge needed to guide and govern it effectively. meningkatnya kesenjangan pendapatan antara kurang berkembang dan sebagian besar masyarakat, dan keterkaitan antara meningkatnya pendapatan menyedihkan, deplesi lingkungan, kejahatan dan kekerasan mencerminkan
  • 29. fakta kemanusiaan yang penuh semangat mengejar proses tanpa pengetahuan penuh diperlukan untuk membimbing dan memerintah secara efektif. Advances in development theory can enhance our social success rate by the same order of magnitude that advances in theoretical physics have multiplied technological achievements in this century. Kemajuan dalam pengembangan teori dapat meningkatkan tingkat keberhasilan sosial kita dengan urutan yang sama besarnya bahwa kemajuan dalam fisika teoretis telah dikalikan pencapaian teknologi di abad ini. The emergence of a sound theoretical framework for social development would provide the knowledge needed to address these inadequacies. Munculnya kerangka teoretik yang kuat untuk pengembangan sosial akan memberikan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengatasi kekurangan ini. It would also eventually lead us to the most profound and practical discovery of all – the infinite creative potentials of the human being. Hal ini juga akan akhirnya membawa kita ke penemuan yang mendalam dan praktis hampir semua - potensi kreatif yang tak terbatas dari manusia. Hierarchy of learning Hierarki belajar Social development consists of two interrelated aspects – learning and application. Pengembangan Sosial terdiri dari dua aspek saling berkaitan - belajar dan aplikasi. Society discovers better ways to fulfill its aspirations and it develops organizational mechanisms to express that knowledge to achieve its social and economic goals. Masyarakat menemukan cara yang lebih baik untuk memenuhi aspirasi dan mengembangkan mekanisme organisasi untuk mengungkapkan pengetahuan itu untuk mencapai sosial dan ekonomi tujuannya. The process of discovery expands human consciousness. Proses penemuan memperluas kesadaran manusia. The process of application enhances social organization. Proses aplikasi meningkatkan organisasi sosial. Society develops in response to the contact and interaction between human beings and their material, social and intellectual environment. Masyarakat berkembang sebagai respons terhadap kontak dan interaksi antara manusia dan material mereka, lingkungan sosial dan intelektual. The incursion of external threats, the pressure of physical and social conditions, the mysteries of physical nature and complexities of human behavior prompt humanity to experiment, create and innovate. Masuknya ancaman eksternal, tekanan dari kondisi fisik dan sosial, misteri alam fisik dan kompleksitas perilaku manusia manusia prompt untuk bereksperimen, berkreasi dan berinovasi. The experience resulting from these contacts leads to learning on three different levels of our existence. Pengalaman yang dihasilkan dari kontak ini mengarah ke pembelajaran pada tiga tingkat yang berbeda dari keberadaan kita. At the physical level, it enhances our control over material processes. Pada tingkat fisik, itu meningkatkan kendali kami atas proses material. At the social level, it enhances our capacity for effective interaction between people at greater and greater speeds and distances. Pada tingkat sosial, meningkatkan kapasitas kita untuk interaksi yang efektif antara orang-orang di kecepatan lebih tinggi dan lebih besar dan jarak. At the mental level, it enhances our knowledge. Pada tingkat mental, meningkatkan pengetahuan kita. While the learning process takes place simultaneously on all these planes, there is a natural progression from physical experience to mental understanding. Sedangkan proses belajar berlangsung secara serentak pada semua pesawat, ada perkembangan alami dari pengalaman fisik untuk memahami mental. Historically, society has developed by a trial and error process of physical experimentation, not unlike the way children learn through a constant process of physical exploration, testing and even tasting. Secara historis, masyarakat telah dikembangkan oleh proses trial and error percobaan fisik, tidak seperti cara anak-anak belajar melalui proses konstan eksplorasi fisik, pengujian, dan bahkan mencicipi. Physically, this process leads to the acquisition of new physical skills that enable individuals to utilize their energies more efficiently and effectively. Secara fisik, proses ini mengarah pada perolehan keterampilan fisik baru yang memungkinkan individu untuk menggunakan energi mereka lebih efisien dan efektif. Socially, it leads to the learning and mastery of organizational skills, vital attitudes, systems and institutions that enable people to manage their interactions with other people and other societies more effectively. Secara
  • 30. sosial, hal itu mengarah pada pembelajaran dan penguasaan keterampilan organisasi, sikap penting, sistem dan institusi yang memungkinkan masyarakat untuk mengelola interaksi mereka dengan orang lain dan masyarakat lain yang lebih efektif. Mentally, it leads to organization of facts as information and interpretation of information as thought. Mental, hal itu mengarah pada organisasi fakta sebagai informasi dan interpretasi informasi sebagai pemikiran. The outcome of this learning process is the organization of physical skills, social systems, and information, which are then utilized to improve the efficiency and effectiveness of human activities. It is a cyclical process in which people are continuously learning from past experiences and then applying that learning in new activities. Hasil dari proses pembelajaran adalah organisasi keterampilan fisik, sistem sosial, dan informasi, yang kemudian dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan manusia. Ini adalah proses siklus di mana orang-orang terus menerus belajar dari pengalaman masa lalu dan kemudian menerapkan bahwa belajar dalam kegiatan baru. This learning process culminates in a higher level of mental effort to extract the essence and common principles or ideas from society's organized physical experiences, social interactions and accumulated information and to synthesize them as conceptual knowledge. Proses belajar berpuncak pada tingkat yang lebih tinggi dari usaha mental untuk mengekstrak esensi dan prinsip-prinsip umum atau ide dari pengalaman yang diselenggarakan masyarakat fisik's, interaksi sosial dan akumulasi informasi dan untuk memadukan mereka sebagai pengetahuan konseptual. This abstract conceptual knowledge has the greatest capacity for generalization and application in other fields, times and places. The conceptual mind is the highest, most conscious human faculty. Pengetahuan konseptual abstrak memiliki kapasitas terbesar untuk generalisasi dan aplikasi di bidang lain, waktu dan tempat. Konseptual Pikiran adalah yang paling, fakultas manusia sadar tertinggi. Conceptual knowledge is the organization of ideas by the power of mind. That conceptual knowledge becomes most powerful when it is organized into a system. pengetahuan konseptual adalah organisasi gagasan oleh kekuatan pikiran. Itu pengetahuan konseptual menjadi yang paling kuat bila terorganisir dalam suatu sistem. Theory is a systematic organization of knowledge. Teori adalah sebuah organisasi yang sistematis dari pengetahuan. A comprehensive theory of social development would provide a conceptual framework for discovering the underlying principles common to the development process in different fields of activity, countries and periods. Sebuah teori yang menyeluruh tentang pembangunan sosial akan menyediakan kerangka kerja konseptual untuk menemukan prinsip-prinsip umum yang mendasari proses pembangunan di berbagai bidang kegiatan, negara dan periode. It would also provide a framework for understanding the relationships between the accumulated knowledge generated by many different disciplines. Hal ini juga akan menyediakan kerangka kerja untuk memahami hubungan antara akumulasi pengetahuan yang dihasilkan oleh berbagai disiplin ilmu. If pursued to its logical conclusions, it would lead to not just a theory of social development, but a unifying theory of knowledge —which does not yet exist in any field of science or art. Jika diupayakan untuk kesimpulan logis, hal itu akan menyebabkan bukan hanya teori pembangunan sosial, tapi teori pemersatu pengetahuan-yang belum ada dalam bidang ilmu pengetahuan atau seni. Search for a social operating system Mencari sistem operasi sosial Rapid advancement in computer technology and application has primarily been the result of dramatic progress in two parallel but interrelated fields – development of the processing capacity of the silicon chip and development of more advanced operating systems that enable users to utilize the chip's greater computing power. kemajuan pesat dalam teknologi komputer dan aplikasi pada dasarnya merupakan hasil kemajuan dramatis dalam dua bidang paralel tetapi saling terkait - pengembangan kapasitas pengolahan chip silikon dan pengembangan lebih sistem operasi canggih yang memungkinkan pengguna untuk memanfaatkan kekuatan komputasi yang lebih besar chip. Chip development increases the potential power of the computer. Chip meningkatkan pengembangan potensi kekuatan komputer. Development of more powerful, intuitive and easier to use operating systems increases the practical
  • 31. power of the technology. Pengembangan lebih kuat, intuitif dan lebih mudah untuk menggunakan sistem operasi meningkatkan kekuatan teknologi praktis. As a parallel, advances in scientific and technical knowledge have vastly increased the potential productivity and developmental achievements of society. Sebagai paralel, kemajuan dan teknis pengetahuan ilmiah telah sangat meningkatkan produktivitas potensi dan prestasi perkembangan masyarakat. But full utilization of this potential requires the capacity to consciously direct and accelerate social development processes. Tetapi pemanfaatan penuh potensi ini membutuhkan kapasitas untuk secara sadar langsung dan mempercepat proses pembangunan sosial. The discovery of methods to genetically engineer improved varieties of food crops or to control population growth through improved medical devices would have little practical value unless we also possessed the know-how to promote dissemination and adoption of these advanced technologies. Penemuan metode untuk insinyur genetik varietas tanaman pangan atau untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui perangkat medis lebih baik akan memiliki nilai praktis kecil kecuali jika kita juga memiliki know-how untuk mempromosikan diseminasi dan adopsi teknologi tersebut canggih. Historically, advances in our understanding of material and biological process have far outstripped advances in our understanding of social processes. Secara historis, kemajuan dalam pemahaman kita tentang material dan proses biologi telah jauh melampaui kemajuan dalam pemahaman kita tentang proses-proses sosial. As a result, vast social potential has been created, but society has not yet acquired the capacity to fully utilize it for its own development. Akibatnya, potensi sosial yang luas telah dibuat, tetapi masyarakat belum memperoleh kemampuan untuk memanfaatkan sepenuhnya untuk pembangunan sendiri. A theory of development should aim at a knowledge that will enable society more consciously and effectively to utilize its development potentials. Sebuah teori pembangunan harus bertujuan pada pengetahuan yang akan memungkinkan masyarakat yang lebih sadar dan efektif untuk memanfaatkan potensi pengembangan. Why a framework has not yet emerged Mengapa kerangka kerja belum muncul A question naturally arises. Sebuah pertanyaan timbul secara alami. If such a framework is possible, why with all the attention focused on development for so many decades has it not yet emerged? Jika kerangka seperti itu mungkin, mengapa dengan semua perhatian difokuskan pada pengembangan untuk banyak dekade sehingga memiliki itu belum muncul? Social development theory has been elusive for several reasons. teori perkembangan sosial telah sulit dipahami karena beberapa alasan. First, because of the very practical importance of this issue, attention in this field has very largely focused on the material results of development and on those strategies that have proven most effective for achieving those results, rather than on abstract principles or theoretical concepts. Pertama, karena praktis yang sangat penting dari masalah ini, perhatian dalam bidang ini sangat sebagian besar terfokus pada materi hasil pembangunan dan strategi-strategi yang telah terbukti paling efektif untuk mencapai hasil tersebut, bukan pada prinsip abstrak atau konsep teoritis. Rapid economic progress in North America and Europe after the Second World War, which was followed by even more stunning achievements in Japan and other East Asian nations, imbued governments and the international community with the confidence that development was primarily a question of money, technology, industrialization and political will. Rapid kemajuan ekonomi di Amerika Utara dan Eropa setelah Perang Dunia Kedua, yang diikuti dengan prestasi yang menakjubkan lebih bahkan di Jepang dan negara-negara lain di Asia Timur, pemerintah diilhami dan masyarakat internasional dengan kepercayaan diri bahwa pembangunan terutama masalah uang, teknologi, industrialisasi dan kemauan politik. Confident that the lessons of early achievers provided all the knowledge necessary for those that were to follow, there was an urge for concerted action and an expectation of results, rather than a quest for theoretical knowledge. Yakin bahwa pelajaran dari awal berprestasi diberikan semua pengetahuan yang diperlukan bagi mereka yang mengikuti, ada dorongan untuk tindakan terpadu dan harapan hasil, daripada sebuah pencarian untuk pengetahuan teoritis.
  • 32. In most discussions, development was conceived in terms of a set of desirable results—higher incomes, longer life expectancy, lower infant mortality, more education. Pada sebagian besar diskusi, pengembangan dikandung dalam satu set hasil-tinggi pendapatan yang diinginkan, lagi harapan hidup, kematian bayi lebih rendah, pendidikan yang lebih. Recently emphasis has shifted from the results to the enabling conditions, strategies and public policies for achieving those results—peace, democracy, social freedoms, equal access, laws, institutions, markets, infrastructure, education and technology. Baru-baru ini penekanan telah bergeser dari hasil kondisi memungkinkan, strategi dan kebijakan publik untuk mencapai hasil-hasil-perdamaian, demokrasi, kebebasan sosial, akses yang sama, hukum, institusi, pasar, infrastruktur, pendidikan dan teknologi. But still little attention has been placed on the underlying social process of development that determines how society formulates, adopts, initiates, and organizes, and few attempts have been made to formulate such a framework. Tapi masih sedikit perhatian telah diletakkan pada proses sosial yang mendasari pembangunan yang menentukan bagaimana masyarakat merumuskan, menerapkan, memulai, dan mengatur, dan beberapa upaya telah dilakukan untuk merumuskan kerangka kerja tersebut. Second, a very large number of factors and conditions influence the process. Kedua, jumlah yang sangat besar faktor dan kondisi yang mempengaruhi proses. In addition to all the variables that influence material and biological processes, social processes involve the interaction of political, social, economic cultural, technological and environmental factors as well. Development theorists have not only to cope with atoms, molecules, material energy and various life forms. Selain semua variabel yang mempengaruhi materi dan proses biologis, proses sosial yang melibatkan interaksi antara politik, sosial, ekonomi budaya, dan faktor lingkungan serta memiliki teknologi. Pengembangan teori tidak hanya untuk mengatasi atom, molekul, energi dan berbagai kehidupan material bentuk. They must also cope with the near infinite variety and complexity of human beliefs, opinions, attitudes, values, behaviors, customs, prejudices, laws, social institutions, etc. Mereka juga harus mengatasi berbagai kerumitan yang tak terbatas dekat dan kepercayaan manusia, pendapat, sikap, nilai, perilaku, kebiasaan, prasangka, hukum, sosial institusi, dll Third, the timeframe for social development theory cannot be confined to the modern day or even the past few centuries. Ketiga, jangka waktu untuk teori pembangunan sosial tidak bisa dibatasi sampai hari modern atau bahkan beberapa abad terakhir. Human development has been occurring for millennia. pembangunan manusia telah terjadi selama ribuan tahun. The basic principles of development theory must be as applicable to the development of early tribal societies as they are to the emergence of the post-modern global village. Prinsip-prinsip dasar teori pembangunan harus sebagaimana yang berlaku pada pembangunan masyarakat suku awal mereka pada munculnya modern global desa-pos. Development theory must be a theory of how human society advances through space and time. Pengembangan teori harus merupakan teori tentang bagaimana manusia kemajuan masyarakat melalui ruang dan waktu.
  • 33. Looking beyond the instruments Melihat luar instrumen Fourth, the instruments of development—science and technology, capital and infrastructure, social policies and institutions—are so compellingly powerful in their action, that they are often mistaken for its cause and source. Keempat, instrumen pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, modal dan infrastruktur, kebijakan sosial dan lembaga-begitu compellingly kuat dalam tindakan mereka, bahwa mereka sering keliru untuk penyebab dan sumbernya. Most efforts to understand the development process have focused on the central importance of one or a few of these instruments—primarily on money, markets, the organization of production and technological innovation. Kebanyakan upaya untuk memahami proses pembangunan telah difokuskan pada pentingnya pusat dari satu atau beberapa instrumen-terutama pada uang, pasar, organisasi dan inovasi teknologi produksi. Some efforts have also been made to describe what has been learned about the contribution of education, skills, laws, public policies, strategies, social systems and institutions. Beberapa upaya juga telah dilakukan untuk menggambarkan apa yang telah dipelajari tentang kontribusi pendidikan, keterampilan, undang-undang, kebijakan umum, strategi, sistem sosial dan institusi. While it is evident that all of these instruments can and do play an important role in social development, it has not been adequately explained what determines the development of these instruments themselves or the extent to which they are utilized by society or the process by which they can be made to generate maximum results. Memang sangat jelas bahwa semua instrumen dapat dan memainkan peran penting dalam pembangunan sosial, belum cukup menjelaskan apa yang menentukan perkembangan dari instrumen-instrumen sendiri atau sejauh mana mereka digunakan oleh masyarakat atau proses dengan mana mereka dapat dibuat untuk menghasilkan hasil yang maksimal. Obviously, the ultimate determinants of development cannot be the instruments themselves, for none of them exists independently from society. Jelas, faktor penentu utama pembangunan tidak bisa menjadi instrumen itu sendiri, karena tidak satupun dari mereka ada secara independen dari masyarakat. To understand the central principles of development, we must look beyond these instruments to the creator of the instruments. Untuk memahami prinsip-prinsip sentral pembangunan, kita harus melihat melampaui instrumen untuk pencipta instrumen. Human beings fashion technology, invent money, erect infrastructures, establish policies, build institutions and adopt values to serve their needs and aspirations. Manusia fashion teknologi, menciptakan uang, tegak infrastruktur, menetapkan kebijakan, membangun lembaga dan mengadopsi nilai-nilai untuk melayani kebutuhan dan aspirasi mereka. Although humanity exhibits a strong tendency to mistake these instruments for primary determinants rather than created products of its own initiative, the ultimate power of determination must lie with the human beings who create and use these instruments, rather than with the instruments themselves. Meskipun pameran kemanusiaan kecenderungan kuat untuk kesalahan ini instrumen untuk penentu utama daripada produk yang dibuat dari inisiatif sendiri, kekuatan utama penentuan harus berbaring dengan manusia yang membuat dan menggunakan instrumen tersebut, daripada dengan instrumen itu sendiri. Money and technology do have useful power, including a power of organization and efficiency, a power to increase the velocity of production and transactions. Uang dan teknologi memiliki kekuatan yang berguna, termasuk kekuatan organisasi dan efisiensi, kekuatan untuk meningkatkan produksi dan kecepatan transaksi. But they do not possess an intrinsic living power for growth or development, a source of aspiration or energy that compels their own advancement. Tapi mereka tidak memiliki kekuatan hidup intrinsik untuk pertumbuhan atau pengembangan, sumber aspirasi atau energi yang mendorong kemajuan mereka sendiri. Moore's Law describing advances in the speed of microprocessors is not driven by material forces—the microprocessor does not increase its own speed—it is driven by humanity's quest for greater productive power. Hukum Moore menggambarkan kemajuan dalam kecepatan mikroprosesor tidak digerakkan oleh kekuatan materi mikroprosesor-tidak meningkatkan kecepatan-nya sendiri itu didorong oleh's pencarian kemanusiaan untuk tenaga produktif yang lebih besar. The surge in value of financial markets is not driven by impersonal physical or mathematical laws governing the growth of money, but by the quest of human beings for greater material prosperity. Gelombang nilai pasar keuangan tidak didorong oleh hukum fisika atau matematika impersonal yang mengatur pertumbuhan uang, tetapi oleh pencarian manusia untuk kemakmuran material yang lebih besar. This self-existent power for growth is an endowment of human beings, living organisms compelled