SlideShare a Scribd company logo
1 of 66
Download to read offline
i
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
Sambutan
Kekerasan terhadap anak telah menjadi agenda pembangunan global dan
nasional sejak ditandatanganinya Konvensi Hak Anak (KHA) 25 tahun lalu,
dimana Indonesia mempakan salah satu negara yang ikut terlibat dan telah
meratifikasinya menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun
2002. Dalam berbagai kebijakan terkait perlindungan anak, Pemerintah
Indonesia berkomitmen dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap
anak, termasuk di dalamnya upaya-upaya untuk menghentikan kekerasan fisik,
seksual, emosional hingga penelantaran terhadap anak. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pembangunan kualitas
sumber daya manusia telah memuat target khusus penumnan angka kekerasan
terhadap anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPP A)
pada tahun 2010 telah menerbitkan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan terhadap Anak (RAN PPKTA) 2010-2014 yang telah
dipergunakan sebagai pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap anak. Menimbang masih banyaknya terjadi kekerasan terhadap
anak dan guna menyatukan langkah pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap anak, Pemerintah mengeluarkan Instmksi Presiden No. 5 tahun
2014 tentang Gerakan Nasional Anti-Kejahatan Seksual terhadap Anak dan
menyusun strategi nasional untuk tahun ke depan yang disebut dengan
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020.
Sebagaimana kita ketahui bersama, kekerasan terhadap anak kian meningkat
dari segi kualitas dan kuantitasnya. Oleh sebab itu, diperlukan kesatuan
tindak Kementerian/Lembaga terkait dan juga masyarakat. Strategi Nasional
Penghapusan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020 (STRANAS PKTA 2016-
2020) diterbitkan dalam rangka mencegah dan merespon segala bentuk
kekerasan terhadap anak secara sistematis, terintegrasi, berbasis bukti,
terkoordinasi, partisipatoris, dan berbasis pada kepentingan terbaik bagi anak.
ii
Kebijakan yang berfokus pada upaya pencegahan kekerasan ini ditujukan
sebagai kerangka bangun dalam upaya perlindungan anak di Indonesia yang
menitikberatkan pada 6 strategi komprehensif, an tara lain: 1) Legislasi dan
kebfjakan yang melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan di semua
Jatar terfadilrya kekerasan; 2) Mengubah norma sosial dan praktik budqya
yang menerima, membenarkan, atau mengabaikan kekerasan; 3) Intemensi
pengasuhan yang mendukung relasi yang aman dan penuh kasih sqyang untuk
mencegah kekerasan; 4) Meningkatkan keterampilan hidup dan ketahanan diri
anak dalam mencegah kekerasan serta mendukungprogram wqjib belqjar bagi
anak; 5) Lqyanan pendukungyang terycmgkau dan berkualitas untuk korban,
pelaku, dan anak dalam risiko; serta 6) Peningkatan kualitas data tentang situasi
kekerasan terhadap anak.
Mengingat sangat pentingnya STRANAS PKTA 2016-2020 sebagai kesatuan
tindak K/L dalam mencegah tindak kekerasan terhadap anak, saya
mengharapkan agar. STRANAS PKTA 2016-2020 ini dapat dijadikan acuan dan
diimplementasikan dalam pola tindak di masing-masing K/L dan masyarakat.
Jakarta, 27 J anuari 2016
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia
dan Kebuda Republik Indonesia
Puan Maharani
iii
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
Kata Pengantar
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016-2020
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang keberadaannya
senatiasa harus diasih, diasuh, dijaga serta dilindungi dari perlakuan salah,
kekerasan dan diskriminasi. Dari sisi kehidupan bernegara, anak merupakan
aset bangsa, generasi penerus bangsa, penentu kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) yang menjadi pilar utama pembangunan nasional.
Pembangunan anak sebagai bagian dari pembangunan sumber daya
manusia yang berkualitas telah ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 28b mengamanatkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Dalam Pemerintahan yang dipimpin Presiden RI, Bapak
Joko Widodo, mempertegas bahwa perlindungan anak Indonesia menjadi
prioritas utama di setiap bidang pembangunan seperti yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yang
berupaya “Mengimplementasikan sistem yang holistik dan terkoordinasi
dalam melindungi perempuan dan anak”, sekaligus untuk mencapai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah namun hasil survey kekerasan
terhadap anak yang dilakukan pada tahun 2013 menemukan bahwa pada
anak usia 13 – 17 tahun menunjukkan 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak
perempuan mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional/fisik/seksual
dalam 12 bulan terakhir.
Untuk menjawab atas keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh Pemerintah,
maka tidaklah mungkin Pemerintah dapat melakukan segalanya sendiri.
Kemitraan masyarakat dan dunia usaha merupakan strategi yang dewasa
ini sering dikumandangkan dan merupakan salah satu solusi kita di dalam
iv
menghadapi berbagai tantangan dalam membangun bangsa, termasuk
di dalam memenuhi hak-hak dan memberikan perlindungan bagi anak.
Oleh karena itu Kementerian PP dan PA telah menyusun Strategi Nasional
Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) sebagai acuan
bagi pelaksanaan pembangunan nasional dalam mencegah dan menangani
kekerasan terhadap anak, serta menyelaraskan kebijakan dan hukum di tingkat
nasional serta daerah untuk lebih memperkuat implementasi atas komitmen
untuk melindungi anak dari kekerasan periode tahun 2016-2020.
Dalam pelaksanaannya, strategi nasional ini menggunakan enam aspek,
yaitu: (1) Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala
bentuk kekerasan; (2) Perubahan norma sosial dan praktik budaya yang
menerima, membenarkan, atau mengabaikan kekerasan; (3) Pengasuhan
yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih sayang antara
pengasuh (khususnya orangtua) kepada anak untuk mencegah kekerasan; (4)
Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah
kekerasan serta mendukung program wajib belajar untuk anak; (5) Penyediaan
layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan
anak dalam risiko; (6) Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang
kekerasan terhadap anak yang diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak
kekerasan terhadap anak dan sebagai respon atas tindak kekerasan terhadap
anak.
DokumeninidisusunKementerianPemberdayaanPerempuandanPerlindungan
Anak (KPP-PA) beserta sejumlah lembaga Pemerintah, masyarakat sipil,
termasuk partisipasi anak di dalamnya dengan mengacu pada analisis situasi
terkini anak di Indonesia yang dikomparasikan dengan berbagai kebijakan dan
program terkait kekerasan terhadap anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia
Yohana S. Yembise
v
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Daftar Isi
Kata Sambutan Menteri Koordinator PMK ..................................................................	i
Kata Pengantar Menteri PPPA ...........................................................................................	iii
Daftar Isi ....................................................................................................................................	v
Daftar Singkatan ....................................................................................................................	vii
BABI	:	 Pendahuluan .................................................................................	1
I.1	 Latar Belakang ..........................................................................................	1
I.2	 Tujuan Strategi ..........................................................................................	2
I.3	 Proses Penyusunan .................................................................................	 3
I.4	 Definisi .........................................................................................................	5
I.5	 Prinsip Dasar ..............................................................................................	10
I.6	 Keterkaitan dengan Kebijakan Lainnya ...........................................	13
BABII	:	 Kekerasan terhadap Anak di Indonesia ......................................	17
II.1	 PerangkatHukum .....................................................................................	18
II.2	 Kekerasan di Rumah ...............................................................................	19
II.3	 Kekerasan di Sekolah .............................................................................	20
II.4	 Kekerasan di Masyarakat/Ruang Publik .........................................	20
II.5	 Hubungan dengan Pelaku ...................................................................	21
II.6	 Faktor Pelindung dan Resiko Kekerasan .........................................	22
BABIII	:	 Arah Strategi dan Tujuan .............................................................	25
III.1	 Tujuan Utama ............................................................................................	25
III.2	 Strategi ........................................................................................................	25
BABIV :	 Mekanisme Pelaksanaan dan Evaluasi Pelaporan .....................	33
IV.1	 Mekanisme Pelaksanaan .......................................................................	33
IV.2	 Evaluasi dan Pelaporan ..........................................................................	35
Daftar Pustaka ...............................................................................................	37
Lampiran 1
Pemetaan Tugas dan Fungsi Instansi Pelaksana Stranas PKTA 2016-2020 .....	41
Lampiran 2
IndikatorCapaian Berdasarkan RPJMN 2015-2019 ...................................................	46
vi
Daftar Singkatan
Babinkamtibmas
Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat
Bapas Balai Pemasyarakatan
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPHN Badan Pembinaan Hukum Nasional
BPS Badan Pusat Statistik
CBCP
Community-based Child Protection/Perlindungan Anak
berbasis Komunitas
Dirjen Direktur Jenderal
Ditjen Direktorat Jenderal
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FKIP Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan
GN-AKSA
Gerakan Nasional Anti-Kejahatan Seksual terhadap
Anak
Kamtibmas Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
Kemendagri Kementerian Dalam Negeri
Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemenag Kementerian Agama
Kemenaker Kementerian Ketenagakerjaan
Kemendesa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi
vii
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Kemenkes Kementerian Kesehatan
KemenkoPMK
Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan
Kemenpar Kementerian Pariwisata
Kemensos Kementerian Sosial
KemenkumHAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kemenkominfo Kementerian Komunikasi dan Informatika
KHA Konvensi Hak-Hak Anak
KIE Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
KP3A
Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia
KPPPA
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
KTA Kekerasan terhadap Anak
KTK
KUA Kantor Urusan Agama
KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LPAS Lembaga Penempatan Anak Sementara
LPKA Lembaga Pembinaan Khusus Anak
LPKS Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MUI Majelis Ulama Indonesia
NPSK Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
viii
P2TP2A
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak
PAUD HI Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Terintegrasi
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
Permen Peraturan Menteri
PGSD Pendidikan Guru Sekolah Dasar
PKK Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
PPA Pelayanan Perempuan dan Anak
RAN Rencana Aksi Nasional
Reskrim Reserse Kriminal
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
SDM Sumber Daya Manusia
SOP Standar Operasional Prosedur
SPK Standar, Prosedur, Kriteria
SPM Standar Pelayanan Minimal
SPPA Sistem Peradilan Pidana Anak
TeSA Telepon Sahabat Anak
Tipidum Tindak Pidana Umum
UNICEF
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dana Anak /
United Nations Children’s Fund
UU Undang-Undang
WHO Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization
1
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Bab 1
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Kekerasan terhadap anak telah dan akan mempengaruhi kehidupan anak di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia sendiri
telah melakukan langkah-langkah dalam rangka melindungi anak dari tindak
kekerasan. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap
anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 2). Pemerintah
juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, melalui UU No. 10 Tahun 20121
,
yang mewajibkan negara untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan,
baik dari sisi pencegahan maupun penanganan, termasuk memberi bantuan
dan perlindungan bagi korban kekerasan (Pasal 19). Selain itu, telah diterbitkan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 (yang telah diubah menjadi Undang-
Undang No. 35 Tahun 2014) Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
negara menyediakan pendekatan menyeluruh untuk perlindungan anak yang
mengacu pada Konvensi Hak Anak.
Pada tingkat regional, Pemerintah juga terlibat dalam penyusunan Rencana
Aksi ASEAN untuk pengurangan kekerasan terhadap perempuan dan anak
(ASEAN Regional Plan of Action of Elimination on Violence against Women
and Children 2015). Sedangkan pada tingkat global, Indonesia berkomitmen
untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs), yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada bulan September
2015. Penghapusan kekerasan terhadap anak menjadi salah satu bagian dari
SDGs, yang menyatakan negara anggota, termasuk Indonesia, harus berupaya
untuk “menghentikan kekerasan, eksploitasi, perdagangan, serta segala bentuk
kekerasan dan penyiksaan terhadap anak” (Sasaran Khusus No. 16 dan Target
16.2). Selain itu, negara anggota juga berkomitmen untuk mengakhiri segala
bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan,
termasuk perkawinan anak (Sasaran Khusus No. 5). Komitmen ini bersifat
global dan mencakup seluruh anak di dunia.
1	 Undang-Undang No. 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak
Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak, disahkan 23 Juli 2012.
2
Secara khusus, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di tahun 2014 juga
telah menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2014 tentang Gerakan
Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak (Inpres GN-AKSA), yang
memberi mandat kepada Kementerian/Lembaga dan instansi lainnya untuk
mengambil tindakan khusus dalam mencegah dan menanggapi isu kekerasan
seksual terhadap anak di tingkat nasional hingga daerah. Saat itu Pemerintah
menyatakan komitmen penuh untuk menghapus kekerasan terhadap anak
dengan menyatakan kekerasan terhadap anak di Indonesia sebagai situasi
yang mendesak dan perlu penanganan segera (Kompas Online, 2015).
Komitmen untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak ini juga menjadi
prioritas pembangunan nasional. Seperti yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, bahwa
Pemerintah harus berupaya mengatasi “tantangan utama dalam meningkatkan
perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan dan penyalahgunaan”
dan “mengimplementasikan sistem yang holistik dan terkoordinasi dalam
melindungi perempuan dan anak”.
Meski upaya penghapusan kekerasan terhadap anak melalui penerbitan
kebijakan telah dilakukan, namun Studi Perwakilan Khusus PBB untuk
Kekerasan terhadap Anak menganjurkan secara spesifik agar setiap negara
mengembangkan kerangka yang menyeluruh dan sistematis untuk mencegah
dan menangani kekerasan terhadap anak. Kerangka ini perlu diselaraskan
dengan proses perencanaan nasional melalui sebuah Strategi, Kebijakan, atau
Rencana Nasional (Pinheiro, 2007).
Atas dasar itulah, maka disusun Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan
terhadap Anak (Stranas PKTA) yaitu rancang bangun nasional dalam mencegah
dan menangani kekerasan terhadap anak periode tahun 2016-2020. Stranas
PKTA ini menekankan perlunya intervensi kepada anak mulai dari usia dini,
bayi, hingga remaja, mengingat kekerasan terjadi di semua kelompok usia
anak. Dengan demikian, Stranas PKTA ini menggunakan pendekatan tumbuh
kembang anak, dalam upaya untuk mewujudkan intervensi prioritas untuk
menangani kekerasan terhadap anak dalam segala bentuk dan latar terjadinya
kekerasan.
I.2 Tujuan Strategi
Tujuan utama Stranas PKTA ini adalah untuk berkontribusi terhadap pencapaian
visi nasional, yaitu agar anak tidak hidup dalam ketakutan. Strategi ini berupaya
membantu Pemerintah dan mitra pembangunan dalam pengumpulan data
3
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
dan bukti pendukung yang lebih baik mengenai kekerasan terhadap anak,
memperkuat investasi dalam program-program yang dapat mencegah dan
menghapus kekerasan terhadap anak, serta menyelaraskan kebijakan dan
hukum di tingkat nasional serta daerah untuk lebih memperkuat implementasi
atas komitmen untuk melindungi anak dari kekerasan.
Stranas PKTA ini juga mengakui perlunya kemitraan lintas sektor dalam
upaya menghapus kekerasan terhadap anak.. Stranas ini juga bertujuan untuk
mengumpulkan seluruh upaya dan inisiatif baik dari instansi pemerintah
maupun masyarakat dengan mengacu pada kerangka kebijakan yang ada
untuk menentukan prinsip-prinsip kunci, intervensi prioritas, dan mekanisme
koordinasi dan pemantauan dalam jangka panjang. Dokumen ini juga dapat
digunakan sebagai panduan bagi pemangku kepentingan di tingkat nasional
dan daerah dalam mengembangkan tujuan operasional khusus beserta
penganggarannya dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap anak.
I.3 Proses Penyusunan
Strategi Nasional PKTA ini disusun bersama antara Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) beserta sejumlah lembaga
Pemerintah, masyarakat sipil, termasuk pelibatan anak didalamnya. Penyusunan
Stranas PKTA dilakukan dengan mengacu pada analisis situasi terkini mengenai
kekerasan terhadap anak di Indonesia serta hasil evaluasi terhadap berbagai
kebijakan dan program terkait kekerasan terhadap anak.
Stranas PKTA ini merupakan edisi kedua dari Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak No. 2 tahun 2010 tentang Rencana Aksi
Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak (RAN PKTA)
2010-2014.Padatahun2015,Pemerintahtelahmelakukantinjauanpartisipatoris
(hasil tinjauan, terlampir) dari RAN PKTA 2010-2014 dengan melibatkan
pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah. Sebelas Kementerian/
Lembaga, 7 LSM berskala nasional, dan lebih dari 4.000 anak, remaja dan
pemuda telah berpartisipasi dalam tinjauan partisipatoris itu melalui lokakarya,
konsultasi digital (online), dan pertemuan antar Kementerian/Lembaga.
4
Kotak 1. Pendapat dari anak, remaja dan pemuda
Ribuan anak, remaja dan pemuda telah memberikan masukan terhadap Stranas
PKTA ini. Masukan-masukan itu juga telah diakomodasi dalam dokumen ini.
Masukan ini diperoleh melalui konsultasi melalui internet (portal Twitter @
UReport_id) yang dilakukan di awal tahun 2015 dan melibatkan lebih dari 4.000
anak, remaja dan pemuda, dengan rentang usia 14-25 tahun.
Hasil-hasil penting dari konsultasi itu antara lain:
•	 Meski sebagian besar anak (57 persen) tidak tahu bahwa Pemerintah telah
mengimplementasikan strategi nasional pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap anak, namun 41 persen anak menyatakan mengetahui
adanya strategi tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa anak dan
pemuda yang diwawancarai memiliki pengetahuan terhadap program
terkait kekerasan terhadap anak.
•	 76 persen responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengikuti
kegiatan semacam penyuluhan terkait isu kekerasan dalam 3 tahun
terakhir. Hanya 23 persen saja yang menyatakan pernah mengikutinya.
Hal ini menandakan perlu adanya penjajakan lebih lanjut mengenai
media mana yang lebih berhasil dalam menjangkau anak, remaja dan
pemuda dalam mendapatkan informasi mengenai penyuluhan terkait isu
kekerasan.
•	 61 persen mengetahui kemana harus melaporkan kasus kekerasan
terhadap anak, 23 persen menyatakan tidak tahu, dan 15 persen
menyatakan tidak yakin. Hal ini memperlihatkan perlunya penyelidikan
lebih lanjut mengenai tantangan bagi anak, remaja dan pemuda untuk
secara efektif melaporkan kasus kekerasan.
•	 Ketika ditanya mengenai apa yang seharusnya diprioritaskan oleh
Pemerintah dalam menangani kekerasan terhadap anak, responden
memberikan beberapa saran, termasuk diantaranya program terkait
kesejahteraan sosial, pendidikan pengasuhan untuk keluarga, penegakan
hukum serta peningkatan kesadaran masyarakat.
•	 Secara umum, anak, remaja dan pemuda menyatakan keinginannya
untuk terlibat secara aktif dalam upaya menghapus kekerasan terhadap
anak. Ketika ditanya mengenai hal-hal yang dapat mereka lakukan,
responden memberikan beberapa saran, diantaranya melakukan advokasi
kepada pemerintah, terlibat dalam kegiatan peningkatan kesadaran dan
menyediakan dukungan sebaya untuk anak korban kekerasan.
5
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Padatanggal1-3Juli2015,Pemerintahtelahmenyelenggarakanlokakaryauntuk
menyusun kerangka dari Stranas dan Rencana Aksi baru untuk menanggapi
kekerasan terhadap anak di Indonesia sebagai bentuk upaya kerjasama dengan
semua pemangku kepentingan di tingkat nasional. Sebanyak 75 peserta dari
17 Kementerian/Lembaga, 7 LSM, 4 organisasi keagamaan, dan 6 organisasi
kepemudaan hadir dalam lokakarya tersebut. Para peserta pada dasarnya
sangat mendukung pengembangan strategi menyeluruh yang berbasis bukti
untuk mencegah kekerasan terhadap anak, sebagai keberlanjutan dari strategi
yang disusun sebelumnya. Peserta menekankan perlunya strategi yang
memiliki kerangka waktu yang jelas, terkoordinasi di seluruh tingkatan
pemerintahan, dan menitikberatkan pada pencegahan. Peserta juga
menekankan pentingnya anggaran yang memadai untuk implementasi
strategi, yang seharusnya berasal dari anggaran lintas Kementerian/Lembaga
terkait (misalnya di sektor pendidikan, kesehatan, dan peradilan).
I.4 Definisi
Definisi-definisi yang digunakan dalam Stranas PKTA ini mengacu pada standar
Hak Asasi Manusia, yang telah diakui oleh Komite PBB untuk Hak-Hak Anak,
WHO, dan UNICEF, dan yang dinyatakan dalam berbagai peraturan terutama
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (beserta revisinya, UU No.
35 Tahun 2014).
•	 Anak adalah seseorang yang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU No. 35/2014
tentang Perlindungan Anak).
•	 Masa Remaja adalah periode pertumbuhan dan perkembangan manusia
yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa, dari
usia 10 hingga 19 tahun(WHO, 2010).
•	 Pemuda adalah warga negara yang memasuki periode pertumbuhan
dan perkembangan krusial diatas 16 (enam belas) tahun hingga 30 (tiga
puluh) tahun (UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan).
•	 Kekerasan terhadap Anak adalah segala bentuk tindakan fisik, mental,
seksual, termasuk penelantaran dan perlakuan salah yang mengancam
integritas tubuh dan perlakuan merendahkan anak oleh pihak-pihak yang
seharusnya bertanggungjawab terhadap tumbuh kembang anak atau
mereka yang yang memiliki otoritas terhadap perlindungan anak, yang
seharusnya dapat dipercaya (Permen PPPA No. 2/2010 tentang RAN PKTA
2010-2014).
6
•	 Penghapusan Kekerasan terhadap Anak adalah segala bentuk upaya
dan tindakan yang dilakukan secara berkala, sistematis, dan terukur
dalam upaya menghapus segala bentuk kekerasan terhadap anak,
melalui pencegahan, perlindungan, pemulihan, reintegrasi, partisipasi,
peningkatan kapasitas, dan kerjasama antar-sektor (Permen PPPA No.
2/2010 tentang RAN PKTA 2010-2014).
•	 Kekerasan fisik terhadap Anak2
merupakan penggunaan kekuatan
fisik secara sengaja kepada anak yang kemungkinan memiliki dampak
buruk yang besar terhadap kesehatan, keselamatan, perkembangan,
atau martabat anak. Contohnya memukul, menendang, mengguncang,
menggigit, mencekik, menjemur, membakar, meracuni dan
menyengsarakan, yang banyak diasosiasikan sebagai hukuman fisik.
Hukuman fisik didefinisikan sebagai segala bentuk hukuman yang
menggunakan kekuatan fisik dan bertujuan untuk menimbulkan
rasa sakit atau tidak nyaman, yang biasanya termasuk pula memukul
(‘menghantam’, ‘menampar’, ‘memecut’) anak dengan tangan atau
benda. Dapat pula berbentuk tendangan, pengguncangan, pencakaran,
penggigitan, penarikan rambut atau telinga,pengurungan, memaksa anak
untuk diam di posisi yang tidak nyaman, dibakar/dijemur, atau memaksa
menelan sesuatu.
•	 Kekerasan Seksual didefinisikan sebagai “segala bentuk tindakan seksual,
usaha untuk melakukan tindakan seksual, atau komentar seksual yang
tidak diinginkan yang ditujukan terhadap seksualitas seseorang dengan
menggunakan pemaksaan, oleh siapapun terlepas dari hubungannya
dengan korban, dalam latar belakang apapun”. Hal ini juga mencakup
bentuk-bentuk yang bersifat kontak fisik dan non-kontak, diantaranya
namun tidak terbatas pada: (a) bujukan atau paksaan kepada seorang anak
untuk terlibat dalam kegiatanseksual yang berbahaya secara psikologis
maupun ilegal, (b) penggunaan anak dalam eksploitasi seksual komersial;
(c) penggunaan anak dalam gambaran visual atau audio terkait kekerasan
seksual; dan (d) prostitusi anak, perbudakan seksual, eksploitasi seksual
dalam dunia pariwisata, perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi
seksual (didalam dan antar negara), penjualan anak untuk tujuan seksual
dan pernikahan paksa.
•	 Kekerasan Emosional mencakup kegagalan dalam menyediakan
lingkungan yang sesuai dan mendukung, sehingga anak dapat
mengembangkan kompetensi sosialnya secara menyeluruh dan stabil
2	 Definisi dari berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di masa kanak-kanak yang tercantum
dalam peraturan perundang-undanganyang berlaku sampai saat ini sejalan dengan definisi internasional.
Meski demikian, dalam definisi tertentu masih kurang lengkap dibandingkan dengan definisi internasional.
Definisi-definisi dalam dokumen ini berusaha untuk melengkapi kekurangan penjelasan tersebut dengan
menggunakan definisi internasional sebagai pelengkap.
7
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
sesuai dengan potensi pribadiyang dimilikinya dan konteks masyarakat.
Suatu tindakan kekerasan emosional mungkin dapat menyebabkan
kerugian pada aspek fisik dan kesehatan anak, mental, spiritual, moral,
atau perkembangan sosial. Contohnya: (a) segala bentuk interaksi yang
berbahaya dan terus menerus terhadap anak; (b) menakut-nakuti,
mengintimidasi, dan mengancam; mengeksploitasi dan mengkorupsi,
memandang rendah dan menolak, mengisolasi, mengabaikan, dan
membedakan perlakuan dengan anak lainnya; (c) mengabaikan respon
emosional; mengabaikan kesehatan mental, kebutuhan medis dan
pendidikan; (d) menghina, membuat seseorang malu, meremehkan,
mengejek, dan menyakiti perasaan anak; (e) kekerasan dalam rumah
tangga; (f) menempatkan dalam kurungan, isolasi, atau mempermalukan
atau merendahkan; dan (g) penindasan psikologis dan perpeloncoan oleh
orang dewasa atau anak lainnya, termasuk melalui teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) diantaranya melalui telepon genggam dan internet
(dikenal sebagai “cyber-bullying”).
•	 Penelantaran atau perlakuan lalai adalah kegagalan dalam
menyediakan perkembangan anak dalam segala cakupan: kesehatan,
pendidikan, perkembangan emosional, gizi, tempat tinggal, perlindungan
sosial, dan lainnya. Dapat juga termasuk: (a) pengabaian fisik, yaitu gagal
dalam melindungi anak dari bahaya, gagal menyediakan kebutuhan
dasar termasuk makanan yang mencukupi, tempat tinggal, pakaian, dan
pengobatan dasar; (b) pengabaian psikologis atau emosional, termasuk
minimnya dukungan emosional dan kasih sayang, pengabaian kronis,
pengasuhan tidak tersedia dengan mengabaikan tanda-tanda yang
diberikan anak kecil, dan kekerasan dalam pasangan atau penggunaan
obat-obatan atau alkohol; (c) penelantaran dari kesehatan mental
atau fisik anak: dengan perampasan hak atas pengobatan medis; (d)
pengabaian pendidikan: gagal menaati hukum terkait perlunya pengasuh
untuk memastikan pendidikan anak melalui kehadiran anak di sekolah;
(3) dan ditinggalkan.
•	 Eksploitasi merujuk pada penggunaan anak pada pekerjaan-pekerjaan
yang menguntungkan pihak lain, termasuk prostitusi anak, perdagangan
anak, dan penggunaan anak dalam konflik bersenjata(Krug et. al., 2002).
•	 Penindasan (bullying) adalah bentuk dari kekerasan fisik, juga tindakan
agresif yang dimaksudkan dan melibatkan kekuatan atau kekuasaan yang
tidak seimbang. Hal ini terjadi lintas geografis, ras, dan batasan sosial-
ekonomi.
8
Penindasan (bullying) dapat terjadi dalam berbagai bentuk:
	Penindasan Langsung: menggoda, menyerang dengan kata-kata,
mendorong, menyerang secara fisik, pemerasan, dan perusakan
properti.
	Penindasan Tidak Langsung: menghindari, menyebarkan desas-desus,
memberikan lelucon yang berbahaya, dan bentuk lisan dan tindakan
lainnya.
	Cyber-Bullying: penggunaan teknologi internet, termasuk laman
digital, pesan digital dan elektronik.(Committee on the Rights of the
Child, 2011).
	Kekerasan dalam berpasangan merujuk pada tindakan yang dilakukan
oleh pasangan intim atau mantan pasangan yang menimbulkan
bahaya fisik, seksual, psikologis, termasuk serangan fisik, pemaksaan
seksual, kekerasan psikologis, dan tindakan mengatur (Garcia-Moreno
et.al., 2005).
•	 Praktik-praktik berbahaya termasuk, namun tidak terbatas pada:
	Hukuman korporal/fisik dan bentuk kejahatan atau bentuk hukuman
yang merendahkan;
	Mutilasi kelamin perempuan/pemotongan;
	Amputasi, mengikat, melukai, membakar, dan menstigma;
	Ritual dengan kekerasan atau merendahkan; memaksa perempuan
untuk makan makanan tertentu;
	Menggemukan, memaksa makan perempuan, dan tes keperawanan
(memeriksa alat vital perempuan);
	Pernikahan paksa/dini/anak;
	Kejahatan atas dasar “kehormatan”: Penggantian denda terhadap
tindak kekerasan (dimana terjadinya perselisihan antar kelompok
melibatkan anak sebagai pihak terkait); kekerasan berbasis mahar dan
kematian anak.
	Tuduhan “sihir” atau praktik-praktik terkait berbahaya lainnya seperti
penggunaan untuk ritual ‘eksorsisme’
9
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
•	 Bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak termasuk – tapi tidak
terbatas pada – empat kategori utama:
	Segala bentuk atau praktik perbudakan, termasuk rekrutmen wajib/
paksa anak untuk konflik bersenjata;
	Penggunaan, penyediaan, penawaran anak untuk prostitusi, produksi
pornografi, atau untuk pertunjukan pornografi;
	Penggunaan, penyediaan, penawaran anak untuk kegiatan tertentu
dalam kaitannya produksi dan pengedaran narkoba sebagaimana
yang didefinisikan oleh berbagai perjanjian internasional;
	Pekerjaan, dimana secara kondisi dilakukan untuk menimbulkan
bahaya bagi kesehatan, keselamatan, atau moral anak (ILO, 1999).
Dalam mendefinisikan berbagai bentuk kekerasan, perlu dipahami bahwa anak
merupakan korban, dan kekerasan terhadap anak merupakan sesuatu yang
bersifat multidimensional dan tidak dapat diatasi melalui skema hubungan
sebab akibat yang tunggal. Kekerasan terjadi dalam berbagai bentuk dan
latar terjadinya kekerasan, dan terjadi dalam waktu yang panjang dari tahap
kehidupan anak (lebih lanjut dapat dilihat pada bagian “Prinsip Dasar”).
Selain definisi seperti yang telah disebutkan, berikut ini adalah definisi
operasional untuk Stranas PKTA.
•	 Tujuan Umum adalah rangkuman perubahan yang ingin dicapai oleh
sebuah program atau proyek.
•	 Tujuan Khusus adalah perubahan-perubahan kunci yang akan terjadi
sebagai hasil langsung dari sebuah program atau proyek dan berkontribusi
pada pencapaian Tujuan Umum
•	 Aktivitas adalah hal-hal yang dilakukan oleh program, proyekatau
organisasi untuk mencapai Tujuan Khusus.
•	 Luaran Jangka Pendek adalah hasil berupa benda atau layanan yang
disediakan oleh sebuah proyek atau intervensi lainnya (OAK Foundation,
2010).
•	 Luaran Jangka Panjang adalah perubahan dari perilaku, keuntungan,
dan pelajaran yang terjadi sebagai sebuah hasil dari sebuah proyek atau
intervensi lainnya (OAK Foundation, 2010).
10
•	 Dampak adalah ‘perubahan lebih luas atau jangka panjang yang terjadi
sebagai hasil dari sebuah intervensi atau berbagai intervensi’ (OAK
Foundation, 2010).
•	 Evaluasi adalah ‘suatu penilaian yang dilakukan secara sistematis dan
seobyektif mungkin dalam perencanaan, implementasi, dan hasil, dari
sebuah proyek, program atau kebijakan yang sedang berjalan atau yang
telah selesai (OECD/DAC, 1991).
I.5 Prinsip Dasar
Prinsip-prinsip dasar digunakan sebagai kerangka acuan dalam proses
perencanaan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi Stranas PKTA ini.
Prinsip-prinsip ini harus tercermin dalam semua elemen program dan menjadi
panduan bagi implementasi dari Stranas PKTA di semua tingkatan.
I.5.1 Pendekatan Berbasis Hak Anak
Secara normatif, Stranas PKTA berpedoman pada standar internasional Hak
Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Anak, seperti yang tercantum dalam
Konvensi Hak Anak (KHA). Sedangkan secara operasional, Stranas PKTA
ditujukan sebagai upaya mempromosikan, melindungi, dan memenuhi HAM,
khususnya terkait anak korban kekerasan.
Konvensi Hak Anak (KHA) setidaknya mencakup 4 bentuk hak, yang telah diakui
Komisi PBB untuk Hak Anak sebagai prinsip umum yang perlu dipertimbangkan
dalam implementasi KHA dan di segala situasi menyangkut anak. Prinsip itu
termaktub dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak (Pasal 2) yang secara khusus dijabarkan sebagai berikut :
a.	 Kepentingan terbaik untuk anak
Semua tindakan yang menyangkut anak - baik yang dilakukan oleh
lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial milik pemerintah
atau swasta, lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif - perlu
menempatkan kepentingan terbaik untuk anak sebagai pertimbangan
utama (pasal 3 KHA). Hal ini termasuk semua tindakan yang dilakukan
untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan.
11
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
b.	 Partisipasi Anak
Negara harus menjamin agar anak memiliki hak untuk mengungkapkan
pandangannya secara bebas dalam segala hal yang mempengaruhi
dirinya, dan pandangan anak tersebut akan dipertimbangkan sesuai
dengan usia dan kematangan anak (Pasal 12 KHA). Untuk mencapai
tujuan ini, anak secara khusus harus diberikan kesempatan untuk
didengar dalam setiap proses peradilan dan administratif, baik secara
langsung, melalui perwakilan atau badan yang tepat, dengan cara yang
tepat yang didukung dengan prosedur hukum yang berlaku. Anak juga
harus didukung dalam mengungkapkan pandangannya, diantaranya
dengan menyediakan informasi yang sesuai dengan perkembangan usia
anak.
c.	 Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
Negara harus mengakui hak untuk hidup dan menjamin kelangsungan
hidup dan perkembangan anak, termasuk pengasuhan, kesehatan dan
pendidikan (Pasal 6 dan Pasal 27 KHA). Hal ini berarti bahwa negara
bertanggung jawab untuk mencegah kekerasan, karena hal itu mungkin
dapat membahayakan kelangsungan hidup dan perkembangan anak.
d. 	 Non-diskriminasi
Negara harus menghormati dan menjamin hak-hak anak yang diatur
dalam KHA di wilayahnya tanpa adanya diskriminasi terhadap anak,
orangtua atau walinya dalam bentuk apapun, terlepas dari ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, afiliasi politik, kewarganegaraan,
kemampuan fisik, status kelahiran atau lainnya (pasal 2 KHA). Secara
khusus, semua anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan
diberikan bantuan yang diperlukan dengan memastikan semaksimal
mungkin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
I.5.2 Kepemilikan Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini berarti lembaga pemerintah pusat dan daerah
yang berwenang. Sedangkan “Pemilik” untuk menggambarkan bahwa
lembaga tersebut perlu memegang penuh Stranas PKTA ini. Hal ini berarti
bahwa Pemerintah memegang teguh prinsip partisipasi, tanggung jawab
dan akuntabilitas dalam mendefinisikan tujuan, melaksanakan kegiatan dan
memenuhi target dari Stranas PKTA dan Rencana Aksi yang telah ditentukan.
12
I.5.3 Partisipasi Masyarakat
Pengembangan dan pelaksanaan program dan langkah-langkah pada Stranas
PKTA ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan
pemangku kepentingan lain, seperti akademisi, organisasi non-pemerintah,
anak, jaringan remaja dan pemuda. Para pemangku kepentingan ini
harus berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan pandangan serta
pendapatnya harus tercermin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi Stranas PKTA ini. Sektor swasta juga dapat memainkan peran
penting dalam mendorong perlindungan anak dari kekerasan. Hal ini dapat
dilakukan dengan bergabung dalam kampanye untuk mengubah norma
dan sikap yang menoleransi kekerasan terhadap anak; mendukung sasaran
kegiatan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR); melakukan kegiatan
percontohan; dan melaksanakan prinsip dan kebijakan yang mendukung hak
anak di tempat kerja.
I.5.4 Pendekatan multi-disiplin dan lintas-sektor
Kekerasan terhadap anak merupakan masalah yang kompleks, yang melibatkan
berbagai bidang dan kepentingan seperti kekerasan berbasis gender,
diskriminasi, kemiskinan, kejahatan yang terorganisir, dan ketenagakerjaan.
Strategi nasional PKTA yang efektif harus menjadikan kompleksitas ini sebagai
pertimbangan untuk mengatasi berbagai aspek kekerasan terhadap anak
secara bersamaan. Oleh karena itu, pemangku kepentingan perlu bekerja secara
multi-disiplin, dalam arti pengetahuan dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu
dan metode dapat digabungkan untuk mencegah dan memberantas kekerasan
terhadap anak (misalnya dalam aspek perangkat hukum, kurikulum pendidikan,
penelitian, dan bantuan psikologis). Sementara lintas-sektor berarti bahwa
intervensi harus dirancang dan dilaksanakan dengan metode kerjasama yang
melibatkan semua sektor termasuk masyarakat (antara lain: lembaga peradilan,
pendidikan, ketenagakerjaan, dan keluarga). Hal ini membutuhkan koordinasi
lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat sipil.
I.5.5 Berkelanjutan
Program dan sistem yang akan dibentuk dan dilaksanakan harus dapat
bertahan dalam jangka panjang dan dapat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi. Idealnya, tidak ada kondisi apapun (misalnya pendanaan) yang
dapat menghambat sistem/strategi yang telah dirancang dan disetujui.
13
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
I.5.6 Spesifik gender
Gender merupakan aspek penting yang harus diperhatikan, dengan
pertimbangan bahwa resiko dan konsekuensi yang dialami anak perempuan
dan laki-laki berbeda dalam kaitannya dengan kekerasan.
I.5.7 Pendekatan terpadu dan menyeluruh
Semua aspek dan komponen dari Stranas dan Rencana Aksi PKTA ini
berhubungan satu sama lain, dan merupakan satu rangkaian utuh yang
berperan sebagai kerangka pikir utama. Dalam konteks yang luas juga
merupakan bagian dari upaya mempromosikanhak anak.
I.5.8 Pendekatan berbasis bukti
Keahlian para pemangku kepentingan harus didukung dengan data/bukti
terbaik,dapatdiandalkan,dantersediabaikditingkatinternasional,dannasional
maupun melalui kajian akademis yang digunakan untuk mengidentifikasi
masalah, menyusun prioritas dan terkait dengan perancangan tujuan dan
kegiatan.
I.6 Keterkaitan dengan Kebijakan Lainnya
Dokumen Stranas PKTA ini dirancang dengan merujuk pada kebijakan lain
yang relevan dan berusaha memperkuat kaitannya dengan kebijakan yang
berlaku. Hal ini mengingat, kekerasan terhadap anak tidak terjadi dalam ruang
lingkup yang terpisah dengan tantangan lain yang mengancam keamanan dan
kesejahteraan anak, keluarga, dan masyarakat. Kebijakan-kebijakan dimaksud
adalah sebagai berikut:
1)	 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019
RPJMN 2015-2019 merupakan strategi pembangunan nasional dengan
jangka waktu menengah (5 tahun) yang disusun oleh Pemerintah
melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari
masyarakat sipil hingga sektor swasta. RPJMN 2015-2019 merupakan
wujud kerangka jangka menengah dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dengan demikian, ada 5 buah
RPJMN dalam RPJPN tersebut.
14
Dalam RPJMN 2015-2019, perlindungan anak merupakan salah satu dari
lima tantangan dalam penguatan sumber daya manusia. Indikator capaian
dari perlindungan anak ini adalah pengurangan jumlah kasus kekerasan
terhadap anak. Secara khusus, terkait perlindungan anak, RPJMN
menitikberatkan pada: 1) Tumbuh kembang anak, termasuk penguatan
partisipasi anak; 2) Meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan,
perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran; dan 3) Peningkatan
efektivitas dari perlindungan.
3)	 Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN PA) 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak adalah dokumen nasional
yang dirancang oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas sebagai tanggapan atas inisiatif Presiden untuk memperkuat
‘Gerakan Nasional Perlindungan Anak’. Dokumen RAN PA ini merujuk
pada RPJMN 2015-2019 dan RAN/inisiatif nasional lainnya.
Salah satu fokus perhatian dari RAN PA ini adalah kekerasan terhadap
anak. Untuk itu, RAN menitikberatkan pada upaya memperkuat
pencegahan kekerasan dan perlindungan anak oleh keluarga dan
mengimplementasikan kebijakan yang berlaku, terutama Instruksi
Presiden No. 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual
terhadap Anak.
5)	 Rencana Aksi Nasional Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
(RANKES AUSREM) 2015-2019
Dokumen RANKES AUSREM 2015-2019 merupakan kelanjutan dari
Strategi Nasional Kesehatan Remaja, yang diterbitkan pada tahun 2005.
RANKES ini berisi tujuan menyeluruh untuk mengintegrasikan inisiatif
nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan akan adanya strategi
kesehatan yang multi-sektoral bagi remaja. RANKES ini memusatkan
perhatian pada anak dan remaja usia 6-24 tahun. Kekerasan terhadap
anak merupakan salah satu fokus dari RANKES ini. Salah satu usaha
pencegahan yang dilakukan dalam RANKES ini adalah memberikan
pelayanan pendidikan kesehatan menyeluruh yang mencakup kekerasan
yang dialami anak dan remaja.
7)	 Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) 2015-2019
Rencana Aksi Nasional yang disusun oleh Kementerian Hukum dan HAM
ini menitikberatkan pada lima strategi dalam pemenuhan, promosi, dan
perlindungan HAM, antara lain: Pembentukan dan penguatan institusi
RAN HAM; persiapan pengesahan perangkat HAM internasional dan
penyusunan bahan/laporan implementasi perangkat HAM internasional
yang telah diratifikasi; harmonisasi rancangan dan evaluasi peraturan
15
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
perundang-undangan; pendidikan HAM; serta penerapan norma dan
standar HAM. Dokumen RAN HAM ini juga menyinggung pemenuhan
hak-hak anak, sehingga relevan untuk menjadi referensi bagi Stranas
PKTA ini.
8)	 Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan
dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) 2014-2019
Rencana Aksi Nasional ini disusun oleh Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan menitikberatkan pada
upaya perlindungan, termasuk diantaranya pencegahan dan penanganan
dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran HAM anak dan
perempuan; memberikan layanan kebutuhan dasar dan spesifik bagi anak
dan perempuan dalam penanganan konflik; serta penguatan hak asasi,
peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan partisipasi perempuan dan
anak dalam membangun perdamaian.
9)	 Rencana Aksi Nasional Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender dan Hak Anak melalui Forum Organisasi Keagamaan 2014-
2018
Rencana Aksi Nasional ini ditujukan untuk melibatkan organisasi
keagamaan dalam menjalankan kegiatan pengarusutamaan gender
dan hak anak ke seluruh Indonesia baik di tingkat provinsi, kabupaten/
kota, kecamatan, dan desa/kampung sampai tingkat keluarga. Selain
itu, RAN ini juga memberikan pedoman bagi organisasi-organisasi
keagamaan dalam menyusun kegiatan untuk percepatan pelaksanaan
pengarusutamaan gender dan hak anak yang disesuaikan dengan kondisi,
situasi, kebutuhan, dan kemampuannya.
16
17
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Bab 2
Kekerasan terhadap Anak di
Indonesia
Hasil Survei Kekerasan terhadap Anak (SKTA) Tahun 2013 yang dilakukan oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerjasama
dengan Kementerian Sosial, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas pada dua kelompok umur yaitu 18-24 tahun dan 13-17
tahun, menunjukkan pada anak kelompok umur 18-24 tahun ditemukan 1
dari 2 anak laki-laki dan 1 dari 6 anak perempuan setidaknya mengalami
salah satu jenis kekerasan; baik kekerasan seksual, fisik atau emosional
sebelum mereka berumur 18 tahun, dan pada kelompok umur 13-17 tahun
menunjukkan jumlah anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual/fisik/
emosional, sebesar 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan
mengalami kekerasan seksual/fisik/ emosional dalam 12 bulan tahun terakhir
(KPPPA, 2013). Jumlah laporan kasus kekerasan anak hingga April 2015
mencapai 6.006 kasus. Meningkat signifikan dari tahun 2010 yang hanya 171
kasus; 2011 sejumlah 2.179 kasus ; 2012 sejumlah 3.512 kasus; 2013 sejumlah
4.311 kasus, dan 2014 sebanyak 5.066 kasus (KPAI, 2015).
Data diatas memperlihatkan gambaran umum situasi kekerasan terhadap anak
di Indonesia. Secara lebih analitis, bagian situasi analisis ini disusun berdasarkan
studi tinjauan pustaka mengenai Kekerasan terhadap Anak yang dilakukan oleh
KPP-PA dan UNICEF (UNICEF Indonesia, 2015). Tujuan dari analisis ini adalah
untuk mendefinisikan masalah dan mengatasinya, termasuk mengidentifikasi
tujuan strategis dan tujuan khusus dari Stranas PKTA. Analisis juga dimaksudkan
untuk mengetahui bidang-bidang terkait kekerasan terhadap anak di Indonesia
yang informasi/pengetahuannya minim sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
Dalam hal ini, data yang tersedia dapat disajikan sebagai bahan awal (baseline)
dalam rangka memantau pencapaian dan dampak yang dihasilkan oleh Stranas
dan Rencana Aksi PKTA terkait.
18
II.1 PerangkatHukum
Pemerintah telah menerbitkan perangkat hukum dan kebijakan yang cukup
progresif serta meratifikasi berbagai perjanjian internasional terkait hak anak.
Berikut ini adalah daftar perangkat hukum yang diadopsi dalam dua setengah
dekade terakhir. Daftar ini berdasarkan tinjauan regional terkait legislasi dan
kebijakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan UNICEF di tahun 2015
(Coram Children’s Legal Center, 2015).
Tahun Kebijakan
1990-1995 •	 Ratifikasi Konvensi Hak Anak PBB di tahun 1990
1996-2000 •	 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
2001-2005 •	 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
•	 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
•	 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan terhadap Rumah Tangga
2006-2010 •	 Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan RI
•	 Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
•	 Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
•	 Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis
•	 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2008 tentang Wajib
Belajar
•	 Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi
2011-2015 •	 Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
•	 Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di tahun
2011
•	 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Anak
•	 Undang-Undang No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial
•	 Undang-Undang No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan
•	 Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak tentang
Keterlibatan Anak di Konflik Bersenjata di tahun 2012
•	 Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak tentang
Perdagangan Anak., Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak di
tahun 2012
19
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Tahun Kebijakan
•	 Ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Hak-Hak
Tenaga Kerja Migran dan Keluarganya di tahun 2012
•	 Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak (Revisi terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak
No. 23 tahun 2002)
Meski demikian, terdapat beberapa bidang yang belum tercakup dan belum
lengkapnya penerjemahan kewajiban internasional ke dalam peraturan
perundang-undanganyang berlaku. Bidang-bidang dimaksud antara lain:
minimnya pelarangan penuh hukuman korporal/fisik di semua latar terjadinya
kekerasan; terbatasnya cakupan definisi resmidari ‘kekerasan emosional’ dan
‘penelantaran’, serta ‘inses’ dan ‘perkosaan’; ketentuan terkait usia perkawinan;
dan minimnya ketentuan yang jelas yang menyatakan bahwa anak yang
terlibat dalam segala bentuk eksploitasi seksual seharusnya selalu diperlakukan
sebagai korban (UNICEF Indonesia, 2015).
II.2 Kekerasan di Rumah
Anak menghadapi resiko kekerasan fisik, emosional, seksual di rumah maupun
di luar rumah. Hukuman korporal/fisik sering digunakan sebagai upaya
mendisiplinkan anak di keluarga. Data menunjukkan bahwa 26 persen anak
menjadi korban dari hukuman fisik (BPS, 2014). Orangtua berperan sebagai
pelaku utama dan yang paling sering melakukan kekerasan terhadap anak di
rumah. Secara khusus, anak yang tinggal dalam ‘keluarga yang rusak’ (‘broken
home’) atau anak diinstitusi (termasuk didalamnya panti asuhan) memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan fisik, emosional, dan pengabaian
(PUSKAPA UI, 2014).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dengan sampel
10.760 anak berusia 10-18 tahun di empat provinsi (Aceh, Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Timur, dan Papua) menemukan bahwa kekerasan seksual terjadi di
seluruh konteks, termasuk di rumah dan dalam bentuk kontak fisik maupun
non-kontak fisik. Persentasenya bervariasi antar daerah, misalnya di Kabupaten
Jayawijaya, 23 persen anak melaporkan mengalami kekerasan seksual,
sedangkan di Jayapura, Provinsi Papua hanya 14 persen. Sementara itu, jumlah
kasus kekerasan seksual relatif rendah di Banda Aceh 2 persen), Provinsi Aceh
sebesar 5 persen (Universitas Indonesia, 2009).
Hubungan sebab-akibat antara kekerasan di rumah dan meningkatnya
kekerasan yang dialami telah diketahui. Anak yang menjadi korban atau
20
menyaksikan terjadinya kekerasan dirumah beresiko tinggi menjadi pelaku
kekerasan di kemudian hari (Abrahams et. al., 2014).
II.3 Kekerasan di Sekolah
Sekolah juga sering menjadi tempat terjadinya kekerasan terhadap anak, dan
biasanya dilakukan oleh sesama siswa. Kekerasan emosional (terutama dalam
bentuk penggunaan bahasa yang melecehkan/mengejek) adalah bentuk yang
paling sering dilaporkan, diikuti oleh kekerasan fisik. Menurut sebuah studi yang
dilakukan International Center for Research on Women dan Plan International
kepada 1.739 siswa berusia 12-15 tahun, 84 persen siswa menyatakan pernah
mengalami bentuk kekerasan di sekolah, dan 75 persen mengaku pernah
melakukannya dalam 6 bulan terakhir (ICRW, 2015). Selain itu, 60 persen siswa
laki-laki dan 40 persen siswi perempuan berusia 12-15 tahun diketahui menjadi
pelaku kekerasan emosional terhadap siswa lainnya. Anak merupakan korban
dari kekerasan seksual di sekolah, termasuk diantaranya dipeluk secara paksa
atau disentuh secara tidak senonoh oleh gurunya. Meski demikian, hampir 80
persen korban melaporkan bahwa pelakunya merupakan siswa laki-laki dari
sekolah yang sama (ICRW, 2015).
Studi lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan (2013) menunjukkan bahwa kekerasan
fisik menjadi bentuk paling umum dari segala bentuk kekerasan yang dialami
anak di sekolah, yang dilakukan paling banyak oleh sesama siswa. Pelaku
lainnya adalah guru (Horn, 2011). The Global School-based Health Survey,
sebuah survei global yang dilakukan pada tahun 2007 juga mencatat 45 persen
anak Indonesia mengalami kekerasan fisik oleh sesama siswa di sekolah, yang
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan persentase kekerasan tertinggi
di dunia (Kementerian Kesehatan, 2007).
II.4 Kekerasan di Masyarakat/Ruang Publik
Di tengah masyarakat/ruang publik, anak menjadi pihak yang beresiko dan
korban dari berbagai bentuk kekerasan. Anak diperdagangkan dan dieksploitasi
di sektor-sektor tertentu (anak laki-laki cenderung bekerja di sektor pertanian
dan perkebunan, sedangkan anak perempuan di sektor rumah tangga dan
eksploitasi seksual). Ketika diperdagangkan, anak mengalami beragam bentuk
kekerasan fisik, emosional, dan seksual (Lyneham dan Larsen, 2013). Perburuhan
anak dan eksploitasi anak tercatat meningkat di Indonesia menurut berbagai
studi, bahkan terjadi sejak usia 10 tahun. Meskipun demikian, hal ini belum
21
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
jelas menggambarkan apakah hal ini terjadi karena adanya kecenderungan
pelaporan/dokumentasi yang semakin meningkat atau karena jumlah kasusnya
meningkat (Lyneham dan Larsen, 2013). Anak jalanan menjadi kelompok yang
beresiko dan membutuhkan perlindungan khusus, yang jumlahnya terus
meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Anak yang mengalami masalah
hukum juga merupakan kelompok yang mengalami pengabaian hak-haknya
terhadap perlindungan dari kekerasan secara terus menerus, baik yang
dilakukan oleh tahanan dewasa maupun petugas kepolisian.
II.5 Hubungandengan Pelaku
•	 Orangtua
Selain menjadi pelaku kekerasan terhadap anak (Horn, 2011), dalam
berbagai kesempatan orangtua juga gagal melindungi anaknya dari
kekerasan yang dilakukan pihak lain, baik karena mengabaikannya
(contohnya melalui kekerasan yang terjadi di sekolah) atau menyalahkan
anak (dalam kasus ayah yang menyalahkan anak perempuan karena
mengalami pelecehan seksual) (ICRW, 2015).
•	 Teman Sebaya
Teman sebaya tercatat sebagai salah satu pelaku utama dari kekerasan
terhadap anak (ICRW, 2015). Secara khusus, remaja yang ditindas (di-
bully) dianggap sebagai kelompok yang memerlukan perhatian khusus.
Sebuah studi mencatat bahwa rata-rata 67 persen siswa (73 persen
laki-laki dan 62 persen perempuan) dari kelas 5 SD hingga kelas 8 SMP
melaporkan pernah melakukan kekerasan di sekolah dalam 6 bulan
terakhir. Bentuk paling umumnya adalah kekerasan emosional. Anak
korban kekerasan umumnya tidak mencari bantuan kepada teman yang
lain, yang menunjukkan minimnya reaksi saksi mata ketika kekerasan
terjadi (ICRW, 2015).
•	 Guru/Petugas di Sekolah
Dua studi yang dilakukan oleh ICRW dan Plan International menunjukkan
45 persen laki-laki dan 22 persen perempuan yang terlibat dalam studi
menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku
kekerasan fisik di sekolah. Secara spesifik, 27 persen laki-laki dan 17
persen perempuan mengaku guru atau petugas sekolah yang melakukan
kekerasan fisik tersebut (ICRW, 2015).
22
II.6 Faktor Pelindung dan Resiko Kekerasan
Gender menjadi variabel penting yang mempengaruhi bentuk kekerasan yang
dialami anak, seperti halnya latar dan jumlah terjadinya kekerasan. Ketika
diskriminasi gender dapat menyebabkan kekerasan terhadap anak perempuan
(terutama di rumah, dalam perkawinan dan dengan orang dekat lainnya), anak
laki-laki juga menjadi korban kekerasan (contohnya, mengalami kekerasan dari
teman sebaya dalam bentuk fisik dan diejek di sekolah, dan di tempat bekerja)
(UNICEF, 2012). Variabel lain yang mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap
anak diantaranya disabilitas dan status minoritas etnis – banyak disebut dalam
berbagai laporan namun tidak tercatat secara sistematis (Horn, 2011).
Studi pustaka yang dilakukan menemukan beragam faktor yang mendorong
anak mengalami kekerasan, baik di tingkatan individu, keluarga, dan
masyarakat, maupun dalam konteks sosial-ekonomi dan politik yang lebih luas.
Beberapa faktor tercatat mendorong berbagai bentuk kekerasan, termasuk
diantaranya kemiskinan, kesulitan ekonomi, pengangguran, urbanisasi,
rendahnya pendidikan, dan budaya. Sedangkan hal lain yang secara khusus
mempengaruhi bentuk dan latar kekerasan (misalnya, sejarah kekerasan fisik
maupun seksual pada masa kecil dan perilaku gender yang tidak seimbang yang
memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, atau penerimaan umum
akan bentuk kekerasan “ringan” yang mendukung hukuman fisik). Aspek-aspek
ini dan hal lain yang terkait telah dieksplorasi secara mendalam dalam tinjauan
ini. Beberapa faktor yang mendukung anak untuk terhindar dari kekerasan juga
tercantum pada literatur yang dianalisis (UNICEF Indonesia, 2015).
Secara umum, data tentang jumlah kasus kekerasan terhadap anak, faktor
pemicu dan pelaku kekerasan masih jauh dari memadai. Hal ini menyiratkan
adanya kebutuhan untuk mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara
sistematis terkait jumlah kasus, faktor pemicu, dan pelakunya, termasuk akibat
dari kekerasan terhadap anak. Penelitian lebih lanjut diperlukan, khususnya
terkait:
•	 Hubungan antara keterpaparan terhadap kekerasan pada anak dan
kemungkinan menjadi pelaku di kemudian hari, yang menyiratkan bahwa
siklus kekerasan terjadi lintas generasi;
•	 Peran yang berbeda yang dimainkan oleh ayah dan ibu – baik sebagai
pelaku kekerasan dan melindungi anak dari kekerasan, khususnya pada
masa kanak-kanak. Hal ini belum tercakup dalam kepustakaan yang dikaji;
•	 Peran saudara dan anggota keluarga dalam mencegah, namun juga
melakukan kekerasan di rumah, sekolah, dan masyarakat;
23
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
•	 Analisis mendalam perlu dilakukan terkait kekerasan dalam hubungan
intim (pacaran/menikah) pada remaja dan anak, mengingat tinggnya
jumlah perkawinan anak di Indonesia;
•	 Kekerasan seksual yang dialami laki-laki, jumlah kasusnya, faktor-faktor
pendorong dan pelakunya; dan
•	 Faktor pendukung yang melindungi anak dari kekerasan, dan bagaimana
faktor-faktor tersebut dapat diperkuat (UNICEF Indonesia, 2015).
24
25
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Bab 3
Arah Strategi dan Tujuan
Bagian ini menyajikan langkah-langkah yang dirancang untuk mengatasi
tantangan yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan dan sasaran yang
diidentifikasi berdasarkan pada hasil dari analisis latar belakang dan hasil
konsultasi yang telah dilakukan. Hasil tersebut kemudian dirumuskan sesuai
dengan prinsip-prinsip yang mendasari Stranas PKTA.
III.1 Tujuan Utama
Tujuan utama dari Stranas PKTA ini adalah:
“Semua anak di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
berdasarkan potensinya masing-masing dan bebas dari segala bentuk
kekerasan, termasuk pengabaian dan eksploitasi.”
Tujuan ini sejalan dengan sasaran dalam RPJMN 2015-2019, yang
menitikberatkan pada upaya menyediakan sistem perlindungan dari berbagai
tindak kekerasan dan perlakuan salah lainnya dengan mengoptimalkan upaya
pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi terhadap anak, perempuan, dan
kelompok marjinal. Adapun indikator yang digunakan dalam pengukuran
sasaran ini adalah menurunnya angka jumlah kasus kekerasan yang dialami
anak yang akan ditunjukkan melalui beragam survei yang akan dilakukan
selama kurun waktu 2016-2020.
III.2 Strategi
Stranas PKTA ini terdiri dari enam strategi, yaitu :
1.	 Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala
bentuk kekerasan
26
2.	 Perubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima,
membenarkan, atau mengabaikan kekerasan
3.	 Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih
sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anak untuk
mencegah kekerasan
4.	 Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam
mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar untuk anak
5. 	 Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk
korban kekerasan dan anak pelaku, serta anak dalam resiko
6.	 Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang kekerasan
terhadap anak
Keenam strategi ini bermuara pada dua tujuan utama untuk:
1.	 Mencegah kekerasan terhadap anak - termasuk segala tindakan yang
dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan
2.	 Menanggapi kekerasan - mengacu pada langkah-langkah yang
dilakukan untuk mengidentifikasi, menolong, dan melindungi anak yang
menjadi korban kekerasan termasuk akses terhadap keadilan bagi korban
dan pelaku.
Strategi 1 : Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari
segala bentuk kekerasan
Tujuan Khusus 1: Pada tahun 2020, perangkat hukum dan kebijakan
tersedia untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap
anak di semua latar terjadinya kekerasan; sejalan dengan komitmen
Pemerintah terhadap konvensi dan protokol internasional.
Penerapan kebijakan dan legislasi yang mendukung penghapusan kekerasan
terhadap anak memberi pesan yang kuat kepada masyarakat tentang
pentingnya melindungi anak dari segala bentuk kekerasan. Sebuah studi di
tingkat ASEAN pada tahun 2015 menyatakan bahwa dari seluruh perangkat
hukum dan kebijakan di Indonesia, hanya 42 persen yang sesuai dengan
standar HAM internasional (CORAM, 2015). Lima tahun ke depan akan menjadi
kesempatan untuk menyelesaikan perangkat hukum dan kebijakan untuk
melindungi anak dari kekerasan secara lebih efektif.
27
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Beberapa tantangan terkait peraturan perundang-undangan yang harus
diatasi antara lain:; minimnya pengaturan mengenai pelarangan hukuman
fisik terhadap anak; terbatasnya cakupan definisi hukum/resmi dari “kekerasan
emosional’, ‘penelantaran’, serta ‘perkosaan’; pemberlakuan diskriminatif
terhadap usia minimal perempuan menikah; minimnya perangkat hukum yang
menempatkan anak yang terlibat dalam eksploitasi seksual sebagai korban.
Sosialisasi terhadap kebijakan dan peraturan perundang-undangan juga
diperlukan sebagai upaya untuk membekali masyarakat dengan informasi
terkait aspek hukum dari kekerasan terhadap anak. Selain itu, penegakan
hukum menjadi catatan khusus dalam pelaksanaan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Strategi 2 : Perubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima,
membenarkan atau mengabaikan kekerasan
Tujuan Khusus 2: Pada tahun 2020, anak, pengasuh dan tokoh
masyarakat menyadari hak anak atas perlindungan dari segala bentuk
kekerasan dan cara mencegah kekerasan.
Individu dan masyarakat yang mematuhi norma-norma sosial yang membatasi
dan berbahaya cenderung lebih memungkinkan untuk melakukan kekerasan
fisik, seksual dan emosional terhadap pasangannya dan anak-anak (Hillis et.
al., 2015). Oleh karena itu, penghapusan kekerasan terhadap anak memerlukan
perubahan besar terhadap apa yang masyarakat anggap sebagai perilaku yang
dapat diterima.
Strategi ini memprioritaskan program-program yang melibatkan semua sektor
masyarakat menuju perubahan dimaksud. Program-program yang diusulkan
mencakup:
•	 Program yang ditujukan kepada kelompok kecil yang menitikberatkan
pada perubahan cara pandang dan praktik terhadap norma-norma
yang mendukung kekerasan anak, seperti pelibatan tokoh masyarakat
untuk menghentikan/membentuk ulang praktik sosial yang menoleransi
tindakan kekerasan.
•	 Program pemberdayaan masyarakat untuk mencegah kekerasan melalui
peningkatan kemampuan dalam menanggapi perilaku seseorang yang
menempatkan pihak lain dalam resiko kekerasan; dan menentukan tahap-
tahap untuk menanganinya.
28
•	 Program mobilisasi masyarakat untuk mengubah norma sosial dan
perilaku melalui kampanye, pelatihan, penyuluhan, dan advokasi ke
daerah.
Berbagai studi membuktikan bahwa program yang efektif untuk menangani
kekerasan terhadap anak – khususnya kekerasan berbasis gender – adalah
kegiatan yang bersifat partisipatoris, lintas sektor, dan mendukung sikap yang
anti-kekerasan (Ellsberg et. al, 2014).
Strategi 3: Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan
penuh kasih sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anak
untuk mencegah kekerasan
Tujuan Khusus 3: Pada tahun 2020, pengasuh menyadari pentingnya
upaya tumbuh kembang anak yang positif termasuk pemenuhan hak
anak atas perlindungan dari kekerasan, cara mengidentifikasi kekerasan
dan melaporkan kasus serta cara membesarkan anak dalam lingkungan
yang aman dan anti-kekerasan.
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa orangtua yang mendukung hubungan
yang aman dan penuh kasih sayang secara signifikan dapat mengurangi resiko
anak menjadi korban kekerasan (Hillis et. al., 2015). Dampak positif ditunjukkan
dengan berkurangnya keterpaparan anak dalam penindasan, penyalahgunaan,
kekerasan fisik, seksual dan emosional, dan menderita karena jadi korban
(viktimisasi) oleh teman sebaya.
Program yang diusulkan meliputi program yang mendorong upaya
mendisiplinkan anak tanpa-kekerasan, mendorong komunikasi dan interaksi
yang positif antara pengasuh-anak, dan dengan menyediakan keahlian bagi
orangtua untuk secara lebih baik melindungi anak-anaknya dari kekerasan.
Strategi 4: Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak
dalam mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar anak
Tujuan Khusus 4: Pada tahun 2020, anak-anak terlindungi dari kekerasan
sebagai hasil dari meningkatnya kapasitas dalam melindungi diri dan
berperilaku sehat sebagai upaya untuk mengembangkan hubungan
yang positif dan tanpa-kekerasan terhadap teman sebayanya.
29
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Pendidikan keterampilan hidup dapat membantu anak melindungi diri
dan bersikap ketika mengalami kekerasan. Keterampilan hidup dimaksud
mencakup pengembangan kepercayaan diri anak, kemampuan berpikir kritis,
pembekalan mengenai pola hubungan yang sehat, komunikasi yang efektif,
serta pengetahuan terhadap layanan yang dapat diakses ketika mengalami
kekerasan, dan pemberdayaan ekonomi untuk remaja.
Program yang diusulkan mencakup: program yang memberikan anak
pengetahuan dan kemampuan dalam mengendalikan emosi, sikap pro-sosial
(termasukkerjasama,menghargai,dukunganterhadapsesama,danmenghargai
keberagaman), pengetahuan terhadap kesehatan seksual dan reproduksi
yang komprehensif termasuk perencanaan keluarga, keahlian berkomunikasi
dan membuat keputusan, menyusun cita-cita dan tujuan hidup, mencegah
penindasan (bullying), dan teknik lainnya dalam mencegah kekerasan.
Berbagai studi global juga memperlihatkan pentingnya menyelesaikan sekolah
menengah sebagai upaya prioritas dalam mencegah perkawinan anak dan
kekerasan dalam hubungan antar remaja (Malhotra et. al., 2011).
Strategi 5: Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan
berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam resiko
Tujuan Khusus 5: Pada akhir tahun 2020, anak yang menjadi korban,
pelaku kekerasan, atau yang beresiko terhadap kekerasan, mendapatkan
akses terhadap layanan kesehatan, peradilan, dan kesejahteraan sosial
yang bermutu, gratis, terjangkau dan peka terhadap usia dan jenis
kelamin anak, serta sesuai dengan standar pelayanan minimal yang
disepakati.
Upaya untuk mengurangi kekerasan harus diprioritaskan pada penanganan
dan dukungan yang komprehensif yang berpusat pada kebutuhan anak.
Karena itu, menyediakan layanan konseling; dukungan teman sebaya atau
kelompok masyarakat terhadap korban; pelayanan kesehatan yang memadai;
dan informasi bantuan hukum, merupakan upaya penting dalam mencegah
tindakan kekerasan dan mengatasi dampak dari kekerasan yang dialami anak
(Task Force on Community Preventive Services, 2008).
30
Program-program yang diusulkan mencakup:
•	 Penguatan program bantuan untuk kesejahteraan anak (dana bantuan)
dengan menyertakan bantuan pemeriksaan kesehatan anak, prestasi
belajar anak, serta pelatihan pengasuhan.
•	 Bantuan pinjaman kepada keluarga miskin untuk meningkatkan
penghasilan digabungkan dengan pelatihan kesetaraan gender dan
pengasuhan.
•	 Pelayanan konseling, untuk membantu korban kekerasan dalam
membangun kemampuan menangani kekerasan dan mengubah cara
pandang terhadap kekerasan yang dialami.
•	 Kombinasi layanan pemilahan (screening) kasus dengan intervensi rujukan
ke layanan terkait
•	 Kelompok yang memberi dukungan emosional dan praktis terhadap anak
korban atau anak beresiko dilakukan oleh tenaga profesional, pekerja
sosial, dan teman sebaya.
•	 Advokasi kasus untuk membantu korban mendapatkan dukungan
masyarakat untuk memulihkan/memperbaiki situasi diri (termasuk
penyediaan rumah aman/singgah, dukungan keluarga asuh, akses kepada
pekerjaan, bantuan hukum, pendidikan, pelatihan kemampuan bekerja,
pengasuhan anak, perawatan kesehatan, bantuan materiil, dan dukungan
keuangan).
Stategi 6: Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang
kekerasan terhadap anak
Tujuan Khusus 6: Pada tahun 2020, data terkait kekerasan terhadap
anak dihasilkan secara berkala, termasuk data epidemiologi serta
pengelolaan data kasus melalui pembentukan sistem pengawasan
perlindungan anak secara terpadu.
Sebuah studi yang dilakukan Columbia University, AS (2011) menemukan
fakta mengenai minimnya informasi yang akurat mengenai hal-hal terkait
pengasuhan dan perlindungan anak di Indonesia, termasuk besaran masalah,
analisis sebab-akibat, dan dampak terhadap respon program yang dilakukan.
Selain itu, tidak ada penentuan prioritas pengambilan data, riset, prosedur,
atau metode dalam sistem pengumpulan data bersama. 
31
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Upaya menyusun program yang efektif untuk menangani kekerasan terhadap
anak harus didasari oleh bukti yang kuat. Berbagai studi menunjukkan bahwa
data surveilans dan tinjauan evaluasi terbukti efektif dalam upaya memahami
masalah dan merencanakan aksi, mengimplementasikan dan menilai dampak
dari intervensi dalam menangani kekerasan terhadap anak (Hillis et. al, 2015).
Prioritas akan diberikan pada pembentukan mekanisme untuk pengumpulan
data yang komprehensif mengenai terjadinya kekerasan terhadap anak. Selain
itu juga akan diteliti aspek-aspek khusus dan bentuk-bentuk kekerasan, faktor
pemicu dan faktor pelindung melalui riset atau survei secara lebih mendalam.
32
33
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Bab 4
Mekanisme Pelaksanaan dan
Evaluasi Pelaporan
IV.1. Mekanisme Pelaksanaan
Stranas PKTA 2016-2020 memberi mandat kepada Kementerian/Lembaga
serta kelompok masyarakat sebagai pelaksana program dari enam strategi
dimaksud. Secara spesifik, pelaksanaan Stranas PKTA ini akan dikoordinasikan
oleh 3 (tiga) Kementerian yaitu:
•	 Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(KemenkoPMK): Melakukan fungsi koordinasi dalam tahapan
penyusunan aksi spesifik tahunan bersama Kementerian/Lembaga dan
kelompok masyarakat.
•	 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA): Melakukan pemantauan, evaluasi, sosialisasi, advokasi, dan
bimbingan teknis kepada Kementerian/Lembaga serta organisasi
masyarakat pelaksana Stranas baik di tingkat nasional maupun daerah.
•	 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas:
Menyusun rancangan perencanaan dan penganggaran serta membantu
proses evaluasi implementasi Stranas PKTA 2016-2020.
Mekanisme koordinasi yang dilakukan KemenkoPMK dilakukan secara
periodik dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang memiliki
tugas, pokok, fungsi, terkait perlindungan anak. Secara berkala, setiap tahun,
koordinasi dilakukan dalam tiga tahap:
•	 RapatKoordinasi 1, yakni pertemuan koordinasi penyusunan rencana aksi
tahunan yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana
Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga, dan/atau dokumen perencanaan
tahunan instansi terkait. Pertemuan ini pada dasarnya dapat membahas:
34
	Penentuan prioritas isu dan/atau program tahunan
	Penentuan peran dan fungsi kerja Kementerian/Lembaga pelaksana
program tahunan
	Penentuan mekanisme kerjasama antar-sektor
	Pembahasan pendanaan program prioritas
	Pembahasan mengenai rencana pertemuan koordinasi dua tahunan.
	Agenda pembahasan lainnya yang disepakati.
•	 RapatKoordinasi 2, yakni pertemuan koordinasi pelaksanaan rencana
aksi yang sebelumnya sudah ditentukan dalam Rapat Koordinasi 1 dan
dituangkan dalam dokumen rencana aksi tahunan. Rapat Koordinasi
2 ini dapat bersifat tematik/umum sesuai kebutuhan. Secara umum,
pertemuan koordinasi ini dapat membahas hal-hal seputar:
	Pelaporan pelaksanaan tugas masing-masing Kementerian/Lembaga
terkait, termasuk diantaranya pencapaian, hambatan, serta peluang
perbaikan pelaksanaan program
	Pemberian masukan terhadap pelaksanaan program masing-masing
Kementerian/Lembaga
	Penentuan langkah kerja berikutnya dalam pelaksanaan program
	Agenda pembahasan lainnya yang disepakati.
•	 RapatKoordinasi 3, yakni pertemuan koordinasi evaluasi tahunan
pelaksanaaan Stranas. Secara garis besar, pertemuan ini akan
membahas hasil pemantauan dan evaluasi tahunan pelaksanaan strategi
berdasarkan pemantauan dari Kementerian PPN/Bappenas, KPPPA,
dan KemenkoPMK sebagai masukan bagi pelaksanaan tahun berikutnya.
Hasil evaluasi tahunan akan disusun oleh tiga kementerian terkait, yaitu:
KPPPA, Bappenas dan Kemenko PMK.
Adapun rancangan kerangka waktu tahunan pelaksanaan tiga fase koordinasi
ini antara lain:
Kuartal 1:
Januari-Maret
Kuartal 2:
April-Oktober
Kuartal 3:
November-Desember
RapatKoordinasi 1 •	 Rapat Koordinasi 2
•	 Proses pemantauan
dan evaluasi
Rapat Koordinasi 3
35
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Kelompok kerja tematik dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan khusus
atas hasil dari pertemuan koordinasi yang dilakukan. Mekanisme koordinasi
ke daerah dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga pelaksana
terkait. Mekanisme ini juga dapat direplikasi di tingkat provinsi.
IV. 2. .Evaluasi dan Pelaporan
Proses pemantauan dan evaluasi akan diatur selanjutnyasesuai dengan
peraturan yang berlaku dan selaras dengan sistem pemantauandan evaluasi
yang dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan. Mengingat
indikator yang digunakan dalam setiap strategi mengacu pada indikator dalam
RPJMN 2015-2019, maka pelaksanaan proses pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan akan berada dibawah koordinasi Kementerian PPN/Bappenas,
bekerjasama dengan KPPPA dan KemenkoPMK. Prosedur yang digunakan
dalam mengevaluasi mengikuti standar dan prosedur pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi RPJMN 2015-2019.
36
37
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Daftar Pustaka
Abrahams, N., Devries, K., Watts, C. Pallitto, C. Petzold, M., Shamu, S. &
Garcia-Moreno, C. 2014. Worldwide prevalence of non-partner sexual violence:
a systematic review. The Lancet, 383, 1648-1654
ASEAN Regional Plan of Action of Elimination on Violence against
Children (ASEAN RPA on EVAC), First Draft as of 15 May, 2015
Australian Governments, Department of Social Services, Second Action
Plan 2013-2016 - Moving Ahead - f the National Plan to Reduce Violence
aagainst Women and their Children 2010-2022
BPS. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS
BPS. 2014. The selected districts of Papua Province multiple indicator
cluster survey 2011. Jakarta: BPS
Committee on the Rights of the Child (CRC). 2011. General Comment
No. 13: the right of the child to freedom from all forms of violence (para. 20-
26). Geneva, Switzerland: Committee on the Rights of the Child.
Coram Children’s Legal Center, 2015. Legal protection from violence:
Analysis of domestic laws relating to violence against children
in ASEAN States. Bangkok: Thailand
Council of Europe. 2009.Policy guidelines on integrated national strategies
for the protection of children from violence.
ECPAT International, Guide for National Planning: To Prevent, Stop and
Redress Violations of Commercial Sexual Exploitation of Children, 2009
Ellsberg, M., Arango, D. J., Morton, M., Gennari, F., Kiplesund, S., Contreras,
M., Watts, C. 2014. Prevention of violence against women and girls: what does
evidence say? The lancet November 21, 2014
Garicia-Moreno C., Jansen H., Ellsberg M., Heise L., Watts C. WHO multi-
country study on women’s health and domestic violence against women initial
results on prevalence, health outcomes and women’s responses. Geneva:
Switzerland.
38
Hillis SD, Mercy JA, Saul J, Gleckel J, Abad N, Kress H. 2015. THRIVES:
A Global Technical Package to Prevent Violence Against Chilren. Atlanta, GA:
Centers for Disease Control and Prevention
ICMPD, Regional Best Practice Guidelines for the Development and
Implementation of a Comprehensive National Anti-trafficking Response, 2007
ILO 1999. ILO Convention concerning the Prohibition and Immediate
Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour No.182.
Inter-Parliamentary Union, UNICEF, Eliminating Violence against
Children. Handbook for Parliamentarians N° 13 – 2007, 2007
International Center for Research on Women & Plan International
(ICRW). 2015. Are schools safe and gender equal spaces? Findings from a
baseline study of school related gender-based violence in five countries in Asia.
ICRW
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
KPPPA, Kemensos, Bappenas. 2013. Survei Kekerasan terhadap Anak,
belum diterbitkan.
Krug E.G., Mercy J.A., Dahlberg L.L., Zwi A.B. 2002. World report on
violence and health. Geneva: Switzerland
Lyneham, S. & Larsen, J. J.2013. Exploitation of Indonesian trafficked
men, women and children and implcations for support, Trends and Issues in
Crime and Criminal Justice, 450, 1-7
Malhotra, A., Warner, A., McGonagle, A., Lee-Rife, S. 2011. Solutions to
End Child Marriage. What the Evidence Shows, 2011 International Center for
Research on Women
Norwegian Ministry of Children, Equality and Social Inclusion, Strategy.
Childhood comes but once. National strategy to combat violence and sexual
abuse against children and youth (2014-2017)
OAK Foundation. 2010. Simplifying the language of Project Design
Monitoring & Evaluation (DM&E). OAK Foundation
Paulo Sérgio Pinheiro. 2007. United Nations Secretary-General’s Study
on Violence against Children
39
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
No. 2 tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan terhadap Anak 2010-2014
Rancangan, Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas RI
Task Force on Community Preventive Services. 2008. “Recommendations
to reduce psychological harm from traumatic events among children and
adolescents” American Journal of Preventative Medicine 35 (3): 314-6
Rancangan, Rencana Aksi Nasional Kesehatan Anak Usia Sekolah dan
Remaja 2015-2019, Kementerian Kesehatan RI, belum diterbitkan
United Nations Special Representative of the Secretary-General on
Violence Against Children’s Office, Guidance for Developing Comprehensive
National Action Plans to Prevent and Respond to Violence Against Children,
Draft
UN WOMEN, Handbook for National Action Plans on Violence Against
Women, 2012
UNICEF. 2015. Overview of Violence Affecting Children in Indonesia. A
Preliminary Literature Review. belum diterbitkan
UNICEF. 2012 Child maltreatment: Prevalence, incidence and
consequences in the East Asia and Pacific region. Bangkok: UNICEF
UNICEF. 2014. Hidden in Plain Sight: A Statistical Analysis of Violence
against Children. New York City: UNICEF.
United Nations Committee on the Rights of the Child, General Comment
No. 13 (2011). The right of the child to freedom from all forms of violence
WHO, UNODC, UNDP. 2014. Global Status Report on Violence Prevention
2014
Online
KPAI. 2015. Dikutip dalam laman resmi KPAI: http://www.kpai.go.id/
berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/, diakses
6 November 2015 pukul 18.00 WIB
40
Kompas Online, 2015. Salah satu artikel dapat dilihat di Tempo Online:
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/27/173645609/pbb-soroti-
kekerasan-terhadap-anak-di-indonesia, dipublikasi 27 Februari 2015.
Badan Kesehatan Dunia, 2010: Definisi WHO (http://www.who.int/
maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/)
41
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Lampiran 1
Pemetaan Tugas dan Fungsi Instansi Pelaksana Stranas
PKTA 2016-2020
Berikut ini adalah daftar lembaga pemerintah dan non pemerintah yang
memiliki peranan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap anak. Identifikasi lembaga dan fungsi serta perannya masing-masing
didasarkan pada fungsi dan peran yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019.
Kementerian/
Lembaga
Rekomendasi Fungsi dan Peran
Keterkaitan
dengan
Strategi*
Instansi Utama, merupakan instansi yang berada secara langsung dibawah
koordinasi dan supervisi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan (KemenkoPMK) dan instansi Kemenko PMK sendiri
Kementerian
Koordinasi
Pembangunan
Manusia dan
Kebudayaan
a.	 Koordinasi dan sinkronisasi
perumusan, penetapan,
dan pelaksanaan kebijakan
perlindungan anak
b.	 Koordinasi dan sosialisasi
pelaksanaan Stranas PKTA
c.	 Pemantauan dan Evaluasi
pelaksanaan Stranas PKTA
1, 4, 5
Kementerian Agama a.	 Pencegahan kekerasan melalui
pendekatan pendidikan keagamaan
b.	 Penguatan kapasitas terkait
pengasuhan bagi calon pengantin
c.	 Intervensi pencegahan dan
penanganan kekerasan melalui
penguatan KUA
1, 2, 4, 5
Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan
a.	 Pendidikan karakter dan budaya
prestasi terhadap anak
b.	 Pendidikan kecakapan hidup
kepada anak, termasuk didalamnya
kesehatan reproduksi
c.	 Pendidikan anti korupsi, kekerasan
dalam rumah tangga dan kejahatan
seksual terhadap anak
d.	 Pembekalan kepada tenaga
pendidik anak
2, 3, 4, 5
42
Kementerian/
Lembaga
Rekomendasi Fungsi dan Peran
Keterkaitan
dengan
Strategi*
Kementerian
Kesehatan
a.	 Peningkatan akses dan kualitas
kesehatan anak melalui program
pembinaan remaja dan orangtua
b.	 Penyediaan dan sosialisasi KIE,
c.	 Penyediaan layanan bagi korban
kekerasan melalui Puskesmas
mampu Tatalaksana Penanganan
Kekerasan terhadap Anak
1, 3, 5
Kementerian Sosial a.	 Pemberian bantuan kepada anak
keluarga miskin dan rentan
b.	 Pemberian bantuan hukum,
rehabilitasi sosial, serta
pendampingan di panti
c.	 Pemberian bantuan hukum,
pendampingan disabilitas di luar
panti
d.	 Pemberian perlindungan pada anak
yang terkena bencana
1, 2, 3, 4, 5
Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
a.	 Penyusunan dan harmonisasi
kebijakan mengenai perlindungan
anak dari kekerasan, hukum, dan
hak-hak anak
b.	 Ketersedian data mengenai anak
c.	 Mengkoordinasikan pelaksanaan
Stranas PKTA, termasuk didalamnya
advokasi dan pendampingan bagi
daerah
1, 2, 3, 4, 5, 6
Kementerian Desa,
Pembangunan
Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi
a.	 Penyediaan pelayanan sosial dasar
untuk anak
b.	 Penguatan fasilitas pelayanan
kekerasan terhadap pelaku, korban,
saksi kekerasan terutama di wilayah
perdesaan, daerah tertinggal, dan
pulau-pulau terluar
2, 5
43
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Kementerian/
Lembaga
Rekomendasi Fungsi dan Peran
Keterkaitan
dengan
Strategi*
Instansi Pendukung, merupakan instansi yang tidak dibawah koordinasi
langsung Kemenko PMK, namun dapat dilibatkan lebih lanjut mengingat
tugas dan fungsinya relevan dengan upaya pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap anak
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Bappenas
a.	 Penyediaan dokumen perencanaan
perlindungan anak
b.	 Mengkoordinasikan proses
pemantauan dan evaluasi
berjalannya Stranas PKTA
c.	 Penyediaan dan sosialisasi data dan
kajian terkait perlindungan anak
1, 5, 6
Kementerian Dalam
Negeri
a.	 Koordinasi dan fasilitasi kebijakan
kepada Pemerintah Daerah
b.	 Penyediaan layanan catatan
sipil, termasuk penyediaan akta
kelahiran.
1, 5, 6
Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
a.	 Peningkatan literasi media yang
mengacu pada kepentingan terbaik
untuk anak, terutama nilai-nilai
anti-kekerasan dan toleransi
kepada anak dan masyarakat
b.	 Pengawasan terhadap media
dengan muatan/isi yang melanggar
hak-hak anak
1, 2, 5, 6
Kementerian Hukum
dan Hak Asasi
Manusia
a.	 Pelatihan kompetensi Perlindungan
Anak bagi Aparat Penegak Hukum
b.	 Peningkatan kualitas sarana dan
prasarana Bapas dan Lapas anak
1, 5, 6
Badan Koordinasi
Keluarga Berencana
Nasional
a.	 Pendidikan dan penyediaan
informasi mengenai keluarga
berencana, termasuk diantaranya
pengasuhan dan kesehatan
reproduksi bagi anak (khususnya
remaja) dan orangtua
b.	 Penguatan kemampuan hidup
remaja melalui program ketahanan
remaja
3, 4, 5,
Kementerian Luar
Negeri
a.	 Perlindungan (termasuk
advokasi kasus) terhadap pekerja
migran anak dan pencegahan
perdagangan anak
1, 5
44
Kementerian/
Lembaga
Rekomendasi Fungsi dan Peran
Keterkaitan
dengan
Strategi*
Kepolisian a.	 Penanganan hukum bagi pelaku
kekerasan terhadap anak
b.	 Pencegahan kekerasan terhadap
anak
1, 2, 5
Kementerian Ke-
tenagakerjaan
a.	 Penarikan pekerja anak dengan
pekerjaan terburuk bagi anak
(pengembangan norma kerja), serta
perdagangan anak
1, 5, 6
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
a.	 Penyediaan layanan pengaduan
dan penanganan awal kasus
kekerasan anak
b.	 Pemantauan dan Advokasi kasus
c.	 Pencegahan kekerasan terhadap
anak
1, 2, 4, 5, 6
Kementerian
Pariwisata
Pencegahan kekerasan anak di sektor
pariwisata, termasuk pencegahan
terhadap prostitusi dan perdagangan
anak
2, 5, 6
Badan Nasional
Penempatan dan
Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia
(BNP2TKI)
a.	 Penarikan pekerja anak dengan
pekerjaan terburuk bagi anak
(pengembangan norma kerja), serta
perdagangan anak
1, 5, 6
Mahkamah Agung a.	 Penyediaan sarana dan prasarana
peradilan anak yang mengacu pada
kepentingan terbaik bagi anak
b.	 Pelatihan aparat penegak hukum
terkait perlindungan anak dan
sistem peradilan anak
1, 5
Kejaksaan Agung a.	 Penyediaan sarana dan prasarana
peradilan anak yang mengacu pada
kepentingan terbaik bagi anak
b.	 Pelatihan aparat penegak hukum
terkait perlindungan anak dan
sistem peradilan anak
1, 5
Komisi Nasional Anti-
Kekerasan terhadap
Perempuan
a.	 Penyediaan layanan pengaduan
dan penanganan awal kasus
kekerasan anak perempuan
b.	 Pemantauan dan Advokasi kasus
c.	 Pencegahan kekerasan terhadap
anak perempuan
1, 2, 4, 5, 6
45
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
Kementerian/
Lembaga
Rekomendasi Fungsi dan Peran
Keterkaitan
dengan
Strategi*
Lembaga Swadaya
Masyarakat,
termasuk di
dalamnya kelompok
keagamaan,
asosiasi profesi
dan pengusaha,
organisasi pemuda,
dan masyarakat.
Program pendidikan, penjangkauan,
dan pelayanan terkait kekerasan
terhadap anak.
Seluruh
strategi
Instansi lain yang dianggap perlu
Catatan Kode Strategi :
1	 Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala
bentuk kekerasan
2	 Pengubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima,
membenarkan atau mengabaikan kekerasan
3	 Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih
sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anaknya untuk
mencegah kekerasan
4	 Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam
mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar untuk anak
5	 Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk
korban, pelaku, dan anak dalam resiko
6	 Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang kekerasan
terhadap anak
46
Lampiran2
IndikatorCapaianBerdasarkanRPJMN2015-2019
Indikatorcapaiansetiapstrategidisusunberdasarkananalisisdariprogram-programyangsudahtercantumdalamRPJMN2015-2019.
BerikutiniadalahdaftarindikatorcapaianyangdapatdigunakanberdasarkanhasilidentifikasidariLampiranMatriksK/Ldalamdokumen
RPJMN2015-2019,yangsudahdikategorisasikanberdasarkanstrategitersebut.
STRATEGI1:Legislasidanpenerapankebijakanyangmelindungianakdarisegalabentukkekerasan
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalamRp
miliar)–RPJMN2015-2019
KementerianKoordinatorPembangunan
ManusiadanKebudayaan
(KemenkoPMK)
Persentase(%)KebijakanBidang
PemberdayaanPerempuandan
PerlindunganAnakyangdihasilkan
50;50;75;75;1008,3
Jumlahusulanrekomendasikebijakan
perlindunganperempuandananak
2;2;2;2;2
KementerianPemberdayaanPerempuan
danPerlindunganAnak(KPPPA)
Jumlahkebijakanperlindungan
kekerasanterhadapanakyangdisusun,
direview,dikoreksi,dandifasilitasiuntuk
diharmonisasikan
3;2;1;1;13,4
JumlahK/LdanProvinsiyangmemiliki
profilperlindungankekerasanterhadap
anak
4;6;6;6;73,3
47
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
1)K/L1;2;2;2;20,9
2)Provinsi3;4;4;4;52,4
Jumlahdokumenprofilperlindungan
kekerasanterhadapanak(dokumen)
2;3;3;3;3
0,95
Jumlahkebijakanperlindunganbagi
anakyangberhadapandenganhukum
yangdisusun,direview,diperbaiki,dan
difasilitasiuntukdiharmonisasikan
(kebijakan)
3;2;1;1;13,5
JumlahK/LdanProvinsiyangmemiliki
profilperlindunganbagianakyang
berhadapandenganhukum
7;8;9;11;125,88
1)K/L1;1;2;2;3
2)Provinsi6;7;7;9;9
Jumlahdokumenprofilperlindungan
bagianakyangberhadapandengan
hukum
1;1;1;2;11
KementerianKetenagakerjaan
(Kemenaker)
Jumlahpekerjaanakyangditarikdari
bentukpekerjaanterburukanak(BPTA)
16000;16500;17000;
17500;18000
1.529,66
KementerianDalamNegeri
(Kemendagri)
Persentaseanakyangmemilikiakta
kelahiran
75;77;79;82;8522,2
48
STRATEGI2:Pengubahannormasosialdanpraktikbudayayangmenerima,membenarkanataumengabaikankekerasan
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalam
Rpmiliar)
KementerianKomunikasidan
Informatika(Kemenkominfo)
Jumlahjudulkonteninformasi
yangsiappakai,dimanfaatkanoleh
pemerintahdaerahdandisebarkan
kemasyarakatuntukmeningkatkan
kecerdasandanpengembangan
kepribadianbangsadanlingkungan
sosialnya(terutamadaerah
terdepan,terluar,tertinggaldan
pascakonflik)
24;30;30;30;30104,8
KementerianPemberdayaan
PerempuandanPerlindunganAnak
JumlahSDMterlatihtentang
perlindungankekerasanterhadap
anakdiK/L,Provinsi/Kabupaten/
Kota,danOrganisasiMasyarakat
110;140;145;115;
145
3,65
JumlahSDMPegiat(Champion)
perlindungankekerasanterhadap
anakdiK/L,Provinsi/Kab/Kotadan
Ormas
5;5;8;8;83,65
49
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
JumlahpelaksanaankegiatanKIE
pelaksanaankebijakanperlindungan
kekerasanterhadapanak(aktivitas)
5;7;6;6;63,15
KementerianKetenagakerjaanJumlahperusahaanyangmenerapkan
normakerjaanak
490;515;540;567;
595
597,59(totalseluruh
indikator)
STRATEGI3 :Pengasuhanyangmendukunghubunganyangamandanpenuhkasihsayangantarapengasuh(khususnyaorangtua)
kepadaanaknyauntukmencegahkekerasan
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalam
Rpmiliar)
KementerianKoordinator
PembangunanManusiadan
Kebudayaan(KemenkoPMK)
Jumlahrekomendasikebijakanterkait
denganpeningkatanperankeluarga
dankesejahteraananak
2;2;2;2;29,4
BadanKoordinasiKeluargaBerencana
Nasional(BKKBN)
Persentasekeluargayangmemiliki
balitadananakyangmemahami
danmenerapkanpengasuhandan
perkembangananak
50.2;55.5;60.5;
65.5;70.5
74,4
50
STRATEGI4 :Peningkatkanketerampilanhidupdanketahanandirianakdanmendukungprogramwajibbelajaruntukanak
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalam
Rpmiliar)
KementerianPendidikandan
Kebudayaan(Kemendikbud)
Jumlahlembaga/satuanpendidikan
yangmenyelenggarakanpendidikan
kemandiriandankepribadiankarakter
bangsaantikorupsi,kekerasandalam
rumahtangga,dankejahatanseksual
padaanak
5000;10000;10000;
10000;10000
6.181,80
BadanKoordinasiKeluargaBerencana
Nasional(BKKBN)
Indekspengetahuanmengenai
KesehatanReproduksiRemajamelalui
programGenerasiBerencana
48.4;49;50;5152,7
51
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
STRATEGI5 :Penyediaanlayananpendukungyangterjangkaudanberkualitasuntukkorban,pelakudananakdalamresiko
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalam
Rpmiliar)
KementerianSosial(Kemsos)
KementerianHukumdanHAM
(Kemkumham)
Jumlahanakbalita,anakterlantar/
jalanan,anakyangberhadapan
denganhukum,anakdisabilitas,anak
yangmembutuhkanperlindungan
khususyangmendapatkanPelayanan
KesejahteraanSosialdidalampanti
1620;1620;1620;
1620;1620
1.763,30
Jumlahanakbalita,anakterlantar/
jalanan,anakberhadapandengan
hukum,anakdisabilitas,anakyang
membutuhkanperlindungankhusus
yangmendapatkanpelayanan
kesejahteraansosialdiluarPanti
13717;13717;
13717;13717;
13717
JumlahLembagaKesejahteraanSosial
Anakyangtelahdikembangkan/
dibantu
130;130;130;130;
130
Jumlahpekerjamigranterlantaryang
dipulangkankedaerahasal
1670;1475;1475;
1475;1475
208,5
Jumlahkorbantindakkekerasanyang
mendapatrehabilitasipsikososialdi
RPTCdanLKS
15000;9700;9700;
9700
52
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalam
Rpmiliar)
KementerianHukumdanHAM
(Kemkumham)
Jumlahpekerjamigranterlantaryang
mendapatkanasistensisosialdalam
bentukUEP
5000;3000;3000;
3000;3000
Jumlahpendamping(masyarakat)
yangmeningkatkemampuannya
dalampenangananKTKdanPMB
125;80;80;80;80
JumlahLPASdanLPKAyang
mengimplementasikanlayanan
pencatatandanpenilaiananak
berdasarkanstandaryangtersedia
(berbasisIT)
5;7;9;11;1322.2
JumlahBapasyangmenyediakan
layananpencatatan,klasifikasiklien
berdasarkanstandaryangtersedia
(berbasisIT)
5;7;9;11;13
JumlahBapasyang
mengimplementasikanbantuan
berdasarkanstandar
5;10;15;20;30
JumlahBapasyangmenyediakan
konselingberdasarkanstandar
8;13;18;23;30
JumlahBapasyang
mengimplementasikanpemantauan
berdasarkanstandar
3;8;13;18;30
53
STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020
KomisiPerlindunganAnakIndonesia
(KPAI)
Persentasepenelaahandanmediasi
pengaduanyangditindaklanjuti
100;100;100;100;
100
4
KementerianKesehatan(Kemenkes)PersentasePuskesmasyang
melaksanakanpenjangkauansiswa
30;40;50;55;02.761,9
STRATEGI6:Peningkatankualitasdatadanbuktipendukungtentangkekerasanterhadapanak
KementerianIndikator
Target(2015,2016,
2017,2018,2019)
Danayangtersedia(dalam
Rpmiliar)
KementerianPemberdayaan
PerempuandanPerlindunganAnak
(KPPPA)
Jumlahkebijakanterkaitdatagender
dananak(dokumen)
1;0;1;0;0;0,5
Jumlahpublikasitentangprofilgender
dananak(publikasi)
4;4;4;4;44,2
Surveikekerasanterhadapperempuan
dananak
1;1;1;1;126
54
Strategi Nasional Perlindungan Anak 2016-2020

More Related Content

What's hot

Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)
Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)
Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)Ruang Terang
 
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)ECPAT Indonesia
 
Penyandang disabilitas
Penyandang disabilitasPenyandang disabilitas
Penyandang disabilitasDen Hendar
 
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptKEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptmasriani mahmud
 
Materi perlindungan anak
Materi perlindungan anakMateri perlindungan anak
Materi perlindungan anakAzka Sudrajat
 
PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)Zakiah dr
 
MEMPERKENALKAN ORGAN REPRODUKSI PADA ANAK
MEMPERKENALKAN  ORGAN  REPRODUKSI  PADA  ANAK MEMPERKENALKAN  ORGAN  REPRODUKSI  PADA  ANAK
MEMPERKENALKAN ORGAN REPRODUKSI PADA ANAK Falanni Firyal Fawwaz
 
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif PenangananGambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif PenangananECPAT Indonesia
 
Pengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digitalPengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digitalRita Pranawati
 
PUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptx
PUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptxPUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptx
PUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptxCynthiaRani1
 
Gaya Sehat Remaja
Gaya Sehat  Remaja Gaya Sehat  Remaja
Gaya Sehat Remaja mbanarti
 
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan PembangunanGender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan Pembangunanendang_lestari3003
 
Materi sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolah
Materi sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolahMateri sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolah
Materi sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolahYuanes Sriyono
 
Ketahanan Keluarga.pptx
Ketahanan Keluarga.pptxKetahanan Keluarga.pptx
Ketahanan Keluarga.pptxyuliaulfa9
 
Makalah pemberdayaan masyarakat desa
Makalah pemberdayaan masyarakat desaMakalah pemberdayaan masyarakat desa
Makalah pemberdayaan masyarakat desaSeptian Muna Barakati
 
Kekerasan Seksual Anak Terhadap Anak
Kekerasan Seksual Anak Terhadap AnakKekerasan Seksual Anak Terhadap Anak
Kekerasan Seksual Anak Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
remaja dan masalahnya
remaja dan masalahnyaremaja dan masalahnya
remaja dan masalahnyahaqiemisme
 

What's hot (20)

Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)
Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)
Panduan Menjadi Orang Tua Hebat (Buku ke-1 Bina Keluarga Balita)
 
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
Modul eksploitasi seksual anak online ecpat (anak)
 
Penyandang disabilitas
Penyandang disabilitasPenyandang disabilitas
Penyandang disabilitas
 
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptKEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
 
Materi perlindungan anak
Materi perlindungan anakMateri perlindungan anak
Materi perlindungan anak
 
Kdrt
KdrtKdrt
Kdrt
 
PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
PEMBINAAN KESEHATAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)
 
MEMPERKENALKAN ORGAN REPRODUKSI PADA ANAK
MEMPERKENALKAN  ORGAN  REPRODUKSI  PADA  ANAK MEMPERKENALKAN  ORGAN  REPRODUKSI  PADA  ANAK
MEMPERKENALKAN ORGAN REPRODUKSI PADA ANAK
 
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif PenangananGambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
Gambaran Kasus ESA dan Tinjauan Reflektif Penanganan
 
Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini
Pendidikan Karakter bagi Anak Usia DiniPendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini
Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini
 
Pengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digitalPengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digital
 
PUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptx
PUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptxPUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptx
PUSKESMAS RAMAH ANAK (1).pptx
 
Gaya Sehat Remaja
Gaya Sehat  Remaja Gaya Sehat  Remaja
Gaya Sehat Remaja
 
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan PembangunanGender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
 
Materi sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolah
Materi sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolahMateri sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolah
Materi sosialisasi pencegahan kekerasan thdp anak di sekolah
 
Ketahanan Keluarga.pptx
Ketahanan Keluarga.pptxKetahanan Keluarga.pptx
Ketahanan Keluarga.pptx
 
Makalah pemberdayaan masyarakat desa
Makalah pemberdayaan masyarakat desaMakalah pemberdayaan masyarakat desa
Makalah pemberdayaan masyarakat desa
 
Kekerasan Seksual Anak Terhadap Anak
Kekerasan Seksual Anak Terhadap AnakKekerasan Seksual Anak Terhadap Anak
Kekerasan Seksual Anak Terhadap Anak
 
Bullying di sekolah
Bullying di sekolahBullying di sekolah
Bullying di sekolah
 
remaja dan masalahnya
remaja dan masalahnyaremaja dan masalahnya
remaja dan masalahnya
 

Viewers also liked

Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019ECPAT Indonesia
 
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anakMateri Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anakAdwin Kurniawan
 
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2Rita Pranawati
 
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual 24hourparenting
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Andy Susanto
 
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anakSeks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anakAdriani Hasyim
 
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISMGLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISMECPAT Indonesia
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaECPAT Indonesia
 
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesiaBuku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesiaECPAT Indonesia
 
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...ECPAT Indonesia
 
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)wulandari1996
 
Konvensi Hak Anak & KLA
Konvensi Hak Anak & KLAKonvensi Hak Anak & KLA
Konvensi Hak Anak & KLAZainal Asikin
 
Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Afrizal Bob
 
Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga pjj_kemenkes
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakECPAT Indonesia
 
Uu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananakUu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananakRoy Pangkey
 

Viewers also liked (20)

Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019
 
Kekerasan anak
Kekerasan anakKekerasan anak
Kekerasan anak
 
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anakMateri Los 2016 kebijakan perlindungan anak
Materi Los 2016 kebijakan perlindungan anak
 
Hak Anak
Hak AnakHak Anak
Hak Anak
 
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2
 
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)
 
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anakSeks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
 
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISMGLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
GLOBAL STUDY ON SEXUAL EXPLOITATION OF CHILDREN IN TRAVEL AND TOURISM
 
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di IndonesiaEksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
Eksploitasi Seksual Komersia Anak di Indonesia
 
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesiaBuku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
Buku laporan pptppo 2015 trafficking report indonesia
 
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
Instrumen Internasional Tentang Hak dan Perlindungan Anak dari Bahaya Eksploi...
 
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
 
Konvensi Hak Anak & KLA
Konvensi Hak Anak & KLAKonvensi Hak Anak & KLA
Konvensi Hak Anak & KLA
 
Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2
 
Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Norma dan Praktik Budaya Kekerasan dalam Rumah Tangga
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Terhadap Anak
 
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap AnakMenentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual Terhadap Anak
 
Kti pembersih vagina
Kti pembersih vaginaKti pembersih vagina
Kti pembersih vagina
 
Uu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananakUu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananak
 

Similar to Strategi Nasional Perlindungan Anak 2016-2020

National strategy-child-marriage-2020
National strategy-child-marriage-2020National strategy-child-marriage-2020
National strategy-child-marriage-2020Avida Virya
 
National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdf
National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdfNational-Strategy-Child-Marriage-2020.pdf
National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdfSigitprigi
 
Materi SPA dan KLA.pdf
Materi SPA dan KLA.pdfMateri SPA dan KLA.pdf
Materi SPA dan KLA.pdfariecahyono2
 
Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...
Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...
Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...ECPAT Indonesia
 
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasansakuramochi
 
Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia PerkawinanPendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia PerkawinanRajabul Gufron
 
Laporan pencegahan perkawinan anak
Laporan pencegahan perkawinan anakLaporan pencegahan perkawinan anak
Laporan pencegahan perkawinan anakAvida Virya
 
RAN Pencegahan Bulying.pdf
RAN Pencegahan Bulying.pdfRAN Pencegahan Bulying.pdf
RAN Pencegahan Bulying.pdfpaulus7
 
PPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptx
PPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptxPPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptx
PPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptxRanggaDiputra
 
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018ECPAT Indonesia
 
Laporan Akhir Tahun 2018 ECPAT Indonesia
Laporan Akhir Tahun 2018 ECPAT IndonesiaLaporan Akhir Tahun 2018 ECPAT Indonesia
Laporan Akhir Tahun 2018 ECPAT IndonesiaECPAT Indonesia
 
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)ECPAT Indonesia
 
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUMmakalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUMDaoes Mbol
 
MATERI COPI_PATBM (1).pptx
MATERI COPI_PATBM (1).pptxMATERI COPI_PATBM (1).pptx
MATERI COPI_PATBM (1).pptxSRIKURNIATI6
 
Buku Unicef Jatim 1.6.pdf
Buku Unicef Jatim 1.6.pdfBuku Unicef Jatim 1.6.pdf
Buku Unicef Jatim 1.6.pdfFajar Baskoro
 
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdfpencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdfAchmadMaoly1
 
Usaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anak
Usaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anakUsaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anak
Usaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anakSitiNgaisahSPdMPd
 

Similar to Strategi Nasional Perlindungan Anak 2016-2020 (20)

National strategy-child-marriage-2020
National strategy-child-marriage-2020National strategy-child-marriage-2020
National strategy-child-marriage-2020
 
National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdf
National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdfNational-Strategy-Child-Marriage-2020.pdf
National-Strategy-Child-Marriage-2020.pdf
 
Panduan mpls 2018
Panduan mpls 2018Panduan mpls 2018
Panduan mpls 2018
 
Materi SPA dan KLA.pdf
Materi SPA dan KLA.pdfMateri SPA dan KLA.pdf
Materi SPA dan KLA.pdf
 
Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...
Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...
Modul Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Kome...
 
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
 
Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia PerkawinanPendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia Perkawinan
 
Laporan pencegahan perkawinan anak
Laporan pencegahan perkawinan anakLaporan pencegahan perkawinan anak
Laporan pencegahan perkawinan anak
 
RAN Pencegahan Bulying.pdf
RAN Pencegahan Bulying.pdfRAN Pencegahan Bulying.pdf
RAN Pencegahan Bulying.pdf
 
PPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptx
PPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptxPPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptx
PPKSP PENCEGEHAN PENANGANAN KEKERASAN DI SATUANPENDIDIKAN.pptx
 
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
Laporan Akhir Tahun ECPAT Indonesia 2018
 
Laporan Akhir Tahun 2018 ECPAT Indonesia
Laporan Akhir Tahun 2018 ECPAT IndonesiaLaporan Akhir Tahun 2018 ECPAT Indonesia
Laporan Akhir Tahun 2018 ECPAT Indonesia
 
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
 
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
Modul kejaksaan 5 des r1 (1)
 
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUMmakalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
 
MATERI COPI_PATBM (1).pptx
MATERI COPI_PATBM (1).pptxMATERI COPI_PATBM (1).pptx
MATERI COPI_PATBM (1).pptx
 
Konsep Dasar IPS
Konsep Dasar IPSKonsep Dasar IPS
Konsep Dasar IPS
 
Buku Unicef Jatim 1.6.pdf
Buku Unicef Jatim 1.6.pdfBuku Unicef Jatim 1.6.pdf
Buku Unicef Jatim 1.6.pdf
 
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdfpencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
pencegahan-kekerasan-seksual-di-lingkungan-sekolah.pdf
 
Usaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anak
Usaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anakUsaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anak
Usaha Kesehatan Sekolah untuk kesehatan anak
 

More from ECPAT Indonesia

Fact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKFact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKECPAT Indonesia
 
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfECPAT Indonesia
 
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakLaporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakECPAT Indonesia
 
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfCATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfECPAT Indonesia
 
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfSESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfECPAT Indonesia
 
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfSESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfECPAT Indonesia
 
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfSESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfECPAT Indonesia
 
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfSESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfECPAT Indonesia
 
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfSESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfECPAT Indonesia
 
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfModul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfECPAT Indonesia
 
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfProsiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfECPAT Indonesia
 
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfAdvokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfECPAT Indonesia
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfECPAT Indonesia
 
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial ECPAT Indonesia
 
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakWaspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakECPAT Indonesia
 
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?ECPAT Indonesia
 
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfTemuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfECPAT Indonesia
 
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEC20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEECPAT Indonesia
 

More from ECPAT Indonesia (20)

Fact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJKFact Sheet - ESA dalam PJK
Fact Sheet - ESA dalam PJK
 
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdfLaporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
Laporan Hasil Pemantauan di Jabodebek 2021-2022.pdf
 
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual AnakLaporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
Laporan IWF Mengenai AI dan Kekerasan Seksual Anak
 
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdfCATATAN TAHUNAN 2022.pdf
CATATAN TAHUNAN 2022.pdf
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
 
Foto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptxFoto-foto Cianjur.pptx
Foto-foto Cianjur.pptx
 
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdfSESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
SESI V PENYUSUNAN PROGRAM AKSI.pdf
 
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdfSESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
SESI IV PENGASUHAN ANAK DI ERA DIGITAL.pdf
 
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdfSESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
SESI III Internet Aman untuk Anak.pdf
 
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdfSESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
SESI II ATURAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TTG ESA ONLINE.pdf
 
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdfSESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
SESI I BENTUK EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DI INTERNET.pdf
 
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdfModul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
Modul Internet Aman untuk Anak 2018.pdf
 
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdfProsiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
Prosiding Paper ECPAT Indonesia.pdf
 
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdfAdvokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
Advokasi dari Riset Disrupting Harm.pdf
 
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdfHasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
Hasil Riset Disrupting Harm Indonesia.pdf
 
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
Tips JAGO Agar Privasi Anak Tetap Aman di Media Sosial
 
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual AnakWaspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
Waspada Media Sosial Menjadi Sarana Eksploitasi Seksual Anak
 
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
Dunia Makin Maju, Apa Peranku?
 
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdfTemuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
Temuan Awal ECPAT Indonesia - Internet Anak Era Pandemi.pdf
 
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINEC20 - CHILD PROTECTION ONLINE
C20 - CHILD PROTECTION ONLINE
 

Strategi Nasional Perlindungan Anak 2016-2020

  • 1.
  • 2.
  • 3.
  • 4. i STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA Sambutan Kekerasan terhadap anak telah menjadi agenda pembangunan global dan nasional sejak ditandatanganinya Konvensi Hak Anak (KHA) 25 tahun lalu, dimana Indonesia mempakan salah satu negara yang ikut terlibat dan telah meratifikasinya menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002. Dalam berbagai kebijakan terkait perlindungan anak, Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak, termasuk di dalamnya upaya-upaya untuk menghentikan kekerasan fisik, seksual, emosional hingga penelantaran terhadap anak. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang pembangunan kualitas sumber daya manusia telah memuat target khusus penumnan angka kekerasan terhadap anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPP A) pada tahun 2010 telah menerbitkan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak (RAN PPKTA) 2010-2014 yang telah dipergunakan sebagai pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Menimbang masih banyaknya terjadi kekerasan terhadap anak dan guna menyatukan langkah pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak, Pemerintah mengeluarkan Instmksi Presiden No. 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti-Kejahatan Seksual terhadap Anak dan menyusun strategi nasional untuk tahun ke depan yang disebut dengan Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020. Sebagaimana kita ketahui bersama, kekerasan terhadap anak kian meningkat dari segi kualitas dan kuantitasnya. Oleh sebab itu, diperlukan kesatuan tindak Kementerian/Lembaga terkait dan juga masyarakat. Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak 2016-2020 (STRANAS PKTA 2016- 2020) diterbitkan dalam rangka mencegah dan merespon segala bentuk kekerasan terhadap anak secara sistematis, terintegrasi, berbasis bukti, terkoordinasi, partisipatoris, dan berbasis pada kepentingan terbaik bagi anak.
  • 5. ii Kebijakan yang berfokus pada upaya pencegahan kekerasan ini ditujukan sebagai kerangka bangun dalam upaya perlindungan anak di Indonesia yang menitikberatkan pada 6 strategi komprehensif, an tara lain: 1) Legislasi dan kebfjakan yang melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan di semua Jatar terfadilrya kekerasan; 2) Mengubah norma sosial dan praktik budqya yang menerima, membenarkan, atau mengabaikan kekerasan; 3) Intemensi pengasuhan yang mendukung relasi yang aman dan penuh kasih sqyang untuk mencegah kekerasan; 4) Meningkatkan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan serta mendukungprogram wqjib belqjar bagi anak; 5) Lqyanan pendukungyang terycmgkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam risiko; serta 6) Peningkatan kualitas data tentang situasi kekerasan terhadap anak. Mengingat sangat pentingnya STRANAS PKTA 2016-2020 sebagai kesatuan tindak K/L dalam mencegah tindak kekerasan terhadap anak, saya mengharapkan agar. STRANAS PKTA 2016-2020 ini dapat dijadikan acuan dan diimplementasikan dalam pola tindak di masing-masing K/L dan masyarakat. Jakarta, 27 J anuari 2016 Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebuda Republik Indonesia Puan Maharani
  • 6. iii STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA Kata Pengantar Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016-2020 Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang keberadaannya senatiasa harus diasih, diasuh, dijaga serta dilindungi dari perlakuan salah, kekerasan dan diskriminasi. Dari sisi kehidupan bernegara, anak merupakan aset bangsa, generasi penerus bangsa, penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi pilar utama pembangunan nasional. Pembangunan anak sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas telah ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28b mengamanatkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pemerintahan yang dipimpin Presiden RI, Bapak Joko Widodo, mempertegas bahwa perlindungan anak Indonesia menjadi prioritas utama di setiap bidang pembangunan seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yang berupaya “Mengimplementasikan sistem yang holistik dan terkoordinasi dalam melindungi perempuan dan anak”, sekaligus untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah namun hasil survey kekerasan terhadap anak yang dilakukan pada tahun 2013 menemukan bahwa pada anak usia 13 – 17 tahun menunjukkan 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional/fisik/seksual dalam 12 bulan terakhir. Untuk menjawab atas keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh Pemerintah, maka tidaklah mungkin Pemerintah dapat melakukan segalanya sendiri. Kemitraan masyarakat dan dunia usaha merupakan strategi yang dewasa ini sering dikumandangkan dan merupakan salah satu solusi kita di dalam
  • 7. iv menghadapi berbagai tantangan dalam membangun bangsa, termasuk di dalam memenuhi hak-hak dan memberikan perlindungan bagi anak. Oleh karena itu Kementerian PP dan PA telah menyusun Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) sebagai acuan bagi pelaksanaan pembangunan nasional dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak, serta menyelaraskan kebijakan dan hukum di tingkat nasional serta daerah untuk lebih memperkuat implementasi atas komitmen untuk melindungi anak dari kekerasan periode tahun 2016-2020. Dalam pelaksanaannya, strategi nasional ini menggunakan enam aspek, yaitu: (1) Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan; (2) Perubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan, atau mengabaikan kekerasan; (3) Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anak untuk mencegah kekerasan; (4) Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar untuk anak; (5) Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam risiko; (6) Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang kekerasan terhadap anak yang diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap anak dan sebagai respon atas tindak kekerasan terhadap anak. DokumeninidisusunKementerianPemberdayaanPerempuandanPerlindungan Anak (KPP-PA) beserta sejumlah lembaga Pemerintah, masyarakat sipil, termasuk partisipasi anak di dalamnya dengan mengacu pada analisis situasi terkini anak di Indonesia yang dikomparasikan dengan berbagai kebijakan dan program terkait kekerasan terhadap anak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Yohana S. Yembise
  • 8. v STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Daftar Isi Kata Sambutan Menteri Koordinator PMK .................................................................. i Kata Pengantar Menteri PPPA ........................................................................................... iii Daftar Isi .................................................................................................................................... v Daftar Singkatan .................................................................................................................... vii BABI : Pendahuluan ................................................................................. 1 I.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 I.2 Tujuan Strategi .......................................................................................... 2 I.3 Proses Penyusunan ................................................................................. 3 I.4 Definisi ......................................................................................................... 5 I.5 Prinsip Dasar .............................................................................................. 10 I.6 Keterkaitan dengan Kebijakan Lainnya ........................................... 13 BABII : Kekerasan terhadap Anak di Indonesia ...................................... 17 II.1 PerangkatHukum ..................................................................................... 18 II.2 Kekerasan di Rumah ............................................................................... 19 II.3 Kekerasan di Sekolah ............................................................................. 20 II.4 Kekerasan di Masyarakat/Ruang Publik ......................................... 20 II.5 Hubungan dengan Pelaku ................................................................... 21 II.6 Faktor Pelindung dan Resiko Kekerasan ......................................... 22 BABIII : Arah Strategi dan Tujuan ............................................................. 25 III.1 Tujuan Utama ............................................................................................ 25 III.2 Strategi ........................................................................................................ 25 BABIV : Mekanisme Pelaksanaan dan Evaluasi Pelaporan ..................... 33 IV.1 Mekanisme Pelaksanaan ....................................................................... 33 IV.2 Evaluasi dan Pelaporan .......................................................................... 35 Daftar Pustaka ............................................................................................... 37 Lampiran 1 Pemetaan Tugas dan Fungsi Instansi Pelaksana Stranas PKTA 2016-2020 ..... 41 Lampiran 2 IndikatorCapaian Berdasarkan RPJMN 2015-2019 ................................................... 46
  • 9. vi Daftar Singkatan Babinkamtibmas Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Bapas Balai Pemasyarakatan Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPHN Badan Pembinaan Hukum Nasional BPS Badan Pusat Statistik CBCP Community-based Child Protection/Perlindungan Anak berbasis Komunitas Dirjen Direktur Jenderal Ditjen Direktorat Jenderal DPR Dewan Perwakilan Rakyat DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah FKIP Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan GN-AKSA Gerakan Nasional Anti-Kejahatan Seksual terhadap Anak Kamtibmas Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemendagri Kementerian Dalam Negeri Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemenag Kementerian Agama Kemenaker Kementerian Ketenagakerjaan Kemendesa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
  • 10. vii STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Kemenkes Kementerian Kesehatan KemenkoPMK Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenpar Kementerian Pariwisata Kemensos Kementerian Sosial KemenkumHAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkominfo Kementerian Komunikasi dan Informatika KHA Konvensi Hak-Hak Anak KIE Komunikasi, Informasi, dan Edukasi KP3A Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPPPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KTA Kekerasan terhadap Anak KTK KUA Kantor Urusan Agama KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LPAS Lembaga Penempatan Anak Sementara LPKA Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKS Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MUI Majelis Ulama Indonesia NPSK Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
  • 11. viii P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak PAUD HI Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Terintegrasi PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa Permen Peraturan Menteri PGSD Pendidikan Guru Sekolah Dasar PKK Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga PPA Pelayanan Perempuan dan Anak RAN Rencana Aksi Nasional Reskrim Reserse Kriminal RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJPN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional SDM Sumber Daya Manusia SOP Standar Operasional Prosedur SPK Standar, Prosedur, Kriteria SPM Standar Pelayanan Minimal SPPA Sistem Peradilan Pidana Anak TeSA Telepon Sahabat Anak Tipidum Tindak Pidana Umum UNICEF Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dana Anak / United Nations Children’s Fund UU Undang-Undang WHO Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization
  • 12. 1 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Bab 1 Pendahuluan I.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap anak telah dan akan mempengaruhi kehidupan anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia sendiri telah melakukan langkah-langkah dalam rangka melindungi anak dari tindak kekerasan. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 2). Pemerintah juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, melalui UU No. 10 Tahun 20121 , yang mewajibkan negara untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, baik dari sisi pencegahan maupun penanganan, termasuk memberi bantuan dan perlindungan bagi korban kekerasan (Pasal 19). Selain itu, telah diterbitkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 (yang telah diubah menjadi Undang- Undang No. 35 Tahun 2014) Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan negara menyediakan pendekatan menyeluruh untuk perlindungan anak yang mengacu pada Konvensi Hak Anak. Pada tingkat regional, Pemerintah juga terlibat dalam penyusunan Rencana Aksi ASEAN untuk pengurangan kekerasan terhadap perempuan dan anak (ASEAN Regional Plan of Action of Elimination on Violence against Women and Children 2015). Sedangkan pada tingkat global, Indonesia berkomitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada bulan September 2015. Penghapusan kekerasan terhadap anak menjadi salah satu bagian dari SDGs, yang menyatakan negara anggota, termasuk Indonesia, harus berupaya untuk “menghentikan kekerasan, eksploitasi, perdagangan, serta segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak” (Sasaran Khusus No. 16 dan Target 16.2). Selain itu, negara anggota juga berkomitmen untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, termasuk perkawinan anak (Sasaran Khusus No. 5). Komitmen ini bersifat global dan mencakup seluruh anak di dunia. 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak, disahkan 23 Juli 2012.
  • 13. 2 Secara khusus, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di tahun 2014 juga telah menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak (Inpres GN-AKSA), yang memberi mandat kepada Kementerian/Lembaga dan instansi lainnya untuk mengambil tindakan khusus dalam mencegah dan menanggapi isu kekerasan seksual terhadap anak di tingkat nasional hingga daerah. Saat itu Pemerintah menyatakan komitmen penuh untuk menghapus kekerasan terhadap anak dengan menyatakan kekerasan terhadap anak di Indonesia sebagai situasi yang mendesak dan perlu penanganan segera (Kompas Online, 2015). Komitmen untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak ini juga menjadi prioritas pembangunan nasional. Seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, bahwa Pemerintah harus berupaya mengatasi “tantangan utama dalam meningkatkan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan dan penyalahgunaan” dan “mengimplementasikan sistem yang holistik dan terkoordinasi dalam melindungi perempuan dan anak”. Meski upaya penghapusan kekerasan terhadap anak melalui penerbitan kebijakan telah dilakukan, namun Studi Perwakilan Khusus PBB untuk Kekerasan terhadap Anak menganjurkan secara spesifik agar setiap negara mengembangkan kerangka yang menyeluruh dan sistematis untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak. Kerangka ini perlu diselaraskan dengan proses perencanaan nasional melalui sebuah Strategi, Kebijakan, atau Rencana Nasional (Pinheiro, 2007). Atas dasar itulah, maka disusun Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) yaitu rancang bangun nasional dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak periode tahun 2016-2020. Stranas PKTA ini menekankan perlunya intervensi kepada anak mulai dari usia dini, bayi, hingga remaja, mengingat kekerasan terjadi di semua kelompok usia anak. Dengan demikian, Stranas PKTA ini menggunakan pendekatan tumbuh kembang anak, dalam upaya untuk mewujudkan intervensi prioritas untuk menangani kekerasan terhadap anak dalam segala bentuk dan latar terjadinya kekerasan. I.2 Tujuan Strategi Tujuan utama Stranas PKTA ini adalah untuk berkontribusi terhadap pencapaian visi nasional, yaitu agar anak tidak hidup dalam ketakutan. Strategi ini berupaya membantu Pemerintah dan mitra pembangunan dalam pengumpulan data
  • 14. 3 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 dan bukti pendukung yang lebih baik mengenai kekerasan terhadap anak, memperkuat investasi dalam program-program yang dapat mencegah dan menghapus kekerasan terhadap anak, serta menyelaraskan kebijakan dan hukum di tingkat nasional serta daerah untuk lebih memperkuat implementasi atas komitmen untuk melindungi anak dari kekerasan. Stranas PKTA ini juga mengakui perlunya kemitraan lintas sektor dalam upaya menghapus kekerasan terhadap anak.. Stranas ini juga bertujuan untuk mengumpulkan seluruh upaya dan inisiatif baik dari instansi pemerintah maupun masyarakat dengan mengacu pada kerangka kebijakan yang ada untuk menentukan prinsip-prinsip kunci, intervensi prioritas, dan mekanisme koordinasi dan pemantauan dalam jangka panjang. Dokumen ini juga dapat digunakan sebagai panduan bagi pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah dalam mengembangkan tujuan operasional khusus beserta penganggarannya dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. I.3 Proses Penyusunan Strategi Nasional PKTA ini disusun bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) beserta sejumlah lembaga Pemerintah, masyarakat sipil, termasuk pelibatan anak didalamnya. Penyusunan Stranas PKTA dilakukan dengan mengacu pada analisis situasi terkini mengenai kekerasan terhadap anak di Indonesia serta hasil evaluasi terhadap berbagai kebijakan dan program terkait kekerasan terhadap anak. Stranas PKTA ini merupakan edisi kedua dari Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 2 tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak (RAN PKTA) 2010-2014.Padatahun2015,Pemerintahtelahmelakukantinjauanpartisipatoris (hasil tinjauan, terlampir) dari RAN PKTA 2010-2014 dengan melibatkan pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah. Sebelas Kementerian/ Lembaga, 7 LSM berskala nasional, dan lebih dari 4.000 anak, remaja dan pemuda telah berpartisipasi dalam tinjauan partisipatoris itu melalui lokakarya, konsultasi digital (online), dan pertemuan antar Kementerian/Lembaga.
  • 15. 4 Kotak 1. Pendapat dari anak, remaja dan pemuda Ribuan anak, remaja dan pemuda telah memberikan masukan terhadap Stranas PKTA ini. Masukan-masukan itu juga telah diakomodasi dalam dokumen ini. Masukan ini diperoleh melalui konsultasi melalui internet (portal Twitter @ UReport_id) yang dilakukan di awal tahun 2015 dan melibatkan lebih dari 4.000 anak, remaja dan pemuda, dengan rentang usia 14-25 tahun. Hasil-hasil penting dari konsultasi itu antara lain: • Meski sebagian besar anak (57 persen) tidak tahu bahwa Pemerintah telah mengimplementasikan strategi nasional pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak, namun 41 persen anak menyatakan mengetahui adanya strategi tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa anak dan pemuda yang diwawancarai memiliki pengetahuan terhadap program terkait kekerasan terhadap anak. • 76 persen responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengikuti kegiatan semacam penyuluhan terkait isu kekerasan dalam 3 tahun terakhir. Hanya 23 persen saja yang menyatakan pernah mengikutinya. Hal ini menandakan perlu adanya penjajakan lebih lanjut mengenai media mana yang lebih berhasil dalam menjangkau anak, remaja dan pemuda dalam mendapatkan informasi mengenai penyuluhan terkait isu kekerasan. • 61 persen mengetahui kemana harus melaporkan kasus kekerasan terhadap anak, 23 persen menyatakan tidak tahu, dan 15 persen menyatakan tidak yakin. Hal ini memperlihatkan perlunya penyelidikan lebih lanjut mengenai tantangan bagi anak, remaja dan pemuda untuk secara efektif melaporkan kasus kekerasan. • Ketika ditanya mengenai apa yang seharusnya diprioritaskan oleh Pemerintah dalam menangani kekerasan terhadap anak, responden memberikan beberapa saran, termasuk diantaranya program terkait kesejahteraan sosial, pendidikan pengasuhan untuk keluarga, penegakan hukum serta peningkatan kesadaran masyarakat. • Secara umum, anak, remaja dan pemuda menyatakan keinginannya untuk terlibat secara aktif dalam upaya menghapus kekerasan terhadap anak. Ketika ditanya mengenai hal-hal yang dapat mereka lakukan, responden memberikan beberapa saran, diantaranya melakukan advokasi kepada pemerintah, terlibat dalam kegiatan peningkatan kesadaran dan menyediakan dukungan sebaya untuk anak korban kekerasan.
  • 16. 5 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Padatanggal1-3Juli2015,Pemerintahtelahmenyelenggarakanlokakaryauntuk menyusun kerangka dari Stranas dan Rencana Aksi baru untuk menanggapi kekerasan terhadap anak di Indonesia sebagai bentuk upaya kerjasama dengan semua pemangku kepentingan di tingkat nasional. Sebanyak 75 peserta dari 17 Kementerian/Lembaga, 7 LSM, 4 organisasi keagamaan, dan 6 organisasi kepemudaan hadir dalam lokakarya tersebut. Para peserta pada dasarnya sangat mendukung pengembangan strategi menyeluruh yang berbasis bukti untuk mencegah kekerasan terhadap anak, sebagai keberlanjutan dari strategi yang disusun sebelumnya. Peserta menekankan perlunya strategi yang memiliki kerangka waktu yang jelas, terkoordinasi di seluruh tingkatan pemerintahan, dan menitikberatkan pada pencegahan. Peserta juga menekankan pentingnya anggaran yang memadai untuk implementasi strategi, yang seharusnya berasal dari anggaran lintas Kementerian/Lembaga terkait (misalnya di sektor pendidikan, kesehatan, dan peradilan). I.4 Definisi Definisi-definisi yang digunakan dalam Stranas PKTA ini mengacu pada standar Hak Asasi Manusia, yang telah diakui oleh Komite PBB untuk Hak-Hak Anak, WHO, dan UNICEF, dan yang dinyatakan dalam berbagai peraturan terutama UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (beserta revisinya, UU No. 35 Tahun 2014). • Anak adalah seseorang yang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak). • Masa Remaja adalah periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa, dari usia 10 hingga 19 tahun(WHO, 2010). • Pemuda adalah warga negara yang memasuki periode pertumbuhan dan perkembangan krusial diatas 16 (enam belas) tahun hingga 30 (tiga puluh) tahun (UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan). • Kekerasan terhadap Anak adalah segala bentuk tindakan fisik, mental, seksual, termasuk penelantaran dan perlakuan salah yang mengancam integritas tubuh dan perlakuan merendahkan anak oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggungjawab terhadap tumbuh kembang anak atau mereka yang yang memiliki otoritas terhadap perlindungan anak, yang seharusnya dapat dipercaya (Permen PPPA No. 2/2010 tentang RAN PKTA 2010-2014).
  • 17. 6 • Penghapusan Kekerasan terhadap Anak adalah segala bentuk upaya dan tindakan yang dilakukan secara berkala, sistematis, dan terukur dalam upaya menghapus segala bentuk kekerasan terhadap anak, melalui pencegahan, perlindungan, pemulihan, reintegrasi, partisipasi, peningkatan kapasitas, dan kerjasama antar-sektor (Permen PPPA No. 2/2010 tentang RAN PKTA 2010-2014). • Kekerasan fisik terhadap Anak2 merupakan penggunaan kekuatan fisik secara sengaja kepada anak yang kemungkinan memiliki dampak buruk yang besar terhadap kesehatan, keselamatan, perkembangan, atau martabat anak. Contohnya memukul, menendang, mengguncang, menggigit, mencekik, menjemur, membakar, meracuni dan menyengsarakan, yang banyak diasosiasikan sebagai hukuman fisik. Hukuman fisik didefinisikan sebagai segala bentuk hukuman yang menggunakan kekuatan fisik dan bertujuan untuk menimbulkan rasa sakit atau tidak nyaman, yang biasanya termasuk pula memukul (‘menghantam’, ‘menampar’, ‘memecut’) anak dengan tangan atau benda. Dapat pula berbentuk tendangan, pengguncangan, pencakaran, penggigitan, penarikan rambut atau telinga,pengurungan, memaksa anak untuk diam di posisi yang tidak nyaman, dibakar/dijemur, atau memaksa menelan sesuatu. • Kekerasan Seksual didefinisikan sebagai “segala bentuk tindakan seksual, usaha untuk melakukan tindakan seksual, atau komentar seksual yang tidak diinginkan yang ditujukan terhadap seksualitas seseorang dengan menggunakan pemaksaan, oleh siapapun terlepas dari hubungannya dengan korban, dalam latar belakang apapun”. Hal ini juga mencakup bentuk-bentuk yang bersifat kontak fisik dan non-kontak, diantaranya namun tidak terbatas pada: (a) bujukan atau paksaan kepada seorang anak untuk terlibat dalam kegiatanseksual yang berbahaya secara psikologis maupun ilegal, (b) penggunaan anak dalam eksploitasi seksual komersial; (c) penggunaan anak dalam gambaran visual atau audio terkait kekerasan seksual; dan (d) prostitusi anak, perbudakan seksual, eksploitasi seksual dalam dunia pariwisata, perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual (didalam dan antar negara), penjualan anak untuk tujuan seksual dan pernikahan paksa. • Kekerasan Emosional mencakup kegagalan dalam menyediakan lingkungan yang sesuai dan mendukung, sehingga anak dapat mengembangkan kompetensi sosialnya secara menyeluruh dan stabil 2 Definisi dari berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di masa kanak-kanak yang tercantum dalam peraturan perundang-undanganyang berlaku sampai saat ini sejalan dengan definisi internasional. Meski demikian, dalam definisi tertentu masih kurang lengkap dibandingkan dengan definisi internasional. Definisi-definisi dalam dokumen ini berusaha untuk melengkapi kekurangan penjelasan tersebut dengan menggunakan definisi internasional sebagai pelengkap.
  • 18. 7 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 sesuai dengan potensi pribadiyang dimilikinya dan konteks masyarakat. Suatu tindakan kekerasan emosional mungkin dapat menyebabkan kerugian pada aspek fisik dan kesehatan anak, mental, spiritual, moral, atau perkembangan sosial. Contohnya: (a) segala bentuk interaksi yang berbahaya dan terus menerus terhadap anak; (b) menakut-nakuti, mengintimidasi, dan mengancam; mengeksploitasi dan mengkorupsi, memandang rendah dan menolak, mengisolasi, mengabaikan, dan membedakan perlakuan dengan anak lainnya; (c) mengabaikan respon emosional; mengabaikan kesehatan mental, kebutuhan medis dan pendidikan; (d) menghina, membuat seseorang malu, meremehkan, mengejek, dan menyakiti perasaan anak; (e) kekerasan dalam rumah tangga; (f) menempatkan dalam kurungan, isolasi, atau mempermalukan atau merendahkan; dan (g) penindasan psikologis dan perpeloncoan oleh orang dewasa atau anak lainnya, termasuk melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diantaranya melalui telepon genggam dan internet (dikenal sebagai “cyber-bullying”). • Penelantaran atau perlakuan lalai adalah kegagalan dalam menyediakan perkembangan anak dalam segala cakupan: kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, gizi, tempat tinggal, perlindungan sosial, dan lainnya. Dapat juga termasuk: (a) pengabaian fisik, yaitu gagal dalam melindungi anak dari bahaya, gagal menyediakan kebutuhan dasar termasuk makanan yang mencukupi, tempat tinggal, pakaian, dan pengobatan dasar; (b) pengabaian psikologis atau emosional, termasuk minimnya dukungan emosional dan kasih sayang, pengabaian kronis, pengasuhan tidak tersedia dengan mengabaikan tanda-tanda yang diberikan anak kecil, dan kekerasan dalam pasangan atau penggunaan obat-obatan atau alkohol; (c) penelantaran dari kesehatan mental atau fisik anak: dengan perampasan hak atas pengobatan medis; (d) pengabaian pendidikan: gagal menaati hukum terkait perlunya pengasuh untuk memastikan pendidikan anak melalui kehadiran anak di sekolah; (3) dan ditinggalkan. • Eksploitasi merujuk pada penggunaan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang menguntungkan pihak lain, termasuk prostitusi anak, perdagangan anak, dan penggunaan anak dalam konflik bersenjata(Krug et. al., 2002). • Penindasan (bullying) adalah bentuk dari kekerasan fisik, juga tindakan agresif yang dimaksudkan dan melibatkan kekuatan atau kekuasaan yang tidak seimbang. Hal ini terjadi lintas geografis, ras, dan batasan sosial- ekonomi.
  • 19. 8 Penindasan (bullying) dapat terjadi dalam berbagai bentuk:  Penindasan Langsung: menggoda, menyerang dengan kata-kata, mendorong, menyerang secara fisik, pemerasan, dan perusakan properti.  Penindasan Tidak Langsung: menghindari, menyebarkan desas-desus, memberikan lelucon yang berbahaya, dan bentuk lisan dan tindakan lainnya.  Cyber-Bullying: penggunaan teknologi internet, termasuk laman digital, pesan digital dan elektronik.(Committee on the Rights of the Child, 2011).  Kekerasan dalam berpasangan merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh pasangan intim atau mantan pasangan yang menimbulkan bahaya fisik, seksual, psikologis, termasuk serangan fisik, pemaksaan seksual, kekerasan psikologis, dan tindakan mengatur (Garcia-Moreno et.al., 2005). • Praktik-praktik berbahaya termasuk, namun tidak terbatas pada:  Hukuman korporal/fisik dan bentuk kejahatan atau bentuk hukuman yang merendahkan;  Mutilasi kelamin perempuan/pemotongan;  Amputasi, mengikat, melukai, membakar, dan menstigma;  Ritual dengan kekerasan atau merendahkan; memaksa perempuan untuk makan makanan tertentu;  Menggemukan, memaksa makan perempuan, dan tes keperawanan (memeriksa alat vital perempuan);  Pernikahan paksa/dini/anak;  Kejahatan atas dasar “kehormatan”: Penggantian denda terhadap tindak kekerasan (dimana terjadinya perselisihan antar kelompok melibatkan anak sebagai pihak terkait); kekerasan berbasis mahar dan kematian anak.  Tuduhan “sihir” atau praktik-praktik terkait berbahaya lainnya seperti penggunaan untuk ritual ‘eksorsisme’
  • 20. 9 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 • Bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak termasuk – tapi tidak terbatas pada – empat kategori utama:  Segala bentuk atau praktik perbudakan, termasuk rekrutmen wajib/ paksa anak untuk konflik bersenjata;  Penggunaan, penyediaan, penawaran anak untuk prostitusi, produksi pornografi, atau untuk pertunjukan pornografi;  Penggunaan, penyediaan, penawaran anak untuk kegiatan tertentu dalam kaitannya produksi dan pengedaran narkoba sebagaimana yang didefinisikan oleh berbagai perjanjian internasional;  Pekerjaan, dimana secara kondisi dilakukan untuk menimbulkan bahaya bagi kesehatan, keselamatan, atau moral anak (ILO, 1999). Dalam mendefinisikan berbagai bentuk kekerasan, perlu dipahami bahwa anak merupakan korban, dan kekerasan terhadap anak merupakan sesuatu yang bersifat multidimensional dan tidak dapat diatasi melalui skema hubungan sebab akibat yang tunggal. Kekerasan terjadi dalam berbagai bentuk dan latar terjadinya kekerasan, dan terjadi dalam waktu yang panjang dari tahap kehidupan anak (lebih lanjut dapat dilihat pada bagian “Prinsip Dasar”). Selain definisi seperti yang telah disebutkan, berikut ini adalah definisi operasional untuk Stranas PKTA. • Tujuan Umum adalah rangkuman perubahan yang ingin dicapai oleh sebuah program atau proyek. • Tujuan Khusus adalah perubahan-perubahan kunci yang akan terjadi sebagai hasil langsung dari sebuah program atau proyek dan berkontribusi pada pencapaian Tujuan Umum • Aktivitas adalah hal-hal yang dilakukan oleh program, proyekatau organisasi untuk mencapai Tujuan Khusus. • Luaran Jangka Pendek adalah hasil berupa benda atau layanan yang disediakan oleh sebuah proyek atau intervensi lainnya (OAK Foundation, 2010). • Luaran Jangka Panjang adalah perubahan dari perilaku, keuntungan, dan pelajaran yang terjadi sebagai sebuah hasil dari sebuah proyek atau intervensi lainnya (OAK Foundation, 2010).
  • 21. 10 • Dampak adalah ‘perubahan lebih luas atau jangka panjang yang terjadi sebagai hasil dari sebuah intervensi atau berbagai intervensi’ (OAK Foundation, 2010). • Evaluasi adalah ‘suatu penilaian yang dilakukan secara sistematis dan seobyektif mungkin dalam perencanaan, implementasi, dan hasil, dari sebuah proyek, program atau kebijakan yang sedang berjalan atau yang telah selesai (OECD/DAC, 1991). I.5 Prinsip Dasar Prinsip-prinsip dasar digunakan sebagai kerangka acuan dalam proses perencanaan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi Stranas PKTA ini. Prinsip-prinsip ini harus tercermin dalam semua elemen program dan menjadi panduan bagi implementasi dari Stranas PKTA di semua tingkatan. I.5.1 Pendekatan Berbasis Hak Anak Secara normatif, Stranas PKTA berpedoman pada standar internasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi Anak, seperti yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak (KHA). Sedangkan secara operasional, Stranas PKTA ditujukan sebagai upaya mempromosikan, melindungi, dan memenuhi HAM, khususnya terkait anak korban kekerasan. Konvensi Hak Anak (KHA) setidaknya mencakup 4 bentuk hak, yang telah diakui Komisi PBB untuk Hak Anak sebagai prinsip umum yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi KHA dan di segala situasi menyangkut anak. Prinsip itu termaktub dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Pasal 2) yang secara khusus dijabarkan sebagai berikut : a. Kepentingan terbaik untuk anak Semua tindakan yang menyangkut anak - baik yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial milik pemerintah atau swasta, lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif - perlu menempatkan kepentingan terbaik untuk anak sebagai pertimbangan utama (pasal 3 KHA). Hal ini termasuk semua tindakan yang dilakukan untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan.
  • 22. 11 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 b. Partisipasi Anak Negara harus menjamin agar anak memiliki hak untuk mengungkapkan pandangannya secara bebas dalam segala hal yang mempengaruhi dirinya, dan pandangan anak tersebut akan dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangan anak (Pasal 12 KHA). Untuk mencapai tujuan ini, anak secara khusus harus diberikan kesempatan untuk didengar dalam setiap proses peradilan dan administratif, baik secara langsung, melalui perwakilan atau badan yang tepat, dengan cara yang tepat yang didukung dengan prosedur hukum yang berlaku. Anak juga harus didukung dalam mengungkapkan pandangannya, diantaranya dengan menyediakan informasi yang sesuai dengan perkembangan usia anak. c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan Negara harus mengakui hak untuk hidup dan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak, termasuk pengasuhan, kesehatan dan pendidikan (Pasal 6 dan Pasal 27 KHA). Hal ini berarti bahwa negara bertanggung jawab untuk mencegah kekerasan, karena hal itu mungkin dapat membahayakan kelangsungan hidup dan perkembangan anak. d. Non-diskriminasi Negara harus menghormati dan menjamin hak-hak anak yang diatur dalam KHA di wilayahnya tanpa adanya diskriminasi terhadap anak, orangtua atau walinya dalam bentuk apapun, terlepas dari ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, afiliasi politik, kewarganegaraan, kemampuan fisik, status kelahiran atau lainnya (pasal 2 KHA). Secara khusus, semua anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan diberikan bantuan yang diperlukan dengan memastikan semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan perkembangannya. I.5.2 Kepemilikan Pemerintah Pemerintah dalam hal ini berarti lembaga pemerintah pusat dan daerah yang berwenang. Sedangkan “Pemilik” untuk menggambarkan bahwa lembaga tersebut perlu memegang penuh Stranas PKTA ini. Hal ini berarti bahwa Pemerintah memegang teguh prinsip partisipasi, tanggung jawab dan akuntabilitas dalam mendefinisikan tujuan, melaksanakan kegiatan dan memenuhi target dari Stranas PKTA dan Rencana Aksi yang telah ditentukan.
  • 23. 12 I.5.3 Partisipasi Masyarakat Pengembangan dan pelaksanaan program dan langkah-langkah pada Stranas PKTA ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan pemangku kepentingan lain, seperti akademisi, organisasi non-pemerintah, anak, jaringan remaja dan pemuda. Para pemangku kepentingan ini harus berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan pandangan serta pendapatnya harus tercermin dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi Stranas PKTA ini. Sektor swasta juga dapat memainkan peran penting dalam mendorong perlindungan anak dari kekerasan. Hal ini dapat dilakukan dengan bergabung dalam kampanye untuk mengubah norma dan sikap yang menoleransi kekerasan terhadap anak; mendukung sasaran kegiatan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR); melakukan kegiatan percontohan; dan melaksanakan prinsip dan kebijakan yang mendukung hak anak di tempat kerja. I.5.4 Pendekatan multi-disiplin dan lintas-sektor Kekerasan terhadap anak merupakan masalah yang kompleks, yang melibatkan berbagai bidang dan kepentingan seperti kekerasan berbasis gender, diskriminasi, kemiskinan, kejahatan yang terorganisir, dan ketenagakerjaan. Strategi nasional PKTA yang efektif harus menjadikan kompleksitas ini sebagai pertimbangan untuk mengatasi berbagai aspek kekerasan terhadap anak secara bersamaan. Oleh karena itu, pemangku kepentingan perlu bekerja secara multi-disiplin, dalam arti pengetahuan dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu dan metode dapat digabungkan untuk mencegah dan memberantas kekerasan terhadap anak (misalnya dalam aspek perangkat hukum, kurikulum pendidikan, penelitian, dan bantuan psikologis). Sementara lintas-sektor berarti bahwa intervensi harus dirancang dan dilaksanakan dengan metode kerjasama yang melibatkan semua sektor termasuk masyarakat (antara lain: lembaga peradilan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan keluarga). Hal ini membutuhkan koordinasi lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat sipil. I.5.5 Berkelanjutan Program dan sistem yang akan dibentuk dan dilaksanakan harus dapat bertahan dalam jangka panjang dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Idealnya, tidak ada kondisi apapun (misalnya pendanaan) yang dapat menghambat sistem/strategi yang telah dirancang dan disetujui.
  • 24. 13 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 I.5.6 Spesifik gender Gender merupakan aspek penting yang harus diperhatikan, dengan pertimbangan bahwa resiko dan konsekuensi yang dialami anak perempuan dan laki-laki berbeda dalam kaitannya dengan kekerasan. I.5.7 Pendekatan terpadu dan menyeluruh Semua aspek dan komponen dari Stranas dan Rencana Aksi PKTA ini berhubungan satu sama lain, dan merupakan satu rangkaian utuh yang berperan sebagai kerangka pikir utama. Dalam konteks yang luas juga merupakan bagian dari upaya mempromosikanhak anak. I.5.8 Pendekatan berbasis bukti Keahlian para pemangku kepentingan harus didukung dengan data/bukti terbaik,dapatdiandalkan,dantersediabaikditingkatinternasional,dannasional maupun melalui kajian akademis yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah, menyusun prioritas dan terkait dengan perancangan tujuan dan kegiatan. I.6 Keterkaitan dengan Kebijakan Lainnya Dokumen Stranas PKTA ini dirancang dengan merujuk pada kebijakan lain yang relevan dan berusaha memperkuat kaitannya dengan kebijakan yang berlaku. Hal ini mengingat, kekerasan terhadap anak tidak terjadi dalam ruang lingkup yang terpisah dengan tantangan lain yang mengancam keamanan dan kesejahteraan anak, keluarga, dan masyarakat. Kebijakan-kebijakan dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019 RPJMN 2015-2019 merupakan strategi pembangunan nasional dengan jangka waktu menengah (5 tahun) yang disusun oleh Pemerintah melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari masyarakat sipil hingga sektor swasta. RPJMN 2015-2019 merupakan wujud kerangka jangka menengah dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dengan demikian, ada 5 buah RPJMN dalam RPJPN tersebut.
  • 25. 14 Dalam RPJMN 2015-2019, perlindungan anak merupakan salah satu dari lima tantangan dalam penguatan sumber daya manusia. Indikator capaian dari perlindungan anak ini adalah pengurangan jumlah kasus kekerasan terhadap anak. Secara khusus, terkait perlindungan anak, RPJMN menitikberatkan pada: 1) Tumbuh kembang anak, termasuk penguatan partisipasi anak; 2) Meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran; dan 3) Peningkatan efektivitas dari perlindungan. 3) Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN PA) 2015-2019 Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak adalah dokumen nasional yang dirancang oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas sebagai tanggapan atas inisiatif Presiden untuk memperkuat ‘Gerakan Nasional Perlindungan Anak’. Dokumen RAN PA ini merujuk pada RPJMN 2015-2019 dan RAN/inisiatif nasional lainnya. Salah satu fokus perhatian dari RAN PA ini adalah kekerasan terhadap anak. Untuk itu, RAN menitikberatkan pada upaya memperkuat pencegahan kekerasan dan perlindungan anak oleh keluarga dan mengimplementasikan kebijakan yang berlaku, terutama Instruksi Presiden No. 5/2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak. 5) Rencana Aksi Nasional Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja (RANKES AUSREM) 2015-2019 Dokumen RANKES AUSREM 2015-2019 merupakan kelanjutan dari Strategi Nasional Kesehatan Remaja, yang diterbitkan pada tahun 2005. RANKES ini berisi tujuan menyeluruh untuk mengintegrasikan inisiatif nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan akan adanya strategi kesehatan yang multi-sektoral bagi remaja. RANKES ini memusatkan perhatian pada anak dan remaja usia 6-24 tahun. Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu fokus dari RANKES ini. Salah satu usaha pencegahan yang dilakukan dalam RANKES ini adalah memberikan pelayanan pendidikan kesehatan menyeluruh yang mencakup kekerasan yang dialami anak dan remaja. 7) Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) 2015-2019 Rencana Aksi Nasional yang disusun oleh Kementerian Hukum dan HAM ini menitikberatkan pada lima strategi dalam pemenuhan, promosi, dan perlindungan HAM, antara lain: Pembentukan dan penguatan institusi RAN HAM; persiapan pengesahan perangkat HAM internasional dan penyusunan bahan/laporan implementasi perangkat HAM internasional yang telah diratifikasi; harmonisasi rancangan dan evaluasi peraturan
  • 26. 15 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 perundang-undangan; pendidikan HAM; serta penerapan norma dan standar HAM. Dokumen RAN HAM ini juga menyinggung pemenuhan hak-hak anak, sehingga relevan untuk menjadi referensi bagi Stranas PKTA ini. 8) Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) 2014-2019 Rencana Aksi Nasional ini disusun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan menitikberatkan pada upaya perlindungan, termasuk diantaranya pencegahan dan penanganan dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran HAM anak dan perempuan; memberikan layanan kebutuhan dasar dan spesifik bagi anak dan perempuan dalam penanganan konflik; serta penguatan hak asasi, peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan partisipasi perempuan dan anak dalam membangun perdamaian. 9) Rencana Aksi Nasional Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dan Hak Anak melalui Forum Organisasi Keagamaan 2014- 2018 Rencana Aksi Nasional ini ditujukan untuk melibatkan organisasi keagamaan dalam menjalankan kegiatan pengarusutamaan gender dan hak anak ke seluruh Indonesia baik di tingkat provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, dan desa/kampung sampai tingkat keluarga. Selain itu, RAN ini juga memberikan pedoman bagi organisasi-organisasi keagamaan dalam menyusun kegiatan untuk percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender dan hak anak yang disesuaikan dengan kondisi, situasi, kebutuhan, dan kemampuannya.
  • 27. 16
  • 28. 17 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Bab 2 Kekerasan terhadap Anak di Indonesia Hasil Survei Kekerasan terhadap Anak (SKTA) Tahun 2013 yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerjasama dengan Kementerian Sosial, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada dua kelompok umur yaitu 18-24 tahun dan 13-17 tahun, menunjukkan pada anak kelompok umur 18-24 tahun ditemukan 1 dari 2 anak laki-laki dan 1 dari 6 anak perempuan setidaknya mengalami salah satu jenis kekerasan; baik kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum mereka berumur 18 tahun, dan pada kelompok umur 13-17 tahun menunjukkan jumlah anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual/fisik/ emosional, sebesar 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan seksual/fisik/ emosional dalam 12 bulan tahun terakhir (KPPPA, 2013). Jumlah laporan kasus kekerasan anak hingga April 2015 mencapai 6.006 kasus. Meningkat signifikan dari tahun 2010 yang hanya 171 kasus; 2011 sejumlah 2.179 kasus ; 2012 sejumlah 3.512 kasus; 2013 sejumlah 4.311 kasus, dan 2014 sebanyak 5.066 kasus (KPAI, 2015). Data diatas memperlihatkan gambaran umum situasi kekerasan terhadap anak di Indonesia. Secara lebih analitis, bagian situasi analisis ini disusun berdasarkan studi tinjauan pustaka mengenai Kekerasan terhadap Anak yang dilakukan oleh KPP-PA dan UNICEF (UNICEF Indonesia, 2015). Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendefinisikan masalah dan mengatasinya, termasuk mengidentifikasi tujuan strategis dan tujuan khusus dari Stranas PKTA. Analisis juga dimaksudkan untuk mengetahui bidang-bidang terkait kekerasan terhadap anak di Indonesia yang informasi/pengetahuannya minim sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Dalam hal ini, data yang tersedia dapat disajikan sebagai bahan awal (baseline) dalam rangka memantau pencapaian dan dampak yang dihasilkan oleh Stranas dan Rencana Aksi PKTA terkait.
  • 29. 18 II.1 PerangkatHukum Pemerintah telah menerbitkan perangkat hukum dan kebijakan yang cukup progresif serta meratifikasi berbagai perjanjian internasional terkait hak anak. Berikut ini adalah daftar perangkat hukum yang diadopsi dalam dua setengah dekade terakhir. Daftar ini berdasarkan tinjauan regional terkait legislasi dan kebijakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan UNICEF di tahun 2015 (Coram Children’s Legal Center, 2015). Tahun Kebijakan 1990-1995 • Ratifikasi Konvensi Hak Anak PBB di tahun 1990 1996-2000 • Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 2001-2005 • Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak • Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional • Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Rumah Tangga 2006-2010 • Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI • Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 • Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang • Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis • Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar • Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi 2011-2015 • Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial • Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di tahun 2011 • Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak • Undang-Undang No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial • Undang-Undang No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan • Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak tentang Keterlibatan Anak di Konflik Bersenjata di tahun 2012 • Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak tentang Perdagangan Anak., Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak di tahun 2012
  • 30. 19 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Tahun Kebijakan • Ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Hak-Hak Tenaga Kerja Migran dan Keluarganya di tahun 2012 • Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Revisi terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002) Meski demikian, terdapat beberapa bidang yang belum tercakup dan belum lengkapnya penerjemahan kewajiban internasional ke dalam peraturan perundang-undanganyang berlaku. Bidang-bidang dimaksud antara lain: minimnya pelarangan penuh hukuman korporal/fisik di semua latar terjadinya kekerasan; terbatasnya cakupan definisi resmidari ‘kekerasan emosional’ dan ‘penelantaran’, serta ‘inses’ dan ‘perkosaan’; ketentuan terkait usia perkawinan; dan minimnya ketentuan yang jelas yang menyatakan bahwa anak yang terlibat dalam segala bentuk eksploitasi seksual seharusnya selalu diperlakukan sebagai korban (UNICEF Indonesia, 2015). II.2 Kekerasan di Rumah Anak menghadapi resiko kekerasan fisik, emosional, seksual di rumah maupun di luar rumah. Hukuman korporal/fisik sering digunakan sebagai upaya mendisiplinkan anak di keluarga. Data menunjukkan bahwa 26 persen anak menjadi korban dari hukuman fisik (BPS, 2014). Orangtua berperan sebagai pelaku utama dan yang paling sering melakukan kekerasan terhadap anak di rumah. Secara khusus, anak yang tinggal dalam ‘keluarga yang rusak’ (‘broken home’) atau anak diinstitusi (termasuk didalamnya panti asuhan) memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan fisik, emosional, dan pengabaian (PUSKAPA UI, 2014). Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dengan sampel 10.760 anak berusia 10-18 tahun di empat provinsi (Aceh, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Papua) menemukan bahwa kekerasan seksual terjadi di seluruh konteks, termasuk di rumah dan dalam bentuk kontak fisik maupun non-kontak fisik. Persentasenya bervariasi antar daerah, misalnya di Kabupaten Jayawijaya, 23 persen anak melaporkan mengalami kekerasan seksual, sedangkan di Jayapura, Provinsi Papua hanya 14 persen. Sementara itu, jumlah kasus kekerasan seksual relatif rendah di Banda Aceh 2 persen), Provinsi Aceh sebesar 5 persen (Universitas Indonesia, 2009). Hubungan sebab-akibat antara kekerasan di rumah dan meningkatnya kekerasan yang dialami telah diketahui. Anak yang menjadi korban atau
  • 31. 20 menyaksikan terjadinya kekerasan dirumah beresiko tinggi menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari (Abrahams et. al., 2014). II.3 Kekerasan di Sekolah Sekolah juga sering menjadi tempat terjadinya kekerasan terhadap anak, dan biasanya dilakukan oleh sesama siswa. Kekerasan emosional (terutama dalam bentuk penggunaan bahasa yang melecehkan/mengejek) adalah bentuk yang paling sering dilaporkan, diikuti oleh kekerasan fisik. Menurut sebuah studi yang dilakukan International Center for Research on Women dan Plan International kepada 1.739 siswa berusia 12-15 tahun, 84 persen siswa menyatakan pernah mengalami bentuk kekerasan di sekolah, dan 75 persen mengaku pernah melakukannya dalam 6 bulan terakhir (ICRW, 2015). Selain itu, 60 persen siswa laki-laki dan 40 persen siswi perempuan berusia 12-15 tahun diketahui menjadi pelaku kekerasan emosional terhadap siswa lainnya. Anak merupakan korban dari kekerasan seksual di sekolah, termasuk diantaranya dipeluk secara paksa atau disentuh secara tidak senonoh oleh gurunya. Meski demikian, hampir 80 persen korban melaporkan bahwa pelakunya merupakan siswa laki-laki dari sekolah yang sama (ICRW, 2015). Studi lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan (2013) menunjukkan bahwa kekerasan fisik menjadi bentuk paling umum dari segala bentuk kekerasan yang dialami anak di sekolah, yang dilakukan paling banyak oleh sesama siswa. Pelaku lainnya adalah guru (Horn, 2011). The Global School-based Health Survey, sebuah survei global yang dilakukan pada tahun 2007 juga mencatat 45 persen anak Indonesia mengalami kekerasan fisik oleh sesama siswa di sekolah, yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan persentase kekerasan tertinggi di dunia (Kementerian Kesehatan, 2007). II.4 Kekerasan di Masyarakat/Ruang Publik Di tengah masyarakat/ruang publik, anak menjadi pihak yang beresiko dan korban dari berbagai bentuk kekerasan. Anak diperdagangkan dan dieksploitasi di sektor-sektor tertentu (anak laki-laki cenderung bekerja di sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan anak perempuan di sektor rumah tangga dan eksploitasi seksual). Ketika diperdagangkan, anak mengalami beragam bentuk kekerasan fisik, emosional, dan seksual (Lyneham dan Larsen, 2013). Perburuhan anak dan eksploitasi anak tercatat meningkat di Indonesia menurut berbagai studi, bahkan terjadi sejak usia 10 tahun. Meskipun demikian, hal ini belum
  • 32. 21 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 jelas menggambarkan apakah hal ini terjadi karena adanya kecenderungan pelaporan/dokumentasi yang semakin meningkat atau karena jumlah kasusnya meningkat (Lyneham dan Larsen, 2013). Anak jalanan menjadi kelompok yang beresiko dan membutuhkan perlindungan khusus, yang jumlahnya terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Anak yang mengalami masalah hukum juga merupakan kelompok yang mengalami pengabaian hak-haknya terhadap perlindungan dari kekerasan secara terus menerus, baik yang dilakukan oleh tahanan dewasa maupun petugas kepolisian. II.5 Hubungandengan Pelaku • Orangtua Selain menjadi pelaku kekerasan terhadap anak (Horn, 2011), dalam berbagai kesempatan orangtua juga gagal melindungi anaknya dari kekerasan yang dilakukan pihak lain, baik karena mengabaikannya (contohnya melalui kekerasan yang terjadi di sekolah) atau menyalahkan anak (dalam kasus ayah yang menyalahkan anak perempuan karena mengalami pelecehan seksual) (ICRW, 2015). • Teman Sebaya Teman sebaya tercatat sebagai salah satu pelaku utama dari kekerasan terhadap anak (ICRW, 2015). Secara khusus, remaja yang ditindas (di- bully) dianggap sebagai kelompok yang memerlukan perhatian khusus. Sebuah studi mencatat bahwa rata-rata 67 persen siswa (73 persen laki-laki dan 62 persen perempuan) dari kelas 5 SD hingga kelas 8 SMP melaporkan pernah melakukan kekerasan di sekolah dalam 6 bulan terakhir. Bentuk paling umumnya adalah kekerasan emosional. Anak korban kekerasan umumnya tidak mencari bantuan kepada teman yang lain, yang menunjukkan minimnya reaksi saksi mata ketika kekerasan terjadi (ICRW, 2015). • Guru/Petugas di Sekolah Dua studi yang dilakukan oleh ICRW dan Plan International menunjukkan 45 persen laki-laki dan 22 persen perempuan yang terlibat dalam studi menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan fisik di sekolah. Secara spesifik, 27 persen laki-laki dan 17 persen perempuan mengaku guru atau petugas sekolah yang melakukan kekerasan fisik tersebut (ICRW, 2015).
  • 33. 22 II.6 Faktor Pelindung dan Resiko Kekerasan Gender menjadi variabel penting yang mempengaruhi bentuk kekerasan yang dialami anak, seperti halnya latar dan jumlah terjadinya kekerasan. Ketika diskriminasi gender dapat menyebabkan kekerasan terhadap anak perempuan (terutama di rumah, dalam perkawinan dan dengan orang dekat lainnya), anak laki-laki juga menjadi korban kekerasan (contohnya, mengalami kekerasan dari teman sebaya dalam bentuk fisik dan diejek di sekolah, dan di tempat bekerja) (UNICEF, 2012). Variabel lain yang mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap anak diantaranya disabilitas dan status minoritas etnis – banyak disebut dalam berbagai laporan namun tidak tercatat secara sistematis (Horn, 2011). Studi pustaka yang dilakukan menemukan beragam faktor yang mendorong anak mengalami kekerasan, baik di tingkatan individu, keluarga, dan masyarakat, maupun dalam konteks sosial-ekonomi dan politik yang lebih luas. Beberapa faktor tercatat mendorong berbagai bentuk kekerasan, termasuk diantaranya kemiskinan, kesulitan ekonomi, pengangguran, urbanisasi, rendahnya pendidikan, dan budaya. Sedangkan hal lain yang secara khusus mempengaruhi bentuk dan latar kekerasan (misalnya, sejarah kekerasan fisik maupun seksual pada masa kecil dan perilaku gender yang tidak seimbang yang memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, atau penerimaan umum akan bentuk kekerasan “ringan” yang mendukung hukuman fisik). Aspek-aspek ini dan hal lain yang terkait telah dieksplorasi secara mendalam dalam tinjauan ini. Beberapa faktor yang mendukung anak untuk terhindar dari kekerasan juga tercantum pada literatur yang dianalisis (UNICEF Indonesia, 2015). Secara umum, data tentang jumlah kasus kekerasan terhadap anak, faktor pemicu dan pelaku kekerasan masih jauh dari memadai. Hal ini menyiratkan adanya kebutuhan untuk mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara sistematis terkait jumlah kasus, faktor pemicu, dan pelakunya, termasuk akibat dari kekerasan terhadap anak. Penelitian lebih lanjut diperlukan, khususnya terkait: • Hubungan antara keterpaparan terhadap kekerasan pada anak dan kemungkinan menjadi pelaku di kemudian hari, yang menyiratkan bahwa siklus kekerasan terjadi lintas generasi; • Peran yang berbeda yang dimainkan oleh ayah dan ibu – baik sebagai pelaku kekerasan dan melindungi anak dari kekerasan, khususnya pada masa kanak-kanak. Hal ini belum tercakup dalam kepustakaan yang dikaji; • Peran saudara dan anggota keluarga dalam mencegah, namun juga melakukan kekerasan di rumah, sekolah, dan masyarakat;
  • 34. 23 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 • Analisis mendalam perlu dilakukan terkait kekerasan dalam hubungan intim (pacaran/menikah) pada remaja dan anak, mengingat tinggnya jumlah perkawinan anak di Indonesia; • Kekerasan seksual yang dialami laki-laki, jumlah kasusnya, faktor-faktor pendorong dan pelakunya; dan • Faktor pendukung yang melindungi anak dari kekerasan, dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat diperkuat (UNICEF Indonesia, 2015).
  • 35. 24
  • 36. 25 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Bab 3 Arah Strategi dan Tujuan Bagian ini menyajikan langkah-langkah yang dirancang untuk mengatasi tantangan yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan dan sasaran yang diidentifikasi berdasarkan pada hasil dari analisis latar belakang dan hasil konsultasi yang telah dilakukan. Hasil tersebut kemudian dirumuskan sesuai dengan prinsip-prinsip yang mendasari Stranas PKTA. III.1 Tujuan Utama Tujuan utama dari Stranas PKTA ini adalah: “Semua anak di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal berdasarkan potensinya masing-masing dan bebas dari segala bentuk kekerasan, termasuk pengabaian dan eksploitasi.” Tujuan ini sejalan dengan sasaran dalam RPJMN 2015-2019, yang menitikberatkan pada upaya menyediakan sistem perlindungan dari berbagai tindak kekerasan dan perlakuan salah lainnya dengan mengoptimalkan upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi terhadap anak, perempuan, dan kelompok marjinal. Adapun indikator yang digunakan dalam pengukuran sasaran ini adalah menurunnya angka jumlah kasus kekerasan yang dialami anak yang akan ditunjukkan melalui beragam survei yang akan dilakukan selama kurun waktu 2016-2020. III.2 Strategi Stranas PKTA ini terdiri dari enam strategi, yaitu : 1. Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan
  • 37. 26 2. Perubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan, atau mengabaikan kekerasan 3. Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anak untuk mencegah kekerasan 4. Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar untuk anak 5. Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban kekerasan dan anak pelaku, serta anak dalam resiko 6. Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang kekerasan terhadap anak Keenam strategi ini bermuara pada dua tujuan utama untuk: 1. Mencegah kekerasan terhadap anak - termasuk segala tindakan yang dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan 2. Menanggapi kekerasan - mengacu pada langkah-langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menolong, dan melindungi anak yang menjadi korban kekerasan termasuk akses terhadap keadilan bagi korban dan pelaku. Strategi 1 : Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan Tujuan Khusus 1: Pada tahun 2020, perangkat hukum dan kebijakan tersedia untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap anak di semua latar terjadinya kekerasan; sejalan dengan komitmen Pemerintah terhadap konvensi dan protokol internasional. Penerapan kebijakan dan legislasi yang mendukung penghapusan kekerasan terhadap anak memberi pesan yang kuat kepada masyarakat tentang pentingnya melindungi anak dari segala bentuk kekerasan. Sebuah studi di tingkat ASEAN pada tahun 2015 menyatakan bahwa dari seluruh perangkat hukum dan kebijakan di Indonesia, hanya 42 persen yang sesuai dengan standar HAM internasional (CORAM, 2015). Lima tahun ke depan akan menjadi kesempatan untuk menyelesaikan perangkat hukum dan kebijakan untuk melindungi anak dari kekerasan secara lebih efektif.
  • 38. 27 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Beberapa tantangan terkait peraturan perundang-undangan yang harus diatasi antara lain:; minimnya pengaturan mengenai pelarangan hukuman fisik terhadap anak; terbatasnya cakupan definisi hukum/resmi dari “kekerasan emosional’, ‘penelantaran’, serta ‘perkosaan’; pemberlakuan diskriminatif terhadap usia minimal perempuan menikah; minimnya perangkat hukum yang menempatkan anak yang terlibat dalam eksploitasi seksual sebagai korban. Sosialisasi terhadap kebijakan dan peraturan perundang-undangan juga diperlukan sebagai upaya untuk membekali masyarakat dengan informasi terkait aspek hukum dari kekerasan terhadap anak. Selain itu, penegakan hukum menjadi catatan khusus dalam pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi 2 : Perubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan atau mengabaikan kekerasan Tujuan Khusus 2: Pada tahun 2020, anak, pengasuh dan tokoh masyarakat menyadari hak anak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan cara mencegah kekerasan. Individu dan masyarakat yang mematuhi norma-norma sosial yang membatasi dan berbahaya cenderung lebih memungkinkan untuk melakukan kekerasan fisik, seksual dan emosional terhadap pasangannya dan anak-anak (Hillis et. al., 2015). Oleh karena itu, penghapusan kekerasan terhadap anak memerlukan perubahan besar terhadap apa yang masyarakat anggap sebagai perilaku yang dapat diterima. Strategi ini memprioritaskan program-program yang melibatkan semua sektor masyarakat menuju perubahan dimaksud. Program-program yang diusulkan mencakup: • Program yang ditujukan kepada kelompok kecil yang menitikberatkan pada perubahan cara pandang dan praktik terhadap norma-norma yang mendukung kekerasan anak, seperti pelibatan tokoh masyarakat untuk menghentikan/membentuk ulang praktik sosial yang menoleransi tindakan kekerasan. • Program pemberdayaan masyarakat untuk mencegah kekerasan melalui peningkatan kemampuan dalam menanggapi perilaku seseorang yang menempatkan pihak lain dalam resiko kekerasan; dan menentukan tahap- tahap untuk menanganinya.
  • 39. 28 • Program mobilisasi masyarakat untuk mengubah norma sosial dan perilaku melalui kampanye, pelatihan, penyuluhan, dan advokasi ke daerah. Berbagai studi membuktikan bahwa program yang efektif untuk menangani kekerasan terhadap anak – khususnya kekerasan berbasis gender – adalah kegiatan yang bersifat partisipatoris, lintas sektor, dan mendukung sikap yang anti-kekerasan (Ellsberg et. al, 2014). Strategi 3: Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anak untuk mencegah kekerasan Tujuan Khusus 3: Pada tahun 2020, pengasuh menyadari pentingnya upaya tumbuh kembang anak yang positif termasuk pemenuhan hak anak atas perlindungan dari kekerasan, cara mengidentifikasi kekerasan dan melaporkan kasus serta cara membesarkan anak dalam lingkungan yang aman dan anti-kekerasan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa orangtua yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih sayang secara signifikan dapat mengurangi resiko anak menjadi korban kekerasan (Hillis et. al., 2015). Dampak positif ditunjukkan dengan berkurangnya keterpaparan anak dalam penindasan, penyalahgunaan, kekerasan fisik, seksual dan emosional, dan menderita karena jadi korban (viktimisasi) oleh teman sebaya. Program yang diusulkan meliputi program yang mendorong upaya mendisiplinkan anak tanpa-kekerasan, mendorong komunikasi dan interaksi yang positif antara pengasuh-anak, dan dengan menyediakan keahlian bagi orangtua untuk secara lebih baik melindungi anak-anaknya dari kekerasan. Strategi 4: Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar anak Tujuan Khusus 4: Pada tahun 2020, anak-anak terlindungi dari kekerasan sebagai hasil dari meningkatnya kapasitas dalam melindungi diri dan berperilaku sehat sebagai upaya untuk mengembangkan hubungan yang positif dan tanpa-kekerasan terhadap teman sebayanya.
  • 40. 29 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Pendidikan keterampilan hidup dapat membantu anak melindungi diri dan bersikap ketika mengalami kekerasan. Keterampilan hidup dimaksud mencakup pengembangan kepercayaan diri anak, kemampuan berpikir kritis, pembekalan mengenai pola hubungan yang sehat, komunikasi yang efektif, serta pengetahuan terhadap layanan yang dapat diakses ketika mengalami kekerasan, dan pemberdayaan ekonomi untuk remaja. Program yang diusulkan mencakup: program yang memberikan anak pengetahuan dan kemampuan dalam mengendalikan emosi, sikap pro-sosial (termasukkerjasama,menghargai,dukunganterhadapsesama,danmenghargai keberagaman), pengetahuan terhadap kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif termasuk perencanaan keluarga, keahlian berkomunikasi dan membuat keputusan, menyusun cita-cita dan tujuan hidup, mencegah penindasan (bullying), dan teknik lainnya dalam mencegah kekerasan. Berbagai studi global juga memperlihatkan pentingnya menyelesaikan sekolah menengah sebagai upaya prioritas dalam mencegah perkawinan anak dan kekerasan dalam hubungan antar remaja (Malhotra et. al., 2011). Strategi 5: Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam resiko Tujuan Khusus 5: Pada akhir tahun 2020, anak yang menjadi korban, pelaku kekerasan, atau yang beresiko terhadap kekerasan, mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan, peradilan, dan kesejahteraan sosial yang bermutu, gratis, terjangkau dan peka terhadap usia dan jenis kelamin anak, serta sesuai dengan standar pelayanan minimal yang disepakati. Upaya untuk mengurangi kekerasan harus diprioritaskan pada penanganan dan dukungan yang komprehensif yang berpusat pada kebutuhan anak. Karena itu, menyediakan layanan konseling; dukungan teman sebaya atau kelompok masyarakat terhadap korban; pelayanan kesehatan yang memadai; dan informasi bantuan hukum, merupakan upaya penting dalam mencegah tindakan kekerasan dan mengatasi dampak dari kekerasan yang dialami anak (Task Force on Community Preventive Services, 2008).
  • 41. 30 Program-program yang diusulkan mencakup: • Penguatan program bantuan untuk kesejahteraan anak (dana bantuan) dengan menyertakan bantuan pemeriksaan kesehatan anak, prestasi belajar anak, serta pelatihan pengasuhan. • Bantuan pinjaman kepada keluarga miskin untuk meningkatkan penghasilan digabungkan dengan pelatihan kesetaraan gender dan pengasuhan. • Pelayanan konseling, untuk membantu korban kekerasan dalam membangun kemampuan menangani kekerasan dan mengubah cara pandang terhadap kekerasan yang dialami. • Kombinasi layanan pemilahan (screening) kasus dengan intervensi rujukan ke layanan terkait • Kelompok yang memberi dukungan emosional dan praktis terhadap anak korban atau anak beresiko dilakukan oleh tenaga profesional, pekerja sosial, dan teman sebaya. • Advokasi kasus untuk membantu korban mendapatkan dukungan masyarakat untuk memulihkan/memperbaiki situasi diri (termasuk penyediaan rumah aman/singgah, dukungan keluarga asuh, akses kepada pekerjaan, bantuan hukum, pendidikan, pelatihan kemampuan bekerja, pengasuhan anak, perawatan kesehatan, bantuan materiil, dan dukungan keuangan). Stategi 6: Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang kekerasan terhadap anak Tujuan Khusus 6: Pada tahun 2020, data terkait kekerasan terhadap anak dihasilkan secara berkala, termasuk data epidemiologi serta pengelolaan data kasus melalui pembentukan sistem pengawasan perlindungan anak secara terpadu. Sebuah studi yang dilakukan Columbia University, AS (2011) menemukan fakta mengenai minimnya informasi yang akurat mengenai hal-hal terkait pengasuhan dan perlindungan anak di Indonesia, termasuk besaran masalah, analisis sebab-akibat, dan dampak terhadap respon program yang dilakukan. Selain itu, tidak ada penentuan prioritas pengambilan data, riset, prosedur, atau metode dalam sistem pengumpulan data bersama. 
  • 42. 31 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Upaya menyusun program yang efektif untuk menangani kekerasan terhadap anak harus didasari oleh bukti yang kuat. Berbagai studi menunjukkan bahwa data surveilans dan tinjauan evaluasi terbukti efektif dalam upaya memahami masalah dan merencanakan aksi, mengimplementasikan dan menilai dampak dari intervensi dalam menangani kekerasan terhadap anak (Hillis et. al, 2015). Prioritas akan diberikan pada pembentukan mekanisme untuk pengumpulan data yang komprehensif mengenai terjadinya kekerasan terhadap anak. Selain itu juga akan diteliti aspek-aspek khusus dan bentuk-bentuk kekerasan, faktor pemicu dan faktor pelindung melalui riset atau survei secara lebih mendalam.
  • 43. 32
  • 44. 33 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Bab 4 Mekanisme Pelaksanaan dan Evaluasi Pelaporan IV.1. Mekanisme Pelaksanaan Stranas PKTA 2016-2020 memberi mandat kepada Kementerian/Lembaga serta kelompok masyarakat sebagai pelaksana program dari enam strategi dimaksud. Secara spesifik, pelaksanaan Stranas PKTA ini akan dikoordinasikan oleh 3 (tiga) Kementerian yaitu: • Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK): Melakukan fungsi koordinasi dalam tahapan penyusunan aksi spesifik tahunan bersama Kementerian/Lembaga dan kelompok masyarakat. • Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA): Melakukan pemantauan, evaluasi, sosialisasi, advokasi, dan bimbingan teknis kepada Kementerian/Lembaga serta organisasi masyarakat pelaksana Stranas baik di tingkat nasional maupun daerah. • Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas: Menyusun rancangan perencanaan dan penganggaran serta membantu proses evaluasi implementasi Stranas PKTA 2016-2020. Mekanisme koordinasi yang dilakukan KemenkoPMK dilakukan secara periodik dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang memiliki tugas, pokok, fungsi, terkait perlindungan anak. Secara berkala, setiap tahun, koordinasi dilakukan dalam tiga tahap: • RapatKoordinasi 1, yakni pertemuan koordinasi penyusunan rencana aksi tahunan yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga, dan/atau dokumen perencanaan tahunan instansi terkait. Pertemuan ini pada dasarnya dapat membahas:
  • 45. 34  Penentuan prioritas isu dan/atau program tahunan  Penentuan peran dan fungsi kerja Kementerian/Lembaga pelaksana program tahunan  Penentuan mekanisme kerjasama antar-sektor  Pembahasan pendanaan program prioritas  Pembahasan mengenai rencana pertemuan koordinasi dua tahunan.  Agenda pembahasan lainnya yang disepakati. • RapatKoordinasi 2, yakni pertemuan koordinasi pelaksanaan rencana aksi yang sebelumnya sudah ditentukan dalam Rapat Koordinasi 1 dan dituangkan dalam dokumen rencana aksi tahunan. Rapat Koordinasi 2 ini dapat bersifat tematik/umum sesuai kebutuhan. Secara umum, pertemuan koordinasi ini dapat membahas hal-hal seputar:  Pelaporan pelaksanaan tugas masing-masing Kementerian/Lembaga terkait, termasuk diantaranya pencapaian, hambatan, serta peluang perbaikan pelaksanaan program  Pemberian masukan terhadap pelaksanaan program masing-masing Kementerian/Lembaga  Penentuan langkah kerja berikutnya dalam pelaksanaan program  Agenda pembahasan lainnya yang disepakati. • RapatKoordinasi 3, yakni pertemuan koordinasi evaluasi tahunan pelaksanaaan Stranas. Secara garis besar, pertemuan ini akan membahas hasil pemantauan dan evaluasi tahunan pelaksanaan strategi berdasarkan pemantauan dari Kementerian PPN/Bappenas, KPPPA, dan KemenkoPMK sebagai masukan bagi pelaksanaan tahun berikutnya. Hasil evaluasi tahunan akan disusun oleh tiga kementerian terkait, yaitu: KPPPA, Bappenas dan Kemenko PMK. Adapun rancangan kerangka waktu tahunan pelaksanaan tiga fase koordinasi ini antara lain: Kuartal 1: Januari-Maret Kuartal 2: April-Oktober Kuartal 3: November-Desember RapatKoordinasi 1 • Rapat Koordinasi 2 • Proses pemantauan dan evaluasi Rapat Koordinasi 3
  • 46. 35 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Kelompok kerja tematik dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan khusus atas hasil dari pertemuan koordinasi yang dilakukan. Mekanisme koordinasi ke daerah dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga pelaksana terkait. Mekanisme ini juga dapat direplikasi di tingkat provinsi. IV. 2. .Evaluasi dan Pelaporan Proses pemantauan dan evaluasi akan diatur selanjutnyasesuai dengan peraturan yang berlaku dan selaras dengan sistem pemantauandan evaluasi yang dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan. Mengingat indikator yang digunakan dalam setiap strategi mengacu pada indikator dalam RPJMN 2015-2019, maka pelaksanaan proses pemantauan, evaluasi, dan pelaporan akan berada dibawah koordinasi Kementerian PPN/Bappenas, bekerjasama dengan KPPPA dan KemenkoPMK. Prosedur yang digunakan dalam mengevaluasi mengikuti standar dan prosedur pelaksanaan pemantauan dan evaluasi RPJMN 2015-2019.
  • 47. 36
  • 48. 37 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Daftar Pustaka Abrahams, N., Devries, K., Watts, C. Pallitto, C. Petzold, M., Shamu, S. & Garcia-Moreno, C. 2014. Worldwide prevalence of non-partner sexual violence: a systematic review. The Lancet, 383, 1648-1654 ASEAN Regional Plan of Action of Elimination on Violence against Children (ASEAN RPA on EVAC), First Draft as of 15 May, 2015 Australian Governments, Department of Social Services, Second Action Plan 2013-2016 - Moving Ahead - f the National Plan to Reduce Violence aagainst Women and their Children 2010-2022 BPS. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS BPS. 2014. The selected districts of Papua Province multiple indicator cluster survey 2011. Jakarta: BPS Committee on the Rights of the Child (CRC). 2011. General Comment No. 13: the right of the child to freedom from all forms of violence (para. 20- 26). Geneva, Switzerland: Committee on the Rights of the Child. Coram Children’s Legal Center, 2015. Legal protection from violence: Analysis of domestic laws relating to violence against children in ASEAN States. Bangkok: Thailand Council of Europe. 2009.Policy guidelines on integrated national strategies for the protection of children from violence. ECPAT International, Guide for National Planning: To Prevent, Stop and Redress Violations of Commercial Sexual Exploitation of Children, 2009 Ellsberg, M., Arango, D. J., Morton, M., Gennari, F., Kiplesund, S., Contreras, M., Watts, C. 2014. Prevention of violence against women and girls: what does evidence say? The lancet November 21, 2014 Garicia-Moreno C., Jansen H., Ellsberg M., Heise L., Watts C. WHO multi- country study on women’s health and domestic violence against women initial results on prevalence, health outcomes and women’s responses. Geneva: Switzerland.
  • 49. 38 Hillis SD, Mercy JA, Saul J, Gleckel J, Abad N, Kress H. 2015. THRIVES: A Global Technical Package to Prevent Violence Against Chilren. Atlanta, GA: Centers for Disease Control and Prevention ICMPD, Regional Best Practice Guidelines for the Development and Implementation of a Comprehensive National Anti-trafficking Response, 2007 ILO 1999. ILO Convention concerning the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour No.182. Inter-Parliamentary Union, UNICEF, Eliminating Violence against Children. Handbook for Parliamentarians N° 13 – 2007, 2007 International Center for Research on Women & Plan International (ICRW). 2015. Are schools safe and gender equal spaces? Findings from a baseline study of school related gender-based violence in five countries in Asia. ICRW Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 KPPPA, Kemensos, Bappenas. 2013. Survei Kekerasan terhadap Anak, belum diterbitkan. Krug E.G., Mercy J.A., Dahlberg L.L., Zwi A.B. 2002. World report on violence and health. Geneva: Switzerland Lyneham, S. & Larsen, J. J.2013. Exploitation of Indonesian trafficked men, women and children and implcations for support, Trends and Issues in Crime and Criminal Justice, 450, 1-7 Malhotra, A., Warner, A., McGonagle, A., Lee-Rife, S. 2011. Solutions to End Child Marriage. What the Evidence Shows, 2011 International Center for Research on Women Norwegian Ministry of Children, Equality and Social Inclusion, Strategy. Childhood comes but once. National strategy to combat violence and sexual abuse against children and youth (2014-2017) OAK Foundation. 2010. Simplifying the language of Project Design Monitoring & Evaluation (DM&E). OAK Foundation Paulo Sérgio Pinheiro. 2007. United Nations Secretary-General’s Study on Violence against Children
  • 50. 39 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 2 tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak 2010-2014 Rancangan, Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak 2015-2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas RI Task Force on Community Preventive Services. 2008. “Recommendations to reduce psychological harm from traumatic events among children and adolescents” American Journal of Preventative Medicine 35 (3): 314-6 Rancangan, Rencana Aksi Nasional Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja 2015-2019, Kementerian Kesehatan RI, belum diterbitkan United Nations Special Representative of the Secretary-General on Violence Against Children’s Office, Guidance for Developing Comprehensive National Action Plans to Prevent and Respond to Violence Against Children, Draft UN WOMEN, Handbook for National Action Plans on Violence Against Women, 2012 UNICEF. 2015. Overview of Violence Affecting Children in Indonesia. A Preliminary Literature Review. belum diterbitkan UNICEF. 2012 Child maltreatment: Prevalence, incidence and consequences in the East Asia and Pacific region. Bangkok: UNICEF UNICEF. 2014. Hidden in Plain Sight: A Statistical Analysis of Violence against Children. New York City: UNICEF. United Nations Committee on the Rights of the Child, General Comment No. 13 (2011). The right of the child to freedom from all forms of violence WHO, UNODC, UNDP. 2014. Global Status Report on Violence Prevention 2014 Online KPAI. 2015. Dikutip dalam laman resmi KPAI: http://www.kpai.go.id/ berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/, diakses 6 November 2015 pukul 18.00 WIB
  • 51. 40 Kompas Online, 2015. Salah satu artikel dapat dilihat di Tempo Online: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/27/173645609/pbb-soroti- kekerasan-terhadap-anak-di-indonesia, dipublikasi 27 Februari 2015. Badan Kesehatan Dunia, 2010: Definisi WHO (http://www.who.int/ maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/)
  • 52. 41 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Lampiran 1 Pemetaan Tugas dan Fungsi Instansi Pelaksana Stranas PKTA 2016-2020 Berikut ini adalah daftar lembaga pemerintah dan non pemerintah yang memiliki peranan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Identifikasi lembaga dan fungsi serta perannya masing-masing didasarkan pada fungsi dan peran yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Kementerian/ Lembaga Rekomendasi Fungsi dan Peran Keterkaitan dengan Strategi* Instansi Utama, merupakan instansi yang berada secara langsung dibawah koordinasi dan supervisi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK) dan instansi Kemenko PMK sendiri Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan perlindungan anak b. Koordinasi dan sosialisasi pelaksanaan Stranas PKTA c. Pemantauan dan Evaluasi pelaksanaan Stranas PKTA 1, 4, 5 Kementerian Agama a. Pencegahan kekerasan melalui pendekatan pendidikan keagamaan b. Penguatan kapasitas terkait pengasuhan bagi calon pengantin c. Intervensi pencegahan dan penanganan kekerasan melalui penguatan KUA 1, 2, 4, 5 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan a. Pendidikan karakter dan budaya prestasi terhadap anak b. Pendidikan kecakapan hidup kepada anak, termasuk didalamnya kesehatan reproduksi c. Pendidikan anti korupsi, kekerasan dalam rumah tangga dan kejahatan seksual terhadap anak d. Pembekalan kepada tenaga pendidik anak 2, 3, 4, 5
  • 53. 42 Kementerian/ Lembaga Rekomendasi Fungsi dan Peran Keterkaitan dengan Strategi* Kementerian Kesehatan a. Peningkatan akses dan kualitas kesehatan anak melalui program pembinaan remaja dan orangtua b. Penyediaan dan sosialisasi KIE, c. Penyediaan layanan bagi korban kekerasan melalui Puskesmas mampu Tatalaksana Penanganan Kekerasan terhadap Anak 1, 3, 5 Kementerian Sosial a. Pemberian bantuan kepada anak keluarga miskin dan rentan b. Pemberian bantuan hukum, rehabilitasi sosial, serta pendampingan di panti c. Pemberian bantuan hukum, pendampingan disabilitas di luar panti d. Pemberian perlindungan pada anak yang terkena bencana 1, 2, 3, 4, 5 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak a. Penyusunan dan harmonisasi kebijakan mengenai perlindungan anak dari kekerasan, hukum, dan hak-hak anak b. Ketersedian data mengenai anak c. Mengkoordinasikan pelaksanaan Stranas PKTA, termasuk didalamnya advokasi dan pendampingan bagi daerah 1, 2, 3, 4, 5, 6 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi a. Penyediaan pelayanan sosial dasar untuk anak b. Penguatan fasilitas pelayanan kekerasan terhadap pelaku, korban, saksi kekerasan terutama di wilayah perdesaan, daerah tertinggal, dan pulau-pulau terluar 2, 5
  • 54. 43 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Kementerian/ Lembaga Rekomendasi Fungsi dan Peran Keterkaitan dengan Strategi* Instansi Pendukung, merupakan instansi yang tidak dibawah koordinasi langsung Kemenko PMK, namun dapat dilibatkan lebih lanjut mengingat tugas dan fungsinya relevan dengan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas a. Penyediaan dokumen perencanaan perlindungan anak b. Mengkoordinasikan proses pemantauan dan evaluasi berjalannya Stranas PKTA c. Penyediaan dan sosialisasi data dan kajian terkait perlindungan anak 1, 5, 6 Kementerian Dalam Negeri a. Koordinasi dan fasilitasi kebijakan kepada Pemerintah Daerah b. Penyediaan layanan catatan sipil, termasuk penyediaan akta kelahiran. 1, 5, 6 Kementerian Komunikasi dan Informatika a. Peningkatan literasi media yang mengacu pada kepentingan terbaik untuk anak, terutama nilai-nilai anti-kekerasan dan toleransi kepada anak dan masyarakat b. Pengawasan terhadap media dengan muatan/isi yang melanggar hak-hak anak 1, 2, 5, 6 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia a. Pelatihan kompetensi Perlindungan Anak bagi Aparat Penegak Hukum b. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana Bapas dan Lapas anak 1, 5, 6 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional a. Pendidikan dan penyediaan informasi mengenai keluarga berencana, termasuk diantaranya pengasuhan dan kesehatan reproduksi bagi anak (khususnya remaja) dan orangtua b. Penguatan kemampuan hidup remaja melalui program ketahanan remaja 3, 4, 5, Kementerian Luar Negeri a. Perlindungan (termasuk advokasi kasus) terhadap pekerja migran anak dan pencegahan perdagangan anak 1, 5
  • 55. 44 Kementerian/ Lembaga Rekomendasi Fungsi dan Peran Keterkaitan dengan Strategi* Kepolisian a. Penanganan hukum bagi pelaku kekerasan terhadap anak b. Pencegahan kekerasan terhadap anak 1, 2, 5 Kementerian Ke- tenagakerjaan a. Penarikan pekerja anak dengan pekerjaan terburuk bagi anak (pengembangan norma kerja), serta perdagangan anak 1, 5, 6 Komisi Perlindungan Anak Indonesia a. Penyediaan layanan pengaduan dan penanganan awal kasus kekerasan anak b. Pemantauan dan Advokasi kasus c. Pencegahan kekerasan terhadap anak 1, 2, 4, 5, 6 Kementerian Pariwisata Pencegahan kekerasan anak di sektor pariwisata, termasuk pencegahan terhadap prostitusi dan perdagangan anak 2, 5, 6 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) a. Penarikan pekerja anak dengan pekerjaan terburuk bagi anak (pengembangan norma kerja), serta perdagangan anak 1, 5, 6 Mahkamah Agung a. Penyediaan sarana dan prasarana peradilan anak yang mengacu pada kepentingan terbaik bagi anak b. Pelatihan aparat penegak hukum terkait perlindungan anak dan sistem peradilan anak 1, 5 Kejaksaan Agung a. Penyediaan sarana dan prasarana peradilan anak yang mengacu pada kepentingan terbaik bagi anak b. Pelatihan aparat penegak hukum terkait perlindungan anak dan sistem peradilan anak 1, 5 Komisi Nasional Anti- Kekerasan terhadap Perempuan a. Penyediaan layanan pengaduan dan penanganan awal kasus kekerasan anak perempuan b. Pemantauan dan Advokasi kasus c. Pencegahan kekerasan terhadap anak perempuan 1, 2, 4, 5, 6
  • 56. 45 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 Kementerian/ Lembaga Rekomendasi Fungsi dan Peran Keterkaitan dengan Strategi* Lembaga Swadaya Masyarakat, termasuk di dalamnya kelompok keagamaan, asosiasi profesi dan pengusaha, organisasi pemuda, dan masyarakat. Program pendidikan, penjangkauan, dan pelayanan terkait kekerasan terhadap anak. Seluruh strategi Instansi lain yang dianggap perlu Catatan Kode Strategi : 1 Legislasi dan penerapan kebijakan yang melindungi anak dari segala bentuk kekerasan 2 Pengubahan norma sosial dan praktik budaya yang menerima, membenarkan atau mengabaikan kekerasan 3 Pengasuhan yang mendukung hubungan yang aman dan penuh kasih sayang antara pengasuh (khususnya orangtua) kepada anaknya untuk mencegah kekerasan 4 Peningkatan keterampilan hidup dan ketahanan diri anak dalam mencegah kekerasan serta mendukung program wajib belajar untuk anak 5 Penyediaan layanan pendukung yang terjangkau dan berkualitas untuk korban, pelaku, dan anak dalam resiko 6 Peningkatan kualitas data dan bukti pendukung tentang kekerasan terhadap anak
  • 57. 46 Lampiran2 IndikatorCapaianBerdasarkanRPJMN2015-2019 Indikatorcapaiansetiapstrategidisusunberdasarkananalisisdariprogram-programyangsudahtercantumdalamRPJMN2015-2019. BerikutiniadalahdaftarindikatorcapaianyangdapatdigunakanberdasarkanhasilidentifikasidariLampiranMatriksK/Ldalamdokumen RPJMN2015-2019,yangsudahdikategorisasikanberdasarkanstrategitersebut. STRATEGI1:Legislasidanpenerapankebijakanyangmelindungianakdarisegalabentukkekerasan KementerianIndikator Target(2015,2016, 2017,2018,2019) Danayangtersedia(dalamRp miliar)–RPJMN2015-2019 KementerianKoordinatorPembangunan ManusiadanKebudayaan (KemenkoPMK) Persentase(%)KebijakanBidang PemberdayaanPerempuandan PerlindunganAnakyangdihasilkan 50;50;75;75;1008,3 Jumlahusulanrekomendasikebijakan perlindunganperempuandananak 2;2;2;2;2 KementerianPemberdayaanPerempuan danPerlindunganAnak(KPPPA) Jumlahkebijakanperlindungan kekerasanterhadapanakyangdisusun, direview,dikoreksi,dandifasilitasiuntuk diharmonisasikan 3;2;1;1;13,4 JumlahK/LdanProvinsiyangmemiliki profilperlindungankekerasanterhadap anak 4;6;6;6;73,3
  • 59. 48 STRATEGI2:Pengubahannormasosialdanpraktikbudayayangmenerima,membenarkanataumengabaikankekerasan KementerianIndikator Target(2015,2016, 2017,2018,2019) Danayangtersedia(dalam Rpmiliar) KementerianKomunikasidan Informatika(Kemenkominfo) Jumlahjudulkonteninformasi yangsiappakai,dimanfaatkanoleh pemerintahdaerahdandisebarkan kemasyarakatuntukmeningkatkan kecerdasandanpengembangan kepribadianbangsadanlingkungan sosialnya(terutamadaerah terdepan,terluar,tertinggaldan pascakonflik) 24;30;30;30;30104,8 KementerianPemberdayaan PerempuandanPerlindunganAnak JumlahSDMterlatihtentang perlindungankekerasanterhadap anakdiK/L,Provinsi/Kabupaten/ Kota,danOrganisasiMasyarakat 110;140;145;115; 145 3,65 JumlahSDMPegiat(Champion) perlindungankekerasanterhadap anakdiK/L,Provinsi/Kab/Kotadan Ormas 5;5;8;8;83,65
  • 60. 49 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 JumlahpelaksanaankegiatanKIE pelaksanaankebijakanperlindungan kekerasanterhadapanak(aktivitas) 5;7;6;6;63,15 KementerianKetenagakerjaanJumlahperusahaanyangmenerapkan normakerjaanak 490;515;540;567; 595 597,59(totalseluruh indikator) STRATEGI3 :Pengasuhanyangmendukunghubunganyangamandanpenuhkasihsayangantarapengasuh(khususnyaorangtua) kepadaanaknyauntukmencegahkekerasan KementerianIndikator Target(2015,2016, 2017,2018,2019) Danayangtersedia(dalam Rpmiliar) KementerianKoordinator PembangunanManusiadan Kebudayaan(KemenkoPMK) Jumlahrekomendasikebijakanterkait denganpeningkatanperankeluarga dankesejahteraananak 2;2;2;2;29,4 BadanKoordinasiKeluargaBerencana Nasional(BKKBN) Persentasekeluargayangmemiliki balitadananakyangmemahami danmenerapkanpengasuhandan perkembangananak 50.2;55.5;60.5; 65.5;70.5 74,4
  • 62. 51 STRATEGINASIONALPENGHAPUSANKEKERASANTERHADAPANAK2016-2020 STRATEGI5 :Penyediaanlayananpendukungyangterjangkaudanberkualitasuntukkorban,pelakudananakdalamresiko KementerianIndikator Target(2015,2016, 2017,2018,2019) Danayangtersedia(dalam Rpmiliar) KementerianSosial(Kemsos) KementerianHukumdanHAM (Kemkumham) Jumlahanakbalita,anakterlantar/ jalanan,anakyangberhadapan denganhukum,anakdisabilitas,anak yangmembutuhkanperlindungan khususyangmendapatkanPelayanan KesejahteraanSosialdidalampanti 1620;1620;1620; 1620;1620 1.763,30 Jumlahanakbalita,anakterlantar/ jalanan,anakberhadapandengan hukum,anakdisabilitas,anakyang membutuhkanperlindungankhusus yangmendapatkanpelayanan kesejahteraansosialdiluarPanti 13717;13717; 13717;13717; 13717 JumlahLembagaKesejahteraanSosial Anakyangtelahdikembangkan/ dibantu 130;130;130;130; 130 Jumlahpekerjamigranterlantaryang dipulangkankedaerahasal 1670;1475;1475; 1475;1475 208,5 Jumlahkorbantindakkekerasanyang mendapatrehabilitasipsikososialdi RPTCdanLKS 15000;9700;9700; 9700
  • 63. 52 KementerianIndikator Target(2015,2016, 2017,2018,2019) Danayangtersedia(dalam Rpmiliar) KementerianHukumdanHAM (Kemkumham) Jumlahpekerjamigranterlantaryang mendapatkanasistensisosialdalam bentukUEP 5000;3000;3000; 3000;3000 Jumlahpendamping(masyarakat) yangmeningkatkemampuannya dalampenangananKTKdanPMB 125;80;80;80;80 JumlahLPASdanLPKAyang mengimplementasikanlayanan pencatatandanpenilaiananak berdasarkanstandaryangtersedia (berbasisIT) 5;7;9;11;1322.2 JumlahBapasyangmenyediakan layananpencatatan,klasifikasiklien berdasarkanstandaryangtersedia (berbasisIT) 5;7;9;11;13 JumlahBapasyang mengimplementasikanbantuan berdasarkanstandar 5;10;15;20;30 JumlahBapasyangmenyediakan konselingberdasarkanstandar 8;13;18;23;30 JumlahBapasyang mengimplementasikanpemantauan berdasarkanstandar 3;8;13;18;30
  • 65. 54