Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Kelarutan Semu
1. PRAKTIKUM FARMASI FISIK 1
“KELARUTAN SEMU / TOTAL”
TEORI 2 KELOMPOK C
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
1. Nur Itciani Harlin ( NIM : 18123441A )
2. Ridwan ( NIM : 18123442A )
3. Suryana Suwardi ( NIM : 1813444A )
4. Lawini Dilla windari ( NIM : 18123485A )
Tanggal Praktikum : Sabtu, 17 Nopember 2012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2012
2. I. JUDUL
Kelarutan semu / total (apparent solubility)
II. TUJUAN
Mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelarutan bahan obat yang
bersifat asam lemah.
III. DASAR TEORI
Bahan-bahan obat sebagian besar berupa senyawa organik yang
berifat asam lemah atau basa lemah, dengan demikian faktor pH sangat
mempengaruhi kelarutannya. Untuk obat-obat yang besofat asam lemah, pada
pH yang absolute rendah zat tersebut praktis tidak mengalami ionisasi.
Kelarutan obat dalam bentuk ini sering disebut sebagai kelarutan intrinsik.
Jika pH dinaikkan, maka kelarutan pun akan meningkat, karena selain
terbentuk larutan jenuhobat dalam bentuk molekuk yang berbentuk ion, seperti
terlihat pada kesetimbangan ionisasi skema gambar 1.
HAaq H1
aq + A-
aq
(SO) (S – SO)
HAs
Gambar 1. Skema kesetimbangan ionisasi asam lemah dalam keadaan jenuh.
So = (HA)aq kelarutan intrinsic
S = (HA)aq + (A-
) aq = apparent solubility
Adapun fraksi obat yang terionkan (fi) dan fraksi obat yang tidak
terionkan (fu) dalam larutan, hubungannya dengan pH larutan mengikuti
persamaan Hendesron-Hesselbalch :
pH = pKa + log (fi)/(fu) (1)
3. Dari uraian diatas dalam keadaan jenuh, persamaan (1) dapat diubah menjadi :
pH = pKa + log (S-So)/(So) (2)
log (So-S)/(S) = pH – pKa (3)
Apabila besarnya pH sama dengan pKa, maka kelarutan obat menjadi
dua kali kelarutan intrinsiknya, jika besarnya pH satu unit diatas pKa kelarutan
obat menjadi 11 kali kelarutan intrinsiknya, dan jika besarnya dua unit diatas
harga pKa, maka kelarutannya mningkat menjadi 101 kali kelarutan
intrinsiknya.
IV. ALAT
1. Shaking thermostatic waaterbath
2. Centrifuge
3. Flakon
4. Pipet ukur 10 ml
5. Pipet ukur 25 ml
6. Pipet tetes
7. Kuvet
8. Spektrometri UV Vis
9. Siring
10. Disolusi Tester
11. Gelas – gelas ukur
12. Kalkulator
13. Tissue
14. Batang pengaduk
V. BAHAN
1. Asam asetil salisilat 30 mg
2. Aquades
3. Larutan dapar fosfat dengan berbagai pH dengan kekuatan ion tertentu
4. Alkohol
4. VI. CARA KERJA
1. Membuat larutan dapar phosfat ph 4,5 konsentrasi 0,05 M :
Menimbang natrium asetat sebanyak 5,98 gram
Mengambil asam asetat glasial sebanyak 3,32 ml dengan gelas
ukur
Memasukan natrium asetat kedalam labu takar 2 liter, ditambah
asam asetat glasial, kocok larut, kemudian cukupkan dengan
aquadest sampai 2 liter
2. Membuat kurva baku :
Menimbang asetosal sebanyak 30 mg
Memasukan asetosal kedalam labu takar kemudian
menambahkan alkohol 96% secukupnya, kocok sampai asetosal
larut
Cukupkan dengan aquadest sampai 25 ml
Mengambil larutan stok masing-masing sebanyak 5 ml ; 6 ml ;
7 ml ; 8 ml ; 9 ml ; 10 ml ; 11 ml
Mengencerkan masing-masing stok dengan larutan dapar asetat
ph 4,5 sampai 25 ml
Menghitung konsentrasi dari masing-masing stok dengan
rumus =
Mencari absorbansi masing-masing stok dengan menggunakan
alat spektrofotometer UV-VIS
Memasukan data konsentrasi dan absorbansi dari masing-
masing larutan stok kedalam tabel kurva baku
3. Menimbang asetosal untuk sample sebanyak 500 mg
4. Memanaskan media dapar sampai suhu 37°C
5. Memasukan acetosal kedalam media dapar setelah suhu yang
dimaksudkan untuk percobaan tercapai
6. Mengaktifkan pengaduk pada kecepatan 100 rpm ; 150 rpm dan 200
rpm selama 15 menit
7. Ambil sampel masukan di kuvet.
8. Mencari absorbansi pada λ = 265 mm dari larutan sampel
menggunakkan spektrofotometer UV-VIS
9. Menghitung konsentrasi dari sample.
5. VII. HASIL PRATIKUM
Data dan perhitungan
Volume (mL) Konsentrasi Absorbansi
5 mL
6 mL
7 mL
8 mL
9 mL
10 mL
11 mL
6
7,2
8,4
9,6
10,8
12
13,2
0,103
0,127
0,147
0,170
0,204
0,226
0,262
a = - 0,3214
b = 0,02178
r = 0,9962
Perhitungan untuk menentukan kosentrasi :
5 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 5 = C2 x 25
C2 = 6
6 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 6 = C2 x 25
C2 = 7,2
7 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 7 = C2 x 25
C2 = 8,4
8 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 8 = C2 x 25
C2 = 9,6
6. 9 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 9 = C2 x 25
C2 = 10,8
10 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 10 = C2 x 25
C2 = 12
11 ml
C1 x V1 = C2 x V2
30 x 11 = C2 x 25
C2 = 13,2
pada 100 rpm
y = A + Bx
x =
𝑦−𝐴
𝐵
x =
1,724 − ( −0,03214)
0,02178
x =
1,75014
0,02178
x = 80.63 ppm = 80,63 mg/L
x = 80,63 mg/L × 0,5 L
x = 40,31 mg
Kadar yang diperoleh adalah =
40,31
50
× 100 % = 80,62 %
RPM Absorbansi
100
150
200
1,724
1,718
1,783
7. pada 150 rpm
y = A + Bx
x =
𝑦−𝐴
𝐵
x =
1,718 − ( −0,03214)
0,02178
x =
1,75041
0,02178
x = 80.35 ppm = 80,35 mg/L
x = 80,35 mg/L × 0,5 L
x = 40,17 mg
Kadar yang diperoleh adalah =
40,17
50
× 100 % = 80,35 %
pada 200 rpm
y = A + Bx
x =
𝑦−𝐴
𝐵
x =
1,783 − ( −0,03214)
0,02178
x =
1,8151
0,02178
x = 83,34 ppm = 83,34 mg/l
x = 83,34 mg/L × 0,5 L
x = 41,67 mg
Kadar yang diperoleh adalah =
41,67
50
× 100 % = 83,34 %
8. GRAFIK
VIII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Pada percobaan ini
digunakan sampel yaitu asetosal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur,
jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan
surfaktan, serta efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan
mempercepat kelarutan zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan
mempercepat kelarutan zat, dan dengan adanya garam akan mengurangi
kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih lebih larut dalam campuran pelarut
0.103
0.127
0.147
0.17
0.204
0.226
0.262
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
6 7.2 8.4 9.6 10.8 12 13.2
kurva baku
a
b
s
o
r
b
a
n
k o n s e n t r a s i
80.62% 80.34%
83.32%
78.00%
79.00%
80.00%
81.00%
82.00%
83.00%
84.00%
100 150 200
Persentase(%)
Kadar Larutan
RPM
9. daripada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama
(cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi menaikkan kelarutan zat
disebut cosolvent.
Percobaan dilakukan dengan cara berikut :
1. Membuat larutan Dapar Asetat
2. Membuat Kurva baku
4. Masing-masing kelompok menimbang asetosal 50 mg
I. 100 rpm
II.150 rpm
III.200 rpm
5. Baru menggunakan spektro λ 265 mm
XI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilkukan maka dapat disimpulkan
bahwa semakin besar pH pelarut yang diguanakan untuk melarutkan suatu zat
maka akan semakin besar pula angka kelarutannya, begitu pula sebaliknya.
Data yang diperoleh adalah :
Volume (mL) Konsentrasi Absorbansi
5 mL
6 mL
7 mL
8 mL
9 mL
10 mL
11 mL
6
7,2
8,4
9,6
10,8
12
13,2
0,103
0,127
0,147
0,170
0,204
0,226
0,262
a = - 0,3214
b = 0,02178
r = 0,99627
RPM Absorbansi
100
150
200
1,724
1,718
1,783
10. Kadar yang diperoleh pada 100 rpm = 80,62 %
Kadar yang diperoleh pada 150 rpm = 80,35 %
Kadaryang diperoleh pada 200 rpm = 83,34 %
11. X. DAFTAR PUSATAKA
Dzakwan , Muhammad dan Dewi Ekowati. 2011 . Petunjuk praktikum farmasi fisik I
. Universitas Setia Budi , hal 18
Internet, 2012, Kelarutan Semu / total , www.wikipedia.com
XI. DISKUSI
1. Apa saja yang dapat mempengaruhi harga pKa dan terangkan mengapa
berpengaruh?
Yang mempengaruhi harga pKa adalah pH, apabila besarnya pH sama dengan
pKa makakelarutan obat menjadi 2 kali kelarutan intrinsiknya. Jika besarnya
ph satu unit diatas pKa kelarutan obat menjadi 11 kalikelarutan intrinsiknya,
dan jika besarnya 2 unit diatas harga pKa maka kelarutannya meningkat
menjadi 101 kali kelarutan intrinsiknya.
2. Bagaimana rumus perhitungan kelarutan untuk bahan-bahan obat yang besifat asam
lemah?
Rumusnya adalah :
pH = pKa + log (S-So)/(So)
log (So-S)/(S) = pH – pKa