SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
227
KONTROL POSISI AKTUATOR PNEUMATIK
DENGAN KATUP ON/OFF SECARA PWM
Roche Alimin
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Kristen Petra
Jl. Siwalankerto 142-144, 60236
ralimin@peter.petra.ac.id
Abstrak
Gerakan pada aktuator pneumatik pada umumnya hanya dapat berhenti pada kedua ujung terminalnya. Dengan
tujuan melebarkan aplikasi dari sistem pneumatik maka pada penelitian ini dikembangkan sistem kontrol yang memampukan
sebuah aktuator pneumatik untuk dapat berhenti pada setiap posisi sepanjang langkahnya.
Katup solenoid on-off 3/2 dengan sinyal PWM diuji coba untuk digunakan menggantikan katup servo proporsional
dengan pertimbangan lebih ekonomis. Sedangkan algoritma kontrol yang diujicoba adalah Kontrol Konvensional dan
Kontrol Fuzzy.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa periode PWM yang terjadi masih cukup besar dan efek pegas udara
bertekanan pada sistem pneumatik menghalangi penerapan Kontrol Konvensional (PID) untuk dapat bekerja dengan baik.
Sedangkan penggunaan Kontrol Fuzzy menghasilkan nilai steady state error yang cukup baik (dengan angka maksimal 1
quanta level pembacaan encoder).
Keywords: Kontrol pneumatik, kontrol posisi, PWM
1. PENDAHULUAN
Aktuator pneumatik menawarkan beberapa
keuntungan untuk aplikasi-aplikasi di industri
manufaktur, antara lain karena gerakannya yang
cepat dan murah jika dibandingkan dengan jenis
lainnya, seperti hidraulik atau motor listrik. Secara
umum, untuk gerak linier, aktuator dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
aktuator linier pneumatik, aktuator linier hidraulik
dan motor listrik linier. Masing-masing jenis aktuator
linier tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Sayangnya kelebihan aktuator linier pneumatik yang
cukup menonjol, yaitu kemampuan gerak liniernya
yang cepat, tidak diimbangi dengan kemampuan
untuk berhenti pada setiap posisi geraknya. Aktuator
linier pneumatik hanya dapat berhenti pada kedua
ujung (endpoint)-nya. Sehingga sistem kontrol yang
umum digunakan adalah Bang-bang. Sedangkan
untuk dapat berhenti pada setiap posisi gerakannya
dibutuhkan sistem kontrol yang lebih ekstra, yaitu
sistem kontrol umpan balik dengan menggunakan
katup proporsional (Maeda, 1999; Situm, 2001; Shu
Ning, 2002; Khayati, 2004, Parnichkun, 2001).
Tetapi karena desain dari katup ini sendiri sangat
komplek maka harganya sangat mahal, dan sebagai
alternatif lain yang lebih murah adalah dengan
mengfungsikan dua buah katup on/off sebagai ganti
katup servo proporsional. Harga satu buah katup
tersebut hanya sekitar 15% dari katup proporsional.
[sumber: Festo]
Penggunaan dua buah katup on/off 3/2
dimungkinkan apabila sinyal input untuk katup
tersebut berupa sinyal PWM (Pulse Width
Modulation), serta kedua katup tersebut diatur
dengan fase saling berlawanan.
Akibat sulitnya memodelkan sistem pneumatik
maka untuk algoritma kontrolnya, penggunaan
kontrol fuzzy logic masih merupakan solusi yang
diunggulkan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan
kontrol fuzzy logic tidak bergantung pada model
matematika sistem tetapi lebih didasarkan pada
logika pengalaman, seperti penentuan jumlah input
membership function, bentuk membership function
dan rule base yang akan dipakai.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Gambaran Sistem Percobaan
Kontrol posisi aktuator pneumatik sedikitnya
membutuhkan beberapa komponen inti, seperti unit
sensor, unit penguat dan unit kontroler. Pada gambar
berikut ini adalah skema rangkaian dari komponen-
komponen inti tersebut.
Gambar 1. Skema Rangkaian Dasar Sistem
Kontrol Umpan Balik Aktuator
Pneumatik
Sistem kontrol umpan balik mutlak diperlukan
untuk keperluan ini. Sinyal umpan balik dari unit
sensor akan dibandingkan dengan sinyal target oleh
unit kontroler. Seterusnya sinyal tersebut akan
dikondisikan dan dikuatkan sebelum akhirnya sampai
Unit Kontroler Unit Penguat
Aktuator
Pneumatik
Posisi
Aktual
Posisi
Target
Unit Sensor
228
pada katup pneumatik untuk mengatur gerakan
aktuator pneumatik.
Berdasarkan rangkaian pneumatik umpan balik
seperti pada gambar di atas, maka untuk tujuan
pengontrolan posisi aktuator pneumatik linier dengan
penggunaan katup solenoid on/off 3/2, dapat
dirangkai sistem pneumatik seperti pada gambar
berikut ini.
Gambar 2. Skema Rangkaian Sistem Pneumatik
Umpan Balik
Keterangan nomor:
1. Silinder pneumatik aksi ganda rodless
2. Katup kontrol aliran satu arah
3. Katup on/off solenoid 3/2
4. Sumber dan pengatur udara bertekanan
5. Potensiometer linier
6. Unit sensor
7. Unit kontroler dan unit penguat
8. Alat ukur tekanan
Beberapa kondisi dan kerja yang harus dilakukan
agar sistem pneumatik umpan balik seperti pada
gambar di atas dapat berjalan adalah sebagai berikut:
 Terdapat sensor posisi yang dilengkapi dengan
unit antar muka (interface) yang berguna untuk
mendapatkan informasi posisi dari piston dan
mengubahnya menjadi sinyal yang dimengerti
oleh unit kontroler.
 Perancangan sebuah algoritma kontrol buka-
tutup katup yang mengatur pergerakan posisi
dan kecepatan dari piston seperti yang
diinginkan.
 Implementasi dari algoritma kontrol dengan
pemrograman mikrokontroler (unit kontrol)
untuk sistim pneumatik yang telah dibuat.
 Disain sebuah unit penggerak untuk menguatkan
sinyal output yang berasal dari mikrokontroler,
untuk menggerakkan piston.
 Untuk mengontrol pergerakan piston pneumatik,
mikrokontroler membutuhkan input eksternal
informasi posisi yang diinginkan operator, yaitu
interface dari setting point posisi dan kecepatan,
serta interface konstanta-konstanta kontrol
konvensional.
2.2 Cara Kerja dan Spesifikasi Sistem
Percobaan
Secara ringkas cara kerja dan spesifikasi sistem
pneumatik yang dirancang (seperti pada gambar di
atas) adalah sebagai berikut: Sebuah silinder aksi
ganda jenis rodless (1), dengan panjang 500 mm,
digunakan sebagai aktuator pneumatik yang akan
diatur pergerakaannya (posisi). Gambar dari silinder
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3. Tipe Silinder Pneuamtik Aksi Ganda yang
Digunakan, Rodless
Sumber :
http://www.festo.com/INetDomino/31171c.htm
Silinder pneumatik tersebut dikopel secara
langsung dengan sebuah potensiometer linier (5)
yang difungsikan sebagai unit sensor (displacement
encoder) dari pergerakan silinder tersebut. Panjang
potensiometer tersebut disamakan dengan panjang
silinder pneumatik, yaitu 500 mm dan mempunyai
tingkat resolusi 10 µm dan nilai tahanan maksimum
5KΏ. Nilai resistansi dari potensiometer tersebut
akan berubah-ubah sesuai dengan gerakan silinder
pneumatik. Dengan memberikan catu daya pada
potensiometer tersebut maka nilai-nilai resistansi tadi
akan dikonversi menjadi nilai-nilai tegangan. Sinyal
berupa tegangan ini adalah sinyal analog dan harus
diubah terlebih dahulu menjadi sinyal digital, dengan
cara mengumpankannya ke sebuah Analag to Digital
Converter (ADC) (6), sebelum akhirnya masuk ke
unit kontroler (7) (mikrokontroler Basic Stamp 2P).
Integrated Circuit (IC) ADC yang dipakai adalah IC
0831, yang merupakan 8 bit ADC. Sehingga
pergerakan full range silinder pneumatik akan
menghasilkan kesensitifan pembacaan sebesar
500/256, yaitu kurang lebih 1,96 mm per pembacaan
sinyal data (quanta level). Dua gambar di bawah ini
adalah gambar potensimeter linier tersebut beserta
dengan gambar rangkaian ADC-nya.
Gambar 4. Potensiometer Linier
Sumber:
http://www.festo.com/INetDomino/31171c.htm
229
Gambar 5. Skema Unit Sensor (Potensimeter Linier
dan ADC)
Sinyal digital dari unit sensor ini adalah sinyal
umpan balik yang akan diterima oleh unit kontroler
untuk dibandingkan dengan sinyal setting dari
operator. Nilai error dari kedua sinyal inilah yang
akan dipakai sebagai dasar bagi unit kontroler untuk
memberikan sinyal keluaran berupa Pulse Witdh
Modulation (PWM) bagi katup pneumatik solenoid
on/off 3/2 (2). Ada 2 buah katup pneumatik solenoid
on/off 3/2 yang dipasang pada masing-masing port
silinder pneumatik. Keduanya diberi sinyal PWM
yang mempunyai fase berlawanan. Sehingga dengan
mengatur duty cycle dari kedua katup tersebut maka
pergerakan dari silinder pneumatik dapat
dikendalikan. Berikut ini adalah gambar katup
solenoid on/off 3/2 beserta dengan gambar
simbolnya.
Gambar 6. Kiri: Katup Solenoid 3/2.
Kanan: Simbolnya
Oleh karena sinyal digital PWM dari unit
kontroler masih lemah, maka sinyal ini hanya
difungsikan sebagai sinyal masukan dari rangkaian
transistor yang berfungsi sebagai penguat dan relay.
Sebagai unit kontroler, yang mana tempat
diimplementasikannya algoritma kontrol yang
diusulkan, digunakan DT-Basic Mini System dengan
Basic Stamp 2P sebagai prosesornya. Sebagai
kontroler, DT-Basic Mini System mempunyai tugas
sebagai berikut:
 penentu besaran error
 pengeksekusi algoritma kontrol
 generator sinyal PWM bagi katup solenoid
3/2.
Gambar mikrokontroler DT-Basic Mini System
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 7. Mikrokontroler DT-Basic Mini System
Sumber : http://www.innovativecreative.com
Berikut ini adalah gambar fisik sistem kontrol
posisi aktuator linier pneumatik yang berhasil
dirancang untuk tujuan percobaan ini.
Gambar 8. Perangkat Keras Sistem Percobaan
Keterangan nomor:
1. Silinder pneumatik rodless 500 mm
2. Potensiometer linier 5 KΏ 500 mm
3. Katup solenoid on/off 3/2
4. Relay board
5. Mikrokontroler Basic Stamp 2P
6. Rangkaian ADC 0831
7. Power supply/adaptor ± 12 volt
8. Adaptor 5 volt dan 24 volt
9. T divider
Pada sistem percobaan di atas tidak digunakan
sistem pengakusisian data untuk posisi maupun
kecepatan gerak dari piston silinder. Dengan
demikian untuk pengamatan hanya dilakukan secara
kasat mata saja.
2.3 Aliran Data/Sinyal Sistem Percobaan
Aliran data/sinyal dari sistem percobaan dapat
dilihat pada gambar berikut.
Gambar 9. Aliran Data/Sinyal Dari Sistem
Percobaan
Posisi
set Kontrol er PWM
generator
Actuator
Valve
ADC
DT-Basic Mini
System
Sensor Posisi
Linier
Posisi
Aktual
+
-
230
Keberadaan posisi aktual dibaca oleh potensiometer
linier (sebagai sensor) untuk dibandingkan dengan
posisi setting baru yang diinginkan. Oleh sebab
proses pembandingannya dilakukan di
mikrokontroler maka sinyal dari sensor yang berupa
sinyal analog diubah terlebih dahulu oleh unit ADC.
Hasil dari proses pembandingan tersebut adalah error
antara posisi setting dan posisi aktual yang terjadi.
Sinyal error ini akan menjadi inputan baik bagi
kontroler. Sinyal error ini juga diturunkan menjadi
sinyal error kecepatan (melalui algoritma program)
untuk diumpankan sebagai inputan kedua bagi
kontroler. Kontroler sekaligus menerjemahkan
outputnya menjadi sinyal PWM.
2.4 Langkah Percobaan
Untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem
kontrol maka pertama-tama akan dilakukan
percobaan untuk mengetahui range daripada duty
cycle PWM yang dapat diterima oleh sistem
pneumatik yang dibangun. Idealnya range duty cycle
berkisar antara 0–100%, tetapi oleh karena
keterbatasan dari katup solenoid on/off 3/2 yang
dipergunakan (mungkin juga komponen sistem yang
lain) maka besar duty cycle yang akan digunakan
dibatasi sampai dengan range tertentu (akan
diketahui dari percobaan). Langkah selanjutnya
adalah menentukan periode minimal PWM yang
dapat dilakukan oleh sistem pneumatik tersebut.
Setelah itu baru dilakukan pencarian metode-metode
pengontrolan yang lebih baik untuk tujuan
pengontrolan posisi silinder pneumatik tersebut dan
pengambilan datanya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Akusisi data dilakukan oleh PC lewat program
editor Basic Stamp 2P, dimana monitor PC juga
difungsikan sebagai HMI (Human Machine
Interface)-nya. Dengan demikian pembacaan steady
state error dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data setting dan data aktualnya.
3.1 Periode PWM yang Didapatkan
Pada pengujian pertama kali didapatkan bahwa
range dari duty-cycle PWM berkisar antara 30% s/d
65% dengan periode 100 ms. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan kecepatan relay dan katup
solenoid on/off 3/2 yang digunakan, khususnya
kecepatan relay yang hanya mampu minimal 100 ms.
Dengan mengganti relay dengan transistor untuk
proses switching-nya maka periode PWM-nya dapat
dikecilkan lagi sampai menjadi 80 ms. Ada 2 hal
yang membatasi nilai minimal periode PWM ini.
Yang pertama adalah batasan dari kecepatan gerak
dari katup solenoid on/off 3/2 yang digunakan. Katup
tersebut mempunyai kecepatan 8,5 ms untuk
bergerak dari keadaan off ke on dan 4,5 ms untuk
bergerak dari keadaan on ke off. Dari batasan ini
mengharuskan periode minimal untuk bergerak on-
off adalah 13 ms (8,5 + 4,5 ms). Dengan
mempertimbangkan faktor keamanan maka diambil
angka 14 ms. Batasan yang kedua adalah beda besar
duty-cycle minimal dimana masih mampu untuk
menggerakkan piston. Dari percobaan didapatkan
bahwa beda duty-cycle minimal yang diperlukan di
antara kedua katup yang digunakan adalah sekitar 11
s/d 12 ms (data didapatkan dari beberapa kali
percobaan). Untuk itu diambil angka yang paling
tinggi, yaitu 12 ms. Dengan kata lain, bila piston
dalam keadaan diam, idealnya besar duty-cycle di
antara kedua katupnya adalah 50%-50%, dengan fase
yang berlawanan di antara kedua katup tersebut.
Dengan angka 12 ms (15% dari 80 ms) tersebut
berarti untuk dapat mulai bergerak maka beda duty-
cycle di antara kedua katup minimal harus 65%-35%
(gerak ke kanan) atau 35%-65% (gerak ke kiri) untuk
besar periode PWM 80 ms. Berdasarkan dengan nilai
beda minimal ini dan juga pertimbangan besar
periode PWM maka dapat dirancang besar variasi
duty-cycle yang ingin digunakan untuk
menggerakkan piston, dipilih range 14 ms. Besar
variasi ini akan menentukan variasi kecepatan
daripada piston. Dengan demikian besar periode
minimal PWM yang dapat digunakan agar piston
dapat bergerak adalah: Setengah periode PWM =
Gerak minimal katup(14 ms) + Beda minimal duty-
cycle untuk piston mulai bergerak(12 ms) + Besar
variasi duty-cycle(14 ms). Sehingga didapatkan besar
periode PWM sebesar 80 ms.
Gambar 10. Variasi Duty-Cycle PWM yang Dapat
Digunakan
Dari hasil percobaan untuk mendapatkan periode
PWM ini dapat dianalisa sebagai berikut. Ada 2 hal
yang saling kontradiksi yang terjadi yaitu besar
variasi duty-cycle dan besar periode PWM. Di satu
pihak, periode PWM ingin dibuat sekecil mungkin
untuk mencegah gerakan piston yang tersendat-
sendat. Tetapi hal ini dibatasi oleh beda duty-cycle
minimum dan kecepatan maksimum dari gerak katup
on/off, yang memang mempunyai harga pasti untuk
rangkaian percobaan yang dibuat. Satu faktor yang
masih bisa diatur adalah besar variasi duty-cycle
PWM. Memperkecil besar periode PWM
menyebabkan besar variasi duty-cycle yang kecil
pula. Padahal besar variasi duty-cycle ini akan
menentukan variasi kecepatan dari gerakan piston.
Dengan variasi kecepatan yang kecil maka
pengimplementasian berbagai algoritma kontrol akan
tidak berpengaruh terhadap hasil akhir. Di lain pihak,
bila besar periode PWM yang terlalu besar maka
Minimal 12 ms Minimal 14 ms
Periode PWM
1
0
OffOn On
Variasi Duty-Cycle
Beda Duty-Cycle Kec.On/off Katup
231
akan mengakibatkan steady state error karena
adanya efek pegas dari udara bertekanan terhadap
piston yang digerakkannya.
Variasi duty-cycle yang digunakan di dalam
percobaan mempunyai range hanya 14 ms, dengan
periode PWM 80 ms. Dengan pertimbangan ini maka
algoritma kontrol yang masih cukup relevan untuk
diujicobakan adalah kontrol P, PI dan single input
fuzzy logic.
Berikut ini adalah hasil pengujian kontrol posisi
dengan kontroler P. Peningkatan dan penurunan set
point dilakukan secara inkremental sebesar 50 ql dan
25 ql.
Tabel 1. Kontrol posisi dengan kontroler P
No
Posisi
Set (ql)
Posisi
Aktual
(ql)
Error
(ql)
Inkremental 50 ql
1 100 101 1
2 150 153 3
3 200 201 1
4 250 250 0
5 200 197 3
6 150 150 0
7 100 97 3
8 50 44 6
9 5 5 0
10 50 53 3
11 100 103 3
12 150 152 2
13 200 202 2
14 250 250 0
15 200 197 3
16 150 149 1
17 100 96 4
18 50 46 4
19 10 8 2
Inkremental 25 ql
1 50 55 5
2 75 81 6
3 100 103 3
4 125 126 1
5 150 151 1
6 175 176 1
7 200 202 2
8 225 227 2
9 250 250 0
10 225 222 3
11 200 198 2
12 175 175 0
13 150 148 2
14 125 124 1
15 100 97 3
16 75 74 1
17 50 46 4
Pada tabel di atas terlihat bahwa steady state
error dari kontroler P cukup besar dan mempunyai
keberulangan yang jelek. Hal ini ditenggarai akibat
variasi kecepatan yang terlalu kecil (kecepatan terlalu
konstan), sehingga efeknya kurang mewakili perilaku
kontroler P dan cenderung berperilaku sebagai
kontroler umpan balik biasa. Dengan hasil seperti ini,
tidaklah memungkinkan pula menerapkan kontroler
jenis lain seperti kontroler PI atau PD atau bahkan
PID. Sebagai solusi lain yang masih memungkinkan
untuk diterapkan adalah kontroler fuzzy-logic dengan
single input. Inputnya hanya berupa error posisi saja,
tidak seperti pada kontroler yang diusulkan pada
penelitian ini yang mana juga mempertimbangkan
input error kecepatan.
Berikut ini adalah hasil dari pengimplementasian
kontroler fuzzy-logic dengan single-input-single-
output ke dalam sistem kontrol pneumatik yang diuji.
Prosesnya dilakukan dengan posisi awal 50 quanta
level ke arah 250 quanta level, dan digerakkan dalam
dua arah. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2. Hasil Percobaan Kontroler Fuzzy-
logic (1 input)
No
Posisi
Set (ql)
Posisi
Aktual
(ql)
Error
(ql)
1 250 250 0
2 50 49 1
3 250 250 0
4 50 51 1
5 250 250 0
6 50 51 1
7 250 250 0
8 50 51 1
9 250 250 0
10 50 50 0
11 250 250 0
12 50 51 1
13 250 250 0
14 50 51 1
15 250 250 0
16 50 50 0
17 250 251 1
18 50 50 0
19 250 250 0
20 50 50 0
232
Dari hasil percobaan di atas, meskipun hasilnya
sudah lebih baik dari percobaan yang pertama kali
(kontroler P), tetapi masih seringkali terjadi error
(steady state error) pada arah kembalinya (dari 250
ql ke 50 ql). Sedangkan dari arah 50 ql ke 250 ql
tidak terjadi error. Karena error hanya terjadi pada
satu arah saja maka dapat dianalisa bahwa error lebih
disebabkan oleh konstruksi dari peralatan
pneumatiknya. Ada dua hal yang ditenggarai menjadi
penyebabnya, yaitu kekurang-balance-nya
penyetelan flow control valve yang digunakan pada
kedua ujung silinder, atau konstruksi panjang saluran
udara di dalam silinder yang berbeda cukup
siknifikan panjangnya. Penyebab yang terakhir ini
lebih cenderung untuk dicurigai mengingat sifat fisik
udara yang mampu mampat itu. Kebetulan meskipun
silinder yang digunakan adalah jenis aksi ganda
tetapi terminalnya hanya terdapat pada salah satu
ujungnya. Dengan demikian untuk dapat mencapai
piston terdapat ketidak-samaan jarak tempuh di
antara kedua ujungnya.
Besar steady state error yang terjadi lebih
dipandang sebagai error 1 ql ketimbang sebagai
error sebesar 1,96 mm. Sebab dengan memakai ADC
yang lebih tinggi bit-nya, maka besar error akan
berkurang. Semisal apabila digunakan ADC 16 bit
maka besar error 1 ql ekuivalen dengan besar error
sekitar 8 μm. Tetapi pencapaian error yang kecil
tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain,
seperti faktor pegas udara, jenis kontroler yang
digunakan dan sebagainya.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini, yang mengusulkan
penggunaan katup solenoid on/off 3/2 untuk
menggantikan fungsi katup servo proporsional untuk
mengontrol posisi piston silinder pneumatik, masih
belum menunjukkan unjuk kerja yang diharapkan.
Penerapan kontroler P mengalami kegagalan akibat
variasi duty-cycle dari PWM yang terbatas, yaitu
dalam range 14 ms. Hanya kontroler tunggal fuzzy
logic saja yang terlihat menghasilkan angka steady
state error yang cukup baik (maksimal 1 quanta
level) meskipun tidak mencapai nol (dalam skala
0,01 mm-8 bit).
Periode PWM yang cukup besar (80 ms) telah
menyebabkan piston silinder kurang dapat bergerak
mulus dan menyebabkan adanya steady state error
pada saat piston akan berhenti. Penggunaan kontroler
PI belum dapat membantu mengatasi keadaan ini
selama periode PWM tidak dapat diperkecil.
Untuk tujuan pencapaian steady state error nol
(dengan tingkat ketelitian 0,01 µm) penelitian ini
dapat dilanjutkan dengan memakai algoritma hibrida
fuzzy logic-PID untuk katup proporsional.
Penggunaan katup on/off 3/2 tidak dimungkinkan
untuk pencapaian tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. S. Maeda, Y. Kawakami, K. Nakano. Position
Control of Pneumatic Lifters. Trans. of Japan
Hydraulic and Pneumatic Society, Japan, 1999.
2. Z. Situm. Pneumatic Servosystem Control
Using Fuzzy Logic Controller. Ph.D. Thesis,
University of Zagreb, Croatia, 2001.
3. Shu Ning and G. M. Bone. Method for Higher
Accuracy Pneumatic Servo Position Control.
Research report of McMaster Manufacturing
Research Institute, McMaster University,
Hamilton, Ontario, Canada. 2002.
4. K. Khayati, P. Bigras, L. A. Dessaint. A Robust
Feedback Linearization Force Control of a
Pneumatic Actuator Systems. Man and
Cybernetics, 2004 IEEE International
Conference on Volume 7, 10-13 Oct. 2004
Page(s): 6113 - 6119 vol.7.
5. M. Parnichkun, C. Ngaecharoenkul. Kinematics
Control of A Pneumatic System by Hybrid
Fuzzy-PID. Mechatronics. Elsevier Science Ltd.
2001.

More Related Content

What's hot

Bab 12 teknik pengaturan otomts
Bab 12   teknik pengaturan otomtsBab 12   teknik pengaturan otomts
Bab 12 teknik pengaturan otomtsEko Supriyadi
 
Teknik pemprograman pneumatik
Teknik pemprograman pneumatikTeknik pemprograman pneumatik
Teknik pemprograman pneumatikSusilo Monchozs
 
Dasar sistem pneumatik juli 2018
Dasar sistem pneumatik juli 2018Dasar sistem pneumatik juli 2018
Dasar sistem pneumatik juli 2018Rendy Pradana
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit5
J4012 pneumatik dan hidraulik unit5J4012 pneumatik dan hidraulik unit5
J4012 pneumatik dan hidraulik unit5Asraf Malik
 
Simulink PID
Simulink PIDSimulink PID
Simulink PIDdenaadi
 
160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses
160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses
160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-prosesDicky Syahputra
 
Pengertian kontrol
Pengertian kontrolPengertian kontrol
Pengertian kontrolarie eric
 
Sistem pengendalian
Sistem pengendalianSistem pengendalian
Sistem pengendalianAika Hartini
 
Unrika sistem kontrol dan plc
Unrika sistem kontrol dan plcUnrika sistem kontrol dan plc
Unrika sistem kontrol dan plcPamor Gunoto
 
080326 kitar penyamanan udara asas - andi
080326   kitar penyamanan udara asas - andi080326   kitar penyamanan udara asas - andi
080326 kitar penyamanan udara asas - andiPudin Mahari
 
Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)
Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)
Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)gunawanzharfan
 
Buku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatik
Buku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatikBuku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatik
Buku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatikAriyandi Yuda Prahara
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit10
J4012 pneumatik dan hidraulik unit10J4012 pneumatik dan hidraulik unit10
J4012 pneumatik dan hidraulik unit10Asraf Malik
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit9
J4012 pneumatik dan hidraulik unit9J4012 pneumatik dan hidraulik unit9
J4012 pneumatik dan hidraulik unit9Asraf Malik
 

What's hot (20)

Cara kerja pneumatik
Cara kerja pneumatikCara kerja pneumatik
Cara kerja pneumatik
 
SISTEM KONTROL
SISTEM KONTROLSISTEM KONTROL
SISTEM KONTROL
 
automotive sensor
automotive sensorautomotive sensor
automotive sensor
 
Bab 12 teknik pengaturan otomts
Bab 12   teknik pengaturan otomtsBab 12   teknik pengaturan otomts
Bab 12 teknik pengaturan otomts
 
Teknik pemprograman pneumatik
Teknik pemprograman pneumatikTeknik pemprograman pneumatik
Teknik pemprograman pneumatik
 
Dasar sistem pneumatik juli 2018
Dasar sistem pneumatik juli 2018Dasar sistem pneumatik juli 2018
Dasar sistem pneumatik juli 2018
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit5
J4012 pneumatik dan hidraulik unit5J4012 pneumatik dan hidraulik unit5
J4012 pneumatik dan hidraulik unit5
 
Simulink PID
Simulink PIDSimulink PID
Simulink PID
 
160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses
160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses
160124864 bab-i-konsep-dasar-pengendalian-proses
 
Sistem kontrol proses
Sistem kontrol proses Sistem kontrol proses
Sistem kontrol proses
 
Pengertian kontrol
Pengertian kontrolPengertian kontrol
Pengertian kontrol
 
Sistem pengendalian
Sistem pengendalianSistem pengendalian
Sistem pengendalian
 
Unrika sistem kontrol dan plc
Unrika sistem kontrol dan plcUnrika sistem kontrol dan plc
Unrika sistem kontrol dan plc
 
080326 kitar penyamanan udara asas - andi
080326   kitar penyamanan udara asas - andi080326   kitar penyamanan udara asas - andi
080326 kitar penyamanan udara asas - andi
 
Mengenal PLC
Mengenal PLCMengenal PLC
Mengenal PLC
 
Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)
Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)
Hidrolik dan Elektro-Hidrolik (Hydraulic and Electrical-Hidraulic)
 
Buku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatik
Buku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatikBuku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatik
Buku Pintar MIGAS INDONESIA - Sistem pneumatik
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit10
J4012 pneumatik dan hidraulik unit10J4012 pneumatik dan hidraulik unit10
J4012 pneumatik dan hidraulik unit10
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit9
J4012 pneumatik dan hidraulik unit9J4012 pneumatik dan hidraulik unit9
J4012 pneumatik dan hidraulik unit9
 

Viewers also liked

Resume jenis jeni bahan bakar
Resume jenis jeni bahan bakarResume jenis jeni bahan bakar
Resume jenis jeni bahan bakarDarman Syah
 
Edld 5362 week 5 aisd technology plan
Edld 5362 week 5 aisd technology planEdld 5362 week 5 aisd technology plan
Edld 5362 week 5 aisd technology plantrekkerjhawks
 
Edld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to School
Edld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to SchoolEdld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to School
Edld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to Schooltrekkerjhawks
 

Viewers also liked (9)

Team v4 margadarshan_demo
Team v4 margadarshan_demoTeam v4 margadarshan_demo
Team v4 margadarshan_demo
 
Happy birthday
Happy birthdayHappy birthday
Happy birthday
 
Team v4 margadarshan_demo
Team v4 margadarshan_demoTeam v4 margadarshan_demo
Team v4 margadarshan_demo
 
Resume jenis jeni bahan bakar
Resume jenis jeni bahan bakarResume jenis jeni bahan bakar
Resume jenis jeni bahan bakar
 
Number
NumberNumber
Number
 
Team v4 margadarshan_demo
Team v4 margadarshan_demoTeam v4 margadarshan_demo
Team v4 margadarshan_demo
 
Edld 5362 week 5 aisd technology plan
Edld 5362 week 5 aisd technology planEdld 5362 week 5 aisd technology plan
Edld 5362 week 5 aisd technology plan
 
The hare and the tortoise
The hare and the tortoiseThe hare and the tortoise
The hare and the tortoise
 
Edld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to School
Edld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to SchoolEdld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to School
Edld 5362 week 2 assignment - Social Networking Goes to School
 

Similar to Roche alimin p227-232

20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx
20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx
20509334033_Rizki Rido Utomo.pptxRizkiRidoUtomo
 
Jurnal Tugas Akhir Teknik Elektro
Jurnal Tugas Akhir Teknik ElektroJurnal Tugas Akhir Teknik Elektro
Jurnal Tugas Akhir Teknik ElektroAndrie A Hamali
 
makalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontroler
makalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontrolermakalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontroler
makalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontrolerMuhammad Ishaq
 
Materi EFI dan EMS.pdf
Materi EFI dan EMS.pdfMateri EFI dan EMS.pdf
Materi EFI dan EMS.pdfeko pras
 
Manual ecu juken 2
Manual ecu juken 2Manual ecu juken 2
Manual ecu juken 2Trunginh27
 
7.2.8.09.04 2.unlocked
7.2.8.09.04 2.unlocked7.2.8.09.04 2.unlocked
7.2.8.09.04 2.unlockedTrie Handayani
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit8
J4012 pneumatik dan hidraulik unit8J4012 pneumatik dan hidraulik unit8
J4012 pneumatik dan hidraulik unit8Asraf Malik
 
10 naskah publikasi ersan budi kusuma
10 naskah publikasi ersan budi kusuma10 naskah publikasi ersan budi kusuma
10 naskah publikasi ersan budi kusumaAryanti99
 
TINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-i
TINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-iTINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-i
TINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-ichaerulfahmi88
 
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID Chardian Arguta
 
alat pencampur minuman berbasis PLC
alat pencampur minuman berbasis PLCalat pencampur minuman berbasis PLC
alat pencampur minuman berbasis PLC5223127190
 
Laporan Teknologi Motor Bensin
Laporan Teknologi Motor BensinLaporan Teknologi Motor Bensin
Laporan Teknologi Motor BensinFranky Gepenk
 
Manual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balap
Manual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balapManual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balap
Manual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balapDavidYanuarAdeSaputr
 
Modul praktikum kendali lanjut
Modul praktikum kendali lanjutModul praktikum kendali lanjut
Modul praktikum kendali lanjutPressa Surya
 
Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.
Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.
Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.Benny Yusuf
 

Similar to Roche alimin p227-232 (20)

20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx
20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx
20509334033_Rizki Rido Utomo.pptx
 
Jurnal Tugas Akhir Teknik Elektro
Jurnal Tugas Akhir Teknik ElektroJurnal Tugas Akhir Teknik Elektro
Jurnal Tugas Akhir Teknik Elektro
 
Elk01010106
Elk01010106Elk01010106
Elk01010106
 
makalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontroler
makalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontrolermakalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontroler
makalah sistem dasar kontrol alat pemotong dengan mikrokontroler
 
Automation
AutomationAutomation
Automation
 
163 546-1-pb
163 546-1-pb163 546-1-pb
163 546-1-pb
 
Materi EFI dan EMS.pdf
Materi EFI dan EMS.pdfMateri EFI dan EMS.pdf
Materi EFI dan EMS.pdf
 
Manual ecu juken 2
Manual ecu juken 2Manual ecu juken 2
Manual ecu juken 2
 
Kp4a
Kp4aKp4a
Kp4a
 
7.2.8.09.04 2.unlocked
7.2.8.09.04 2.unlocked7.2.8.09.04 2.unlocked
7.2.8.09.04 2.unlocked
 
J4012 pneumatik dan hidraulik unit8
J4012 pneumatik dan hidraulik unit8J4012 pneumatik dan hidraulik unit8
J4012 pneumatik dan hidraulik unit8
 
10 naskah publikasi ersan budi kusuma
10 naskah publikasi ersan budi kusuma10 naskah publikasi ersan budi kusuma
10 naskah publikasi ersan budi kusuma
 
TINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-i
TINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-iTINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-i
TINJAUAN TEORITIS PERFORMANSI MESIN BERTEKNOLOGI VVT-i
 
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
 
alat pencampur minuman berbasis PLC
alat pencampur minuman berbasis PLCalat pencampur minuman berbasis PLC
alat pencampur minuman berbasis PLC
 
Laporan Teknologi Motor Bensin
Laporan Teknologi Motor BensinLaporan Teknologi Motor Bensin
Laporan Teknologi Motor Bensin
 
Manual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balap
Manual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balapManual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balap
Manual-Imax-Juken-Remap Cdi rextor buat balap
 
Modul praktikum kendali lanjut
Modul praktikum kendali lanjutModul praktikum kendali lanjut
Modul praktikum kendali lanjut
 
mmmm
mmmmmmmm
mmmm
 
Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.
Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.
Pengaturan kecepatan dan posisi motor ac 3 phasa.
 

Roche alimin p227-232

  • 1. 227 KONTROL POSISI AKTUATOR PNEUMATIK DENGAN KATUP ON/OFF SECARA PWM Roche Alimin Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 142-144, 60236 ralimin@peter.petra.ac.id Abstrak Gerakan pada aktuator pneumatik pada umumnya hanya dapat berhenti pada kedua ujung terminalnya. Dengan tujuan melebarkan aplikasi dari sistem pneumatik maka pada penelitian ini dikembangkan sistem kontrol yang memampukan sebuah aktuator pneumatik untuk dapat berhenti pada setiap posisi sepanjang langkahnya. Katup solenoid on-off 3/2 dengan sinyal PWM diuji coba untuk digunakan menggantikan katup servo proporsional dengan pertimbangan lebih ekonomis. Sedangkan algoritma kontrol yang diujicoba adalah Kontrol Konvensional dan Kontrol Fuzzy. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa periode PWM yang terjadi masih cukup besar dan efek pegas udara bertekanan pada sistem pneumatik menghalangi penerapan Kontrol Konvensional (PID) untuk dapat bekerja dengan baik. Sedangkan penggunaan Kontrol Fuzzy menghasilkan nilai steady state error yang cukup baik (dengan angka maksimal 1 quanta level pembacaan encoder). Keywords: Kontrol pneumatik, kontrol posisi, PWM 1. PENDAHULUAN Aktuator pneumatik menawarkan beberapa keuntungan untuk aplikasi-aplikasi di industri manufaktur, antara lain karena gerakannya yang cepat dan murah jika dibandingkan dengan jenis lainnya, seperti hidraulik atau motor listrik. Secara umum, untuk gerak linier, aktuator dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: aktuator linier pneumatik, aktuator linier hidraulik dan motor listrik linier. Masing-masing jenis aktuator linier tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan. Sayangnya kelebihan aktuator linier pneumatik yang cukup menonjol, yaitu kemampuan gerak liniernya yang cepat, tidak diimbangi dengan kemampuan untuk berhenti pada setiap posisi geraknya. Aktuator linier pneumatik hanya dapat berhenti pada kedua ujung (endpoint)-nya. Sehingga sistem kontrol yang umum digunakan adalah Bang-bang. Sedangkan untuk dapat berhenti pada setiap posisi gerakannya dibutuhkan sistem kontrol yang lebih ekstra, yaitu sistem kontrol umpan balik dengan menggunakan katup proporsional (Maeda, 1999; Situm, 2001; Shu Ning, 2002; Khayati, 2004, Parnichkun, 2001). Tetapi karena desain dari katup ini sendiri sangat komplek maka harganya sangat mahal, dan sebagai alternatif lain yang lebih murah adalah dengan mengfungsikan dua buah katup on/off sebagai ganti katup servo proporsional. Harga satu buah katup tersebut hanya sekitar 15% dari katup proporsional. [sumber: Festo] Penggunaan dua buah katup on/off 3/2 dimungkinkan apabila sinyal input untuk katup tersebut berupa sinyal PWM (Pulse Width Modulation), serta kedua katup tersebut diatur dengan fase saling berlawanan. Akibat sulitnya memodelkan sistem pneumatik maka untuk algoritma kontrolnya, penggunaan kontrol fuzzy logic masih merupakan solusi yang diunggulkan dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan kontrol fuzzy logic tidak bergantung pada model matematika sistem tetapi lebih didasarkan pada logika pengalaman, seperti penentuan jumlah input membership function, bentuk membership function dan rule base yang akan dipakai. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Gambaran Sistem Percobaan Kontrol posisi aktuator pneumatik sedikitnya membutuhkan beberapa komponen inti, seperti unit sensor, unit penguat dan unit kontroler. Pada gambar berikut ini adalah skema rangkaian dari komponen- komponen inti tersebut. Gambar 1. Skema Rangkaian Dasar Sistem Kontrol Umpan Balik Aktuator Pneumatik Sistem kontrol umpan balik mutlak diperlukan untuk keperluan ini. Sinyal umpan balik dari unit sensor akan dibandingkan dengan sinyal target oleh unit kontroler. Seterusnya sinyal tersebut akan dikondisikan dan dikuatkan sebelum akhirnya sampai Unit Kontroler Unit Penguat Aktuator Pneumatik Posisi Aktual Posisi Target Unit Sensor
  • 2. 228 pada katup pneumatik untuk mengatur gerakan aktuator pneumatik. Berdasarkan rangkaian pneumatik umpan balik seperti pada gambar di atas, maka untuk tujuan pengontrolan posisi aktuator pneumatik linier dengan penggunaan katup solenoid on/off 3/2, dapat dirangkai sistem pneumatik seperti pada gambar berikut ini. Gambar 2. Skema Rangkaian Sistem Pneumatik Umpan Balik Keterangan nomor: 1. Silinder pneumatik aksi ganda rodless 2. Katup kontrol aliran satu arah 3. Katup on/off solenoid 3/2 4. Sumber dan pengatur udara bertekanan 5. Potensiometer linier 6. Unit sensor 7. Unit kontroler dan unit penguat 8. Alat ukur tekanan Beberapa kondisi dan kerja yang harus dilakukan agar sistem pneumatik umpan balik seperti pada gambar di atas dapat berjalan adalah sebagai berikut:  Terdapat sensor posisi yang dilengkapi dengan unit antar muka (interface) yang berguna untuk mendapatkan informasi posisi dari piston dan mengubahnya menjadi sinyal yang dimengerti oleh unit kontroler.  Perancangan sebuah algoritma kontrol buka- tutup katup yang mengatur pergerakan posisi dan kecepatan dari piston seperti yang diinginkan.  Implementasi dari algoritma kontrol dengan pemrograman mikrokontroler (unit kontrol) untuk sistim pneumatik yang telah dibuat.  Disain sebuah unit penggerak untuk menguatkan sinyal output yang berasal dari mikrokontroler, untuk menggerakkan piston.  Untuk mengontrol pergerakan piston pneumatik, mikrokontroler membutuhkan input eksternal informasi posisi yang diinginkan operator, yaitu interface dari setting point posisi dan kecepatan, serta interface konstanta-konstanta kontrol konvensional. 2.2 Cara Kerja dan Spesifikasi Sistem Percobaan Secara ringkas cara kerja dan spesifikasi sistem pneumatik yang dirancang (seperti pada gambar di atas) adalah sebagai berikut: Sebuah silinder aksi ganda jenis rodless (1), dengan panjang 500 mm, digunakan sebagai aktuator pneumatik yang akan diatur pergerakaannya (posisi). Gambar dari silinder tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3. Tipe Silinder Pneuamtik Aksi Ganda yang Digunakan, Rodless Sumber : http://www.festo.com/INetDomino/31171c.htm Silinder pneumatik tersebut dikopel secara langsung dengan sebuah potensiometer linier (5) yang difungsikan sebagai unit sensor (displacement encoder) dari pergerakan silinder tersebut. Panjang potensiometer tersebut disamakan dengan panjang silinder pneumatik, yaitu 500 mm dan mempunyai tingkat resolusi 10 µm dan nilai tahanan maksimum 5KΏ. Nilai resistansi dari potensiometer tersebut akan berubah-ubah sesuai dengan gerakan silinder pneumatik. Dengan memberikan catu daya pada potensiometer tersebut maka nilai-nilai resistansi tadi akan dikonversi menjadi nilai-nilai tegangan. Sinyal berupa tegangan ini adalah sinyal analog dan harus diubah terlebih dahulu menjadi sinyal digital, dengan cara mengumpankannya ke sebuah Analag to Digital Converter (ADC) (6), sebelum akhirnya masuk ke unit kontroler (7) (mikrokontroler Basic Stamp 2P). Integrated Circuit (IC) ADC yang dipakai adalah IC 0831, yang merupakan 8 bit ADC. Sehingga pergerakan full range silinder pneumatik akan menghasilkan kesensitifan pembacaan sebesar 500/256, yaitu kurang lebih 1,96 mm per pembacaan sinyal data (quanta level). Dua gambar di bawah ini adalah gambar potensimeter linier tersebut beserta dengan gambar rangkaian ADC-nya. Gambar 4. Potensiometer Linier Sumber: http://www.festo.com/INetDomino/31171c.htm
  • 3. 229 Gambar 5. Skema Unit Sensor (Potensimeter Linier dan ADC) Sinyal digital dari unit sensor ini adalah sinyal umpan balik yang akan diterima oleh unit kontroler untuk dibandingkan dengan sinyal setting dari operator. Nilai error dari kedua sinyal inilah yang akan dipakai sebagai dasar bagi unit kontroler untuk memberikan sinyal keluaran berupa Pulse Witdh Modulation (PWM) bagi katup pneumatik solenoid on/off 3/2 (2). Ada 2 buah katup pneumatik solenoid on/off 3/2 yang dipasang pada masing-masing port silinder pneumatik. Keduanya diberi sinyal PWM yang mempunyai fase berlawanan. Sehingga dengan mengatur duty cycle dari kedua katup tersebut maka pergerakan dari silinder pneumatik dapat dikendalikan. Berikut ini adalah gambar katup solenoid on/off 3/2 beserta dengan gambar simbolnya. Gambar 6. Kiri: Katup Solenoid 3/2. Kanan: Simbolnya Oleh karena sinyal digital PWM dari unit kontroler masih lemah, maka sinyal ini hanya difungsikan sebagai sinyal masukan dari rangkaian transistor yang berfungsi sebagai penguat dan relay. Sebagai unit kontroler, yang mana tempat diimplementasikannya algoritma kontrol yang diusulkan, digunakan DT-Basic Mini System dengan Basic Stamp 2P sebagai prosesornya. Sebagai kontroler, DT-Basic Mini System mempunyai tugas sebagai berikut:  penentu besaran error  pengeksekusi algoritma kontrol  generator sinyal PWM bagi katup solenoid 3/2. Gambar mikrokontroler DT-Basic Mini System diperlihatkan pada gambar di bawah ini. Gambar 7. Mikrokontroler DT-Basic Mini System Sumber : http://www.innovativecreative.com Berikut ini adalah gambar fisik sistem kontrol posisi aktuator linier pneumatik yang berhasil dirancang untuk tujuan percobaan ini. Gambar 8. Perangkat Keras Sistem Percobaan Keterangan nomor: 1. Silinder pneumatik rodless 500 mm 2. Potensiometer linier 5 KΏ 500 mm 3. Katup solenoid on/off 3/2 4. Relay board 5. Mikrokontroler Basic Stamp 2P 6. Rangkaian ADC 0831 7. Power supply/adaptor ± 12 volt 8. Adaptor 5 volt dan 24 volt 9. T divider Pada sistem percobaan di atas tidak digunakan sistem pengakusisian data untuk posisi maupun kecepatan gerak dari piston silinder. Dengan demikian untuk pengamatan hanya dilakukan secara kasat mata saja. 2.3 Aliran Data/Sinyal Sistem Percobaan Aliran data/sinyal dari sistem percobaan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 9. Aliran Data/Sinyal Dari Sistem Percobaan Posisi set Kontrol er PWM generator Actuator Valve ADC DT-Basic Mini System Sensor Posisi Linier Posisi Aktual + -
  • 4. 230 Keberadaan posisi aktual dibaca oleh potensiometer linier (sebagai sensor) untuk dibandingkan dengan posisi setting baru yang diinginkan. Oleh sebab proses pembandingannya dilakukan di mikrokontroler maka sinyal dari sensor yang berupa sinyal analog diubah terlebih dahulu oleh unit ADC. Hasil dari proses pembandingan tersebut adalah error antara posisi setting dan posisi aktual yang terjadi. Sinyal error ini akan menjadi inputan baik bagi kontroler. Sinyal error ini juga diturunkan menjadi sinyal error kecepatan (melalui algoritma program) untuk diumpankan sebagai inputan kedua bagi kontroler. Kontroler sekaligus menerjemahkan outputnya menjadi sinyal PWM. 2.4 Langkah Percobaan Untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem kontrol maka pertama-tama akan dilakukan percobaan untuk mengetahui range daripada duty cycle PWM yang dapat diterima oleh sistem pneumatik yang dibangun. Idealnya range duty cycle berkisar antara 0–100%, tetapi oleh karena keterbatasan dari katup solenoid on/off 3/2 yang dipergunakan (mungkin juga komponen sistem yang lain) maka besar duty cycle yang akan digunakan dibatasi sampai dengan range tertentu (akan diketahui dari percobaan). Langkah selanjutnya adalah menentukan periode minimal PWM yang dapat dilakukan oleh sistem pneumatik tersebut. Setelah itu baru dilakukan pencarian metode-metode pengontrolan yang lebih baik untuk tujuan pengontrolan posisi silinder pneumatik tersebut dan pengambilan datanya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Akusisi data dilakukan oleh PC lewat program editor Basic Stamp 2P, dimana monitor PC juga difungsikan sebagai HMI (Human Machine Interface)-nya. Dengan demikian pembacaan steady state error dapat dilakukan dengan cara membandingkan data setting dan data aktualnya. 3.1 Periode PWM yang Didapatkan Pada pengujian pertama kali didapatkan bahwa range dari duty-cycle PWM berkisar antara 30% s/d 65% dengan periode 100 ms. Hal ini berkaitan dengan kemampuan kecepatan relay dan katup solenoid on/off 3/2 yang digunakan, khususnya kecepatan relay yang hanya mampu minimal 100 ms. Dengan mengganti relay dengan transistor untuk proses switching-nya maka periode PWM-nya dapat dikecilkan lagi sampai menjadi 80 ms. Ada 2 hal yang membatasi nilai minimal periode PWM ini. Yang pertama adalah batasan dari kecepatan gerak dari katup solenoid on/off 3/2 yang digunakan. Katup tersebut mempunyai kecepatan 8,5 ms untuk bergerak dari keadaan off ke on dan 4,5 ms untuk bergerak dari keadaan on ke off. Dari batasan ini mengharuskan periode minimal untuk bergerak on- off adalah 13 ms (8,5 + 4,5 ms). Dengan mempertimbangkan faktor keamanan maka diambil angka 14 ms. Batasan yang kedua adalah beda besar duty-cycle minimal dimana masih mampu untuk menggerakkan piston. Dari percobaan didapatkan bahwa beda duty-cycle minimal yang diperlukan di antara kedua katup yang digunakan adalah sekitar 11 s/d 12 ms (data didapatkan dari beberapa kali percobaan). Untuk itu diambil angka yang paling tinggi, yaitu 12 ms. Dengan kata lain, bila piston dalam keadaan diam, idealnya besar duty-cycle di antara kedua katupnya adalah 50%-50%, dengan fase yang berlawanan di antara kedua katup tersebut. Dengan angka 12 ms (15% dari 80 ms) tersebut berarti untuk dapat mulai bergerak maka beda duty- cycle di antara kedua katup minimal harus 65%-35% (gerak ke kanan) atau 35%-65% (gerak ke kiri) untuk besar periode PWM 80 ms. Berdasarkan dengan nilai beda minimal ini dan juga pertimbangan besar periode PWM maka dapat dirancang besar variasi duty-cycle yang ingin digunakan untuk menggerakkan piston, dipilih range 14 ms. Besar variasi ini akan menentukan variasi kecepatan daripada piston. Dengan demikian besar periode minimal PWM yang dapat digunakan agar piston dapat bergerak adalah: Setengah periode PWM = Gerak minimal katup(14 ms) + Beda minimal duty- cycle untuk piston mulai bergerak(12 ms) + Besar variasi duty-cycle(14 ms). Sehingga didapatkan besar periode PWM sebesar 80 ms. Gambar 10. Variasi Duty-Cycle PWM yang Dapat Digunakan Dari hasil percobaan untuk mendapatkan periode PWM ini dapat dianalisa sebagai berikut. Ada 2 hal yang saling kontradiksi yang terjadi yaitu besar variasi duty-cycle dan besar periode PWM. Di satu pihak, periode PWM ingin dibuat sekecil mungkin untuk mencegah gerakan piston yang tersendat- sendat. Tetapi hal ini dibatasi oleh beda duty-cycle minimum dan kecepatan maksimum dari gerak katup on/off, yang memang mempunyai harga pasti untuk rangkaian percobaan yang dibuat. Satu faktor yang masih bisa diatur adalah besar variasi duty-cycle PWM. Memperkecil besar periode PWM menyebabkan besar variasi duty-cycle yang kecil pula. Padahal besar variasi duty-cycle ini akan menentukan variasi kecepatan dari gerakan piston. Dengan variasi kecepatan yang kecil maka pengimplementasian berbagai algoritma kontrol akan tidak berpengaruh terhadap hasil akhir. Di lain pihak, bila besar periode PWM yang terlalu besar maka Minimal 12 ms Minimal 14 ms Periode PWM 1 0 OffOn On Variasi Duty-Cycle Beda Duty-Cycle Kec.On/off Katup
  • 5. 231 akan mengakibatkan steady state error karena adanya efek pegas dari udara bertekanan terhadap piston yang digerakkannya. Variasi duty-cycle yang digunakan di dalam percobaan mempunyai range hanya 14 ms, dengan periode PWM 80 ms. Dengan pertimbangan ini maka algoritma kontrol yang masih cukup relevan untuk diujicobakan adalah kontrol P, PI dan single input fuzzy logic. Berikut ini adalah hasil pengujian kontrol posisi dengan kontroler P. Peningkatan dan penurunan set point dilakukan secara inkremental sebesar 50 ql dan 25 ql. Tabel 1. Kontrol posisi dengan kontroler P No Posisi Set (ql) Posisi Aktual (ql) Error (ql) Inkremental 50 ql 1 100 101 1 2 150 153 3 3 200 201 1 4 250 250 0 5 200 197 3 6 150 150 0 7 100 97 3 8 50 44 6 9 5 5 0 10 50 53 3 11 100 103 3 12 150 152 2 13 200 202 2 14 250 250 0 15 200 197 3 16 150 149 1 17 100 96 4 18 50 46 4 19 10 8 2 Inkremental 25 ql 1 50 55 5 2 75 81 6 3 100 103 3 4 125 126 1 5 150 151 1 6 175 176 1 7 200 202 2 8 225 227 2 9 250 250 0 10 225 222 3 11 200 198 2 12 175 175 0 13 150 148 2 14 125 124 1 15 100 97 3 16 75 74 1 17 50 46 4 Pada tabel di atas terlihat bahwa steady state error dari kontroler P cukup besar dan mempunyai keberulangan yang jelek. Hal ini ditenggarai akibat variasi kecepatan yang terlalu kecil (kecepatan terlalu konstan), sehingga efeknya kurang mewakili perilaku kontroler P dan cenderung berperilaku sebagai kontroler umpan balik biasa. Dengan hasil seperti ini, tidaklah memungkinkan pula menerapkan kontroler jenis lain seperti kontroler PI atau PD atau bahkan PID. Sebagai solusi lain yang masih memungkinkan untuk diterapkan adalah kontroler fuzzy-logic dengan single input. Inputnya hanya berupa error posisi saja, tidak seperti pada kontroler yang diusulkan pada penelitian ini yang mana juga mempertimbangkan input error kecepatan. Berikut ini adalah hasil dari pengimplementasian kontroler fuzzy-logic dengan single-input-single- output ke dalam sistem kontrol pneumatik yang diuji. Prosesnya dilakukan dengan posisi awal 50 quanta level ke arah 250 quanta level, dan digerakkan dalam dua arah. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Hasil Percobaan Kontroler Fuzzy- logic (1 input) No Posisi Set (ql) Posisi Aktual (ql) Error (ql) 1 250 250 0 2 50 49 1 3 250 250 0 4 50 51 1 5 250 250 0 6 50 51 1 7 250 250 0 8 50 51 1 9 250 250 0 10 50 50 0 11 250 250 0 12 50 51 1 13 250 250 0 14 50 51 1 15 250 250 0 16 50 50 0 17 250 251 1 18 50 50 0 19 250 250 0 20 50 50 0
  • 6. 232 Dari hasil percobaan di atas, meskipun hasilnya sudah lebih baik dari percobaan yang pertama kali (kontroler P), tetapi masih seringkali terjadi error (steady state error) pada arah kembalinya (dari 250 ql ke 50 ql). Sedangkan dari arah 50 ql ke 250 ql tidak terjadi error. Karena error hanya terjadi pada satu arah saja maka dapat dianalisa bahwa error lebih disebabkan oleh konstruksi dari peralatan pneumatiknya. Ada dua hal yang ditenggarai menjadi penyebabnya, yaitu kekurang-balance-nya penyetelan flow control valve yang digunakan pada kedua ujung silinder, atau konstruksi panjang saluran udara di dalam silinder yang berbeda cukup siknifikan panjangnya. Penyebab yang terakhir ini lebih cenderung untuk dicurigai mengingat sifat fisik udara yang mampu mampat itu. Kebetulan meskipun silinder yang digunakan adalah jenis aksi ganda tetapi terminalnya hanya terdapat pada salah satu ujungnya. Dengan demikian untuk dapat mencapai piston terdapat ketidak-samaan jarak tempuh di antara kedua ujungnya. Besar steady state error yang terjadi lebih dipandang sebagai error 1 ql ketimbang sebagai error sebesar 1,96 mm. Sebab dengan memakai ADC yang lebih tinggi bit-nya, maka besar error akan berkurang. Semisal apabila digunakan ADC 16 bit maka besar error 1 ql ekuivalen dengan besar error sekitar 8 μm. Tetapi pencapaian error yang kecil tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti faktor pegas udara, jenis kontroler yang digunakan dan sebagainya. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini, yang mengusulkan penggunaan katup solenoid on/off 3/2 untuk menggantikan fungsi katup servo proporsional untuk mengontrol posisi piston silinder pneumatik, masih belum menunjukkan unjuk kerja yang diharapkan. Penerapan kontroler P mengalami kegagalan akibat variasi duty-cycle dari PWM yang terbatas, yaitu dalam range 14 ms. Hanya kontroler tunggal fuzzy logic saja yang terlihat menghasilkan angka steady state error yang cukup baik (maksimal 1 quanta level) meskipun tidak mencapai nol (dalam skala 0,01 mm-8 bit). Periode PWM yang cukup besar (80 ms) telah menyebabkan piston silinder kurang dapat bergerak mulus dan menyebabkan adanya steady state error pada saat piston akan berhenti. Penggunaan kontroler PI belum dapat membantu mengatasi keadaan ini selama periode PWM tidak dapat diperkecil. Untuk tujuan pencapaian steady state error nol (dengan tingkat ketelitian 0,01 µm) penelitian ini dapat dilanjutkan dengan memakai algoritma hibrida fuzzy logic-PID untuk katup proporsional. Penggunaan katup on/off 3/2 tidak dimungkinkan untuk pencapaian tujuan tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. S. Maeda, Y. Kawakami, K. Nakano. Position Control of Pneumatic Lifters. Trans. of Japan Hydraulic and Pneumatic Society, Japan, 1999. 2. Z. Situm. Pneumatic Servosystem Control Using Fuzzy Logic Controller. Ph.D. Thesis, University of Zagreb, Croatia, 2001. 3. Shu Ning and G. M. Bone. Method for Higher Accuracy Pneumatic Servo Position Control. Research report of McMaster Manufacturing Research Institute, McMaster University, Hamilton, Ontario, Canada. 2002. 4. K. Khayati, P. Bigras, L. A. Dessaint. A Robust Feedback Linearization Force Control of a Pneumatic Actuator Systems. Man and Cybernetics, 2004 IEEE International Conference on Volume 7, 10-13 Oct. 2004 Page(s): 6113 - 6119 vol.7. 5. M. Parnichkun, C. Ngaecharoenkul. Kinematics Control of A Pneumatic System by Hybrid Fuzzy-PID. Mechatronics. Elsevier Science Ltd. 2001.