2. DISUSUN OLEH
1. Junaid (1000884202017)
2. Linda Novitasari (1200884202006)
3. Sri Lestari (1200884202034)
3. A. Pengertian Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu
demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein
yang berarti pemerintahan, sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau
yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
4. B. Perkembangan Demokrasi di
Indonesia
1. Masa Demokrasi Liberal
Momentum historis perkembangan demokrasi setelah kemerdekaan di
tandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 yang
ditandatangani oleh Hatta. Dalam maklumat ini dinyatakan perlunya
berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, serta
rencana pemerintah menyelenggarakan pemilu pada Januari 1946.
Maklumat Hatta berdampak sangat luas, melegitimasi partai-partai politik
yang telah terbentuk sebelumnya dan mendorong terus lahirnya partai-
partai politik baru.
5. 2. Demokrasi Diktatorial (Dibawah
Kepemimpinan Soekarno dan Soeharto)
Dalam amanatnya kepada sidang pleno
Konstitante di Bandung 22 April 1959, Soekarno
dengan lugas menyerang konstituante, praktik
demokrasi liberal, dan menawarkan kembali
konsepsinya tentang demokrasi Indonesia yang
disebutnya sebagai Demokrasi Terpimpin
(Guided Democracy)
6. Demokrasi Terpimpin Soekarno kemudian runtuh
setelah terjadinya peristiwa perebutan kekuasaan
yang melibatkjan unsur komunis (PKI) dan angkatan
bersenjata, yang dikenal dengan Gerakan 30
September 1965.
Konsepsi demokrasi Soeharto, rencana praksis
politiknya, awalnya tidak cukup jelas. Ia lebih sering
mengemukakan gagasan demokrasinya, yang
kemudian disebutnya sebagai Demokrasi
Pancasila, dalam konsep yang sangat abstrak.
7. Langkah politik awal yang dilakukan
Soeharto untuk membuktikan bahwa dirinya
tidak anti demokrasi adalah dengan
merespons penjadwalan pelaksanaan
pemilihan umum (pemilu), sebagaimana
dituntut oleh partai-partai politik.
8. 3. Demokrasi Pasca Orde Baru (Era Reformasi)
Dalam konteks Indonesia pasca Orde Baru upaya
reformasi institusional atau kelembagaan
sebenarnya telah dimulai pada era
pemerintahan BJ Habibie yang ditandai dengan
perubahan UU Pemilu, UU Kepartaian, dan UU
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
(UU Susduk).
9. C. Demokrasi sebagai Pengalaman Kultural
kesuksesan dalam proses perubahan dan konsolidasi menuju
demokrasi lebih banyak ditentukan oleh para elit politik , di samping
perkembangan politik yang berlangsung di tingkat global dan internasional.
Secara konseptual, pembangunan demokrasi di sebuah negara tidak lagi
dilihat sebagai hasil-hasil dari tingkat modernisasi yang lebih tinggi
sebagaimana ditunjukkan melalui indikator-indikator kemakmuran, struktur
kelas borjuasi, dan independensi ekonomi dari aktor-aktor eksternal.
Melainkan, lebih dilihat sebagai hasil dari interaksi-interaksi dan
pengaturan-pengaturan strategis di antara para elit, pilihan-pilihan sadar
atas berbagai bentuk konstitusi demokratis, dan sistem-sistem pemilihan
umum dan kepartaian.
10. D. Peran Civil Society
Oligarki politik lebih terkorekasi dengan baik jika masyarakat sipil (civil
society) diperkuat dan lebih berperanan terhadap proses
perkembangan dan arah reformasi di Indonesia. Civil society yang
dimaksud di sini adalah institusi sosial yang merdeka, bebas dari
pengaruh negara, dan oleh sebab itu bersifat mandiri dan otonom.
Oligarki sebagai sebuah konsep dikembangkan secara sistematik oleh
Aristoteles dan mengacu pada entitas politik yang sederhana dan
homogen sehingga kekuasaan dilaksanakan oleh segelintir
orang, dilakukan dengan komando, tanpa partisipasi, tanpa
negosiasi, tanpa kompromi di antara kekuatan yang pluralistik.
Masyarakat sipil harus berjuang keras demi masa depan bangsa yang
lebih baik dengan menyelamatkan proses reformasi yang dewasa ini
11. Pendekatan elitis dalam melakukan agenda perubahan
dengan menempatkan sebagai posisi lawan bila
berhadapan dengan masyarakat politik yang mempunyai
otoritas dalam pengambilan keputusan menjadi tidak
efektif. Misalnya kasus-kasus korupsi yang telah
dibongkar oleh berbagai komponen masyarakat dan
kemudian menjadi lebih transparan setelah dijadikan
diskusi terbuka di media massa, tetapi begitu kasus
tersebut masuk lembaga penegak hukum atau lembaga
peradilan kasus tersebut menjadi tidak jelas ujung
pangkalnya.