Buku ini berisi evaluasi pencapaian indikator program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan antara tahun 2010-2012 di tingkat nasional dan provinsi, serta harapan agar buku ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk program terkait."
1. EVALUASI INDIKATOR
PROGRAM PP DAN PL
TAHUN 2010 s.d 2012
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2013
2. KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
PetunjukNya sehingga kami dapat menyusun Buku Evaluasi Capaian Indikator
Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2010-
2012.
Buku ini berisikan informasi tentang capaian indikator program yang
memberikan gambaran capaian tingkat Nasional dan Provinsi dari tahun
2010-2012.
Kami berharap buku ini dapat menjadi bahan informasi bagi Lintas Program
di Lingkungan Kementerian Kesehatan dan Lintas Sektor terkait dalam Bidang
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Kami sampaikan juga ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam penyusunan buku ini dan kami sangat berharap adanya
masukan untuk penyempurnaan penyusunan buku ini dimasa mendatang.
Sekretaris Ditjen PP dan PL
dr. H. M. Subuh, MPPM
3. SAMBUTAN DIRJEN PP DAN PL
Indonesia berhadapan dengan berbagai masalah penyakit (triple burden) dimana
penyakit menular belum teratasi dan penyakit tidak menular cenderung naik serta
adanya ancaman dari munculnya penyakit infeksi new emerging dan re-emerging.
Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat
dilaksanakan dengan baik dan terukur berdasarkan Indikator Program
sebagaimana yang terdapat dalam RPJMN, Renstra, Rencana Aksi Program dan
Rencana Aksi Kegiatan yang dapat memberikan dampak bagi pembangunan
kesehatan di Indonesia.
Dalam rangka memberikan informasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan,
Ditjen PP dan PL menyusun Buku Evaluasi Capaian Indikator Program PP dan PL
tahun 2010 sd 2012 yang memberikan gambaran capaian tingkat Nasional dan
Provinsi.
Melalui penyusunan buku ini diharapkan pelaksanaan kegiatan kedepan dapat
terlaksana lebih baik dari pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya.
Jakarta, 13 Agustus 2013
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
4. 1. PROGRAM SURVEILANS, IMUNISASI DAN KARANTINA KESEHATAN
2. PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR LANGSUNG
3. PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG
4. PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
5. PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN
4
7. Sumber : Direktorat Simkar Kesma, Update 17 Mei 2013
7
Indikator ini merupakan
Indikator MDGs
Capaian Nasional
2010 : 93,6%
2011 : 93,6%
2012 : 99,3%
0
20
40
60
80
100
120
2010
2011
2012
8. Sumber : Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra
Ket : ● On track ● Off track
GOAL 4 PROGRAM IMUNISASI
INDIKATOR
ACUAN
DASAR
CAPAIAN INDONESIA TARGET
MDG’S
2015
STA
TUS2011 2012
Persentase anak
usia 1 tahun yang
diimunisasi campak
44,5%
(SDKI,
1991)
88,6%
(Kemenkes
RI 1991)
93,6 %
Kemenkes
RI
99,3%
Laporan
Rutin Per 17
Mei 2013
Kemenkes RI
92% ●
8
18. Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
18
235
209
231
214
228
213
0
50
100
150
200
250
T R T R T R
2010 2011 2012
per100.000penduduk
19. Data ini bersumber dari modeling estimasi jumlah orang dengan TB.
Modeling ini menggunakan data surveilans program TB dan
menghasilkan estimasi interval yang lebih kecil dibandingkan dengan
estimasi WHO dalam TB Global Report.
Pada tahun 2011, prevalensi di tingkat nasional :
Modeling sebesar 214 per 100.000 penduduk dengan interval
181-252 per 100.000 penduduk
Estimasi WHO sebesar 281 per 100.000 penduduk dengan
interval 130 - 489 per 100.000 penduduk.
Subdit TB telah berencana melakukan estimasi sampai tingkat
provinsi dan kabupaten/kota. Akan tetapi, rencana tersebut belum
dapat dilaksanakan karena masih dalam proses pengembangan agar
mendapatkan presisi estimasi.
Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
19
TUBERKULOSIS
20. Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
20
73
78.3
75
83.5
80
84.4
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
T R T R T R
2010 2011 2012
Persen(%)
21. Indikator CDR per provinsi tidak dapat ditampilkan lagi sebagai
indikator penemuan kasus TB, sesuai dengan arahan WHO (global),
sejak tahun 2011, indikator yang digunakan saat ini adalah Case
Notification Rate (CNR).
CDR tidak lagi digunakan sebagai indikator karena indikator ini
memasukan insidens dalam rumus perhitungan. Insidens ini hanya
berlaku di tingkat pusat/nasional dan tidak dapat didisagregasi di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Estimasi insidens diperoleh dari TB prevalens survey yang hanya
berlaku untuk tingkat nasional dan 3 region (Sumatera, Jawa, Bali dan
DIY, Kawasan Timur Indonesia). Penggunaan estimasi per region untuk
mengukur CDR di wilayah region tersebut (provinsi dan kabupaten)
akan mempengaruhi presisi dari perhitungan CDR dan memberikan
informasi yang misleading.
Karena indikator ini masih masuk ke dalam MDGs, RPJMN, RKP, dan
lain-lain maka CDR hanya dihitung untuk tingkat nasional saja.
Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
21
22. Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
22
Capaian Nasional
2010 : 91,2 %
2011 : 90,3%
2012 : 90,2 %
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Aceh
SUMUT
SUMBAR
RIAU
Kep.RIAU
JAMBI
SUMSEL
BABEL
BENGKULU
LAMPUNG
BANTEN
DKI
JABAR
JATENG
D.I.Y.
JATIM
BALI
KALBAR
KALTENG
KALSEL
KALTIM
SULUT
GRTALO
SULTENG
SULSEL
SUL-BAR
SULTRA
NTB
NTT
MALUKU
MALUT
PAPUA
PAPUABARAT
INDONESIA
persen(%)
2010
2011
2012
23. INDIKATOR
ACUAN
DASAR
CAPAIAN INDONESIA TARGET
MDG’S
2015
STA
TUS2011 2012
6.9a
Angka Kejadian Tuberkulosis
(semua kasus/1.000
penduduk/tahun)
343
(1990)
189
(Laporan TB Global
WHO, 2011)
187
(Laporan TB, Global Report
WHO 2012)
Menu
run
●
6.9b
Tingkat Prevalensi
Tuberkulosis (per 100.000
penduduk)
443
(1990)
214
(pemodelan matematika
estimasi epidemi TB di
Indonesia th 2011-2012)
213
(pemodelan matematika
estimasi epidemi TB di
Indonesia tahun 2011-2012)
221 ●
6.9c Tingkat Kematian karena
Tuberkulosis
92
(1990)
27
Laporan TB Global WHO,
2011)
27
(Laporan TB, Global Report
WHO 2012)
46 ●
6.10a Proporsi jumlah kasus
Tuberkulosis yang terdeteksi
dalam program DOTS
20%
(2000)
83.47% 84.40%
Laporan Kemenkes RI
70% ●
6.10b Proporsi kasus Tuberkulosis
yang diobati dan sembuh
dalam program DOTS
86%
(2000)
90.3% 90.2%
Laporan Kemenkes RI
85% ●
6.9 Angka Kejadian, Prevalensi dan Tingkat Kematian akibat Tuberkulosis
6.10 Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi & diobati dalam program
DOTS
GOAL 6 PROGRAM TB
23Sumber : Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Ket : ● On track ● Off track
24. Secara umum, analisa untuk provinsi-provinsi yang
memiliki capaian yang tinggi adalah sama yaitu:
Manajemen tatalaksana kasus yang baik
Sistem surveilans yang sudah berjalan baik sehingga
data kohort pasien mulai dari diagnosis, pengobatan
sampai menyelesaikan pengobatan tercatat lengkap
dan terlaporkan.
Jika dibandingkan pencapaian tahun 2012 dengan
tahun 2011 dan 2010 maka trend indikator per
provinsi ini relatif sama meskipun ada beberapa
provinsi yang menunjukan peningkatan
Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
24
25. 27
20
25
30
2010 2011
2012 = data belum ada
Data untuk provinsi
tidak tersedia
karena perhitungan
yang dilakukan
hanya untuk tingkat
nasional. Sehingga
angka ini tidak dapat
didisagregasikan di
tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
25
26. 2012 = data belum ada
189
187
186
186.5
187
187.5
188
188.5
189
189.5
2010 2011
Sumber : Direktorat PPML, Update 18 Juli 2013
Data untuk provinsi
tidak tersedia
karena perhitungan
yang dilakukan
hanya untuk tingkat
nasional. Sehingga
angka ini tidak dapat
didisagregasikan di
tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
26
27. INDIKATOR
ACUAN
DASAR
CAPAIAN INDONESIA TAR
GET
2015
STA
TUS
2011 2012
6A.1 Prevalensi HIV pada
penduduk usia 15-49 tahun
0,16%
estimasi
2006
0,3%
(Pemodelan matematika
HIV di Indonesia th 2009)
0,3%
(Pemodelan matematika HIV di
Indonesia th 2009)
<0,5% ●
6A.2 Penggunaan kondom pada
hubungan seks berisiko
12.8%
SKRRI
2002/2003
37.6%
STBP 2011
37.6%
STBP 2011
65% ●
6A.3 Persentase penduduk usia
15-24 tahun yang memiliki
pengetahuan komprehensif
tentang HIV-AIDS
38%
SDKI 1994
20.6%
Rapid survey tahun 2011 di
Kota Bogor Prov. Jabar,
Kota Metro Prov. Lampung,
Kota Makassar Prov. Sulsel,
Kota Marauke Prov. Papua
dan Balikpapan Prov. Kaltim
21.25%
Rapid survey tahun 2012 di Kota
Bogor Prov. Jabar, Kota Metro
Prov. Lampung, Kota Makassar
Prov. Sulsel, Kota Marauke Prov.
Papua, Balikpapan Prov. Kaltim,
Mataram Prov. NTB
95% ●
6B.5 Persentase ODHA yang
mendapatkan ART
71.2
Kemenkes
RI 2005
84.1%
Laporan Kemenkes RI
88.4%
(30.663 ODHA yang mendapat
ARV)
Laporan Kemenkes RI
90% ●
Sumber : Direktorat PPML,
Ket : ● On track ● Off track
Target 6.A. Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus HIV/AIDS
hingga Tahun 2015
Target 6.B. Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang
membutuhkan sampai dengan tahun 2010
GOAL 6 PROGRAM AIDS
27
29. Peta Epidemi HIV di Indonesia
Estimasi jumlah ODHA Dewasa 2012 : 591.823
Sumber : Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung
29
Sumber : Direktorat PPML, Update 28 Februari 2013
33. JUMLAH ORANG YANG BERUMUR 15 TAHUN ATAU LEBIH YANG
MENERIMA KONSELING DAN TESTING HIV JUMLAH PENGIDAP HIV
BERDASARKAN PROVINSI TAHUN 2010 - 2012
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
DKI
Jabar
Jateng
DIYogyakarta
Jatim
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Lampung
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Sulteng
Sultra
Sulsel
Maluku
Bali
NTB
NTT
Papua
Bengkulu
Malut
Banten
Babel
Gorontalo
Kepri
PapuaBarat
Sulbar
2010
2011
2012
Sumber : Direktorat PPML, Update 28 Februari 2013
33
Capaian Nasional
2010 : 300.577 orang,
2011 : 579.185 orang,
2012 : 886.825 orang
34. No Provinsi Tahun
2011 2012
1. Jawa Barat 13,7 18,9
2. Lampung 24 25,9
3. Kalimantan Timur 17,7 11
4. Sulawesi - Selatan 18,7 28,2
5. Nusa Tenggara Barat 23,9
6. Papua 29,1 18,5
Sumber : Direktorat PPML, Update 28 Februari 2013
34
36. 36
Sumber : Direktorat PPML, Update 28 Februari 2013
Capaian Nasional
2010 : 23 %
2011 : 23,98%
2012 : 23,42%
37. Sebagian besar pengelola program dan petugas ISPA di poliklinik
belum terlatih karena keterbatasan dana dan mutasi petugas yang
tinggi.
Manajemen data:
Under reported yang disebabkan karena kerancuan antara
diagnosa kerja dan klasifikasi ISPA (Pneumonia, Pneumonia Berat,
Batuk Bukan Pneumonia/ISPA biasa), sehingga banyak kasus
pneumonia dimasukkan ke dalam ISPA biasa.
Keterlambatan pelaporan secara berjenjang
Pengendalian pneumonia balita masih berbasis Puskesmas. Data
kasus pneumonia belum mencakup RS Pemerintah dan swasta, klinik,
praktek, dan sarana kesehatan lain.
Pada beberapa kabupaten dan provinsi masih terjadi kesalahan
perhitungan target cakupan.
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
37
TANTANGAN PENGENDALIAN ISPA
40. High burden
(CDR>10/100000)
Or new case> 1000
Low burden
CDR<10/100000
Or new case
<1000
As per MOH Report
Penduduk 2012 : 244.775.797
Aceh Sumatera
565 (12,25) 984 (2.06)
Kalimantan
542(3.78)
North Sulawesi
444 (19,08)
Gorontalo
220 (20.25)
North Maluku
535 (49.14)
Papua
1.348(42.88)
West Papua
594 (72.71)
West Java
2.316(5.19)
DKI Jakarta
417 (4.23)
Central Java
1.813(5,56)
East Java
4.807 (12.65)
Maluku
649 (40.09)
C. Sulawesi
368 (13.45)
SE Sulawesi
300(12.91)
South Sulawesi
1.160(14.12)
NTT
349 (7.16)
NTB
394 (8,56)
West Sulawesi
211 (17.29)
Banten
757 (6,75)
D.I. Yogyakarta
121 (3,43)
Bali
100 (2,47)
40
44. 2010 2011 2012
NO PROV IR NO PROV IR NO PROV IR
1 Bali 337.04 1 Bali 86.33 1 Sulteng 85
2 DKI Jakarta 227.44 2 Sulteng 78.40 2 Bangka Belitung 84.95
3 Kaltim 167.31 3 Kep. Riau 72.83 3 Kaltim 84.32
4 Yogyakarta 144.92 4 DKI Jakarta 69.27 4 Lampung 76.52
5 Kep. Riau 88.37 5 Jambi 59.32 5 DKI Jakarta 68.48
Nasional 65.70 Nasional 27.67 Nasional 37.20
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
44
45. Angka kesakitan (IR) DBD selama 3 tahun terakhir cenderung menurun,
meskipun pada tahun 2012 sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun
2011.
Apabila dilihat distribusi penyebaran per provinsi ada beberapa provinsi
dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi mengakibatkan IR juga tinggi
seperti DKI Jakarta dan Bali.Tetapi bila dilihat hanya selama 3 tahun terakhir
urutan provinsi dengan IR tertinggi selalu berubah.
DKI adalah provinsi yang sangat endemis DBD sehingga IR juga sangat tinggi
terutama pada tahun 2008 ( IR=317,09), 2009 (IR=313,41) dan 2010
(IR=337,04), bila dibandingkan dengan 2 tahun terakhir (2011 dan 2012)
sudah bisa menekan IR cukup signifikan. Penurunan ini kemungkinan besar
adalah hasil dari upaya yang dilaksanakan berupa:
Mengaktifkan jumantik sebagai petugas lapangan diseluruh wilayah DKI
Jakarta
Kesadaran masyarakat yang meningkat untuk melalukan kegiatan 3M plus
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
45
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
46. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan IR di beberapa
provinsi, kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa
hal sbb:
Masih kurangnya pengetahuan dan peran serta
masyarakat
Upaya penatalaksanaan penemuan kasus secara dini,
tatalaksana penderita DBD sampai upaya pemutusan
rantai penularan yang belum optimal
Cuaca/iklim yang mendukung peningkatan kepadatan
vektor penular DBD (nyamuk Aedes aegypti)
Terjadinya peningkatan kasus di beberapa provinsi.
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
46
47. Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
47
Capaian Nasional
2010 : 1,96 %
2011 : 1,75%
2012 : 1,69 %
48. NO INDIKATOR
ACUAN
DASAR
CAPAIAN INDONESIA TARGET
2015
STA
TUS2011 2012
6.6 Angka kejadian dan tingkat kematian akibat malaria
66.a Angka kejadian malaria /1,000 pddk 4.68
(1990)
1.75
Kemenkes RI
1.69
Laporan Kemenkes RI
per triwulan IV th 2012
<1 ●
6.7 Proporsi anak balita yang tidur
dengan kelambu berinsektisida
Ket :
*Data merupakan data program
berupa cakupan distribusi kelambu
pada balita
Program pendistribusian kelambu
beriinsektisida (LLIN) mulai tahun
2004
3.3%
t.d
Pedesaan
4.5%
Perkotaan
1.6%
SDKI
2007
16.5%
(Riskesdas
2010)
22.6%*
(Data
Kemenkes RI)
49.1%
Hasil survey tahun 2012
di wilayah timur Indonesia
dan Sumatera.
48.2%
Hasil survey tahun 2012
di wilayah Kalimantan
dan Sulawesi.
Untuk Jawa Tengah
belum dilakukan survey di
tahun 2012
Mening
kat●
●
Sumber : Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Ket : ● On track ● Off track GOAL 6 PROGRAM MALARIA
48
52. MALARIA
Jika dilihat Annual Parasite Incidence (API) nasional dari tahun 2010 sampai 2012 terlihat
cenderung menurun.
Apabila dilihat per provinsi, wilayah timur Indonesia terutama Papua, Papua Barat dan NTT
merupakan provinsi dengan API tertinggi. Kontribusi terhadap jumlah kasus nasional dari 3
provinsi ini lebih sebesar 74,5 % pada tahun 2012.
Diperlukan upaya lebih besar untuk menurunkan angka kesakitan di 3 provinsi tersebut,
yaitu :
Kelambunisasi melalui kampanye dan distribusi kelambu berinsektisida secara massal
Intensifikasi dan ekstensifikasi pengobatan di semua fasilitas kesehatan dan penemuan
secara aktif melalui pemeriksaan darah massal
Penyemprotan dinding rumah (Indoor Residual Spraying / IRS) di desa dengan API >40
‰.
Dari data endemisitas kabupaten/kota, maka didapat bahwa jumlah kab/kota yang API nya
kurang dari 1 ‰ dari tahun 2010 sampai 2012 cenderung meningkat.
Di samping indikator API yang merupakan indikator dampak, maka jika dilihat dari indikator
proses terjadi peningkatan kinerja program, yaitu proporsi kasus yang dikonfirmasi
laboratorium pada tahun 2010 sebesar 81 % meningkat menjadi 93 % pada tahun 2012, dan
pengobatan menggunakan Artemisinin based Combination Therapy (ACT) pada tahun 2010
sebesar 47 % meningkat menjadi 82 % pada tahun 2012 serta peningkatan kinerja surveilans
berupa peningkatan kelengkapan laporan yaitu 67 % pada tahun 2010 menjadi 87 % pada
tahun 2012.
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013 52
53. NO INDIKATOR
ACUAN
DASAR
CAPAIAN INDONESIA TARGET
2015
STA
TUS2011 2012
6.6 Angka kejadian dan tingkat kematian akibat malaria
66.a Angka kejadian malaria /1,000 pddk 4.68
(1990)
1.75
Kemenkes RI
1.69
Laporan Kemenkes RI
per triwulan IV th 2012
<1 ●
6.7 Proporsi anak balita yang tidur
dengan kelambu berinsektisida
Ket :
*Data merupakan data program
berupa cakupan distribusi kelambu
pada balita
Program pendistribusian kelambu
beriinsektisida (LLIN) mulai tahun
2004
3.3%
t.d
Pedesaan
4.5%
Perkotaan
1.6%
SDKI
2007
16.5%
(Riskesdas
2010)
22.6%*
(Data
Kemenkes RI)
49.1%
Hasil survey tahun 2012
di wilayah timur Indonesia
dan Sumatera.
48.2%
Hasil survey tahun 2012
di wilayah Kalimantan
dan Sulawesi.
Untuk Jawa Tengah
belum dilakukan survey di
tahun 2012
Mening
kat●
●
Sumber : Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Ket : ● On track ● Off track GOAL 6 PROGRAM MALARIA
53
54. Sumber : Direktorat PPBB, Update 30 April 2013
54
Capaian Nasional
2010 : 88,57%
2011 : 86,98%
2012 : 86,73%
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
DKI
Jabar
Jateng
DIYogyakarta
Jatim
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Lampung
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Sulteng
Sultra
Sulsel
Maluku
Bali
NTB
NTT
Papua
Bengkulu
Malut
Banten
Babel
Gorontalo
Kepri
PapuaBarat
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
56. 1. Flu Burung
• FB pada manusia pertama dilaporkan pada Juni 2005
• Sejak Juni 2005 sampai Desember 2012, kasus FB pada manusia tersebar
sporadis di 15 Provinsi, yaitu: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan
• Terdapat 16 kasus klaster keluarga.
2. Rabies
Rabies tersebar di 24 provinsi. Sembilan (9) provinsi yang masih bebas yakni:
Babel, Kep. Riau, DKI Jakarta, Jateng, Jatim, DI Yogyakarta, NTB, Papua dan
Papua Barat.
3. Leptospirosis
Kasus Leptospirosis yang dilaporkan pada Manusia, terdapat di: DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bengkulu, Kepulauan Riau,
Sulawesi Selatan
56
57. 4. Antraks
Kasus Antraks yang dilaporkan pada manusia,terdapat di: DKI Jakarta (Jakarta
Selatan), Jawa Barat (Bogor, Depok), Sulawesi Selatan (Makassar, Maros, Gowa),
NTT (Sikka, Ngada, Sabu, Ende), NTB (Sumbawa, Bima, Sumba Barat), Jawa
Tengah (Boyolali, Sragen, Pati)
5. Pes
Daerah fokus Pes terdapat di 3 Provinsi:
1. Jawa Tengah: Kecamatan Selo dan Cepogo (Kab. Boyolali)
2. DI Yogyakarta: Kecamatan Cangkringan (Kab. Sleman)
3. Jawa Timur: Kecamatan Nongkojajar, Tosari, Puspo, Pasrepan (Kab. Pasuruan)
57
59. INDIKATOR CAPAIAN
2012
target
(renstra kemenkes th 2010-2014)
2010 2011 2012 2013 2014
PERSENTASE KAB/
KOTA YANG
MELAKUKAN
MAPPING VEKTOR
51.61 30 40 50 60 70
Pencapaian 2012
51.61%
26.02 %
59
40.05 %
Definisi kegiatan Mapping/pemetaan vektor:
Konfirmasi vektor
Hasil monitoring resistensi vektor
Pemetaan tempat perindukan
Perilaku vektor
Perilaku manusia
Apabila kab/kota melakukan 1 dari 5 kegiatan maping,
kab/kota tersebut dinilai sudah melakukan maping
vektor.
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
60. UPAYA – UPAYA PENCAPAIAN INDIKATOR
Meningkatkan advokasi kepada pemangku kepentingan di kabupaten endemis filariasis
untuk melaksanakan POMP Filarisis
Meningkatkan kesepakatan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menjamin
ketersediaan biaya operasional POMP filariasis
Meningkatkan Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat untuk minum obat filariasis
Meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Menggalang kemitraan
meningkatkan sistem surveilans, melalui kegiatan mapping penderita kronis dan
endemisitas filariasis
Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
INDIKATOR CAPAIA
N 2010
CAPAIA
N 2011
CAPAIA
N 2012
TARGET
Presentase Cakupan
Pemberian Obat
Massal Pencegahan
Filaraisis Di Daerah
Endemis Filariasis
39,4 37,84 56,53 2010 2011 2012 2013 2014
44 49 55 60 65
60
Sumber : Direktorat PPBB, Update 11 Maret 2013
72. Target 7c: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses
berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga
tahun 2015
INDIKATOR
ACUAN
DASAR
1993
CAPAIAN INDONESIA TARGET
MDG’S
20152011 2012
Proporsi rumah tangga dengan
akses berkelanjutan thdp air
minum layak (Kota & Desa)
Kota 50,58% 40,52% 38.96% 75,29%
Desa 31,61% 44,96% 44,28% 65,81%
Total 37,73% 42,76% 41,66% 68,87%
Proporsi rumah tangga dengan
akss berkelanjutan thdp sanitasi
layak (kota & Desa)
Kota 53,64% 72,54 71,66% 76,82%
Desa 11,110% 38,97% 41,25% 55,55%
Total 24,81% 55,60% 56,24% 62,41%
Sumber : Data Sementara Susenas 2012
Ket : ● On track ● Off track GOAL 7 PROGRAM AIR
72
76. Kedua Indikator tersebut merupakan indikator yang masuk MDGs dan
Renstra, tidak tercapai sampai tahun 2012. Pemerintah melalui Perpres No.5
tahun 2010 tentang RPJM Nasional 2010-2014, menetapkan fokus
pembangunan antara lain perluasan penyediaan air minum untuk
pencapaian keseluruhan sasaran MDGs 2015. Sasaran air minum layak
MDGs di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87 %, sementara itu yang
baru tercapai tahun 2010 baru 53,26 % (berdasarkan data BPS yang diolah
oleh Ditjen Cipta Karya dan Bappenas), sehingga diperlukan percepatan
pencapaian target MDGs sebesar 15,61 % yang harus dicapai dalam 4
(empat) tahun. Sedangkan kemampuan peningkatan setiap tahun hanya
menghasilkan tambahan akses maksimum 1,78%.
Dalam upaya pencapaian MDGs masih terdapat beberapa permasalahan,
antara lain ketersediaan air baku, kurangnya investasi bidang air minum,
komitmen pemerintah yang rendah, dan kinerja penyelenggara air minum
yang belum optimal, serta pelaksanaan kegiatan belum sepenuhnya terpadu.
Selain itu perilaku pengguna air minum masih kurang memperhatikan
efisiensi dan efektifitas pemanfaatannya.
Oleh karena itu diperlukan kebijakan untuk mempercepat pencapaian target
MDGs tersebut yang dituangkan dalam rencana tindak lanjut.
Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
76
77. UPAYA PENCAPAIAN TARGET TERSEBUT
Peningkatan keterpaduan pelaksanaan antara pengembangan SPAM dan pembangunan
prasarana penyediaan air baku;
Peningkatan alokasi anggaran untuk penyediaan sumber air baku mendukung pengembangan
SPAM;
Peningkatan alokasi anggaran untuk penyediaan air minum berbasis masyarakat
berpenghasilan rendah di perdesaan melalui kegiatan tugas perbantuan penyehatan
lingkungan bagi kabupaten dengan kapasitas fiskal rendah;
Memperkuat komitmen dan peningkatan pembiayaan APBN dan APBD serta pelaksanaan
program/kegiatan pengembangan SPAM Perpipaan dan BJP Terlindungi;
Melakukan terobosan untuk mendorong APBD provinsi dan kabupaten/kota agar dapat
membiayai pembangunan prasarana penyediaan air minum dan pengawasan kualitas air
minum di kabupaten/kota, dengan regulasi Keputusan Menteri;
Melaksanakan advokasi dan pendampingan dalam proses pembangunan prasarana dan sarana
pengolahan air limbah;
Melaksanakan kampanye publik, sosialisasi dan edukasi kepada institusi & masyarakat dalam
program percepatan pembangunan sanitasi permukiman;
Meningkatkan komitmen Kemkes dan mendorong pemerintah Provinsi, kab/kota untuk
melakukan pemicuan perubahan perilaku melalui pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat melalui akses pendanaan BOK dan satker PL hingga 20 000 desa pada tahun 2014;
Pengembangan dan Pembangunan TTG air minum pada DTPK
77Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
79. Pada tahun 2010 untuk indikator persentase kualitas air
minum yang memenuhi syarat tidak tercapai, karena
adanya Permenkes yang baru (Permenkes Nomor
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum dan Permenkes Nomor
736/Menkes/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana
Pengawasan Kualitas Air Minum) sehingga sosialisasi
belum merata, monitoring belum terbangun dan jejaring
tidak aktif. Selain itu ketersediaan sumber daya untuk
mendukung pengawasan kualitas air minum belum
optimal. Untuk tahun 2011 dan 2012 capaian indikator
ini tercapai.
Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
79
81. Untuk jumlah desa melaksanakan STBM dari tahun 2010-
2012 sebanyak 11.165 desa
Desa STBM adalah desa yang sudah melaksanakan 5
(lima) pilar STBM secara permanen dan
berkesinambungan.
Kriteria desa melaksanakan STBM :
Desa yang sudah dilakukan pemicuan minimal 1 (satu)
dusun
Memiliki Natural Leader
Memiliki Rencana Kerja Masyarakat
Dari tahun 2010 – 2012 indikator ini telah memenuhi
target seperti yang diharapkan
Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
81
87. Pencapaian indikator ini dari tahun 2010 – 2012 telah memenuhi dari target yang
ditetapkan. Untuk tahun genap kegiatan yang dilaksanakan adalah pendekatan
Kabupaten Kota Sehat (KKS) melalui pembinaan Provinsi, sedangkan untuk tahun
ganjil pendekatan KKS melalui penilaian verifikasi dan pemberian penghargaan
(dilakukan oleh tim penilai pusat dan lintas sektor). Sesuai dengan Peraturan Bersama
Menkes dan Mendagri tahun 2005, verifikasi/penilaian dan penghargaan KKS
dilaksanakan setiap 2 tahun sekali (tahun ganjil). Namun demikian setiap tahun genap
dilakukan pembinaan KKS baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.
Target nasional capaian Penyelenggaraan KKS adalah :
Tahun 2010 adalah 50% kab/kota diseluruh Indonesia ,
Tahun 2011, 55%,
Tahun 2012, 60%
Tahun 2013, 65%.
Artinya diharapkan ada penambahan 5% (atau 5-6 kab/kota) setiap tahunnya yang
menyelenggarakan KKS. Pada tahun 2009, capaian KKS adalah 237 (47,7%) kab/kota
dari 497 seluruh kab/kota. Pada tahun 2010, capaian penyelenggaraan KKS masih
tetap di 47,7%, namun kegiatan pembinaan dari pusat dan propinsi terus diberikan.
Capaian KKS tahun 2011 adalah 309 (62,17%) kab/kota dari 497 seluruh kab/kota.
Peningkatan tahun 2011 dikarenakan adanya pemberian penghargaan KKS, dimana
daerah antusias untuk mengikutinya dan ada 72 kab/kota yang ikut dalam proses
verifikasi KKS pada bulan Juni-Juli 2011.
87Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
88. Sampai tahun 2012, capaian masih 24 Propinsi, ada beberapa hal
yang mendasari hal tersebut :
Komitmen dari Kepala Daerah terkait faktor geografi/tingkat
kesulitan daerah sehingga masih ada 9 Propinsi belum
diintervensi
Sosial budaya yang belum menimbulkan komitmen, namun
pada tahun 2014 akan ada pembinaan dari Pusat khususnya
untuk Indonesia Timur
Indikator KKS untuk seluruh Indonesia tidak bisa disamakan
oleh karena itu perlu adanya sosialisasi terutama terkait
indikator KKS
Dukungan komitmen politik dari pemangku kebijakan di
kab/kota masih rendah karena kurangnya advokasi
Dukungan teknis dan sumberdaya dalam peningkatan
pembinaan KKS belum optimal
88
Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
90. Capaian hingga tahun 2012 (70,12%) telah melebihi dari target
yang ditetapkan (65%). Namun begitu, tetap diupayakan fasilitasi
penyediaan dekonsentrasi sebagai percepatan capaian Tempat
Pengelolaan Makanan yang memenuhi syarat kesehatan bagi
kabupaten/kota, sinkronisasi dalam pelaksanaan rencana kerja
pusat dan daerah dalam percepatan capaian Tempat Pengelolaan
Makanan yang memenuhi syarat kesehatan, penyediaan sarana
pengawasan deteksi cepat cemaran makanan dan minuman di 33
propinsi pada sasaran 60 kab/kota, peningkatan orientasi teknis
kualitas pengawasan TPM dan Peningkatan kewaspadaan dini KLB
keracunan pangan terhadap 120 petugas kab/kota dan 33 petugas
propinsi serta dukungan sarana media advokasi dalam peningkatan
higiene sanitasi pengelolaan pangan rumah tangga dan sekolah di
45 kab/kota
90
HIGIENE SANITASI PANGAN
Sumber : Direktorat PL, Update 15 Februari 2013
92. 92
Pada tahun 2010, capaian melampaui target yang telah ditentukan, yaitu 25% dari
20% target yang ditentukan. Demikian pula pada tahun 2011, capaian sebanyak 35%
sedangkan target adalah 30%. Pada tahun 2012, capaian belum memenuhi target,
yaitu hanya 42,17% dari target 45% yang telah ditentukan.
Beberapa hal yang menjadi pendorong kegiatan di Kab/Kota dalam hal pengelolaan
limbah medis fasyankes adalah :
Komitmen dari Kab/Kota dan fasyankes untuk melakukan pengelolaan limbah
medis yang benar dan aman
Dukungan sarana dan prasarana, serta aspek non material (yaitu : koordinasi yang
baik antar sektor dan fasyankes) yang mempermudah KabKota untuk melakukan
pembinaan
Adapun kendala yang dialami adalah :
Pengelolaan limbah medis fasyankes belum menjadi kegiatan utama di beberapa
Kab/Kota maupun provinsi
Keterbatasan anggaran daerah untuk melaksanakan kegiatan ini
Pelaporan pengelolaan limbah medis fasyankes secara berjenjang belum dilakukan
semua kab/kota
96. 96
Dari 3 indikator PPTTU tercapai satu indikator yaitu Persentase
Cakupan Daerah Potensial Yang Melaksanakan Sosialisasi Strategi
Adaptasi DKAPI.
Indikator rumah sehat perlu dikaji target yang ditetapkan,
sehubungan dengan prasyarat minimal rumah sehat tergantung
dari indikator Air Minum dan Jamban yang masih dibawah target
rumah sehat.
Indikator alternatif program penyehatan permukiman adalah
jumlah daerah yang melaksanakan pembinaan rumah yg
belum/tidak memenuhi syarat
Perlu kegiatan akselerasi pembinaan rumah sehat agar
cakupan rumah sehat bisa lebih meningkat.
Perlu akselerasi pembinaan TTU untuk meningkatkan Indikator
TTU yang memenuhi kesehatan
Data jumlah TTU melelui SP2TP belum lengkap, sehingga perlu
peningkatan sosialisasi sistem pencatatan dan pelaporan
pembinaan TTU
CAPAIAN INDIKATOR PPTTU