SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
DARI HUKUMAN MENJADI
KRIMINALISASI
“FROM PUNISHMENT TO
CRIMINALIZATION”
Oleh :
Brigita P. Manohara
 Terdapat kendalayang tidak sepele serta batasan yang
salah di dalam bagian umum dari hukum pidana.
Tetapi bagian yang umum itu bukan hanya pada
hukum positif dimana kita mungkin bisa mulai
membatasi isi pelanggaran yang terjadi Pembenaran
normatif dari hukuman juga menghasilkan sebuah
sumber batasan yang penting
 Sebuah teori kriminalisasi harus mengidentifikasi
alasan khusus untuk membatasi hukum pidana
khusus
 Teori kriminaslisai mesti mengidentifikasi alasan
khusus untuk dalam membatasi hukum pidana,
dengan kata lain, apa yang spesial atau khusus dan
yang sulit mengenai kewajiban pidana?
 Mengapa mesti ada pengecualian/ pengharaman
terhadap “non trivial harm or evil” ?
 Mengapa mesti ada sanksi pidana yang tidak bisa
diberikan kepada pelaku pidana yang absen/ tidak ada
kesalahan?
 mengapa masyarakat memiliki sejumlah alasan
tertentu untuk menjadi prihatin ketika otoritas
negara dilaksanakan melalui hukum pidana?
 Hukuman tidak boleh dipaksakan oleh negara kecuali
individu tersebut diyakini telah melakukan kejahatan
 Sebuah teori kriminalisasi menyediakan batasan yang
lengkap kapan negara diijinkan menggunakan hukum
 Tindak pidana adalah sesuatu yang dilarang atau
tidak diijinkan tetapi hampir tidak pernah bisa
sepenuhnya dicegah
 Ketika hukum pidana berlaku, maka hampir tidak
terelakkan bahwa pada mereka beberapa hukuman bisa
dipaksakan
 Tindak pidana adalah sesuatu yang dilarang atau tidak
diijinkan tetapi hampir tidak pernah bisa sepenuhnya
dicegah.
 Bentuk sanksi lain : Sanksi ini meliputi penyitaan aset,
pengusiran, hukuman perusakan (punitive damages),
deportasi, denaturalisasi, pencabutan hak, perilaku
antisosial pemerintah, kurungan bagi anak pelaku pidana,
penahanan pra peradilan, ritual membuat malu (shaming
rituals), perintah penghunaan sipil, perintah
perlundungan, dan sejenisnya.
 subjek pelanggar menjadi state punishment lebih
mudah dijelaskan daripada diterapkan.
 Beberapa tipe respon negara menyimpang jauh dari
hukuman pada kasus lainnya : the greater deviation,
the fewer protection that are needed (semakin besar
deviasinya, maka perlindungan yang dibutuhkan
semakin sedikit).
 Pertanyaan utama yang mesti dijawab oleh teori
kriminalisasi adalah : untuk tindakan apa seseorang
bisa dijadikan subjek hukuman oleh negara (for what
conduct may the state subject persons to punishment ?)
 dua batasan dalam proses kriminalisasi, yaitu : penal
liability tidak bisa dibenarkan kecuali dikenakan pada
pelanggaran yang dirancang untuk melarang non trivial
(hal buruk yang tidak sepele); dan tidak boleh ditimpakan
kecuali pada tindakan terdakwa sepenuhnya salah
 Terkait paksaan/ pembatasan/ ketidakleluasaan internal pada
teori pemidanaan/ penghukuman, penulis mengidentifikasi
faktor tersebut, yakni :
1. ada perbedaan pendapat dari para ahli aliran konsekuensialis
dan non konsekuensialis, ada upaya membenarkan hukuman
dan menolak adanya pembatasan
2. Adanya kesulitan membangun argumen persuasif terhadap
paksaan/pembatasan
3. Tidak ada prinsip yang dapat difungsikan sebagai satu
generalisasi yang akurat mengenai hukum positif ketika ada
banyak pengecualian
 hukuman semestinya ditimbulkan akibat pelanggaran
hukum yang sesuai dengan batasan, yang kemudian
diikuti oleh saksi punitif dan kemungkinan tidak
dapat dibenarkan dari ketiadaan sangkaan terhadap
perilaku yang dijatuhkan/dikenakan.
 sanksi punitif tidak dibenaran ketika kita memiliki
alasan prinsip dalam menyimpulkan sebagian
tindakan yang mana mereka dikenakan/ ditentukan
sebagai kriminalisasi, subjek hukuman, pada bagian
pertama
 teori benefits-and burdens (manfaat dan beban) dapat
menunjukkan mengapa seseorang layak mendapatkan
sanksi pidana akibat melakukan pelanggaran dengan
tidak ada keuntungan materi yang jelas
 Menurut penulis, teori ini berimplikasi pada hukum
pidana substantif
 implikasi yang mungkin terjadi? Kembali pada
relatifitas jenis pelanggaran baru yang mengisi
hukum pidana : tumpang tindih kejahatan,
pelanggaran pendukung, kejahatan pencegahan resiko
EXPRESSIVE THEORY OF
PUNISHMENT
(TEORI EKSPRESIF DARI HUKUMAN)
 populer di kalangan filsuf jika dibandingkan dengan
teori benefits-and burdens (manfaat dan beban)
 Joel Feinberg merupakan salah satu ahli yang
pengaruhnya besar dalam teori ini.
 Feinberg : “hukuman merupakan perangkat
konvensional untuk mengekspresikan sikap
kebencian dan kemarahan, dan penilaian
ketidaksetujuan serta penolakan baik terhadap
otoritas penghukuman dirinya sendriri atau terhadap
“in whose name” (orang lain) dimana hukuman itu
ditimpakan”
TEORI PATERNALISTIK
 Herbert Morris : pendidikan merupakan salah
satu tujuan utama dari sanksi hukuman
 Jean Hampton : memaparkan pendidikan moral
sebagai tujuan dalam membenarkan hukuman
 isi dari hukum pidana mesti memenuhi kriteria
yang baku sebelum hukuman itu memiliki
tujuan untuk mendidik
LEGALISTIK RETRIBUTIVISM
(TEORI RETRIBUTIF
LEGALISTIK)
 Teori menonjol yang dikemukakan oleh JD Mabbot
 berpendapat bahwa hukuman penjahat dibenarkan
karena mereka telah melanggar hukum
 secara eksplisit menunjukkan bahwa kebaikan dan
keburukan di sisi pemerintah ataupun hukum
dimana hampir seluruhnya tidak relevan dalam
pembenaran hukuman
 bahwa teori retributif legalistik memungkinkan
hukuman apapun yang diharamkan hukum pidana
 Paul Robinson, dan John Darley
masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada hukum
terutama hukum pidana jika dalam proses
kriminalisasi, ada hal yang dirasa tidak adil
 Pendapat keduanya dituliskan dalam buku yang
berjudul “doctrine of criminalization: what conduct
should be criminal?”( doktrin dari kriminalisasi :
perilaku apa yang harus dipidana?)
 memulai dengan pendapat msayarakt yang tidak
menyetujui “kejahatan tanpa korban” seperti
prostitusi, perjudian atau distribusi obat-obat
tertentu.
untuk memerangi masalah over kriminalisasi dengan
mengembangkan seperangkat prinsip yang meliputi :
 Mengidentifikasi
 Membela
 Menjelaskan, dan
 Menerapkan setiap kendala/ paksaan/ batasan
KRIMINALISASI
 Soerjono Soekanto: kriminalisasi merupakan
tindakan atau penetapan penguasa mengenai
perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh
masyarakat atau golongan-golongan masyarakat
dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana
menjadi perbuatan pidana
 Kriminalisasi merupakan masalah yang
kompleks dan terpisah-pisah
 begitu banyak faktor yang terkait dan perlu
dipertimbangkan dalam proses kriminalisasi
Kompleksitas itu :
 berkaitan dengan jenis perbuatan yang dapat
dikriminalisasi
 Tampak dalam beragamnya pilihan instrumen
pengaturan kehidupan masyarakat
 Kompleksitas kriminalisasi berkaitan juga dengan
perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung
secara cepat
Tiga asas kriminalisasi :
 asas legalitas
 asas subsidiaritas
 asas persamaan/kesamaan
 Bassiouni menjelaskan keputusan untuk melakukan
kriminalisasi dan dekriminalisasi harus didasarkan pada
faktor-faktor kebijakan, yaitu :
1. Keseimbangan sarana yang digunakan dalam
hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai
2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang ingin dicari,
3. Penilaian atau penaksiran tujuan-tujuan yang dicari itu
dalam kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam
pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia,
4. Pengaruh sosial kriminalisasi dan dekriminalisasi yang
berkenaan dengan atau dipandang dari pengaruh-
pengaruhnya yang sekunder
 Moeljatno merumuskan tiga kriteria kriminalisasi
dalam proses pembaruan hukum pidana:
1. penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan
terlarang (perbuatan pidana) harus sesuai dengan
perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.
2. apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu
adalah jalan yang utama untuk mencegah
dilanggarnya larangan-larangan tersebut.
3. Apakah pemerintah dengan melewati alat-alat negara
yang bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar-
benar melaksanakan ancaman pidana kalau ternyata
ada yang melanggar larangan
 Peter W. Low, efek-efek yang mungkin timbul dari
pelaksanaan kriminalisasi :
1. manfaat kriminalisasi terhadap masyarakat
2. mengukur biaya kriminalisasi yang meliputi aspek
pencegahan perilaku yang bernilai sosial, pengeluaran
untuk penegakan, efek pada individu, efek pada
privasi, efek kriminogenik, dan tarif kejahatan
3. efek kriminogenik yang timbul akibat kriminalisasi
IMPLEMENTASI DI INDONESIA
 lahirnya UU penyalahgunaan narkotika ( UU
No. 9 / 1976), dimana berdasarkan UU ini
penyalahgunaan narkotika merupakan
perbuatan yang dapat dipidana
 Lahirnya UU mengenai ITE

More Related Content

What's hot

PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidanaangkat re
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr rippibelanda
 
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaJoke Punuhsingon
 
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Riskasoesilawati
 
Skripsi lengkap hukum tindak pidana penipuan
Skripsi lengkap hukum tindak pidana penipuanSkripsi lengkap hukum tindak pidana penipuan
Skripsi lengkap hukum tindak pidana penipuanKonsultan Tesis
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidanaFrans Newtony
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005gaga sihab
 
Pendidikan Anti Korupsi - Mengenal Tindak Pidana Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi -  Mengenal Tindak Pidana KorupsiPendidikan Anti Korupsi -  Mengenal Tindak Pidana Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi - Mengenal Tindak Pidana KorupsiHaristian Sahroni Putra
 

What's hot (13)

PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
 
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
 
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
 
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
 
Skripsi lengkap hukum tindak pidana penipuan
Skripsi lengkap hukum tindak pidana penipuanSkripsi lengkap hukum tindak pidana penipuan
Skripsi lengkap hukum tindak pidana penipuan
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005
 
Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
12782069
1278206912782069
12782069
 
Anti korupsi ta
Anti korupsi taAnti korupsi ta
Anti korupsi ta
 
Pendidikan Anti Korupsi - Mengenal Tindak Pidana Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi -  Mengenal Tindak Pidana KorupsiPendidikan Anti Korupsi -  Mengenal Tindak Pidana Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi - Mengenal Tindak Pidana Korupsi
 

Similar to Teori pidana tiga

sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfyulianmuhtadin
 
Kebijakan Kriminal dari suatu keputusan .ppt
Kebijakan Kriminal dari suatu keputusan .pptKebijakan Kriminal dari suatu keputusan .ppt
Kebijakan Kriminal dari suatu keputusan .pptpadlah1984
 
PPT Kelompok 2.pptx
PPT Kelompok 2.pptxPPT Kelompok 2.pptx
PPT Kelompok 2.pptxaulia352302
 
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxhubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxAlimuddinLimun
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAchmad98
 
Pertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publik
Pertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publikPertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publik
Pertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publikyudikrismen1
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaNakano
 
3 sistempemeriksaanhkacpid
3 sistempemeriksaanhkacpid3 sistempemeriksaanhkacpid
3 sistempemeriksaanhkacpidRonalto_Tan
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukumiwan Alit
 
Korupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HAN
Korupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HANKorupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HAN
Korupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HANTri Widodo W. UTOMO
 
Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia
Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di IndonesiaPemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia
Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesiasyafruddin rifa'ie
 
Peran PNS dalam membangun budaya.ppt
Peran PNS dalam membangun budaya.pptPeran PNS dalam membangun budaya.ppt
Peran PNS dalam membangun budaya.pptANDIILMIUTAMIIRWAN1
 
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdfpenegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdfRendySahputra1
 
Penegakan hukum di indonesia
Penegakan hukum di indonesiaPenegakan hukum di indonesia
Penegakan hukum di indonesiaLiling InkInk
 
V- Kedudukan filsafat ilmu.pptx
V- Kedudukan filsafat ilmu.pptxV- Kedudukan filsafat ilmu.pptx
V- Kedudukan filsafat ilmu.pptxPDTIFemale
 

Similar to Teori pidana tiga (20)

sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
 
Kebijakan Kriminal dari suatu keputusan .ppt
Kebijakan Kriminal dari suatu keputusan .pptKebijakan Kriminal dari suatu keputusan .ppt
Kebijakan Kriminal dari suatu keputusan .ppt
 
PPT Kelompok 2.pptx
PPT Kelompok 2.pptxPPT Kelompok 2.pptx
PPT Kelompok 2.pptx
 
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxhubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
 
Pertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publik
Pertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publikPertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publik
Pertemuan 2 hukum pidana sbg hukum publik
 
Johannes Ronald Elyeser Roparulian Hutagalung - Teori Hukum American Realism
Johannes Ronald Elyeser Roparulian Hutagalung - Teori Hukum American RealismJohannes Ronald Elyeser Roparulian Hutagalung - Teori Hukum American Realism
Johannes Ronald Elyeser Roparulian Hutagalung - Teori Hukum American Realism
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
 
3 sistempemeriksaanhkacpid
3 sistempemeriksaanhkacpid3 sistempemeriksaanhkacpid
3 sistempemeriksaanhkacpid
 
Nur Sania Dasopang
Nur Sania DasopangNur Sania Dasopang
Nur Sania Dasopang
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukum
 
Korupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HAN
Korupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HANKorupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HAN
Korupsi Dalam Perspektif Kebijakan Publik dan HAN
 
Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
 
Makalah bagian 5
Makalah bagian 5Makalah bagian 5
Makalah bagian 5
 
Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia
Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di IndonesiaPemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia
Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia
 
Peran PNS dalam membangun budaya.ppt
Peran PNS dalam membangun budaya.pptPeran PNS dalam membangun budaya.ppt
Peran PNS dalam membangun budaya.ppt
 
11. SESI 12.pptx
11. SESI 12.pptx11. SESI 12.pptx
11. SESI 12.pptx
 
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdfpenegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
penegakanhukumdiindonesia-131214194655-phpapp02 (1).pdf
 
Penegakan hukum di indonesia
Penegakan hukum di indonesiaPenegakan hukum di indonesia
Penegakan hukum di indonesia
 
V- Kedudukan filsafat ilmu.pptx
V- Kedudukan filsafat ilmu.pptxV- Kedudukan filsafat ilmu.pptx
V- Kedudukan filsafat ilmu.pptx
 

More from Brigita Manohara

More from Brigita Manohara (17)

Uas, artikel soal perek
Uas, artikel soal perekUas, artikel soal perek
Uas, artikel soal perek
 
Uas, artikel soal perek
Uas, artikel soal perekUas, artikel soal perek
Uas, artikel soal perek
 
Uas spp soal politik kriminal
Uas spp soal politik kriminalUas spp soal politik kriminal
Uas spp soal politik kriminal
 
Uas sosiologi soal lalu lintas
Uas sosiologi soal lalu lintasUas sosiologi soal lalu lintas
Uas sosiologi soal lalu lintas
 
Uas perkembangan teori hukum soal strict liability
Uas perkembangan teori hukum soal strict liabilityUas perkembangan teori hukum soal strict liability
Uas perkembangan teori hukum soal strict liability
 
Tugas ketiga
Tugas ketigaTugas ketiga
Tugas ketiga
 
Tugas keempat sekaligus uas
Tugas keempat sekaligus uasTugas keempat sekaligus uas
Tugas keempat sekaligus uas
 
Teori hukum 2
Teori hukum 2Teori hukum 2
Teori hukum 2
 
Ppt theory of justice
Ppt theory of justicePpt theory of justice
Ppt theory of justice
 
Tindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruTindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baru
 
Determinasi ekonomi
Determinasi ekonomiDeterminasi ekonomi
Determinasi ekonomi
 
Gang and delinquency
Gang and delinquencyGang and delinquency
Gang and delinquency
 
Presentasi kelompok
Presentasi kelompokPresentasi kelompok
Presentasi kelompok
 
Teori hukum 2
Teori hukum 2Teori hukum 2
Teori hukum 2
 
Tindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruTindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baru
 
Gang and delinquency
Gang and delinquencyGang and delinquency
Gang and delinquency
 
Determinasi ekonomi
Determinasi ekonomiDeterminasi ekonomi
Determinasi ekonomi
 

Recently uploaded

Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan RakyatPemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyatzidantalfayaed
 
Materi negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptxMateri negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptxAchmadHidayaht
 
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxhukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxmaxandrew9
 
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubaraSNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubarazannialzur
 
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptxahmadrievzqy
 
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdfPENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdfCI kumparan
 

Recently uploaded (6)

Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan RakyatPemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
Pemahaman Mahasiswa Gen Z di Tentang Hubungan Timbal Balik Pemerintah dan Rakyat
 
Materi negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptxMateri negara dan konstitusi materi.pptx
Materi negara dan konstitusi materi.pptx
 
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxhukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
 
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubaraSNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
SNI 5015 2019 estimasi sumerdaya dan cadangan batubara
 
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
 
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdfPENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
PENGUMUMAN SAYEMBARA MASKOT DAN JINGLE PILKADA DKI JAKARTA.pdf
 

Teori pidana tiga

  • 1. DARI HUKUMAN MENJADI KRIMINALISASI “FROM PUNISHMENT TO CRIMINALIZATION” Oleh : Brigita P. Manohara
  • 2.  Terdapat kendalayang tidak sepele serta batasan yang salah di dalam bagian umum dari hukum pidana. Tetapi bagian yang umum itu bukan hanya pada hukum positif dimana kita mungkin bisa mulai membatasi isi pelanggaran yang terjadi Pembenaran normatif dari hukuman juga menghasilkan sebuah sumber batasan yang penting  Sebuah teori kriminalisasi harus mengidentifikasi alasan khusus untuk membatasi hukum pidana khusus
  • 3.  Teori kriminaslisai mesti mengidentifikasi alasan khusus untuk dalam membatasi hukum pidana, dengan kata lain, apa yang spesial atau khusus dan yang sulit mengenai kewajiban pidana?  Mengapa mesti ada pengecualian/ pengharaman terhadap “non trivial harm or evil” ?  Mengapa mesti ada sanksi pidana yang tidak bisa diberikan kepada pelaku pidana yang absen/ tidak ada kesalahan?  mengapa masyarakat memiliki sejumlah alasan tertentu untuk menjadi prihatin ketika otoritas negara dilaksanakan melalui hukum pidana?
  • 4.  Hukuman tidak boleh dipaksakan oleh negara kecuali individu tersebut diyakini telah melakukan kejahatan  Sebuah teori kriminalisasi menyediakan batasan yang lengkap kapan negara diijinkan menggunakan hukum  Tindak pidana adalah sesuatu yang dilarang atau tidak diijinkan tetapi hampir tidak pernah bisa sepenuhnya dicegah
  • 5.  Ketika hukum pidana berlaku, maka hampir tidak terelakkan bahwa pada mereka beberapa hukuman bisa dipaksakan  Tindak pidana adalah sesuatu yang dilarang atau tidak diijinkan tetapi hampir tidak pernah bisa sepenuhnya dicegah.  Bentuk sanksi lain : Sanksi ini meliputi penyitaan aset, pengusiran, hukuman perusakan (punitive damages), deportasi, denaturalisasi, pencabutan hak, perilaku antisosial pemerintah, kurungan bagi anak pelaku pidana, penahanan pra peradilan, ritual membuat malu (shaming rituals), perintah penghunaan sipil, perintah perlundungan, dan sejenisnya.
  • 6.  subjek pelanggar menjadi state punishment lebih mudah dijelaskan daripada diterapkan.  Beberapa tipe respon negara menyimpang jauh dari hukuman pada kasus lainnya : the greater deviation, the fewer protection that are needed (semakin besar deviasinya, maka perlindungan yang dibutuhkan semakin sedikit).  Pertanyaan utama yang mesti dijawab oleh teori kriminalisasi adalah : untuk tindakan apa seseorang bisa dijadikan subjek hukuman oleh negara (for what conduct may the state subject persons to punishment ?)
  • 7.  dua batasan dalam proses kriminalisasi, yaitu : penal liability tidak bisa dibenarkan kecuali dikenakan pada pelanggaran yang dirancang untuk melarang non trivial (hal buruk yang tidak sepele); dan tidak boleh ditimpakan kecuali pada tindakan terdakwa sepenuhnya salah  Terkait paksaan/ pembatasan/ ketidakleluasaan internal pada teori pemidanaan/ penghukuman, penulis mengidentifikasi faktor tersebut, yakni : 1. ada perbedaan pendapat dari para ahli aliran konsekuensialis dan non konsekuensialis, ada upaya membenarkan hukuman dan menolak adanya pembatasan 2. Adanya kesulitan membangun argumen persuasif terhadap paksaan/pembatasan 3. Tidak ada prinsip yang dapat difungsikan sebagai satu generalisasi yang akurat mengenai hukum positif ketika ada banyak pengecualian
  • 8.  hukuman semestinya ditimbulkan akibat pelanggaran hukum yang sesuai dengan batasan, yang kemudian diikuti oleh saksi punitif dan kemungkinan tidak dapat dibenarkan dari ketiadaan sangkaan terhadap perilaku yang dijatuhkan/dikenakan.  sanksi punitif tidak dibenaran ketika kita memiliki alasan prinsip dalam menyimpulkan sebagian tindakan yang mana mereka dikenakan/ ditentukan sebagai kriminalisasi, subjek hukuman, pada bagian pertama
  • 9.  teori benefits-and burdens (manfaat dan beban) dapat menunjukkan mengapa seseorang layak mendapatkan sanksi pidana akibat melakukan pelanggaran dengan tidak ada keuntungan materi yang jelas  Menurut penulis, teori ini berimplikasi pada hukum pidana substantif  implikasi yang mungkin terjadi? Kembali pada relatifitas jenis pelanggaran baru yang mengisi hukum pidana : tumpang tindih kejahatan, pelanggaran pendukung, kejahatan pencegahan resiko
  • 10. EXPRESSIVE THEORY OF PUNISHMENT (TEORI EKSPRESIF DARI HUKUMAN)  populer di kalangan filsuf jika dibandingkan dengan teori benefits-and burdens (manfaat dan beban)  Joel Feinberg merupakan salah satu ahli yang pengaruhnya besar dalam teori ini.  Feinberg : “hukuman merupakan perangkat konvensional untuk mengekspresikan sikap kebencian dan kemarahan, dan penilaian ketidaksetujuan serta penolakan baik terhadap otoritas penghukuman dirinya sendriri atau terhadap “in whose name” (orang lain) dimana hukuman itu ditimpakan”
  • 11. TEORI PATERNALISTIK  Herbert Morris : pendidikan merupakan salah satu tujuan utama dari sanksi hukuman  Jean Hampton : memaparkan pendidikan moral sebagai tujuan dalam membenarkan hukuman  isi dari hukum pidana mesti memenuhi kriteria yang baku sebelum hukuman itu memiliki tujuan untuk mendidik
  • 12. LEGALISTIK RETRIBUTIVISM (TEORI RETRIBUTIF LEGALISTIK)  Teori menonjol yang dikemukakan oleh JD Mabbot  berpendapat bahwa hukuman penjahat dibenarkan karena mereka telah melanggar hukum  secara eksplisit menunjukkan bahwa kebaikan dan keburukan di sisi pemerintah ataupun hukum dimana hampir seluruhnya tidak relevan dalam pembenaran hukuman  bahwa teori retributif legalistik memungkinkan hukuman apapun yang diharamkan hukum pidana
  • 13.  Paul Robinson, dan John Darley masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada hukum terutama hukum pidana jika dalam proses kriminalisasi, ada hal yang dirasa tidak adil  Pendapat keduanya dituliskan dalam buku yang berjudul “doctrine of criminalization: what conduct should be criminal?”( doktrin dari kriminalisasi : perilaku apa yang harus dipidana?)  memulai dengan pendapat msayarakt yang tidak menyetujui “kejahatan tanpa korban” seperti prostitusi, perjudian atau distribusi obat-obat tertentu.
  • 14. untuk memerangi masalah over kriminalisasi dengan mengembangkan seperangkat prinsip yang meliputi :  Mengidentifikasi  Membela  Menjelaskan, dan  Menerapkan setiap kendala/ paksaan/ batasan
  • 15. KRIMINALISASI  Soerjono Soekanto: kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana  Kriminalisasi merupakan masalah yang kompleks dan terpisah-pisah  begitu banyak faktor yang terkait dan perlu dipertimbangkan dalam proses kriminalisasi
  • 16. Kompleksitas itu :  berkaitan dengan jenis perbuatan yang dapat dikriminalisasi  Tampak dalam beragamnya pilihan instrumen pengaturan kehidupan masyarakat  Kompleksitas kriminalisasi berkaitan juga dengan perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung secara cepat
  • 17. Tiga asas kriminalisasi :  asas legalitas  asas subsidiaritas  asas persamaan/kesamaan
  • 18.  Bassiouni menjelaskan keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan, yaitu : 1. Keseimbangan sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai 2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang ingin dicari, 3. Penilaian atau penaksiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia, 4. Pengaruh sosial kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenaan dengan atau dipandang dari pengaruh- pengaruhnya yang sekunder
  • 19.  Moeljatno merumuskan tiga kriteria kriminalisasi dalam proses pembaruan hukum pidana: 1. penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang (perbuatan pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat. 2. apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut. 3. Apakah pemerintah dengan melewati alat-alat negara yang bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar- benar melaksanakan ancaman pidana kalau ternyata ada yang melanggar larangan
  • 20.  Peter W. Low, efek-efek yang mungkin timbul dari pelaksanaan kriminalisasi : 1. manfaat kriminalisasi terhadap masyarakat 2. mengukur biaya kriminalisasi yang meliputi aspek pencegahan perilaku yang bernilai sosial, pengeluaran untuk penegakan, efek pada individu, efek pada privasi, efek kriminogenik, dan tarif kejahatan 3. efek kriminogenik yang timbul akibat kriminalisasi
  • 21. IMPLEMENTASI DI INDONESIA  lahirnya UU penyalahgunaan narkotika ( UU No. 9 / 1976), dimana berdasarkan UU ini penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang dapat dipidana  Lahirnya UU mengenai ITE