SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Kompas 
Minggu, 29 April 2007 
Serdadu Tua dan Jipnya 
Cerpen: Wilson Nadeak 
Sudahlah! Kita hidup dengan gaji kita saja. Tidak perlu pikirkan macam-macam. Usia 
kepala tujuh bukanlah saat yang tepat untuk merawat mobil tua. Kuno lagi. Onderdil jip itu 
pun sukar dicari. Biarlah kami menikmati masa tua, Pak. Kulihat kau selalu risau dengan 
kendaraan itu. Sebentar-sebentar pergi ke tempat anak kita dan memintanya supaya 
memperbaikinya. Sayang anak kita menghabiskan waktu untuk memperbaiki mobil itu. 
Mobil adalah beban. Mengapa kau bebani anak kita untuk membuat jip itu dapat berjalan 
kembali? Bannya saja begitu besar, mahal lagi. Belum lagi keadaan mesinnya yang harus 
dibongkar pasang, dari awal. Mimpimu pun selalu tentang jip tua itu. Mengapa sih repot-repot 
dengan kendaraan yang tidak mungkin digunakan lagi? Tanpa surat dan tanpa 
nomor polisi. Semua serba membingungkan! 
Itulah keluhan sang istri mantan Letnan Kolonel Banun. Ketika Banun membeli jip 
rongsokan buatan tahun empat puluhan itu dengan uang pensiunnya, sang istri amat 
gemas. Uang pensiun yang tidak seberapa itu harus dibelikan jip tua. "Kita makan dari 
mana, pak?" 
"Rezeki itu selalu ada, Ma. Percayalah, Tuhan akan memberi makanan bagi kita." 
"Tuhan? Memberi makan dengan cara yang tidak bijaksana?" tanya istrinya yang sudah 
berusia kepala tujuh. "Memangnya Tuhan itu kasir? Suka-sukamu mengatur Dia?" 
"Nanti akan kaulihat," jawab sang suami. 
"Kau yakin betul?" 
"Mengapa tidak? Kukira Tuhan yang mengirim jip ini kepada kita." 
"Jawab doamu, yang merindukan sebuah kendaraan?" 
"Ya." 
Istrinya geleng-geleng kepala sambil mengusap dadanya yang belakangan ini sering 
berdebar-debar entah karena apa. "Tetapi bukan mobil seperti ini yang kauminta kepada 
Tuhan, bukan? Bukankah mobil yang lengkap surat-suratnya, yang dapat digunakan ke 
mana-mana?" 
"Ya, memangnya begitu. Tetapi Tuhan mengirim jip ini, dan kauterima. Bukan kehendak 
kita, bukan? Kehendak Tuhanlah yang jadi, Ma." 
Lagi-lagi sang istri mengurut dada dan kebetulan sang suami menengoknya. 
"Jantungmu jangan sampai kumat gara-gara jip tua ini, Ma. Anggaplah ini hiburan pada 
masa tua kita. Lihat, itu, mobil Wilys milik anak kita itu. Sudah seratus lima puluh orang 
yang datang melihat dan menawarnya dengan harga yang tinggi." 
"Mengapa tidak dijual saja dan dipakai sebagai modal untuk berdagang?" 
"Sampai sekarang anak kita masih bertahan dengan harga yang diinginkannya. Lagi pula, 
ia senang mengutak-atik Wilys tuanya itu. Terserah dialah." 
Mantan Letkol Banun yang selalu mengambil pensiun, tetapi tidak diberikan utuh kepada 
istrinya, alasannya, ada saja onderdil yang harus dibeli. 
Mungkin ia tidak memerhatikan kesehatan istrinya yang kadang-kadang mendadak sakit 
karena merasa nyeri di bagian dada. Entah karena sesuatu, istrinya sering menampik 
apabila dibawa ke rumah sakit. "Nanti akan sembuh sendiri," jawabnya kepada suaminya. 
Sebaliknya, kalau sang suami yang sakit, ia cepat sekali masuk ke rumah sakit militer. 
Setiap kali suster memberi obat, ia membacanya dengan teliti dan kemudian mengatakan 
kepada suster bahwa ia tidak mau memakan obat itu.
"Ini obat yang tidak cocok dengan penyakitku, buat apa? Nanti ada efek sampingan!" 
komentarnya. Suster tidak dapat berbuat apa-apa karena pasiennya malah menceritakan 
apa akibat kalau makan obat itu. Hanya obat yang murah dan sederhana yang ditelannya. 
"Perut saya bukan gudang obat dan bukan pula laboratorium percobaan," katanya, yang 
membuat suster keluar dari ruangan tanpa kata-kata. 
Kalau berminggu-minggu ia terbaring sakit di rumah sakit tentara, orang yang 
menjenguknya selalu terheran-heran karena ia penuh semangat bercerita tentang masa 
lalunya yang kaya dengan pengalaman derita. Dokter menasihatkan agar ia tidak terlalu 
banyak bercerita, tetapi ia tidak peduli. "Ah, saya yang lebih tahu mengenai penyakit 
saya," katanya. 
Sekalipun kadang-kadang ia pincang karena borok yang ada di kakinya, ia selalu tampak 
gembira. "Penyakit harus dilawan! Obat itu racun! Nanti luka ini akan sembuh sendiri." 
Barangkali itulah resep hidup yang diyakininya, yang membuatnya melewati ulang tahun 
pernikahan emas. Anak-anaknya kadang-kadang cemas juga melihat kondisinya kalau 
jatuh sakit, tetapi dia sendiri tetap optimis. Ia senang bercerita kepada cucu-cucu dan 
menantunya, mengenai masa lalu yang penuh dengan pergolakan hidup. Ia seorang 
penutur masa lampau yang menarik, pencerita yang baik dan detail. Ketika ia bercerita, 
menantu dan cucu-cucunya asyik mendengarkan. Istrinya yang kadang-kadang 
mengusiknya dengan berkata, "Sudahlah, Pak. Jangan cerita tentang masa lalu saja. 
Masa lalu dan masa lalu! Sudah bau tanah pula!" 
Banun tidak marah. Ia memang kerap kali bertengkar, berbeda pendapat. Bahkan berhari-hari 
tidak saling menyapa, yang membuat anak-anaknya bertingkah serba salah. Ketika 
mereka berdamai, ia berkata, "Itulah orang tua. Tinggal menghitung hari-hari tua, dan 
menerima masa mendatang apa adanya." Mendengar itu, anak-anak mengangguk dan 
cucunya dengan ringannya bersenandung, "Perdamaian, perdamaian...." 
Sang istri mengalah soal jip tuanya. Kalau uang pensiun berkurang, ia bersikap diam. 
Tampaknya ia tahu bahwa suaminya sering menyurati anak-anak supaya membantu 
mereka tiap bulan karena uang pensiun tidak cukup untuk kondisi perekonomian sekarang 
ini. Tentu tanpa menyebut-nyebut jip tua itu. Dan sang istri kenyataannya sering menerima 
kiriman uang dari anak-anaknya yang sudah bekerja di kota pulau lain. 
Sekali iparnya datang berkunjung ke rumahnya. Ia menunjukkan jip tua yang sedang 
diperbaiki secara total. Ia mengandalkan kemahiran anaknya memperbaiki kendaraan. 
"Mengapa Ipar tertarik dengan jip tua ini?" 
"Nah, ini pertanyaan yang kusukai. Selama ini istriku selalu ngomel karena aku 
membelinya. Macam-macam keluhan yang dikatakannya dari hari ke hari, sampai aku 
menjadi jemu. Dan ia pun berhenti sendiri mengomel. Karena Ipar menanyakan soal ? 
tertarik? maka aku akan menceritakannya. Begini." 
Mantan Letkol Banun bertutur. 
Saat itu, sekitar tahun 1947 atau tahun 1948. Ya, persisnya aku tidak tahu. Yang jelas aku 
berusia kira-kira 17 tahun. Pasukan kami terperangkap di sebuah medan tempur, dekat 
danau. Kami yang menyergap iring-iringan pasukan Belanda di tikungan, kehabisan 
peluru. Sebagian lari ke gunung berhutan dan sebagian lagi ada yang tewas tergeletak 
tanpa ada yang mengangkutnya. Aku sendiri berusaha lari ke kaki bukit. Namun peluru 
berdesingan di atas kepala sehingga aku tiarap di tanah. Tahu-tahu, sebuah laras 
senapan sudah diarahkan ke kepalaku sambil terdengar teriakan, "Berdiri! Kalau tidak 
kutembak!"
Aku berdiri sambil menaruh kedua tangan di kepala bagian belakang. Aku digiring ke 
kendaraan militer yang ada di tikungan. Aku didorong masuk ke dalam truk militer. Sejam 
kemudian pasukan itu tiba di barak-barak militer yang tidak jauh dari tepi danau. 
Aku segera dibawa ke tempat interogasi. Serang prajurit yang beringas, berkulit lebih 
gelap dari kulitku, menampar mukaku dan kemudian mendorongku ke dinding. Kedua 
tanganku terikat ke belakang. Pukulannya menghunjam di perut membuat aku menjerit 
dan hampir muntah. Dadaku ditonjoknya dengan keras yang membuatku mengerang dan 
jatuh terduduk. 
"Kau ekstremis, ya! Mengaku!" katanya sambil menendang kakiku dengan ujung tumit 
sepatu larsnya. Aku nyaris rebah. "Jawab! Monyet kamu, ya?" 
Rasa sakit terasa di sekujur tubuh. Ia menyiram tubuhku dengan air yang membuat luka di 
kakiku terasa nyeri dan pedih. "Kau teroris! Ekstremis keparat! Ayo, mengaku!" 
Ditendangnya tubuhku sampai terbujur di lantai. Tubuhku menjadi basah karena air yang 
menggenang di lantai. "Kalau kau tidak mengaku, tubuhmu akan disetrom. Ia memutar-mutar 
baterai di depan mataku, mengambil sebuah engkol dan menyambungkannya 
dengan kabel yang hendak dibelitkan ke tubuhku. Aku menjadi ngeri dan mengaduh. "Ayo, 
mengaku!" 
Sebelum arus listrik menyentuh sekujur tubuhku dengan perlahan aku mengaku. "Ya," 
jawabku. 
"Nah, bagus!" katanya sambil menyeringai. "Itu lebih baik bagimu." 
Ia membuka tali ikatan tanganku. Menarikku supaya berdiri dengan entakkan yang keras 
sehingga tubuhku terayun dan lenganku terasa nyeri. 
Dengan kepala dan tubuh yang basah disuruhnya aku duduk di depan meja tua. Ia duduk 
di seberang meja dan mulai menulis di atas kertas. 
Ia menanyakan namaku, asal, nama orangtua, nama saudara, kawan sekampung, nama 
pasukan, siapa komandan, siapa yang menyuruh memerangi Belanda, dan masih banyak 
pertanyaan lainnya. 
Kujawab seadanya. Kepalaku masih pusing. Entahkah nama orang yang kusebut betul 
atau tidak, aku tidak tahu. Sekadar menyebut nama saja. Lalu ia menyodorkan secarik 
kertas kepadaku untuk ditandatangani. 
Aku dimasukkan ke dalam kamar tahanan. Kulihat di sana ada beberapa orang yang 
babak belur, tergeletak di lantai. Yang lain bersandar di dinding dengan pandang mata 
yang nanap. Ada yang kukenal dan aku bersikap seperti tidak mengenal. Ia pun bersikap 
demikian. Aku tidak tahu siapa lawan siapa kawan. Kurasa, di dalam tahanan itu pastilah 
ada mata-mata, kuduga, mereka yang tidak ada luka di tubuh. 
Dalam dua minggu di rumah tahanan itu, aku melihat orang yang dibawa dan tidak pernah 
kembali. Pada suatu hari, aku dipanggil dan kukira itulah akhir hidupku. Aku dibawa ke 
rumah komandan pasukan Belanda yang baru saja diganti. Ia baru kembali di negeri 
Belanda setelah negeri itu dibebaskan dari pasukan penjajahan Jerman. 
Prajurit yang membawaku menghadap komandan itu mengatakan bahwa aku adalah 
ekstremis yang tertangkap dalam pertempuran beberapa minggu yang lalu. Pak 
Komandan menerima penyerahanku dan menempatkan aku tidak jauh dari barak tempat 
pengawalnya berjaga. 
Akhirnya aku tahu bahwa nama komandan pasukan Belanda itu adalah Kapten Van den 
Bosch. Setiap hari ia memanggil aku. Hari pertama ia menanyaiku dan yang pertama
ditanyakannya bukan siapa namaku, melainkan, "Berapa umurmu." Kujawab bahwa 
umurku enam belas tahun. Aku menguranginya satu tahun. Ia mengangguk-anggukkan 
kepala sambil berkata, "Kau masih anak-anak. Anak-anak tidak baik memegang senjata." 
Kutahu kemudian bahwa van den Bosch pernah bertugas di Betawi, Pulau Jawa, sebelum 
Perang Dunia II meletus, dan paham bahasa Melayu. 
"Nak," katanya. "Tugasmu setiap hari adalah membersihkan kendaraan di sini. Semua 
kendaraan yang ada di sini harus kau bersihkan setiap hari. Khusus jip komandan, kau 
harus bersihkan sampai mengilap, rapi. Ambil air dari danau. Mengerti? Laksanakan!" 
Maka tugasku setiap hari mengangkat air dari tepi danau dan mencuci semua kendaraan 
yang ada. Tentu yang pertama kuurus ialah jip komandan, van den Bosch. Setiap pagi aku 
ke tepi danau, mengisi ember dan mengikutinya untuk mencuci kendaraan. Kulihat 
nelayan yang pulang pagi membawa ikan hasil tangkapannya. Sesekali aku ngobrol 
dengan mereka. Tetapi aku harus hati-hati karena mereka pun pastilah bagian dari kaki 
tangan Belanda. Tidak ada nelayan yang sebebas mereka bila tidak ada kaitannya 
dengan tentara Belanda. 
Pada suatu sore Kapten van den Bosch memanggilku ke kantornya. Hal itu jarang terjadi. 
Baru kali ini aku dipanggil secara khusus. 
"Nak, aku kasihan padamu. Usiamu masih amat muda. Tidak pantas kau bertempur di 
medan perang. Karena itu, begini saja. Nanti sore, menjelang hari gelap, kau kempeskan 
semua ban kendaraan. Semua saja. Lalu kau lari minta tolong kepada nelayan yang selalu 
berada di dekat pantai itu. Mengerti?" 
Aku terkesiap. Apakah ini sebuah jebakan? Van den Bosch mengulang, "Mengerti?" 
"Ya," Kataku gugup. 
"Laksanakan!" 
Aku keluar dan segera mengangkat ember dan kembali mencuci kendaraan yang ada 
sampai gelap tiba. Satu demi satu ban kendaraan kukempeskan, juga jip komandan. 
Kemudian aku menyelinap setelah kurasa situasi aman, bergegas ke tepi danau dan betul 
di sana ada nelayan yang duduk di atas perahu. Kukatakan kepadanya bahwa komandan 
menyuruhku lari. "Betul?" Jawab nelayan itu. "Ya," jawabku. Dan ia membawa aku 
menjauh dari pantai dan di tengah kegelapan malam, aku tiba di sebuah perkampungan 
yang aman dari jangkauan tentara Belanda dan aku bergabung kembali dengan induk 
pasukan. 
Mantan Letkol Banun berhenti sejenak menarik napas. 
"Ipar," katanya meneruskan ceritanya, "jip ini mengingatkan aku selalu kepada van den 
Bosch. Kalau jip ini sudah selesai dilengkapi maka di bagian belakang ini, di atas nomor 
pelat, akan kutulis besar-besar dari ujung kiri ke ujung kanan: VAN DEN BOSCH, dan di 
bagian atas akan kukibarkan bendera Merah Putih yang terbuat dari bahan pelat yang 
sebesar bendera biasa." 
Sang Ipar mengangguk mengerti.*** 
Bandung, 9 Februari 2007

More Related Content

What's hot

Kesaksian orang mati suri
Kesaksian orang mati suriKesaksian orang mati suri
Kesaksian orang mati suriGigih Ambara
 
Bu Kek Siansu Jilid 20
Bu Kek Siansu Jilid 20Bu Kek Siansu Jilid 20
Bu Kek Siansu Jilid 20Wibowo Kusuma
 
Surat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcher
Surat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcherSurat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcher
Surat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcherrocolox
 
Layu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangLayu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangdesmin
 
Judul decak barito
Judul decak baritoJudul decak barito
Judul decak baritoaisyahfaizah
 
Anak semata wayang (whani darmawan)
Anak semata wayang (whani darmawan)Anak semata wayang (whani darmawan)
Anak semata wayang (whani darmawan)Andri Goodwood
 
Kisah nyata mengharukan
Kisah nyata mengharukanKisah nyata mengharukan
Kisah nyata mengharukanMat Ludin
 
Revolusi Berganti Sebelum Mati
Revolusi Berganti Sebelum MatiRevolusi Berganti Sebelum Mati
Revolusi Berganti Sebelum MatiAkhmad Akbar
 
Bu Kek Siansu Jilid 22
Bu Kek Siansu Jilid 22Bu Kek Siansu Jilid 22
Bu Kek Siansu Jilid 22Wibowo Kusuma
 
Bu Kek Siansu Jilid 14
Bu Kek Siansu Jilid 14Bu Kek Siansu Jilid 14
Bu Kek Siansu Jilid 14Wibowo Kusuma
 

What's hot (17)

Karangan cerpen sendiri
Karangan cerpen sendiriKarangan cerpen sendiri
Karangan cerpen sendiri
 
Kenangan
KenanganKenangan
Kenangan
 
Kesaksian orang mati suri
Kesaksian orang mati suriKesaksian orang mati suri
Kesaksian orang mati suri
 
Bu Kek Siansu Jilid 20
Bu Kek Siansu Jilid 20Bu Kek Siansu Jilid 20
Bu Kek Siansu Jilid 20
 
Surat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcher
Surat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcherSurat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcher
Surat terbuka pramoedya ananta toer kepada keith foulcher
 
Bidadari Untuk Ikhwan
Bidadari Untuk IkhwanBidadari Untuk Ikhwan
Bidadari Untuk Ikhwan
 
Layu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangLayu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembang
 
Judul decak barito
Judul decak baritoJudul decak barito
Judul decak barito
 
Lifeline
LifelineLifeline
Lifeline
 
Anak semata wayang (whani darmawan)
Anak semata wayang (whani darmawan)Anak semata wayang (whani darmawan)
Anak semata wayang (whani darmawan)
 
Last day 2
Last day 2Last day 2
Last day 2
 
Bab viii
Bab viiiBab viii
Bab viii
 
Cerpen Sixth sense
Cerpen Sixth senseCerpen Sixth sense
Cerpen Sixth sense
 
Kisah nyata mengharukan
Kisah nyata mengharukanKisah nyata mengharukan
Kisah nyata mengharukan
 
Revolusi Berganti Sebelum Mati
Revolusi Berganti Sebelum MatiRevolusi Berganti Sebelum Mati
Revolusi Berganti Sebelum Mati
 
Bu Kek Siansu Jilid 22
Bu Kek Siansu Jilid 22Bu Kek Siansu Jilid 22
Bu Kek Siansu Jilid 22
 
Bu Kek Siansu Jilid 14
Bu Kek Siansu Jilid 14Bu Kek Siansu Jilid 14
Bu Kek Siansu Jilid 14
 

Viewers also liked

Viewers also liked (8)

Pintu yang terkunci (azizah hefni)
Pintu yang terkunci (azizah hefni)Pintu yang terkunci (azizah hefni)
Pintu yang terkunci (azizah hefni)
 
Timbunan sampah (edi supardi emon)
Timbunan sampah (edi supardi emon)Timbunan sampah (edi supardi emon)
Timbunan sampah (edi supardi emon)
 
Pasangan muda (ni komang ariani)
Pasangan muda (ni komang ariani)Pasangan muda (ni komang ariani)
Pasangan muda (ni komang ariani)
 
Perempuan kedua (labibah zain)
Perempuan kedua (labibah zain)Perempuan kedua (labibah zain)
Perempuan kedua (labibah zain)
 
Teratai malam (nugroho sukmanto)
Teratai malam (nugroho sukmanto)Teratai malam (nugroho sukmanto)
Teratai malam (nugroho sukmanto)
 
Perkawinan rahasia (evi idawati)
Perkawinan rahasia (evi idawati)Perkawinan rahasia (evi idawati)
Perkawinan rahasia (evi idawati)
 
Si lugu dan si malin kundang (hamsad rangkitu)
Si lugu dan si malin kundang (hamsad rangkitu)Si lugu dan si malin kundang (hamsad rangkitu)
Si lugu dan si malin kundang (hamsad rangkitu)
 
Sepekan di jakarta (asmadji as muchtar)
Sepekan di jakarta (asmadji as muchtar)Sepekan di jakarta (asmadji as muchtar)
Sepekan di jakarta (asmadji as muchtar)
 

Similar to Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)

Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)Arvinoor Siregar SH MH
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)arvin2014
 
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Andri Goodwood
 
Aku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamikuAku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamikuaunyazuhry
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Andri Goodwood
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Cerita nyata yg mengharukan
Cerita nyata yg mengharukanCerita nyata yg mengharukan
Cerita nyata yg mengharukanErman Hidayat
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 

Similar to Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak) (20)

Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
 
Monolog kasir kita.docx
Monolog kasir kita.docxMonolog kasir kita.docx
Monolog kasir kita.docx
 
Aku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamikuAku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamiku
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Aku mencintaimu
Aku mencintaimuAku mencintaimu
Aku mencintaimu
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Cerita nyata yg mengharukan
Cerita nyata yg mengharukanCerita nyata yg mengharukan
Cerita nyata yg mengharukan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 

More from Arvinoor Siregar SH MH (20)

Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212
 
Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223
 
Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501
 
Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225
 
Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572
 
Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223
 
Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184
 
Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223
 
Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433
 
Thurgood marshall
Thurgood marshallThurgood marshall
Thurgood marshall
 
The rainbow coalition
The rainbow coalitionThe rainbow coalition
The rainbow coalition
 
The halls of power
The halls of powerThe halls of power
The halls of power
 
The dred scott decision
The dred scott decisionThe dred scott decision
The dred scott decision
 
Slavery
SlaverySlavery
Slavery
 
Rosa parks
Rosa parksRosa parks
Rosa parks
 
Martin luther king's dream
Martin luther king's dreamMartin luther king's dream
Martin luther king's dream
 
Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.
 
Jordon and ali
Jordon and aliJordon and ali
Jordon and ali
 
Jackie robinson
Jackie robinsonJackie robinson
Jackie robinson
 
Harriet tubman
Harriet tubmanHarriet tubman
Harriet tubman
 

Recently uploaded

Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024
Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024
Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024Popi99
 
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi KewartawananPengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi KewartawananMOHAMMADAKMALBINABDR1
 
EVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOT
EVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOTEVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOT
EVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOTNeta
 
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99
 
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin TertinggiKodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin TertinggiKodomo99
 
Lim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang Maxwin
Lim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang MaxwinLim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang Maxwin
Lim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang MaxwinLim4D
 
Wen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang Menang
Wen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang MenangWen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang Menang
Wen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang MenangWen4D
 
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTIDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTNeta
 
Sizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari Ini
Sizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari IniSizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari Ini
Sizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari IniSizi99
 
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot
 
Tari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa Indonesia
Tari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa IndonesiaTari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa Indonesia
Tari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa IndonesiaGabrielleGiovan
 

Recently uploaded (11)

Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024
Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024
Popi99 : Situs Judi Slot Online Gacor & Slot Paling Gampang Maxwin 2024
 
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi KewartawananPengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
Pengetahuan Asas dan Strategi Fotografi Kewartawanan
 
EVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOT
EVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOTEVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOT
EVENT SCATTER PRAGMATIC PLAY TERBAIK & MUDAH DAPATKAN HADIAH JACKPOT SLOT
 
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
 
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin TertinggiKodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
Kodomo99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Maxwin Tertinggi
 
Lim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang Maxwin
Lim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang MaxwinLim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang Maxwin
Lim4D : Link Situs Judi Slot Online Gacor & Daftar Slot Gampang Maxwin
 
Wen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang Menang
Wen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang MenangWen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang Menang
Wen4D : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini & Slot4D Gampang Menang
 
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTIDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
 
Sizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari Ini
Sizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari IniSizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari Ini
Sizi99 : Provider Judi Slot Gacor Online Terbaik Resmi Hari Ini
 
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
 
Tari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa Indonesia
Tari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa IndonesiaTari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa Indonesia
Tari Sumbawa edit sw.pdf dari pulau Sumbawa Indonesia
 

Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)

  • 1. Kompas Minggu, 29 April 2007 Serdadu Tua dan Jipnya Cerpen: Wilson Nadeak Sudahlah! Kita hidup dengan gaji kita saja. Tidak perlu pikirkan macam-macam. Usia kepala tujuh bukanlah saat yang tepat untuk merawat mobil tua. Kuno lagi. Onderdil jip itu pun sukar dicari. Biarlah kami menikmati masa tua, Pak. Kulihat kau selalu risau dengan kendaraan itu. Sebentar-sebentar pergi ke tempat anak kita dan memintanya supaya memperbaikinya. Sayang anak kita menghabiskan waktu untuk memperbaiki mobil itu. Mobil adalah beban. Mengapa kau bebani anak kita untuk membuat jip itu dapat berjalan kembali? Bannya saja begitu besar, mahal lagi. Belum lagi keadaan mesinnya yang harus dibongkar pasang, dari awal. Mimpimu pun selalu tentang jip tua itu. Mengapa sih repot-repot dengan kendaraan yang tidak mungkin digunakan lagi? Tanpa surat dan tanpa nomor polisi. Semua serba membingungkan! Itulah keluhan sang istri mantan Letnan Kolonel Banun. Ketika Banun membeli jip rongsokan buatan tahun empat puluhan itu dengan uang pensiunnya, sang istri amat gemas. Uang pensiun yang tidak seberapa itu harus dibelikan jip tua. "Kita makan dari mana, pak?" "Rezeki itu selalu ada, Ma. Percayalah, Tuhan akan memberi makanan bagi kita." "Tuhan? Memberi makan dengan cara yang tidak bijaksana?" tanya istrinya yang sudah berusia kepala tujuh. "Memangnya Tuhan itu kasir? Suka-sukamu mengatur Dia?" "Nanti akan kaulihat," jawab sang suami. "Kau yakin betul?" "Mengapa tidak? Kukira Tuhan yang mengirim jip ini kepada kita." "Jawab doamu, yang merindukan sebuah kendaraan?" "Ya." Istrinya geleng-geleng kepala sambil mengusap dadanya yang belakangan ini sering berdebar-debar entah karena apa. "Tetapi bukan mobil seperti ini yang kauminta kepada Tuhan, bukan? Bukankah mobil yang lengkap surat-suratnya, yang dapat digunakan ke mana-mana?" "Ya, memangnya begitu. Tetapi Tuhan mengirim jip ini, dan kauterima. Bukan kehendak kita, bukan? Kehendak Tuhanlah yang jadi, Ma." Lagi-lagi sang istri mengurut dada dan kebetulan sang suami menengoknya. "Jantungmu jangan sampai kumat gara-gara jip tua ini, Ma. Anggaplah ini hiburan pada masa tua kita. Lihat, itu, mobil Wilys milik anak kita itu. Sudah seratus lima puluh orang yang datang melihat dan menawarnya dengan harga yang tinggi." "Mengapa tidak dijual saja dan dipakai sebagai modal untuk berdagang?" "Sampai sekarang anak kita masih bertahan dengan harga yang diinginkannya. Lagi pula, ia senang mengutak-atik Wilys tuanya itu. Terserah dialah." Mantan Letkol Banun yang selalu mengambil pensiun, tetapi tidak diberikan utuh kepada istrinya, alasannya, ada saja onderdil yang harus dibeli. Mungkin ia tidak memerhatikan kesehatan istrinya yang kadang-kadang mendadak sakit karena merasa nyeri di bagian dada. Entah karena sesuatu, istrinya sering menampik apabila dibawa ke rumah sakit. "Nanti akan sembuh sendiri," jawabnya kepada suaminya. Sebaliknya, kalau sang suami yang sakit, ia cepat sekali masuk ke rumah sakit militer. Setiap kali suster memberi obat, ia membacanya dengan teliti dan kemudian mengatakan kepada suster bahwa ia tidak mau memakan obat itu.
  • 2. "Ini obat yang tidak cocok dengan penyakitku, buat apa? Nanti ada efek sampingan!" komentarnya. Suster tidak dapat berbuat apa-apa karena pasiennya malah menceritakan apa akibat kalau makan obat itu. Hanya obat yang murah dan sederhana yang ditelannya. "Perut saya bukan gudang obat dan bukan pula laboratorium percobaan," katanya, yang membuat suster keluar dari ruangan tanpa kata-kata. Kalau berminggu-minggu ia terbaring sakit di rumah sakit tentara, orang yang menjenguknya selalu terheran-heran karena ia penuh semangat bercerita tentang masa lalunya yang kaya dengan pengalaman derita. Dokter menasihatkan agar ia tidak terlalu banyak bercerita, tetapi ia tidak peduli. "Ah, saya yang lebih tahu mengenai penyakit saya," katanya. Sekalipun kadang-kadang ia pincang karena borok yang ada di kakinya, ia selalu tampak gembira. "Penyakit harus dilawan! Obat itu racun! Nanti luka ini akan sembuh sendiri." Barangkali itulah resep hidup yang diyakininya, yang membuatnya melewati ulang tahun pernikahan emas. Anak-anaknya kadang-kadang cemas juga melihat kondisinya kalau jatuh sakit, tetapi dia sendiri tetap optimis. Ia senang bercerita kepada cucu-cucu dan menantunya, mengenai masa lalu yang penuh dengan pergolakan hidup. Ia seorang penutur masa lampau yang menarik, pencerita yang baik dan detail. Ketika ia bercerita, menantu dan cucu-cucunya asyik mendengarkan. Istrinya yang kadang-kadang mengusiknya dengan berkata, "Sudahlah, Pak. Jangan cerita tentang masa lalu saja. Masa lalu dan masa lalu! Sudah bau tanah pula!" Banun tidak marah. Ia memang kerap kali bertengkar, berbeda pendapat. Bahkan berhari-hari tidak saling menyapa, yang membuat anak-anaknya bertingkah serba salah. Ketika mereka berdamai, ia berkata, "Itulah orang tua. Tinggal menghitung hari-hari tua, dan menerima masa mendatang apa adanya." Mendengar itu, anak-anak mengangguk dan cucunya dengan ringannya bersenandung, "Perdamaian, perdamaian...." Sang istri mengalah soal jip tuanya. Kalau uang pensiun berkurang, ia bersikap diam. Tampaknya ia tahu bahwa suaminya sering menyurati anak-anak supaya membantu mereka tiap bulan karena uang pensiun tidak cukup untuk kondisi perekonomian sekarang ini. Tentu tanpa menyebut-nyebut jip tua itu. Dan sang istri kenyataannya sering menerima kiriman uang dari anak-anaknya yang sudah bekerja di kota pulau lain. Sekali iparnya datang berkunjung ke rumahnya. Ia menunjukkan jip tua yang sedang diperbaiki secara total. Ia mengandalkan kemahiran anaknya memperbaiki kendaraan. "Mengapa Ipar tertarik dengan jip tua ini?" "Nah, ini pertanyaan yang kusukai. Selama ini istriku selalu ngomel karena aku membelinya. Macam-macam keluhan yang dikatakannya dari hari ke hari, sampai aku menjadi jemu. Dan ia pun berhenti sendiri mengomel. Karena Ipar menanyakan soal ? tertarik? maka aku akan menceritakannya. Begini." Mantan Letkol Banun bertutur. Saat itu, sekitar tahun 1947 atau tahun 1948. Ya, persisnya aku tidak tahu. Yang jelas aku berusia kira-kira 17 tahun. Pasukan kami terperangkap di sebuah medan tempur, dekat danau. Kami yang menyergap iring-iringan pasukan Belanda di tikungan, kehabisan peluru. Sebagian lari ke gunung berhutan dan sebagian lagi ada yang tewas tergeletak tanpa ada yang mengangkutnya. Aku sendiri berusaha lari ke kaki bukit. Namun peluru berdesingan di atas kepala sehingga aku tiarap di tanah. Tahu-tahu, sebuah laras senapan sudah diarahkan ke kepalaku sambil terdengar teriakan, "Berdiri! Kalau tidak kutembak!"
  • 3. Aku berdiri sambil menaruh kedua tangan di kepala bagian belakang. Aku digiring ke kendaraan militer yang ada di tikungan. Aku didorong masuk ke dalam truk militer. Sejam kemudian pasukan itu tiba di barak-barak militer yang tidak jauh dari tepi danau. Aku segera dibawa ke tempat interogasi. Serang prajurit yang beringas, berkulit lebih gelap dari kulitku, menampar mukaku dan kemudian mendorongku ke dinding. Kedua tanganku terikat ke belakang. Pukulannya menghunjam di perut membuat aku menjerit dan hampir muntah. Dadaku ditonjoknya dengan keras yang membuatku mengerang dan jatuh terduduk. "Kau ekstremis, ya! Mengaku!" katanya sambil menendang kakiku dengan ujung tumit sepatu larsnya. Aku nyaris rebah. "Jawab! Monyet kamu, ya?" Rasa sakit terasa di sekujur tubuh. Ia menyiram tubuhku dengan air yang membuat luka di kakiku terasa nyeri dan pedih. "Kau teroris! Ekstremis keparat! Ayo, mengaku!" Ditendangnya tubuhku sampai terbujur di lantai. Tubuhku menjadi basah karena air yang menggenang di lantai. "Kalau kau tidak mengaku, tubuhmu akan disetrom. Ia memutar-mutar baterai di depan mataku, mengambil sebuah engkol dan menyambungkannya dengan kabel yang hendak dibelitkan ke tubuhku. Aku menjadi ngeri dan mengaduh. "Ayo, mengaku!" Sebelum arus listrik menyentuh sekujur tubuhku dengan perlahan aku mengaku. "Ya," jawabku. "Nah, bagus!" katanya sambil menyeringai. "Itu lebih baik bagimu." Ia membuka tali ikatan tanganku. Menarikku supaya berdiri dengan entakkan yang keras sehingga tubuhku terayun dan lenganku terasa nyeri. Dengan kepala dan tubuh yang basah disuruhnya aku duduk di depan meja tua. Ia duduk di seberang meja dan mulai menulis di atas kertas. Ia menanyakan namaku, asal, nama orangtua, nama saudara, kawan sekampung, nama pasukan, siapa komandan, siapa yang menyuruh memerangi Belanda, dan masih banyak pertanyaan lainnya. Kujawab seadanya. Kepalaku masih pusing. Entahkah nama orang yang kusebut betul atau tidak, aku tidak tahu. Sekadar menyebut nama saja. Lalu ia menyodorkan secarik kertas kepadaku untuk ditandatangani. Aku dimasukkan ke dalam kamar tahanan. Kulihat di sana ada beberapa orang yang babak belur, tergeletak di lantai. Yang lain bersandar di dinding dengan pandang mata yang nanap. Ada yang kukenal dan aku bersikap seperti tidak mengenal. Ia pun bersikap demikian. Aku tidak tahu siapa lawan siapa kawan. Kurasa, di dalam tahanan itu pastilah ada mata-mata, kuduga, mereka yang tidak ada luka di tubuh. Dalam dua minggu di rumah tahanan itu, aku melihat orang yang dibawa dan tidak pernah kembali. Pada suatu hari, aku dipanggil dan kukira itulah akhir hidupku. Aku dibawa ke rumah komandan pasukan Belanda yang baru saja diganti. Ia baru kembali di negeri Belanda setelah negeri itu dibebaskan dari pasukan penjajahan Jerman. Prajurit yang membawaku menghadap komandan itu mengatakan bahwa aku adalah ekstremis yang tertangkap dalam pertempuran beberapa minggu yang lalu. Pak Komandan menerima penyerahanku dan menempatkan aku tidak jauh dari barak tempat pengawalnya berjaga. Akhirnya aku tahu bahwa nama komandan pasukan Belanda itu adalah Kapten Van den Bosch. Setiap hari ia memanggil aku. Hari pertama ia menanyaiku dan yang pertama
  • 4. ditanyakannya bukan siapa namaku, melainkan, "Berapa umurmu." Kujawab bahwa umurku enam belas tahun. Aku menguranginya satu tahun. Ia mengangguk-anggukkan kepala sambil berkata, "Kau masih anak-anak. Anak-anak tidak baik memegang senjata." Kutahu kemudian bahwa van den Bosch pernah bertugas di Betawi, Pulau Jawa, sebelum Perang Dunia II meletus, dan paham bahasa Melayu. "Nak," katanya. "Tugasmu setiap hari adalah membersihkan kendaraan di sini. Semua kendaraan yang ada di sini harus kau bersihkan setiap hari. Khusus jip komandan, kau harus bersihkan sampai mengilap, rapi. Ambil air dari danau. Mengerti? Laksanakan!" Maka tugasku setiap hari mengangkat air dari tepi danau dan mencuci semua kendaraan yang ada. Tentu yang pertama kuurus ialah jip komandan, van den Bosch. Setiap pagi aku ke tepi danau, mengisi ember dan mengikutinya untuk mencuci kendaraan. Kulihat nelayan yang pulang pagi membawa ikan hasil tangkapannya. Sesekali aku ngobrol dengan mereka. Tetapi aku harus hati-hati karena mereka pun pastilah bagian dari kaki tangan Belanda. Tidak ada nelayan yang sebebas mereka bila tidak ada kaitannya dengan tentara Belanda. Pada suatu sore Kapten van den Bosch memanggilku ke kantornya. Hal itu jarang terjadi. Baru kali ini aku dipanggil secara khusus. "Nak, aku kasihan padamu. Usiamu masih amat muda. Tidak pantas kau bertempur di medan perang. Karena itu, begini saja. Nanti sore, menjelang hari gelap, kau kempeskan semua ban kendaraan. Semua saja. Lalu kau lari minta tolong kepada nelayan yang selalu berada di dekat pantai itu. Mengerti?" Aku terkesiap. Apakah ini sebuah jebakan? Van den Bosch mengulang, "Mengerti?" "Ya," Kataku gugup. "Laksanakan!" Aku keluar dan segera mengangkat ember dan kembali mencuci kendaraan yang ada sampai gelap tiba. Satu demi satu ban kendaraan kukempeskan, juga jip komandan. Kemudian aku menyelinap setelah kurasa situasi aman, bergegas ke tepi danau dan betul di sana ada nelayan yang duduk di atas perahu. Kukatakan kepadanya bahwa komandan menyuruhku lari. "Betul?" Jawab nelayan itu. "Ya," jawabku. Dan ia membawa aku menjauh dari pantai dan di tengah kegelapan malam, aku tiba di sebuah perkampungan yang aman dari jangkauan tentara Belanda dan aku bergabung kembali dengan induk pasukan. Mantan Letkol Banun berhenti sejenak menarik napas. "Ipar," katanya meneruskan ceritanya, "jip ini mengingatkan aku selalu kepada van den Bosch. Kalau jip ini sudah selesai dilengkapi maka di bagian belakang ini, di atas nomor pelat, akan kutulis besar-besar dari ujung kiri ke ujung kanan: VAN DEN BOSCH, dan di bagian atas akan kukibarkan bendera Merah Putih yang terbuat dari bahan pelat yang sebesar bendera biasa." Sang Ipar mengangguk mengerti.*** Bandung, 9 Februari 2007