Tesis ini membahas hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan kinerja guru di SD Negeri Kecamatan Margadana Kota Tegal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dengan kinerja guru, hubungan antara iklim organisasi dengan kinerja guru, dan hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan k
Pengaruh motivasi kerja guru, manajemen tekonologi informasi dan kepemimpinan...
Komunikasi efektif kepala sekolah
1. HUBUNGAN KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH
DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA GURU
DI SD NEGERI SE-KECAMATAN MARGADANA KOTA TEGAL
TESIS
UNTUK MEMPEROLEH GELAR MAGISTER PENDIDIKAN
PADA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Oleh
DARONI
NIM. 1103503009
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
2. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah
dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru di SD Negeri se-Kecamatan
Margadana Kota Tegal” telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke sidang
panitia ujian tesis pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 29 Maret 2007
Semarang, Februari 2007
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Ahmad Binadja, A.pt, Ph.D.
NIP. 130805079
Prof. Drs. A. Maryanto, M.A, Ph.D.
NIP. 130529509
3. iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Tesis ini telah dipertahankan di dalam sidang Panitia Ujian Tesis Program
Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 29 Maret 2007
Panitia Ujian :
Ketua, Sekretaris,
Prof. Mursid Saleh, Ph.D.
NIP. 130354512
Prof. Soelistia, ML.,Ph.D.
NIP. 130154821
Penguji I, Penguji II,
Dr. Kardoyo, M.Pd.
NIP. 131570073
Prof. Drs. A. Maryanto, M.A, Ph.D.
NIP. 130529509
Penguji III,
Prof. Ahmad Binadja, A.pt, Ph.D.
NIP. 130805079
4. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Bekerjalah dengan sungguh-sungguh,
jangan mengenal kata menyerah
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ilmiah ini
untuk memenuhi harapan dari orang-orang yang kucintai
Istri dan anak-anakku
5. v
SARI
Daroni. 2006. Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dan Iklim
Organisasi dengan Kinerja Guru di SD Negeri se-Kecamatan
Margadana Kota Tegal
Kata Kunci : Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah, Iklim Organisasi dan
Kinerja Guru
Peningkatan kualitas pendidikan secara khusus berada di tangan para guru
selaku ujung tombak proses pembelajaran di sekolah. Menyadari akan hal tersebut
kinerja guru memiliki peranan penting untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas. Oleh karena itu berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja guru
perlu diperhatikan, termasuk keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim
organisasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
keefektifan komunikasi kepala sekolah dengan kinerja guru, mengetahui
hubungan antara iklim organisasi dengan kinerja guru dan mengetahui hubungan
antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan kinerja
guru.
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dengan rancangan
non eksperimen. Populasi adalah seluruh guru tetap dan berstatus Pegawai Negeri
Sipil pada Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan Margadana Kota Tegal
sejumlah 156 orang dengan sampelnya 74 orang. Metode pengumpulan data yang
akan digunakan adalah angket dengan jenis instrumennya angket dan skala yang
terlebih dahulu diujikan tingkat validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis data
adalah menentukan kecenderungan umum responden, pengujian persyaratan
analisis dan pengujian hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dengan kinerja guru, terdapat
hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja guru dan secara
simultan terdapat hubungan/pengaruh yang siginifkan antara keefektifan
komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan kinerja guru. Secara
simultan variabel keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi
dapat menjelaskan variabel kinerja guru sebesar 55% sedangkan sisanya sebesar
45% dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti. Saran yang dapat
diberikan adalah kepala sekolah harus lebih meningkatkan jalinan komunikasi
yang lebih erat dengan para guru, tidak menempatkan diri sebagai atasan para
guru dengan kewenangan penuh menentukan nasib para guru, tetapi harus sebagai
mitra kerja yang bekerjasama meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah,
bersama para guru dan personil lainnya mengembangkan iklim organisasi yang
lebih kondusif , guru perlu meningkatkan kinerjanya dan membahas permasalahan
secara bersama-sama.
7. vii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya
saya sendiri bukan jiplakan dari tesis lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Februari 2007
Daroni
8. viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan ke Hadirat Illahi Robby, Allah SWT.,
yang telah melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Adapun judul yang ditetapkan dalam tesis ini adalah “Hubungan
Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja
Guru di SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota Tegal”.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk 1) mengetahui hubungan antara
keefektifan komunikasi kepala sekolah dengan kinerja guru, 2) mengetahui
hubungan antara iklim organisasi dengan kinerja guru dan 3) mengetahui
hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi
dengan kinerja guru. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis,
terutama kepada :
1. Prof. Ahmad Binadja, A.Pt, Ph.D. selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan, sehingga tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik;
2. Prof. Drs. A. Maryanto, M.A, Ph.D. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi untuk menyelesaikan pembuatan tesis
ini;
3. Prof. Soelistia, M.L., Ph.D, sebagai Ketua Program Studi Manajemen
Pendidikan yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan pembuatan tesis;
9. ix
4. Bapak/Ibu Dosen di Program Manajemen Pendidikan yang telah memberikan
pengetahuan kepada penulis;
5. Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan Margadana Kota Tegal yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian;
6. Bapak Kepala Sekolah di SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota Tegal
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian;
7. Bapak/Ibu guru di SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota Tegal yang telah
memberikan data dan informasi sehubungan dengan kajian penelitian yang
penulis lakukan;
8. Teman-teman di Program Manajemen Pendidikan yang telah memberikan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini;
9. Istri dan anak-anakku tercinta yang telah memberikan dukungan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan studi; dan
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu kelancaran penulisan tesis ini.
Mudah-mudahan kebaikan Bapak/Ibu, Saudara/Saudari mendapatkan
balasan yang sesuai dari Allah Swt. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukannya. Amien.
Semarang, Februari 2007
Penulis
10. x
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................
SARI ........................................................................................................
ABSTRACK ...........................................................................................
PERNYATAAN ……………………………………………………….
KATA PENGANTAR ………………………………………………...
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
DAFTAR TABEL ..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xii
xiii
xiv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………...............
A. Latar Belakang Masalah ……………………………….....................
B. Identifikasi Masalah ...........................................................................
C. Batasan Masalah ................................................................................
D. Perumusan Masalah ..........................................................................
E. Tujuan Penelitian ...............................................................................
F. Kegunaan Penelitian .........................................................................
1
1
12
14
14
14
15
11. xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................
A. Landasan Teori ...................................................................................
1. Kinerja Guru ................................................................................
2. Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah ....................................
3. Iklim Organisasi ............................................................................
B. Kerangka Berpikir ..............................................................................
1. Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dengan
Kinerja Guru ................................................................................
2. Hubungan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru .....................
3. Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dan Iklim
Organisasi dengan Kinerja Guru ..................................................
C. Hasil Penelitian yang Relevan ...........................................................
D. Hipotesis Penelitian ...........................................................................
16
16
16
22
41
43
43
44
45
47
48
BAB III METODE PENELITIAN ………………………...................
A. Rancangan Penelitian .........................................................................
1. Pendekatan Penelitian ..................................................................
2. Variabel Penelitian .......................................................................
3. Paradigma Penelitian ...................................................................
4. Definisi Operasional .....................................................................
B. Populasi dan Sampel Penelitian .........................................................
1. Populasi Penelitian .......................................................................
2. Sampel Penelitian .........................................................................
50
50
50
50
51
52
55
55
56
12. xii
C. Instrumen Penelitian ...........................................................................
1. Uji Validitas Instrumen ................................................................
2. Uji Reliabilitas Instrumen ............................................................
D. Data dan Pengolahannya ....................................................................
1. Menentukan Kecenderungan Umum Responden ........................
2. Pengujian Persyaratan Analisis ....................................................
3. Pengujian Hipotesis .....................................................................
57
58
59
60
62
62
64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................
A. Hasil Penelitian ..................................................................................
1. Deskripsi Data Variabel Penelitian ..............................................
2. Pengujian Persyaratan Analisis .....................................................
3. Pengujian Hipotesis .....................................................................
4. Kontribusi Variabel Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah
dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Guru ..............................
B. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………….........
66
66
66
68
72
76
77
BAB V PENUTUP ..................................................................................
A. Simpulan …………………………………………………………....
B. Saran-saran …………………………………………………….…...
79
79
81
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….....
LAMPIRAN-LAMPIRAN
83
13. xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Nama Gambar Halaman
1 Model Proses Komunikasi Philip Kotler ..................................... 27
2 Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Hubungan Komunikasi ......... 29
3 Hubungan Antar Variabel Penelitian ............................................ 51
14. xiv
DAFTAR TABEL
No. Nama Tabel Halaman
1 Indikator dan Sub Indikator Variabel Kinerja Guru ....................... 19
2 Rekapitulasi Kecenderungan Variabel Penelitian .......................... 68
3 Hasil Uji Normalitas Data .............................................................. 70
4 Hasil Uji Keberartian Persamaan Regresi Variabel X – Y ............ 71
5 Hasil Uji Regresi Variabel X1 dengan Y ....................................... 73
6 Hasil Uji Regresi Variabel X2 dengan Y ........................................ 74
7 Model Summary Uji Regresi Linier Berganda .............................. 75
8 Hasil Pengujian ANOVA ............................................................... 75
15. xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Nama Lampiran Halaman
1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ........................................................ 87
2 Instrumen Penelitian ....................................................................... 90
3 Data Hasil Uji Coba Instrumen ...................................................... 99
4 Hasil Uji Validitas Instrumen ......................................................... 102
5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ..................................................... 108
6 Data-data Hasil Pengolahan Melalui SPSS .................................... 111
7 Surat Keputusan Pembimbing ........................................................ 114
8 Surat Ijin Penelitian ........................................................................ 115
16. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu prioritas
utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sebagaimana tertuang
dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) tahun 2000-2004 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Namun demikian, keberhasilan dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain faktor guru (Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar 1993:112).
Bahkan dapat dikatakan bahwa guru merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas hasil (out put) pendidikan.
Dengan demikian, guru adalah sosok sentral dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Karena itu, kesiapan guru dalam melakukan proses belajar
mengajar, dedikasi dan loyalitas pengabdian mereka memiliki pengaruh yang
positif bagi peningkatan kualitas pendidikan.
Dengan kata lain, kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja
guru itu sendiri. Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas
karena merupakan indikator dalam menentukan usaha untuk mencapai tingkat
produktivitas organisasi yang tinggi. Di samping itu, masyarakat juga menilai
bahwa sebagian guru tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam
melaksanakan kegiatan proses pembelajaran. Kondisi inilah yang menjadi
17. 2
salah satu penyebab semakin menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Menurut Walton dan Kossen (1993:14), terdapat delapan faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan, termasuk guru, yaitu sebagai berikut.
1. Kompensasi yang memadai dan wajar;
2. Kondisi kerja yang aman dan sehat;
3. Kesempatan untuk mengembangkan kemampuan;
4. Kesempatan pertumbuhan berlanjut dan ketentraman;
5. Rasa ikut memiliki;
6. Hak-hak karyawan;
7. Ruang kehidupan kerja; dan
8. Relevansi sosial dari kehidupan kerja
Sementara itu, Gibson (1985:52) mengatakan “faktor yang ikut
menentukan kinerja dan keberhasilan guru adalah kepemimpinan kepala
sekolah disamping faktor-faktor yang lain seperti faktor institusi, dan
kelompok organisasi”. Dengan demikian, di antara faktor-faktor tersebut,
faktor kepemipinan (leadership) kepala sekolah merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kinerja guru. Dalam dunia pendidikan, kepala sekolah
memiliki tugas dan wewenang untuk mengatur kegiatan belajar mengajar
pada sekolah yang dipimpin. Tugas tersebut antara lain meningkatkan
pelaksanaan administrasi sekolah sesuai dengan pedoman, meningkatkan
penyelenggaraan tugas tenaga kependidikan sesuai dengan tujuan pendidikan,
dan mengatur serta memelihara secara professional pendayagunaan sarana
dan prasarana pendidikan. (Mulyasa 2003:115-116). Sementara itu, kualitas
kepemipinan (leadership) seorang kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain keefektifan komunikasi kepala sekolah. Menurut
Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel (1999:45) “kesuksesan seorang
manajer tidak akan pernah diperoleh tanpa penguasaan keterampilan
18. 3
komunikasi yang efektif, sebab tanpa keterampilan tersebut, seorang manajer
tidak dapat membangun sebuah teamwork yang solid.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses komunikasi terdapat
lima komponen yang saling terkait, yaitu: pengirim pesan (sender), pesan
yang dikirimkan (message), bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery
channel atau media), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback).
Karena itu, seorang manajer yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang
efektif akan mampu mengirimkan pesan atau informasi dengan baik, mampu
menjadi pendengar yang baik, dan terampil dalam menggunakan berbagai
media atau alat audio visual. (www.sinarharapan.co.id/ekonomi/
mandiri/2002/04/1/). Menurut Stephen Covey (Mulyasa 2003:118-120)
“unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang
tertulis dan terucap, tetapi sangat tergantung pada karakter sender dan
bagaimana ia menyampaikan pesan kepada penerima pesan”. Jika kata-kata
ataupun tulisan dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika
kepribadian), bukan dari dasar diri yang paling dalam (etika karakter), maka
hubungan komunikasi akan berlangsung secara tidak normal dan rigid. Jadi
syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang
dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat.
Keefektifan komunikasi ini memiliki hubungan yang erat dengan
keberhasilan sebuah organisasi. People in organizations typically spend over
75% of their time in an interpersonal situation; thus it is no surprise to find
that at the root of a large number of organizational problems is poor
19. 4
communications. Effective communication is an essential component of
organizational success whether it is at the interpersonal, intergroup,
intragroup, organizational, or external levels. (http://web.cba.neu.edu/
~ewertheim/interper/commun.htm). William V. Hanney (Onong Uchyana
Effendi 2001:116) mengatakan “organization consists of a number of people;
it involves interdependence; interdependence alls for coordination and
coordination requires communication”. (organisasi terdiri atas sejumlah
orang, ia melibatkan keaadaan saling bergantung, ketergantungan
memerlukan koordinasi, dan koordinasi mensyaratkan komunikasi). Oleh
karena itu, komunikasi adalah suatu sine qua non bagi organisasi.
Dengan demikian, urgensitas komunikasi dalam sebuah organisasi
memiliki hubungan erat dengan koordinasi. Istilah koordinasi berasal dari
bahasa latin coordinatio yang berarti “kombinasi atau interaksi yang
harmonis”. Sementara itu, interkasi yang harmonis di antara para karyawan
sebuah organisasi, baik secara vertikal maupun horizontal, disebabkan oleh
komunikasi. Kemudian, untuk melahirkan interaksi yang harmonis ini,
seorang manajer harus menyesuaikan teknik penyampaian pesannya dengan
peran yang sedang ia emban. Menurut Henry Mintzberg (Onong Uchyana
Effendi 2001:120) “wewenang formal seorang manajer menyebabkan
timbulnya tiga peranan antarpesonal (interpersonal roles) yang menyebabkan
adanya tiga peranan informasi (informational roles), dan ini pada gilirannya
pula menyebabkan sang manajer melakukan peranan memutuskan”.
20. 5
Dalam memainkan peranan antarpersonal (interpersonal roles),
seorang manajer dapat memainkan tiga peran. Pertama, peranan tokoh
(figurehead role). Sebagai kepala suatu unit organisasi, seorang manajer
melakukan tugas yang bersifat keupacaraan (ceremonial nature), tetapi ia juga
terkadang diundang pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara.
Dikantornya sendiri, seorang manajer akan tampil sebagai seorang
komunikator yang harus memberikan penerangan, penjelasan, imbauan,
ajakan dan lain-lain, tetapi pada upacara di luar pun, bisa jadi ia juga tampil
untuk memberikan sambutan. Kedua, peranan pemimpin (leader role) yang
harus bertanggung jawab atas kelancaran pekerjaan yang dilakukan bawahan,
baik berkaitan dengan kegiatan yang bersangkutan langsung dengan
kepemimpinannya pada semua tahap manajemen, seperti penentuan
kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan
penilaian, maupun kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
kepemimpinannya, seperti memberi motivasi bawahan untuk giat bekerja.
Dalam kontek kepemimpinan, seorang manajer dikatakan efektif bila mampu
membuat karyawan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran,
kegairahan dan kegembiraan. Dalam suasana kerja seperti itu akan dapat
diharapan hasil yang memuaskan. Ketiga, peranan penghubung (liaison role)
yang mengharuskan seorang manajer melakukan komunikasi dengan orang-
orang di luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun tidak formal.
Menurut Henry Mintzberg, hasil beberapa penelitian mengenai pekerjaan
manajerial menunjukan bahwa para manajer menghabiskan waktunya untuk
21. 6
berhubungan dengan orang-orang di luar organisasinya sama dengan waktu
yang dipergunakan untuk berhubungan dengan bawahannya, sementara waktu
yang dipergunakan untuk berhubungan dengan atasannya sendiri sangat
sedikit. (Onong Uchjana Effendi 2001:118)
Selain memainkan peranan interpersonal, seorang manajer juga
memainkan peranan informasional. Dalam organisasinya, seorang manajer
berfungsi bagaikan pusat (hubungan) karena ia berada di tengah-tengah
jaringan kontak dengan semua pihak yang ada kaitannya dengan organisasi.
Ia mengkomunikasikan banyak informasi ke luar yang oleh bawahannya
kurang dilakukan. Sebaliknya, ia banyak menerima lebih banyak informasi
yang oleh bawahannya jarang diperoleh. Komunikasi sering dilakukan oleh
manajer dengan rekan manajer yang lain yang sama statusnya. Dengan
demikian, manajer mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan
organisasinya. Peranan informasional tersebut meliputi peranan-peranan
sebagai berikut.
1. Peranan Monitor (Monitor Role)
Dalam peranannya sebagai monitor, manajer memandang lingkungannya
sebagai sumber informasi. Ia mengajukan berbagai pertanyaan kepada
rekan-rekan atau kepada bawahannya, dan ia menerima informasi yang
diperlukan organisasi dari mereka tanpa diminta berkat kontak pribadi
yang selalu dibinanya.
22. 7
2. Peranan Penyebar (Disseminato Role)
Manajer berperan sebagai penyebar informasi yang ia terima kepada
bawahannya, karena karyawan tidak banyak memperoleh kesempatan
untuk memperoleh informasi dari luar, padahal informasi dari luar sangat
penting artinya bagi organisasi.
3. Peranan Juru Bicara (Spokesman Role)
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai juru bicara, ia harus
mengkomunikasikan informasi kepada orang-orang yang bepengaruh yang
melakukan pengawasan terhadap organisasinya. Kepada khalayak di luar
organisasinya, ia meyakinkan khalayak bahwa organisasi yang
dipimpinnya telah melakukan tanggungjawab sosial sebagaimana
mestinya.
Di luar peranan antarpersonal dan peranan informasional, manajer
juga memiliki peranan memutuskan (decisional role). Menyebarkan dan
mencari informasi sudah barang tentu bukan tujuan organisasi, tetapi
informasi merupakan sumber dasar bagi pengambilan keputusan. Manajer
memegang peranan yang sangat menentukan dalam sistem pengambilan
keputusan dalam organisasinya. Ada empat peranan yang dicakup oleh
peranan memutuskan: peranan wiraswasta (enterpreneur role), peranan
pengendali gangguan (disturbance handler role), peranan penentu sumber
(resource allocater role) dan peranan perunding (negotiator role). (Onong
Uchjana Effendi 2001:20).
23. 8
Dengan demikian, komunikasi memainkan peran sentral dalam
organisasi, bahkan ia mampu menyentuh semua sektor kegiatan sebuah
organisasi. Kemudian, dalam kaitannya dengan institusi pendidikan, seorang
komunikator dikatakan efektif apabila memliki tiga aspek berikut.
(1) organizational stability (answers questions clearly and concisely, explains
guidelines, and points out what is important in each lesson); (2) instructional
adaptability (shows interest in student opinions); and (3) interpersonal
flexibility (does not put students down or interrupt them). (http://www.
ericfacility.net/databases/ERIC_Digests/ed380847.html). Dengan demikian,
keefektifan komunikasi ini memiliki hubungan erat dengan kepemimpinan
yang efektif. Seorang pemimpin yang mampu memainkan diri sebagai
pemimpin yang komunikatif, maka dia layak dianggap sebagai pemimpin
yang efektif dan berkualitas.
Selain faktor keefektifan komunikasi kepala sekolah, iklim
organisasi juga merupakan faktor yang ikut mempengaruhi kinerja guru.
Menurut Gibson (1985:134) “iklim organisasi adalah seperangkat prioritas
lingkungan kerja, yang dipersepsikan pegawai secara langsung atau tidak
langsung, yang dianggap sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perilaku
pegawai”. Sementara itu, Dawis (1996:21) mengatakan “iklim organisasi
adalah lingkungan manusia para pegawai organisasi melakukan pekerjaan
mereka”. Iklim organisasi sebagai konsep sistem yang dinamis akan
dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi.
Dengan demikian iklim merupakan konsep sistem yang mencerminkan
24. 9
keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Lebih lanjut Dawis (1996:25)
mengemukakan ada beberapa unsur khas yang turut membentuk iklim yang
menyenangkan, yaitu sebagai berikut.
1. Kualitas kepemimpinan;
2. Kadar kepercayaan;
3. Komunikasi ke atas dan ke bawah
4. Perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat;
5. Tanggung jawab;
6. Imbalan yang adil;
7. Tekanan pekerjaan yang nalar;
8. Kesempatan;
9. Pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar;
10. Keterlibatan pegawai dan keikutsertaan
Lebih khusus lagi kaitanya dengan sekolah, Koster (2001:2)
berpendapat “iklim sekolah adalah keseluruhan harapan, pendapat, dan
pengalaman yang dirasakan oleh guru berkenaan dengan situasi kerjanya yang
meliputi lima aspek yaitu: (1) kondisi fisik dan fasilitas sekolah, (2) cara kerja
dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, (3) harapan pada prestasi sekolah,
(4) hubungan kerja, (5) ketertiban/disiplin sekolah”.
Seorang pegawai akan merasa bahwa iklim organisasi tempat mereka
bekerja menyenangkan apabila mereka dapat melakukan sesuatu yang
bermanfaat dan menimbulkan perasaan berharga, pekerjaan yang menantang
juga akan memberikan kepuasan bagi mereka yang mampu mengerjakannya
dengan baik. Mereka menginginkan tanggung jawab dan mempunyai
kesempatan yang sama untuk berhasil, ingin didengarkan, dipandang dan
diperlakukan sebagai orang yang bernilai, sebagai bagian dari organisasi.
Pegawai ingin merasakan bahwa organisasi benar-benar memperhatikan
kebutuhan dan masalah mereka. Karena itu, iklim organisasi sekolah tertentu
25. 10
akan berbeda dengan iklim organisasi sekolah yang lain menurut persepsi
para guru atau orang-orang yang terlibat di dalam organisasi tersebut
termasuk Dinas Pendidikan di Kota Tegal. Dinas Pendidikan Kota Tegal,
membawahi empat UPTD SD Kecamatan yaitu UPTD SD Kecamatan Tegal
Timur, UPTD SD Kecamatan Tegal Barat, UPTD SD Kecamatan Tegal
Selatan, dan UPTD SD Kecamatan Margadana. UPTD SD Kecamatan Tegal
Selatan dan Kecamatan Margana merupakan pengembangan dari Kota Tegal.
Diantara kedua kecamatan tersebut yang jauh dengan kepala dinas pendidikan
kota Tegal adalah Kecamatan Margadana. UPTD SD Kecamatan Margadana
mempunyai 26 SD Negeri jumlah pendidik 156 orang.
Pendidik Kecamatan Margadana dalam kaitannya dengan kinerja
guru, mereka beranggapan bahwa kinerja/prestasi kerja guru adalah mereka
yang mampu memilih dan dan menciptakan situasi belajar-mengajar yang
menggairahkan siswa termasuk memilih metode dan materi pelajaran yang
sesuai dengan kemajuan. Kinerja guru dapat dikatakan optimal, jika mereka
dapat memenuhi kewajiban untuk mengajar semua mata pelajaran. Guru harus
menguasai berbagai pendekatan, metode, sumber belajar, dan teknik evaluasi
yang tepat dalam mencapai tujuan belajar. Namun kenyataannya untuk
mencapai tujuan tersebut tidak mudah, karena guru selain mengajar juga
diwajibkan membuat administrasi sekolah. Oleh karena itu guru SD Negeri
se-Kecamatan Margadana mengharapkan bagaimana keefektifan komunikasi
kepala sekolah dan iklim organisasi yang ada dalam menciptakan kinerja guru
26. 11
yang optimal. Berkenaan dengan hal tersebut diharapkan kualitas pendidikan
akan meningkat.
Sejalan dengan itu, dalam penelitian ini penulis menitikberatkan
pada keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan
kinerja guru. Kedua hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja guru, di
samping faktor yang lain yaitu motivasi dan evaluasi kinerja. Penelitian
kinerja perorangan didahulukan, karena ada asumsi bahwa kinerja individu
pada dasarnya merupakan cerminan keefektifan seseorang dalam organisasi.
Bila setiap guru terutama SD Negeri se-Kecamatan Margadana terkoordinasi
dengan baik dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan masing-masing maka
dapat tercipta kinerja yang optimal. Dengan demikian, penelitian ini berupaya
mengungkap hubungan keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim
organisasi dengan kinerja guru SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota
Tegal. Selanjutnya keefektifan komunikasi seorang kepala sekolah dan iklim
organisasi mempunyai kontribusi yang jelas untuk meningkatkan kinerja guru
di sekolah. Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya
sekolah yang dikelola oleh seorang pimpinan yang memiliki keterampilan
berkomunikasi yang efektif dan memiliki iklim organisasi yang kondusif akan
mampu mempengaruhi kinerja guru kearah yang lebih baik. Hubungan ketiga
aspek tersebut yakni keefektifan komunikasi kepala sekolah, iklim organisasi
dan kinerja guru, akan diuji validitasnya dengan menguji ketiga aspek tersebut
pada institusi SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota Tegal. Peneliti
menggunakan lokasi tersebut karena belum pernah diteliti, dan juga paraktis.
27. 12
Dikatakan praktis karena peneliti sebagai tenaga pengajar calon guru SD di
Kota Tegal, di samping faktor tugas juga tempat. Dengan demikian secara
keseluruhan proses penelitian yang dilakukan mengacu kepada kegiatan yang
bersifat akademis dan praktis, secara akademis berkaitan dengan
pengembangan keilmuan setiap variabel penelitian, sedangkan secara praktis
berkaitan dengan manfaat hasil penelitian selanjutnya, terutama bagi para
pengambil kebijakan sehubungan dengan peningkatan mutu pendidikan di
sekolah.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan selanjutnya menarik
untuk dikaji lebih dalam dalam bentuk penelitian, sehingga judul yang
ditetapkan dalam tesis ini adalah : “Hubungan Keefektifan Komunikasi
Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru SD Negeri
se-Kecamatan Margadana Kota Tegal”.
B. Identifikasi Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka dapat
dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut.
1. Keberhasilan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor kinerja guru. Guru
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tinggi rendahnya
kualitas hasil (out put) pendidikan. Dengan demikian, guru adalah sosok
sentral dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
28. 13
2. Kinerja seorang guru dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu a) kompensasi
yang memadahi dan wajar, b) kondisi kerja yang aman dan sehat,
c) kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, d) kesempatan untuk
pertumbuhan berlanjut dan ketentraman, e) rasa ikut memiliki, f) hak-hak
karyawan, g) ruang kehidupan kerja, h) relevansi sosial dari kehidupan
kerja, i) kepemimpinan kepala sekolah, j) faktor institusi, k) faktor
kelompok organisasi, l) iklim norma-norma, harapan-harapan, dan
kepercayaan personalia sekolah.
3. Upaya mewujudkan suatu sekolah yang berkualitas tidak mungkin dapat
diraih tanpa usaha dan kerjasama berbagai pihak. Kepala sekolah sebagai
puncak pimpinan di sekolah mempunyai peran yang strategis
menggerakkan dan mengarahkan para guru dan karyawan lain dalam upaya
mewujudkan sekolah yang berkualitas dan meningkatkan mutu pendidikan
secara umum.
4. Peran kepala sekolah dalam menggerakkan dan mengarahkan para guru
dan karyawan tersebut harus ditunjang dengan kualitas kepemimpinan
yang baik didukung dengan kemampuan berkomunikasi yang efektif.
5. Iklim organisasi yang kondusif akan mempengaruhi kinerja guru ke arah
yang lebih baik.
C. Batasan Masalah
Kinerja seorang guru dipengaruhi oleh banyak faktor, namun dalam
penelitian ini hanya akan mengungkap mengenai kinerja guru yang
29. 14
dipengaruhi oleh efektivitas komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi.
Penelitian ini tidak mengungkap faktor-faktor lain yang mungkin ikut
mempengaruhi kinerja guru. Faktor-faktor lain yang mungkin ikut
mempengaruhi kinerja guru, dalam penelitian ini diabaikan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sejauhmana hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah
dengan kinerja guru ?
2. Sejauhmana hubungan antara iklim organisasi dengan kinerja guru ?
3. Sejauhmana hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dan
iklim organisasi dengan kinerja guru ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sesuai dengan
permasalahan yang ada adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah
dengan kinerja guru.
2. Mengetahui hubungan antara iklim organisasi dengan kinerja guru.
3. Mengetahui hubungan antara keefektifan komunikasi kepala sekolah dan
iklim organisasi dengan kinerja guru.
30. 15
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis dan praktis
sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
pengkajian masalah keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim
organisasi dalam hubungannya dengan kinerja guru.
2. Manfaat praktis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi kepala sekolah dan pihak-pihak yang terkait
tentang kepemimpinan yang efektif dan iklim organisasi yang kondusif
untuk mewujudkan kinerja guru yang lebih baik.
31. 16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kinerja Guru
Kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja (Lembaga
Administrasi Negara 1997:3). Sejalan dengan itu, Smith (1982:214)
menyatakan kinerja adalah “…output drive from processes, human or
otherwise”(hasil atau keluaran dari suatu proses). Badan Administrasi
Kepegawaian Negara (1980:64) menjelaskan “prestasi kerja adalah hasil
kerja yang dicapai PNS dalam melaksanakan tugas yang diembannya”.
Berikutnya Bedjo Siswanto (1997:195) mengemukakan “prestasi kerja
adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan yang dibebankannya”. Sementara itu Agus Dharma
(1991:41) mengemukakan “prestasi kerja adalah suatu yang dikerjakan
atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Selanjutnya secara lebih
lengkap Idochi Anwar (1994:86) mengemukakan sebagai berikut.
Prestasi kerja yaitu berapa besar dan berapa jauh tugas-tugas yang
telah dijabarkan telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang
berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang menggambarkan
pola perilaku sebagai aktualisasi dari kompetensi yang dimiliki.
32. 17
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan guru, maka kinerja
guru adalah prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja
atau unjuk kerja yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan
tugasnya (proses belajar mengajar).
Guru yang tampil dalam melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah
khususnya dan tujuan pendidikan umumnya dituntut untuk memiliki
sejumlah indikator kinerja yang diharapkan. Menurut Undang-undang No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa “kinerja guru
hendaknya mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Sementara Tim
Khusus (2005:5-6) menyatakan bahwa kinerja guru mencakup aspek-aspek
yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut.
a. Kepribadian, meliputi : intrapersonal dan inter personal
b. Keterampilan Proses, meliputi : perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, analisis, perbaikan dan pengayaan serta bimbingan dan
Konseling.
c. Penguasaan Pengetahuan, meliputi : pemahaman wawasan
pendidikan, pengembangan diri dan profesi, pengembangan
potensi peserta didik dan penguasaan akademik.
Sedangkan secara khusus dalam proses pembelajaran Muhammad
Rifa’i (1997:174) mengemukakan tentang kinerja guru, meliputi :
a) merencanakan kegiatan mengajar, b) melaksanakan/menampilkan
pengajaran, c) menilai tingkah laku murid, d) berkomunikasi,
e) mengembangkan pribadi murid dan f) melaksanakan tugas-tugas
administrasi. Lebih lanjut standar-standar kinerja guru tersebut secara lebih
33. 18
khusus dirinci menjadi 10 kemampuan dasar guru, sebagaimana
dikemukakan Tim Khusus (2005:12) sebagai berikut.
a. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar
keilmuannya.
b. Pengelolaan program belajar-mengajar.
c. Pengelolaan kelas.
d. Penggunaan prinsip, materi, metode, media dan sumber
pembelajaran.
e. Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
f. Pengelolaan interaksi belajar mengajar.
g. Penilaian prestasi siswa.
h. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
i. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
j. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian
pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat
dikatakan bahwa indikator kinerja guru merupakan potensi atau
kesanggupan yang perlu dimiliki oleh seorang guru dalam menjalankan
komitmen yang tinggi atas tugasnya sebagai pengajar, sehingga mampu
mewujudkan tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien sesuai dengan
kompetensi keguruannya. Dalam kaitannya dengan kinerja guru sebagai
fokus penelitian ini indikatornya mengacu kepada Undang-undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang meliputi : kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Secara lebih jelasnya
indikator dan sub indikator variabel kinerja guru dapat disajikan dalam
tabel 2.1 sebagai berikut.
34. 19
Tabel 2.1
Indikator dan Sub Indikator Variabel Kinerja Guru
No. Variabel Indikator Sub Indikator
1. Kinerja
Guru
Pedagogik a. Memahami kurikulum pembelajaran
b. Menguasai landasan kependidikan
c. Menyusun tujuan pembelajaran
d. Penggunaan pendekatan pembelajaran
e. Penggunaan strategi pembelajaran
f. Menggunakan metode pembelajaran
g. Menggunakan media pembelajaran
h. Memanfaatkan sumber belajar
i. Ketepatan waktu menyampaikan materi
j. Melakukan pembelajaran remidial
k. Melakukan evaluasi pembelajaran
2. Kepribadian a. Memiliki motivasi dalam mengajar
b. Tingkat kedisiplinan dalam mengajar
c. Penempatan kepentingan tugas dengan pribadi
d. Kepatuhan terhadap pimpinan
e. Loyalitas terhadap lembaga
f. Moralitas dalam melaksanakan tugas
3. Sosial a. Melakukan komunikasi dengan peserta didik
b. Memahami karakteristik peserta didik
c. Membantu memecahkan permasalahan siswa
d. Membina hubungan baik
4. Profesonal a. Menguasai bahan ajar
b. Kesesuaian latar belakang pendidikan dengan
tugas mengajar
c. Pengembangan kualitas diri
d. Pendalaman materi bahan ajar
Sumber : Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Kinerja/prestasi kerja guru yang dicapai dapai dipengaruhi oleh
kemampuan-kemampuan yang berasal dari dirinya sendiri maupun faktor-
faktor yang bersal dari ingkungan sendiri. Bedjo Siswanto (1997:195)
mengatakan “faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seorang pegawai
meliputi kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan pegawai
yang bersangkutan”. Demikian pula Nurgiantoro (1992:67) menyatakan
“faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru berdasarkan kesiapan
potensi yang dimiliki yaitu: a) pengalaman, b) pendidikan, c) kesesuaian
kerja, dan d) kematangan.
35. 20
Selanjutnya menurut Tim Khusus (1997:7) dikemukakan “faktor
yang turut mempengaruhi kompetensi guru adalah : a) kepala sekolah
dengan segala fungsinya, b) fasilitas pendidikan, c) latar belakang
pendidikan, e) pengalaman serta f) kemampuan dan kemauan dari guru
sendiri. Secara lebih jelasnya faktor-faktor tersebut dapat penulis jelaskan
sebagai berikut.
Kepala sekolah dengan segala fungsinya, terutama sebagai
supervisor pengajaran memiliki kontribusi yang sangat penting terhadap
kinerja guru. Kepala sekolah yang memiliki visi, misi dan kepentingan
terhadap kemajuan sekolah tentu akan lebih memperhatikan kinerja guru
dibandingkan dengan yang biasa-biasa saja. Selanjutnya fasilitas
pendidikan juga menentukan terhadap kinerja guru, artinya fasilitas
pendidikan yang lengkap memungkinkan guru lebih lancar dalam
meningkatkan kinerjanya. Latar belakang pendidikan juga memberikan
pengaruh terhadap kinerja guru, artinya guru yang berlatar belakang
pendidikan tinggi akan memiliki dasar yang kuat untuk lebih baik dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Demikian juga pengalaman, artinya
guru yang telah lama melaksanakan profesi keguruan tentunya kinerjanya
lebih profesional dibandingkan dengan yang masih baru. Kemauan dan
kemampuan guru juga merupakan aspek dominan yang tumbuh dari dalam
diri guru yang mempengaruhi kinerjanya, artinya guru yang memiliki
tanggung jawab terhadap kemajuan sekolah tentu akan berupaya
meningkatkan kualitas diri dan memperkuat kemauan untuk meningkatkan
36. 21
kinerjanya. Dengan demikian faktor-faktor yang turut mempengaruhi
kinerja guru tersebut adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal
berasal dari dalam diri guru itu sendiri, misalnya latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan dan kemauan dari guru sendiri,
sedangkan faktor eksternal, misalnya kepala sekolah, fasilitas pendidikan
dan lingkungan sekolah.
Peningkatan kinerja guru hendaknya dikelola dengan baik untuk
mewujudkan hasil yang baik pula. Peningkatkan kinerja guru ini pada
dasarnya diarahkan kepada peningkatan kegiatan belajar mengajar, agar
guru lebih mampu menciptakan iklim proses belajar-mengajar yang
kondusif, sehingga mampu mewujudkan produktivitas pendidikan yang
bermutu. Kinerja guru untuk mampu mewujudkan peningkatan kegiatan
belajar-mengajar yang kondusif demikian, tentunya memerlukan berbagai
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kesemuanya harus
dikembangkan dan ditingkatkan melalui suatu peningkatan yang kontinyu.
Menurut Tim Khusus (1997:10) bahwa komponen-komponen yang terkait
dalam sistem peningkatan kinerja guru adalah sebagai berikut.
a. Ketenagaan : pembinaan pengawas, kepala sekolah, tutor inti dan
Gugus pemandu Mata Pelajaran.
b. Perangkat gugus : PKG dengan KKG KKKS dan KKPS.
c. Program : penataran, diskusi, seminar, tutorial, isue/pokok-pokok
masalah, kebutuhan-kebutuhan nyata dan praktis dalam proses kegiatan
belajar mengajar, jadwal dan pelaksanaan program.
37. 22
d. Manajemen : organisasi, struktur kepengurusan, mekanisme kerja,
disiplin, komunikasi, motivasi pencatatan dan pelaporan.
e. Dana : sumber penggunaan dan pertanggungjawaban.
f. Monitoring dan evaluasi : pemantauan rutin, penampungan masalah
dan keluhan serta test hasil belajar.
Sistem dan bentuk peningkatan kinerja guru yang harus diterapkan
hendaknya dilakukan dengan berupa bantuan dan pelayanan. Sistem
bantuan yang dimaksud merupakan proses peningkatan yang dilakukan
dengan cara para pembina membantu para guru untuk mampu melakukan
tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, misalnya dengan cara memberi
contoh atau mendemonstrasikannya. Sistem pelayanan yang dimaksud
dalam peningkatan merupakan proses yang dilakukan dengan cara kepala
sekolah menerima dan berupaya membantu guru apabila dihadapkan pada
berbagai permasalahan yang ditemui di sekolahnya. Bantuan dan layanan
yang diberikan oleh kepala sekolah merupakan kunci dari keberhasilan
guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar
secara kompeten. Keadaan ini tentunya dapat diwujudkan apabila dalam
pelaksanaannya mampu dikelola dengan baik dan terdapat adanya sistem
kerjasama antara guru dan kepala sekolah.
2. Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah
Dalam proses manajemen dan kepemimpinan faktor komunikasi merupakan
salah satu faktor yang sangat menentukan. Dengan komunikasi dapat
diwujudkan hubungan dalam lingkungan organisasi dan hubungan ke luar.
Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam aktivitas manajerial.
Tanpa komunikasi yang baik, lingkungan organisasi akan menjadi kurang
harmonis dan dengan pihak luar tidak akan terjalin hubungan kerjasama yang
38. 23
lebih baik. Pada hakekatnya manajemen dan kepemimpinan adalah untuk
mencapai suatu tujuan tertentu melalui kerjasama dengan orang lain, maka
tentu saja di antara manusia-manusia yang bekerjasama itu, harus ada
komunikasi. Kerjasama tidak akan mungkin tercipta tanpa komunikasi.
Demikian juga dengan organisasi atau perusahaan tidak akan dapat
melepaskan diri dari proses komunikasi, melainkan harus ada kontak dengan
dunia luar yang dibina melalui saluran komunikasi yang tepat.
Seorang kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen sekolahnya, perlu
memiliki keterampilan dalam berkomunikasi agar apa yang diharapkannya
dapat diterima dengan baik oleh semua personil sekolah. Komunikasi
merupakan alat bagi kepala sekolah untuk berinteraksi dengan personil
lainnya, sehinga dapat menumbuhkan saling pengertian, kepercayaan,
menyelesaikan masalah akibat salah paham dan memadukan pendapat serta
meluruskan salah penafsiran terhadap suatu masalah.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris coomunication
berasal dari bahasa latin communicati yang akar kata dari communicatio
adalah communis berarti sama. Evrett M. Rogers (Hafied Cangara
2002:19) mengemukakan “komunikasi adalah proses di mana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka”. Definisi ini kemudian
dikembangkan oleh Rogers bersama Lawrence Kincaid (1999:213)
sehingga melahirkan definisi baru yang menyatakan “komunikasi adalah
suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan
tiba pada saling pengertian yang mendalam”. Selanjutnya Oteng Sutisna
(1989:226) mengemukakan sebagai berikut.
Komunikasi adalah proses menyalurkan informasi, ide,
penjelasan, perasaan dan pertanyaan dari orang ke orang atau dari
kelompok ke kelompok. Ia adalah proses interaksi antara orang-orang
atau kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan
perilaku orang-orang dan kelompok-kelompok di dalam suatu
organisasi.
39. 24
Sejalan dengan pendapat tersebut G.R Terry (Hamzah Yaqub 1994:166)
mengemukakan “komunikasi berhubungan dengan seni mengembangkan dan
mencapai pengertian serta sebagai alat dan bukan merupakan tujuan”.
Komunikasi di samping menyalurkan segala bentuk informasi juga penting
adanya penerimaan dari pihak penerima informasi, dan penerima informasi
terpengaruh oleh informasi yang diterimanya, sehingga dapat menimbulkan
perubahan sikap. Sebagai bukti adanya penerimaan dinyatakan dalam bentuk
jawaban (respon). Bentuk informasi, ide, gagasan dan yang lainnya dapat
disampaikan dalam bentuk kata-kata atau isyarat-isyarat yang kemudian oleh
penerima bentuk kata-kata atau isyarat itu diterjemahkan lagi menjadi bemtuk
pikiran, kemudian dijadikan bentuk jawaban sebagai balikan dari pesan tadi.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa
komunikasi organisasi tiada lain daripada suatu proses penyampaian
informasi, ide, penjelasan, perasaan dan pertanyaan untuk diterima oleh orang
lain, sehingga memberikan reaksi atau mengadakan perubahan perilaku yang
terjadi di dalam organisasi tempat orang-orang melakukan berbagai
aktivitasnya.
Komunikasi akan terjadi apabila ada kesamaan makna antara oleh
dua orang atau lebih mengenai apa yang diperbincangkan. Dalam kontek
komunikasi, kesamaan makna sangat penting bahkan melampaui
kesamaan bahasa, sebab percakapan antara dua orang yang memiliki
kesamaan bahasa belum menjamin keduanya memiliki kesamaan makna.
Dengan kata lain, percakapan akan berlangsung bila hubungan komunikasi
antara komunikator (sender) dan komunikan (receiver) bersifat informatif.
Namun demikian, komunikasi tidak hanya bersifat informatif tetapi juga
persuasif. Artinya, komunikasi tidak hanya bertujuan agar orang lain tahu
dan mengerti, tetapi juga berharap agar orang lain menerima suatu paham,
keyakinan atau melakukan suatu perbuatan tertentu. Dengan demikian,
komunikasi bukan hanya penyampaian informasi, tetapi juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public
attitude). Dengan mengutip pandangan Carl I. Hovland, Onong Uchyana
40. 25
Effendi (2001:9-10) mengatakan “communication is the process to modify
the behavior of other individuals”.
Kemudian, untuk sampai pada tujuan komunikasi yang bersifat
informatif dan persuasif tersebut, terdapat beberapa proses komunikasi
yang harus dilalui oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pertama-
tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan pada
komunikan (receiver). Ini berarti ia memformulasikan pikiran atau
perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan
dimengerti oleh komunikan. Kemudian menjadi giliran komunikan untuk
mengawa-sandi (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia
menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau perasaan
komunikator dalam konteks pengertiannya. Jadi, komunikasi akan berhasil
apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka
acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian
(collection of experiences and meaning) yang pernah diperoleh
komunikan. Jadi, bidang pengalaman merupakan faktor yang penting
dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman antara komunikator sama
dengan bidang pengalaman komunikan, maka komunikasi akan
berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama
dengan pengalaman komunikator, maka akan timbul kesukaran untuk
mengerti satu sama lain.
Dengan demikian, komunikasi selalu bersifat dialogis, sehingga
ketika komunikan memberikan jawaban, maka ia kini menjadi encoder
41. 26
Media
dan komunikator menjadi decoder. Inilah suatu proses yang dinamakan
umpan balik (feedback). Umpan balik ini memainkan peranan yang amat
penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan apakah sebuah proses
komunikasi akan berlanjut atau berhenti. Oleh karena itu, umpan balik
bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan
positif apabila tanggapan, respon atau reaksi komunikan menyenangkan
komunikator sehingga komunikasi dapat berjalan lancar. Sebaliknya,
umpan balik dikatakan negatif apabila tanggapan komunikan tidak
menyenangkan komunikator, sehingga komunikator enggan untuk
melanjutkan komunikasinya. (Onong Uchjana Effendi 2001:14). Untuk
lebih jelasnya proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1
Model Proses Komunikasi Philip Kotler
Gambar tersebut menegaskan faktor-faktor apa saja yang menjadi
kunci agar komunikasi berlangsung efektif. Dalam hal ini, komunikator
harus tahu khalayak mana yang ia jadikan sasaran dan tanggapan apa yang
Sender Encoding Message Decoding Receiver
Noise
Feed Back Response
42. 27
ia inginkan. Selain itu, komunikator juga harus terampil dalam menyandi
pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran dapat
mengawasandi pesan yang ia sampaikan. Bersamaan dengan itu,
komunikator juga harus mengirimkan pesan melalui media yang efisien
dalam mencapai khalayak sasaran.
Karena itu, agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh
komunikator harus bertautan dengan proses pengawasandian oleh
komunikan. Wilbur Schramm (Onong Uchyana Efendi 2001:19) melihat
pesan sebagai tanda essensial yang harus dikenal oleh komunikan.
Semakin tumpang tindih bidang pengalaman (field of experience)
komunikator dengan bidang pengalaman komunikan, akan semakin efektif
pesan yang dikomunikasikan. Komunikator akan dapat menyandi dan
komunikan akan dapat menagawasandi dalam istilah-istiah pengalaman
yang dimiliknya masing-masing. Karena itu, komunikasi akan menjadi
persoalan bagi komunikator yang berasal dari strata sosial yang satu yang
ingin berkomunikasi secara efektif dengan komunikan yang berasal dari
strata sosial yang lain. Akan tetapi dalam teori komunikasi dikenal istilah
empathy, yang berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan
orang lain. Jadi, meskipun antara komunikator dan komunikan terdapat
perbedaan dalam kedudukan, jenis pekerjaan, agama, suku, bangsa,
tingkat pendidikan, ideologi, dan lain-lain, jika komunikator bersikap
empatik, komunikasi tidak akan gagal.
43. 28
Gambar 2.2
Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Hubungan Komunikasi
Keefektifan komunikasi kepala sekolah merupakan salah satu
unsur yang mempengaruhi keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
tersebut. Menurut hasil riset yang yang dilakukan Rodger D. Collons
(1987:38) ”karakter kepemimpinan tidak mengungkapkan satu sifat
tunggal yang dimiliki semua pemimpin yang berhasil, tetapi sejumlah ciri
yang umum dimiliki oleh banyak diantara mereka, telah diidentifikasikan
sebagai pemimpin yang efektif”. Dikatakan lebih lanjut oleh Rodger D.
Collons (1987:38-40) ”sejumlah ciri kepemimpinan yang efektif
mencakup aspek: a) kelancaran berbicara, b) kemampuan untuk
memecahkan persoalan, c) kesadaran akan kebutuhan, d) keluwesan,
e) kecerdasan, f) kesediaan menerima tanggung jawab, g) keterampilan
sosial, h) kesadaran akan diri dan lingkungan. Selanjutnya menurut
Bernard M. Bass (Gibson 1985:337) sifat-sifat yang dikaitkan dengan
keefektifan kepemimpinan adalah sebagai berikut.
Field of Experience
Encoder
Field of Experience
Decoder
sig
nalSender Receiver
44. 29
a. Kecerdasan, yang meliputi: pertimbangan, ketegasan,
pengetahuan, dan kefasihan berbicara.
b. Kepribadian, yang meliputi: kemampuan adaptasi,
kewaspadaan, kreatifitas, integritas pribadi, percaya diri,
keseimbangan dan pengendalian emosional, dan mandiri (non
konformitas).
c. Kemampuan, yang meliputi: kemampuan memperoleh
kerjasama, popularitas dan prestise, kemampuan bergaul
(keterangan antar pribadi), partisipasi sosial, bijaksana, dan
diplomasi.
Sedangkan menurut School Improvement in Maryland Web Site
yang diterjemahkan bebas oleh Soelistia (2003:13) indikator yang
menunjukkan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif adalah sebagai
berikut.
a. Mengembangkan kolaborasi dalam pemecahan masalah dan
mengadakan komunikasi terbuka
Agar kepemimpinan kepala sekolah efektif hendaklah:
1) berkolaborasi dengan stakeholder dalam proses perbaikan sekolah,
2) berbagi data mengenai keberhasilan prestasi murid dengan
stakeholders, 3) menyediakan waktu untuk memecahkan masalah
secara kolaboratif, 4) menunjukkan keterampilan membangun proses
kelompok yang efektif dan mengembangkan consensus dalam
melakukan perbaikan sekolah, 5) mengkomunikasikan kepada setaf,
orang tua, murid, dan anggota masyarakat pada umumnya tentang visi
sekolah, tujuan-tujuan sekolah dan proses yang sedang berlangsung
dalam usahanya untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah, 6) menghargai
dan merayakan sumbangan anggota masyarakat sekolah karena
45. 30
keikutsertaannya dalam perbaikan sekolah, 7) mengembangkan
kemampuan memimpin orang lain, 8) mengevaluasi keterampilan staf
dalam berkolaborasi dan memberi dukungan atas pengembangan staf.
b. Mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan data untuk
mengidentifikasi kebutuhan sekolah
Agar kepemimpinan kepala sekolah efektif hendaklah: 1) memastikan
bahwa berbagai sumber data dikumpulkan dan digunakan untuk
mengevaluasi kinerja murid, 2) melibatkan semua staf dalam
menganalisis data prestasi murid, 3) mengidentifikasi kekurang
cocokan antara out come yang diinginkan dengan out come yang ada,
4) melibatkan staf dan stakeholders yang lain dalam suatu proses
kolaboratif untuk mengklarifikasi suatu masalah, 5) mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan sekolah yang diprioritaskan, berdasarkan
analisis data, 6) menyusun model penggunaan data bagi pengambilan
keputusan, 7) secara teratur meminta staf untuk mengidentifikasi data
yang digunakan untuk mengambil keputusan, 8) mengevaluasi
kompetensi guru dan mengatasi kekurangannya dengan
menyelenggarakan pengembangan staf, dan 9) menggunakan berbagai
sarana termasuk teknologi untuk mengorganisir dan menganalisis
data.
c. Menggunakan data untuk mengidentifikasi dan merencanakan
perubahan-perubahan yang diperlukan dalam program intruksional
46. 31
Agar kepemimpinan kepala sekolah efektif hendaklah: 1) memastikan
bahwa rencana perbaikan sekolah didasarkan pada analisis data dan
klarifikasi masalah, 2) menyediakan fasilitas bagi pengembangan
rencana perbaikan tujuan, bukti-bukti pencapaian tujuan, dan setrategi
jelas, 3) bersama dengan staf mengidentifikasi pengetahuan dan
keterampilan guru yang diperlukan untuk melaksanakan setrategi
pengajaran dalam rangka perbaikan sekolah, 4) memastikan bahwa
dalam rencana perbaikan tersebut berbagai kegiatan untuk mendukung
setrategi teridentifikasi, 5) memastikan bahwa antara evaluasi,
kurikulum dan pengajaran terkait satu sama lain, 6) memberi
kesempatan kepada staf untuk mempelajari setrategi yang berbasis
penelitian untuk memecahkan masalah, dan 7) memberi kesempatan
kepada staf untuk belajar dari sekolah lain yang telah berhasil dalam
menerapkan setrateginya.
d. Melakukan dan memonitor rencana perbaikan sekolah
Agar kepemimpinan kepala sekolah efektif hendaklah: 1) menyiapkan
kalender kegiatan untuk perbaikan sekolah dan memastikan bahwa
kalender kegiatan tersebut ditinjau bersama secara teratur,
2) menentukan proses yang teratur untuk melacak pengaruh perbaikan
sekolah terhadap prestasi belajar murid, 3) memonitor secara dekat
pengumpulan dan penganalisisan data untuk mengetahui apakah
terdapat kemajuan dalam pencapaian tujuan dan apakah memuaskan
semua kelompok murid, 4) secara terus-menerus mengumpulkan dan
47. 32
menggunakan data mengenai keputusan-keputusan di tingkat kelas
dan memberikan bantuan kepada individu atau kelompok murid,
5) menggunakan berbagai sarana termasuk teknologi untuk memonitor
kemajuan, 6) memberikan apresiasi terhadap mereka yang berhasil,
7) menyerasikan sumber-sumber (dana staf, pengembangan staf)
untuk memaksimalkan pencapaian tujuan perbaikan sekolah,
8) mendukung staf bila mereka mengadakan perubahan instruksional
untuk memperlancar pencapaian tujuan perbaikan, dan 9) bersama
dengan staf menggunakan waktu dalam rapat, atau pertemuan lain
untuk memonitor, mengkomunikasikan sesuatu.
e. Berfikir sistem dalam menetapkan fokus untuk mencapai tujuan
prestasi belajar murid
Agar kepemimpinan kepala sekolah efektif hendaklah:
1) menyerasikan semua sumber-sumber sekolah dengan prioritas
perbaikan, 2) menyerasikan tujuan perbaikan sekolah, pengajaran di
kelas, dengan pencapaian kelas atau sekolah, 3) mengidentifikasi
proses-proses penting yang memiliki pengaruh pada hasil,
4) mengidentifikasi ukuran kinerja dan indikator yang mengaitkan
proses pengajaran dengan tujuan intruksional, 5) berkomunikasi
dengan para pengambil keputusan di luar lembaga sekolah, dan
6) memastikan bahwa tujuan sekolah sejalan dengan tujuan lokal dan
nasional.
48. 33
Dengan demikian, kepemimpinan yang efektif memiliki hubungan
erat dengan komunikasi efektif. Sedangkan kualifikasi manajer yang
memiliki kemampuan komunikasi efektif dapat dilihat dari kemampuannya
mengirimkan pesan atau informasi dengan baik, mampu menjadi
pendengar yang baik, mampu atau terampil menggunakan berbagai media
atau alat audio visual merupakan bagian penting dalam melaksanakan
komunikasi yang efektif. (www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/
2002/04/1)
Kemudian, dalam kaitannya dengan institusi pendidikan, seorang
komunikator dikatakan efektif apabila memliki tiga aspek berikut.
a) organizational stability (answers questions clearly and concisely,
explains guidelines, and points out what is important in each lesson);
b) instructional adaptability (shows interest in student opinions); and
c) interpersonal flexibility (does not put students down or interrupt them).
(www. ericfacility.net/databases/ERIC_Digests/). Selanjutnya Aribowo
Prijosaksono dan Roy Sembel (www.sinarharapan.co.id/ekonomi
mandiri/2002/04/1), mengemukakan lima hukum komunikasi yang efektif
yaitu : a) respect, b) empathy, c) audible, d) clarity dan e) humble. Untuk
lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Respect
Komunikasi yang efektif harus dibangun dari sikap menghargai
terhadap setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan.
Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama
49. 34
dalam berkomunikasi dengan orang lain, karena pada prinsipnya
manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika komunikasi
dibangun di atas rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati,
maka akan lahir kerjasama yang sinergi yang akan meningkatkan
keefektifan kinerja seorang individu maupun organisasi sebagai
sebuah tim.
b. Empathy
Empati adalah kemampuan seseorang dalam menempatkan dirinya
sesuai pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah
satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan
untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan
atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh
kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan
manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih
dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand – understand then
be understood to build the skills of empathetic listening that inspires
openness and trust). Rasa empati akan memungkinkan seseorang untuk
dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan
memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Demikian
halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam
membangun kerjasama tim, orang-orang yang terlibat dalam tim
tersebut harus saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain
dalam tim tersebut. Rasa empati akan menimbulkan respek atau
50. 35
penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Dengan
demikian, sebelum membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,
seseorang harus mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan, sehingga pesan tersebut akan sampai tanpa ada
halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga
berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap
menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang
positif, karena essensi dari komunikasi adalah aliran dua arah.
c. Audible
Makna audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti seseorang harus mendengar terlebih dahulu
ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible
berarti pesan yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan.
Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media
atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik
oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan
menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu
audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan
dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti
bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima
oleh penerima pesan.
51. 36
d. Clarity
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi, perlu dikembangkan sikap terbuka, sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota
tim. Tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada
gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau
tim secara keseluruhan.
e. Humble
Hamble dapat disebut sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur
yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa
menghargai orang lain yang biasanya didasari oleh sikap rendah hati
yang kita miliki. Sikap ini pada intinya antara lain: sikap yang penuh
melayani (Customer First Attitude), sikap menghargai, mau
mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang
rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah
lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan
yang lebih besar. Jika komunikasi didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka seorang manajer atau kepala
sekolah dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada
gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain
yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat
membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan
dan saling menguatkan.
52. 37
Komunikasi dalam organisasi bukan hanya sekedar proses pertukaran
informasi yang dapat dilihat atau dimengerti semata, namun termasuk perilaku
dan peranan-peranannya. Komunikasi merupakan hal yang mutlak harus ada
karena dengan komunikasi yang efektif segala aktivitas dalam organisasi dapat
dikoordinasikan yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya.
Berdasarkan kepentingan tersebut, maka prinsip-prinsip komunikasi harus
ditanamkan dalam komunikasi organisasi, sebagaimana dikemukakan oleh
Abizar (1992:231) adalah sebagai berikut.
a. Komunikasi itu bukan benda dan bukan pula sesuatu yang
statis. Komunikasi adalah suatu proses, pengirim dan
penerima tidak statis tetapi dinamis. Prinsip ini membukan
pemikiran bahwa komunikasi itu adalah dinamis, dalam arti
pengirim dan penerima pesan dapat bertukar pikiran dan
peran.
b. Komunikasi itu tidak linier tetapi sirkuler. Proses komunikasi
itu bukan lurus tetapi berputar.
c. Komunikasi itu sangat kompleks, artinya kalau melakukan
suatu komunikasi dengan banyak orang, maka terdapat
keanekaragaman dalam proses komunikasi itu.
d. Komunikasi itu tidak dapat diputar dan tidak dapat
diulang lagi.
e. Komunikasi melibatkan keseluruhan kepribadian. Walaupun
ada usaha untuk membedakan pikiran dan perasaan, jasmani
dan rohani, namun dalam proses komunikasi keseluruhan
aspek kepribadian terlibat dan tidak dapat dipisahkan selama
ia masih manusia.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka pengaruhnya terhadap kepala
sekolah harus benar-benar melaksanakan komunikasi sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai, sehingga tingkat efektivitas dan efisiensi sekolah dapat
tercapai. Dalam melaksanakan komunikasi terdapat dua teknik yang dapat
dilakukan kepala sekolah, sebagaimana yang dikemukakan Udi Turmudi
Saputra (1991:77) yaitu sebagai berikut.
a. Secara langsung, yaitu komunikasi satu sama lain dengan
tatap muka tanpa menggunakan alat sebagai perantara atau
langsung dengan menggunakan alat seperti telepon.
b. Secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan media
tulisan atau bentuk lain.
Dalam melaksanakan teknik komunikasi baik yang bersifat langsung maupun
tidak, maka agar lebih berhasil seorang kepala sekolah harus memperhatikan
hal-hal yang dikemukakan The Liang Gie (1994:496–552) yaitu sebagai
berikut.
53. 38
a. Kejelasan, artinya komunikasi yang dilakukan harus jelas dan
dapat dimengerti oleh komunikan, sehingga ia dapat
melaksanakannya.
b. Ketepatan, artinya proses komunikasi harus memperhatikan
apa yang hendak disampaikan, sehingga tepat sasaran.
c. Kecukupan, artinya pesan yang disampaikan jangan sampai
berlebihan, sehingga dapat membingungkan bagi komunikan,
jika dirasa telah cukup dipahami, maka pesan yang
disampaikan diakhiri saja.
d. Mengadakan tindak lanjut, artinya untuk mengecek apakah
informasi yang telah diberikan dapat dilaksanakan atau tidak.
e. Mengatur arus informasi, informasi yang banyak harus dapat
dikendalikan oleh komunikan, sehingga tidak berlebihan
dalam menerima pesan.
f. Pengulangan, artinya pesan yang disampaikan perlu dilakukan
agar dipahami lebih jelas lagi.
g. Penghayatan, artinya pesan yang telah disampaikan perlu
dilakukan komunikan, sehingga dapat dengan jelas makna
sesungguhnya dari isi pesan yang dimaksudkan.
h. Mendorong saling mempercayai, artinya adanya kepercayaan
memudahkan untuk membentuk saling pengertian, sehingga
komunikan tidak merasa berat untuk melaksanakan pesan
yang dibebankan kepadanya.
i. Penetapan waktu yang efektif, artinya penggunaan waktu
yang efektif sangat membantu dalam cepat tidaknya pesan
dilaksanakan, waktu yang benar-benar efektif dipergunakan
akan mempercepat pelaksanaan pesan yang telah
disampaikan.
j. Mendengarkan secara efektif, artinya komunikan harus dapat
memilih mana yang sesungguhnya inti dari pesan yang
disampaikan, sehingga dapat dengan tepat melaksanakannya.
k. Menggunakan selentingan, artinya pesan yang disampaikan
secara tidak langsung yang berasal dari orang lain, sehingga
hal yang terpenting adalah kepecayaan atau dengan kata lain
apakah selentingan tersebut benar atau tidak.
Dari beberapa pengertian tersebut, maka keefektifan komunikasi
kepala sekolah adalah kemampuan yang bersifat informatif dan persuasif
dalam melaksanakan peranan interpersonal (interpersonal role),
informasional (informasional role) dan peranan memutuskan (decissional
role) untuk mengkoordinasikan guru (dan karyawan) agar bersama-sama
54. 39
mencapai tujuan organisasi. Keefektifan komunikasi kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah bertanggung jawab
atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah,
pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana.
Komunikasi akan melibatkan sumber pengiriman informasi. Hal
ini berupa pesan yang disampaikan kepada penerima melalui media.
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber
kepada penerima. Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan
yang dikirim oleh sumber. Jika penerima/khalayak mengetahui atau
memahami pesan maka komunikasi berhasil. Keberhasilan komunikasi
tergantung efek perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan
dilakukan penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pesan akan
menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber, ini juga ditentukan
lingkungan.
3. Iklim Organisasi
Menurut Gibson (1985:156) ”iklim organisasi adalah seperangkat
prioritas lingkungan kerja, yang dipersepsikan pegawai secara langsung
atau tidak langsung, yang dianggap sebagai faktor utama dalam
55. 40
mempengaruhi perilaku pegawai”. Sementara Dawis (1996:21)
mengemukakan ”iklim organisasi adalah lingkungan manusia yang di
dalamnya para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Karena
itu, iklim organisasi sebagai konsep sistem yang dinamis akan dipengaruhi
oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi”.
Dengan demikian, iklim organisasi merupakan konsep sistem
yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Dalam hal
ini, seorang pegawai akan merasakan bahwa iklim organisasi tempat
mereka bekerja menyenangkan apabila mereka dapat melakukan sesuatu
yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan berharga, pekerjaan yang
menantang juga akan memberikan kepuasan bagi mereka yang mampu
mengerjakannya dengan baik. Mereka menginginkan tanggung jawab dan
mempunyai kesempatan yang sama untuk berhasil, ingin didengarkan,
dipandang dan diperlakukan sebagai orang yang bernilai, sebagai bagian
dari organisasi. Pegawai ingin merasakan bahwa organisasi benar-benar
memperhatikan kebutuhan dan masalah mereka.
Lebih lanjut Dawis (1996:25) mengatakan bahwa terdapat
beberapa unsur khas yang turut membentuk iklim yang menyenangkan,
yaitu sebagai berikut.
a. Kualitas kepemimpinan;
b. Kadar kepercayaan;
c. Komunikasi ke atas dan ke bawah;
d. Perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat;
e. Tanggung jawab;
f. Imbalan yang adil;
g. Tekanan pekerjaan yang nalar;
56. 41
h. Kesempatan;
i. Pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar; dan
j. Keterlibatan pegawai dan keikutsertaan.
Lebih khusus lagi, dalam kaitanya dengan sekolah, Koster
(2001:2) berpendapat sebagai berikut.
Iklim sekolah adalah keseluruhan harapan, pendapat, dan
pengalaman yang dirasakan oleh guru berkenaan dengan situasi
kerjanya yang meliputi lima aspek yaitu: a) kondisi fisik dan fasilitas
sekolah, b) cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah,
c) harapan pada prestasi sekolah, d) hubungan kerja, e) ketertiban/
disiplin sekolah.
Dengan demikian, dapat iklim organisasi adalah karakteristik
suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain menurut
persepsi para karyawan atau orang-orang di dalam organisasi yang
sekaligus akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Dari beberapa teori
di atas, iklim organisasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan harapan,
pendapat, dan pengalaman yang dirasakan oleh guru yang berkenaan
dengan situasi kerjanya yang meliputi; kondisi fisik dan fasilitas sekolah,
cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, harapan pada prestasi
sekolah, hubungan kerja, dan ketertiban/disiplin.
B. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dengan Kinerja
Guru
Kepemimpinan (leadership) kepala sekolah merupakan faktor yang
ikut menentukan kinerja dan keberhasilan guru, di samping faktor-faktor yang
57. 42
lain seperti faktor institusi dan kelompok organisasi (Gibson 1985:52). Kepala
sekolah merupakan sosok pemimpin yang dapat menentukan arah
perkembangan organisasi sekolah, sehingga kepemimpinan seorang kepala
sekolah mampu mempengaruhi semua orang yang terlibat dalam proses
pendidikan di suatu sekolah dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Sementara itu, kualitas kepemipinan (leadership) seorang kepala
sekolah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan
berkomunikasi yang efektif yang dimiliki kepala sekolah tersebut.
Komunikasi yang efektif dan dikembangkan kepala sekolah akan berhubungan
dengan kinerja guru, mengingat dengan komunikasi memunculkan persamaan-
persamaan yang membangun kerjasama ke arah yang lebih baik dalam
kehidupan organisasi, termasuk persekolahan. Menurut Aribowo Prijosaksono
dan Roy Sembel (1999:45) ”kesuksesan seorang manajer, termasuk kepala
sekolah, tidak akan pernah diperoleh tanpa penguasaan keterampilan
komunikasi yang efektif, sebab tanpa keterampilan tersebut, seorang manajer
tidak dapat membangun sebuah teamwork yang solid”. Jadi, keefektifan
komunikasi ini memiliki hubungan yang erat dengan keberhasilan sebuah
organisasi. Hubungan ini dapat dipahami dari ungkapan William V. Hanney
(Onong Uchyana Effendi 2001:113) “organization consists of a number of
people; it involves interdependence; interdependence alls for coordination
and coordination requires communication”. (organisasi terdiri atas sejumlah
orang, ia melibatkan keaadaan saling bergantung, ketergantungan memerlukan
58. 43
kooerdinasi, dan koordinasi mensyaratkan komnikasi). Oleh karena itu,
komunikasi adalah suatu sine qua non bagi organisasi. (Onong Uchyana
Effendi 2001:116). Dengan demikian, komunikasi kepala sekolah yang efektif
memegang peranan yang sangat penting dalam mengkoordinasikan semua
komponen yang terdapat di sekolah tersebut (termasuk guru), yang pada
gilirannya juga dapat meningkatkan kinerja guru tersebut.
2. Hubungan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru
Iklim organisasi adalah seperangkat prioritas lingkungan pengembangan
kerja, yang dipersepsikan pegawai secara langsung atau tidak langsung, yang
dianggap sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perilaku pegawai
(Gibson 1985:121). Larsen Pidarta (1995:121) mengemukakan ”iklim, norma-
norma, harapan-harapan, dan kepercayaan personalia sekolah dapat
mempengaruhi perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas”. Dengan
ungkapan yang berbeda, tetapi dengan maksud yang kurang lebih sama,
Owens (1991:43) mengatakan ”iklim organisasi berkaitan dengan persepsi
orang yang ada di dalam organisasi yang menggambarkan tentang norma,
asumsi, dan kepercayaan yang ada”.
Dengan demikian, iklim organisasi yang kondusif akan meningkatkan
kinerja guru, sebab iklim organisasi yang kondusif akan memberi perasaan
nyaman dan menciptakan suasana kerja yang mendukung, sebagaimana
dikutip oleh Dawis (1996:24) yang telah mengembangkan sebuah instrumen
untuk mengukur iklim organisasi. Instrumen tersebut berfokus pada gaya
manajemen yang diterapkan dalam organisasi yang meliputi faktor
59. 44
kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi-pengaruh, pengambilan
keputusan, penyusunan tujuan, dan pengendalian. Dari hasil penelitian
tersebut, diperoleh bahwa iklim yang lebih partisipatif dan berorientasi
humanistik (manusia) akan menghasilkan tingkat prestasi (kinerja) yang lebih
tinggi dan kepuasan kerja yang lebih besar.
Dari teori-teori tersebut, terlihat bahwa iklim organisasi mempunyai
kontribusi yang jelas untuk meningkatkan kinerja guru di sekolah. Pada
kontek penelitian ini, iklim organisasi yang kondusif akan semakin
mendorong kinerja guru dalam melakukan pekerjaannya.
3. Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dan Iklim
Organisasi dengan Kinerja Guru
Menurut Gibson (1985:52) ”seorang guru dapat menjadi professional
dalam pekerjaannya ditentukan oleh faktor individu guru sendiri dan juga oleh
faktor di luar dirinya”. Faktor luar tersebut akan menyangkut institusi
(organization), kepemimpinan (leadership), dan kelompok organisasi (group
organization). Sementara itu, Owens (1991:132) mengatakan ”persepsi
kelompok guru tentang kepala sekolah mereka ditentukan oleh beberapa hal
yaitu a) trust (dorongan): sikap kepala sekolah yang mendorong untuk bekerja
keras, b) consideration (perhatian): sejauh mana perhatian kepala sekolah
terhadap guru yang berkaitan dengan martabat dan masalah kemanusiaan, c)
aloofness (acuh): sejauh mana sikap kepala sekolah menjaga jarak sosial,
misalnya apakah menunjukkan sikap tidak peduli dan dingin ataukah
menunjukkan sikap hangat dan bersahabat, d) production emphasis
60. 45
(menekankan kerja): sejauh mana kepala sekolah berusaha agar para guru
lebih giat bekerja, misalnya melakukan supervisi secara ketat, bersikap
memerintah, dan menekankan hasil kerja.
Dengan demikian bahwa kinerja guru sangat dipengaruhi oleh
keefektifan komunikasi kepala sekolah dalam mengkomunikasikan program
kerja lembaga sekolah tersebut. Demikian pula, iklim organisasi sekolah yang
kondusif akan mendorong kinerja guru yang semakin tinggi, sebab iklim
organisasi yang kondusif akan memberi perasaan nyaman dan menciptakan
suasana kerja yang mendukung. Dengan kata lain, kinerja guru dapat
dipengaruhi antara lain oleh keefektifan komunikasi kepala sekolah dan
sekaligus juga dipengaruhi iklim organisasi di tempat guru bekerja.
C. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Tjahya Witono Tahun 2003 di SD Negeri se-Kota Semarang,
menunjukkan bahwa keterampilan manajerial dan supervisi kepala sekolah
dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru.
Kemampuan manajerial berhubungan dengan pemberdayaan sumber daya
dan personil sekolah, sedangkan supervisi berhubungan dengan proses
pembinaan kepala sekolah kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran
secara lebih baik.
2. Penelitian Ali Herzalni Tahun 2003 di SMU Swasta se-Kabupaten Tegal,
mnunjukkan bahwa persepsi guru mengenai kriteria kepemimpinan kepala
sekolah dan iklim kerja turut mempengaruhi kinerja guru. Persepsi guru
61. 46
memandang bahwa kriteria kepemimpinan merupakan aspek yang sangat
berarti bagi guru dalam melaksanakan tugasnya, sedangkan iklim kerja
berkaitan dengan situasi dan kondisi kerja sehari-hari dalam kondisi lama,
sehingga kedua variabel tersebut secara langsung memiliki pengaruh erat
dengan kinerja guru.
3. Penelitian Mursini Purwati Tahun 2003 di SD Negeri se-Kecamatan
Semarang Barat Kota Semarang, menunjukkan bahwa supervisi
kunjungan kelas oleh kepala sekolah dan kompensasi memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja guru. Pengaruh tersebut sangat besar
(80,56%), mengingat supervisi dan kompensasi berkaitan dengan
kebutuhan guru akan pelaksanaan tugas dan peningkatan kinerja.
4. Penelitian Achmad Junaedi Tahun 2004 di SLTP Negeri se-Kabupaten
Kudus, menunjukkan bahwa kinerja kepala sekolah dan iklim organisasi
memberikan pengaruh terhadap kinerja guru, sehingga apabila kinerja
kepala sekolah dan iklim organisasi baik, maka kinerja guru pun akan
baik pula.
5. Penelitian Sentot Widodo Tahun 2006 di SMA Negeri se-Kota Semarang,
menunjukkan bahwa kemampuan kerja dan iklim organisasi memiliki
pengaruh yang sangat signifikan terhadap kinerja guru. Dengan demikian
apabila kemampuan kerja dan iklim organisasi meningkat, maka kinerja
guru secara otomatis akan meningkat pula.
Hasil-hasil penelitian tersebut sangat relevan dengan kajian penelitian
yang dilakukan, artinya baik keefektifan komunikasi kepala sekolah, iklim
62. 47
organisasi dan kinerja guru yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan sekarang. Dengan demikian
hasil-hasil penelitian terdahulu cocok untuk dikembangkan dan diteliti kembali
lebih lanjut, sehingga memperkaya kajian keilmuan selanjutnya yang lebih
kuat.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak
dapat ditinggalkan, karena merupakan kerja dari teori. Suatu hipotesis selalu
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang menghubungkan antara dua
variabel atau lebih. Menurut Masri Singarimbun (1989:43) “hubungan antar
variabel penelitian dapat dirumuskan secara eksplisit maupun implisit”.
Selanjutnya menurut Suryabrata (1992:45) “hipotesis penelitian adalah
jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih
harus diuji secara empiris”. Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan,
maka peneliti dapat mengajukan hipotesis sebagai berikut.
1. Ada hubungan yang signifikan antara keefektifan komunikasi kepala
sekolah dengan kinerja guru.
2. Ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja guru.
3. Ada hubungan yang signifikan antara keefektifan komunikasi kepala
sekolah dan iklim organisasi dengan kinerja guru.
63. 48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif, dengan rancangan non eksperimen. Dalam proses
penelitian ini tidak menggunakan perlakuan terhadap penelitian
melainkan mengkaji fakta-fakta yang telah terjadi dan pernah dilakukan
oleh subjek penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian ex post facto
(dari sebuah fakta), artinya peristiwa yang diteliti sudah terjadi secara
alami ialah dengan cara menelusuri dan mengumpulkan data serta fakta-
fakta yang ada sekarang tanpa memberi perlakuan (Jacobs dan Razaveih
1982:122).
Di sini peneliti akan menggali fakta-fakta dengan menggunakan
angka yang berisi sejumlah pernyataan yang merefleksikan keefektifan
komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan kinerja guru.
Pendekatan kuantitatif yang dimaksud adalah mencari hubungan antar
variabel bebas (independent variable) dengan variable terikat (dependent
variable).
2. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas
(independent variable) yaitu : adalah keefektifan komunikasi kepala
64. 49
sekolah (X1) dan iklim organisasi (X2), kemudian variabel terikat
(dependent variable) yaitu : kinerja guru (Y).
3. Paradigma Penelitian
Hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan
variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini digambarkan
dalam paradigma penelitian sebagai berikut.
Variabel bebas Variabel terikat
rx1y
rx1x2y
rx2y
Gambar 3.3
Hubungan Antar Variabel Penelitian
Dalam paradigma tersebut menggambarkan hal-hal sebagai
berikut.
a. Hubungan murni X1 dengan Y, jika X2 dikendalikan/dibuat sama.
b. Hubungan murni X2 dengan Y, jika X1 dikendalikan/dibuat sama.
c. Hubungan murni X1 dengan X2, jika Y dikendalikan/dibuat sama.
Dengan rumus korelasi ganda/regresi hasil perhitungan SPSS versi 10.0
penelitian tersebut dapat dirancang dengan paradigma tersebut.
Keefektifan Komunikasi
Kepala Sekolah (X1)
Iklim Organisasi (X2)
Kinerja Guru (Y)
65. 50
4. Definisi Operasional
a. Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah
Keefektifan komunikasi kepala sekolah adalah kemampuan yang
bersifat informatif dan persuasif dalam melaksanakan peranan
interpersonal (interpersonal role), informasional (informasional role)
dan peranan memutuskan (decissional role) untuk
mengkoordinasikan guru (dan karyawan) agar bersama-sama
mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, indikator yang akan
digunakan untuk mengetahui keefektifan komunikasi kepala sekolah
adalah sebagai berikut.
1) Kejelasan dalam bentu volume suara dan media yang digunakan;
2) Ketepatan dalam bentuk sasaran komunikasi dan iIsi pesan yang
disampaikan;
3) Kecukupan dalam bentuk mengakhiri komunikasi;
4) Mengadakan tindak lanjut dalam bentuk mengecek pesan;
5) Mengatur arus informasi dalam bentuk pengendalian pesan;
6) Pengulangan dalam bentuk mengulangi pesan;
7) Penghayatan dalam bentuk memaknai pesan yang disampaikan;
8) Saling mempercayai dalam bentuk kesadaran melaksanakan pesan
dan kejujuran penerima pesan;
9) Penetapan waktu dalam bentuk ketepatan waktu;
66. 51
10) Mendengarkan secara efektif dalam bentuk memahami makna
pesan; dan
11) Menggunakan selentingan dalam bentuk melaksanakan pesan tidak
langsung
b. Iklim Organisasi
Iklim organisasi adalah seperangkat prioritas lingkungan kerja, yang
dipersepsikan pegawai secara langsung atau tidak langsung, yang
dianggap sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perilaku
pegawai. Lebih khusus lagi kaitanya dengan sekolah, maka iklim
organisasi sekolah dapat diartikan sebagai keseluruhan harapan,
pendapat, dan pengalaman yang dirasakan oleh guru berkenaan
dengan situasi kerjanya yang meliputi; kondisi fisik dan fasilitas
sekolah, cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, harapan
pada prestasi sekolah, hubungan kerja, dan ketertiban/disiplin
sekolah. Iklim organisasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan
harapan, pendapat, dan pengalaman yang dirasakan oleh guru pada
sekolah dasar negeri di Kecamatan Margadana, Kota Tegal yang
berkenaan dengan situasi kerjanya yang meliputi; kondisi fisik dan
fasilitas sekolah, cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah,
harapan pada prestasi sekolah, hubungan kerja, dan ketertiban/disiplin
sekolah. Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk mengetahui
iklim organisasi adalah sebagai berikut.
1) Kualitas pimpinan dalam bentuk pelaksanaan tugas dan ketertiban;
67. 52
2) Penghargaan pekerjaan dalam bentuk kompetensi dan kerjasama;
3) Kepercayaan dalam bentuk kemampuan, keterlibatan dan
perhatian;
4) Komunikasi dalam bentuk pembahasan masalah;
5) Manfaat dalam bentuk ukuran keberhasilan;
6) Tanggung jawab dalam bentuk menyusun prota, promes dan PSP;
7) Imbalan dalam bentuk keamanan dan kesejahteraan;
8) Tekanan pekerjaan dalam bentuk keterlibatan;
9) Kesempatan dalam bentuk waktu luang;
10) Pengendalian dalam bentuk penunjang;
11) Keterlibatan dalam bentuk pengembangan karier;
12) Kondisi fisik dalam bentuk lingkungan sekolah;
13) Prestasi dalam bentuk keputusan;
14) Hubungan kerja dalam bentuk kondisi konduktif; dan
15) Disiplin sekolah dalam bentuk Ketertiban
c. Kinerja Guru
Kinerja guru sebagaimana dimakusd dalam penelitian ini adalah prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja yang
dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan tugasnya di SD Negeri se-
Kecamatan Margadana Kota Tegal. Kemudian, yang menjadi indikator kinerja
guru dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Pedagogik, meliputi : menguasai kurikulum pembelajaran,
menguasai landasan kependidikan, menyusun tujuan pembelajaran,
68. 53
penggunaan pendekatan pembelajaran, penggunaan strategi
pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran, menggunakan
media pembelajaran, memanfaatkan sumber belajar, ketepatan
waktu menyampaikan materi, melakukan pembelajaran remidial,
dan melakukan evaluasi pembelajaran.
2) Kepribadian, meliputi : memiliki motivasi dalam mengajar, tingkat
kedisiplinan dalam mengajar, penempatan kepentingan tugas
dengan pribadi, kepatuhan terhadap pimpinan, loyalitas terhadap
lembaga, dan moralitas dalam melaksanakan tugas.
3) Sosial, meliputi : melakukan komunikasi dengan peserta didik,
mengetahui karakteristik peserta didik, membantu memecahkan
permasalahan siswa, membina hubungan baik dengan personil
sekolah, aktivitas dalam kehidupan masyarakat, dan keterlibatan
dalam organisasi profesi.
4) Profesional, meliputi : menguasai bahan ajar, kesesuaian latar
belakang pendidikan dengan tugas mengajar, pengembangan
kualitas diri, dan pendalaman materi bahan ajar.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Mohammad Ali (1995:54) mengemukakan “populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang diteliti”. Secara lebih jelasnya
mengenai pengertian Mohammad Surya (1994:8) mengemukakan sagai
berikut.
Populasi adalah sejumlah individu atau subjek yang terdapat
dalam kelompok tertentu yang ditujukan dan dijadikan sebagai
69. 54
sumber data, yang berada dalam daerah yang jelas batasannya serta
mempunyai pola-pola kualitas yang unik dan memiliki keseragaman
ciri-ciri di dalamnya yang dapat diukur secara kualitatif untuk
memperoleh suatu hasil penelitian.
Mengacu kepada pengertian yang telah dikemukakan tersebut,
maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru
tetap dan bersetatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Sekolah Dasar
Negeri di wilayah Kecamatan Margadana Kota Tegal sejumlah 156 orang.
2. Sampel Penelitian
Mohamad Ali (1995:54) mengemukakan “sampel adalah
sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dianggap
mewakili terhadap seluruh populasi”. Memperhatikan hal tersebut
Winarno Surakhmad (1992:100) menyarankan “apabila ukuran populasi
sebanyak kurang atau sama dengan 100, pengambilan sampel sekurang-
kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasi sama
denga atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-
kurangnya 15% dari ukuran populasi”. Berdasarkan keterangan tersebut,
maka penentuan jumlah sampel dapat dirumuskan sebagai berikut.
%)15%50(
1001000
1000
%15 −
−
−
+=
n
S
Keterangan:
S = jumlah sampel yang diambil
n = jumlah anggota populasi
Berdasarkan rumusan tersebut, maka untuk menentukan sampel
ditentukan secara acak dengan rumus sebagai berikut.
70. 55
%)15%50(
1001000
1561000
%15 −
−
−
+=S = 47,55%, sehingga untuk
memperoleh banyaknya sampel adalah 47,55% x 156 = 74,178 dibulatkan
menjadi 74 orang. Dengan demikian, maka sampel penelitian ini adalah
74 orang yang terdiri dari 13 SD masing-masing guru kelas 1, 2 dan 3; 11
SD masing-masing guru kelas 4, 5 dan 6; dan 2 SD masing-masing guru
kelas 4 dan 5, sehingga totalnya 74 orang.
C. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan
penelitian, diperlukan suatu alat pengumpul data yang disebut instrumen
penelitian. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner. Angket
memiliki kedudukan yang tinggi dan memiliki kemampuan untuk
mengungkap dari subjek penelitian sama dengan lokasi peneltian
susungguhnya. Dalam penelitian, sifat jawaban yang dikehendaki oleh
peneliti, angket tertutup. Angket tertutup peneliti menyediakan sejumlah
jawaban tertentu sebagai pilihan. Responden bertugas memilih jawaban yang
paling sesuai dengan pendiriannya sebagaimana dikemukakan Sanifiah Faisal
(1992:178) sebagai berikut.
Angket tertutup adalah angket yang menghendaki jawaban yang
pendek atau jawaban yang diberikan dengan membubuhkan tanda tertentu.
Angket demikian biasanya meminta jawaban dengan pola tertentu, jawaban
singkat yang membubuhkan tanda cheek pada item yang termuat pada
71. 56
alternatif jawaban. Angket tertutup mudah diisi, memerlukan waktu singkat,
memusatkan responden pada pokok pernyataan, relatif objektif dan sangat
mudah ditabulasi dan dianalisa.
Angket yang dipergunakan dalam penelitian tersebut selain tertutup
juga terstruktur, yaitu dengan menyediakan alternatif jawaban untuk
memudahkan responden menjawabnya yang terdiri dari 75 butir masing-
masing variabel terdiri dari variabel X1 sebanyak 25 butir, variabel X2
sebanyak 20 butir, dan variabel Y 30 butir.
Adapun langkah-langkah dalam menyusun angket adalah sebagai
berikut. 1) menentukan indikator variabel X1 (keefektifan komunikasi kepala
sekolah), X2 ( iklim orgasasi), dan Y (kinerja guru), 2) mengidentifikasikan
sub-sub variabel dari masing-masing variabel penelitian, 3) menyusun kisi-
kisi instrumen, 4) membuat daftar pernyataan dari setiap variabel dengan
disertai alternatif jawaban dan 5) menentukan kriteria penskoran untuk setiap
alternatif jawaban.
1. Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu pengukuran untuk mengetahui apakah
instrumen betul-betul mengukur suatu atribut yang dikehendaki. Dengan
demikian validitas instrumen akan menunjukkan apakah instrumen yang
dimaksud berguna atau tidak.
Uji validitas dilakukan dengan menganalisis setiap item, yaitu
mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah
tiap skor butir. Data yang dikumpulkan dari 15 responden, interpretasi
72. 57
terhadap korelasi didasarkan pada yang dikemukakan Sugiono (2001:106)
“batas minimal untuk memenuhi syarat valid adalah nilai r lebih dari 0,30.
Jika sebaliknya atau kurang dari 0,30, maka butir dinyatakan tidak valid.
Dalam menentukan validitas tidaknya butir (pernyataan/angket), peneliti
menggunakan rumus koefisien korelasi, sebagai berikut.
2222
)(()((
.
YYnXXn
YXXYn
rxy
∑−∑−∑
∑∑−∑
=
Hasil perhitungan uji coba menunjukkan bahwa semua pernyataan
masing-masing variabel penelitian adalah valid (lebih jelasnya dapat dilihat
pada lampiran).
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan
teknik-teknik belah dua yaitu membagi item soal menjadi dua bagian.
Belahan pertama item bernomor ganjil dan belahan kedua item bernomor
genap. Setelah itu keduanya dikorelasikan dengan menggunakan koreksi
rank atau Spearman. Adapun langkah-langkah untuk menguji reliabilitas
instrumen menurut Sudjana (1996:75–89) adalah sebagai berikut.
a) Menentukan nilai r’ (koefisien korelasi pangkat) dengan rumus :
)1(
6
1 2
2
'
−
∑
−=
nn
b
r i
Keterangan :
r’ = koefisien korelasi pangkat
bi
2
= selisih/beda peringkat xi yang data aslinya berpasangan
n = banyaknya data
b) Menguji signifikansi koefisien korelasi r’ (rho) melalui uji independent
antara kedua variabel dengan menggunakan rumus :
73. 58
sr
n
rt
−
−
=
1
2
'
Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen menunjukkan bahwa
semua variabel penelitian dinyatakan reliabel (lebih jelasnya dapat dilihat
pada lampiran).
D. Data dan Pengolahannnya
Data adalah sumber informasi yang belum diolah, sehingga belum
memiliki arti terhadap hasil penelitian, sedangkan pengolahannya adalah
proses agar data tersebut memiliki makna terhadap hasil penelitian yang
diinginkan. Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi Arikunto
2000:134). Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang akan
digunakan adalah angket (questionnaire) dengan jenis instrumennya angket
dan skala (scala).
Teknik penskoran masing-masing indikator variabel bebas
(independent variable) (X1 dan X2) menggunakan pendekatan yang
dikembangkan oleh Likert, yakni Summatet Rating Scale. Untuk keperluan
tersebut dibuat pernyataan-pernyataan positif (mendukung/ favorabel) maupun
negatif (tidak mendukung/ unfavorable) tentang kriteria dan pernyataan
evaluasi keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi
(variabel bebas/X1 dan X2) serta kinerja guru (Y).
Masing-masing pernyataan di ikuti oleh 5 opsi, yakni: Sangat Baik
(SB), Baik (B), Cukup (C), Kurang (K) dan Sangat Kurang (SK). Dalam
74. 59
merespon butir pernyatan tersebut, subyek atau responden diminta untuk
memilih salah satu opsi yang sesuai dengan keadaan masing-masing.
Selanjutnya, penskoran terhadap respon subjek pada masing-masing butir
disesuaikan dengan sifat pernyataan (positif atau negatif). Sebagai pedoman,
untuk pernyataan positif adalah sebagai berikut.
1. Jawaban dengan kategori Sangat Baik (SB) diberi skor 5.
2. Jawaban dengan kategori Baik (B) diberi skor 4.
3. Jawaban dengan kategori Cukup (C) diberi skor 3.
4. Jawaban dengan kategori Kurang (K) diberi skor 2.
5. Jawaban dengan kategori Sangat Kurang (SK) diberi skor 1.
Sedangkan sebagai pedoman, untuk pernyataan negatif adalah
sebagai berikut.
1. Jawaban dengan kategori Sangat Baik (SB) diberi skor 1.
2. Jawaban dengan kategori Baik (B) diberi skor 2.
3. Jawaban dengan kategori Cukup (C) diberi skor 3.
4. Jawaban dengan kategori Kurang (K} diberi skor 4.
5. Jawaban dengan kategori Sangat Kurang (SK) diberi sekor 5.
Angket terdiri atas variabel keefektifan komunikasi kepala sekolah,
iklim organisasi, dan kinerja guru. Data yang telah terkumpul akan dianalisis
secara kuantitatif menggunakan teknik statistik. Masing-masing variabel
terlebih dulu dipaparkan dengan statistik deskriptif yaitu statistik yang
berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek
yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa
75. 60
melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
(Sugiono 2001:21). Adapun langkah-langkah analisis data adalah sebagai
berikut.
1. Menentukan Kecenderungan Umum Responden
Menentukan kecenderungan umum responden bertujuan untuk mengetahui
keberadaan masing-masing variabel secara umum sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan, yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat
kurang. Untuk masing-masing variabel memiliki nilai kriteria yang
berbeda-beda sesuai dengan data yang diperoleh. Dalam menentukan
kecenderungan ini nilai yang dibutuhkan adalah nilai tertinggi, nilai
terendah, rata-rata dan standar deviasi. Setelah nilai-nilai tersebut
diperoleh selanjutnya disesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Pengujian Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas Data
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui normal tidaknya
distribusi data masing-masing variabel penelitian (X1, X2 dan Y). uji
normalitas menggunakan “Goodness of fit” dari Kolmogorov Smirnov
yang diolah dengan computer program SPSS 10,0. toleransi yang
dipergunakan adalah P=0,050, dengan kriteria suatu variabel dikatakan
berdistribusi normal apabila P<0,050.
76. 61
b. Keberartian Persamaan Regresi
Uji keberartian persamaan regresi bertujuan untuk mengetahui linier
atau tidaknya masing-masing variabel bebas terhadap variabel Y. Untuk
menguji persamaan ini menggunakan rumus regresi linier sederhana Y
atas X sebagai berikut.
^
Y = a + bX
Keterangan :
Y = nilai yang diprediksi atau kriterium
X = nilai variabel bebas
b = bilangan koefisien variabel bebas
a = bilangan konstan
Untuk menguji linieritas masing-masing variabel bebas dengan variabel
Y menggunakan rumus Freg sebagai berikut.
)1(
)1(
2
2
Rm
mNR
Freg
−
−−
=
Keterangan :
Freg = Harga F Garis Regresi
N = Cacah Kasus
M = Cacah Variabel Bebas
R = Koefisien pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat
Derajat kebebasan (db) untuk menguji harga F adalah db=m lawan N-
m-1 jika Freg>Ftabel berarti hubungan antara masing-masing variabel
bebas dengan variabel terikat linier, dan sebaliknya jika Freg < Ftabel ,
maka hubungan kedua variabel tersebut tidak linier. Pengujian
dilakukan menggunakan Freg dengan toleransi α = 0,05.