Laporan ini membahas tentang praktikum tataniaga jagung manis di Purwokerto dan Baturraden. Laporan ini menjelaskan tentang teknik budidaya jagung, aspek ekonomi jagung, dan prospek usaha jamur jagung."
1. LAPORAN PRAKTIKUM
TATANIAGA JAGUNG MANIS
Oleh
KELOMPOK II
Aef Saepul Anwar (A0A011014)
PROGRAM DIPLOMA III AGROBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas kebaikannya, sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan praktikum lapang tersebut laporan hasil praktikum
Tataniaga pertanian untuk mengtahui pemasaran jagung manis di daerah Purwokerto dan
Baturraden. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan yang bersangkutan serta
kerjasama teman-teman praktikum ini tidak mungkin dapat terwujud dengan baik. Kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr Suyono, M.Si selaku pengampu yang telah memberikan arahan atas praktikum ini
2. Kepada Para Narasumber yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk kami
wawancarai .
3. Semua pihak yang telah mendukung baik moril maupun materil, sehingga dapat
terselesaikan laporan praktikum ini.
Besar harapan kami laporan praktikum ini dapat diterima. Sekian kami ucapkan terima kasih.
Purwokerto, 18 Desember 2012
Tim Penulis
3. DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................................... 2
C. Manfaat ..................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Ekonomi Jagung ............................................................................ 4
B. Teknik Budidaya Jagung ........................................................................... 5
C. Prospek Jamur Jagung ............................................................................. 12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Pengamatan ............................................................................................ 15
A. Penentuan Produk Jagung ........................................................................ 15
B. Saluran Tataniaga Jagung ......................................................................... 15
C. Lembaga Tataniaga Jagung ...................................................................... 15
D. Fungsi-Fungsi Tataniaga Jagung.............................................................. 15
E. Marjin Tataniaga Jagung .......................................................................... 18
F. Efisiensi Tataniaga Jagung ........................................................................ 20
b. Pembahasan ...................................................................................................... 23
IV. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................................... 28
5. DAFTAR TABEL
a. Tabel 1. Dosis pemupukan. ............................................................................ 6
6.
7. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sifat hasil pertanian yang musiman atau bahkan tahunan akan mempengaruhi pola
harga hasil pertanian, sehingga menyebabkan fluktuasi harga antar musim bahkan anat tahun,
da berpengaruh pula pada pemasarannya (Suyono dan Dwi Purwastuti). Pada umumnya
untuk hasil pertanian yang musiman dan mudah rusak (sayuran dan buah – buahan)
memerlukan penanganan khusus, baik dalam penyimpanan maupun dalam pengangkutannya,
salah satunya adalah dengan menggunakan ruangan pendingin. Sementara itu, untuk produk
pertanian yang relatif tidak mudah rusak seperti beras, jagung, dan kedelai, maka dalam
penyimpanannya membutuhkan sistem peyimpanan yang baik untuk mengurangi resiko
kerusakan. (Suyono dan Dwi Purwastuti ).
Produktivitas hasil pertanian selalu mengalami fluktuasi, sedangkan harga hasil
pertanian ditingkat prodesen cenderung mengalami peningkatan yang cukup berarti, hal ini
diduga berkaitan dengan rendahnya produktivitas dari hasil pertanian. Singh dalam Sahara
(2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di sektor pertanian merupakan suatu
fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent instability) pada sisi penawaran.
Hal ini berarti harga hasil pertanian disebabkan oleh sifat alami dari produksi
pertanian, yaitu dalam jangka pendek tidak dapat merespon tambahan permintaan atau tidak
dapat mengurangi produksi pada saat harga yang rendah. Pengaruh fluktuasi harga pertanian
lebih besar bila dibandingkan dengan fluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan
petani menderita kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan
untuk melakukan investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang
memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Selanjutnya banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran hasil
pertanian akan mempengaruhi panjang pendeknya rantai tataniaga dan besarnya biaya
tataniaga. Besarnya biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga
antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani
produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada
struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin
pemasaran ini akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin
kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and
Robinson, 1990).
8. Persoalan mutu dan harga hasil pertanian merupakan bagian dari masalah tataniaga
hasil pertanian yang tidak dapat dipisahkan karena mempunyai dampak langsung terhadap
pihak-pihak yang terkait dalam perdagangan hasil pertanian. Selain itu keberadaan lokasi
lahan pertanian yang terpencar-pencar dan jauh dari pusat perekonomian yang mengarah
pada terbentuknya rantai tataniaga yang panjang karena adanya peran hierarki dari pedagang
perantara yang cenderung menambah kompleksitas upaya perbaikan mutu hasil pertanian.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasikasi pola kenaikan dan penurunn harga hasil pertanian
secara periodik ( bulanan ) untuk beberapa komoditas, ditingkat produsen, grosir,
dan pedagang pengecer.
2. Untuk menidentifikasi biaya tataniaga yang timbul yang dikelurkan oleh setiap
lembaga tataniaga dan meghitung marjin tataniaga pada beberapa komoditas
pertanian serta menganalisis bagaimana cara meningkatkan harga di tingkat
petani.
3. Untuk mengukur keefisienan dan keefektifan sistem pemasaran di antara dua
pasar dalam mekanisme pembentukan harga, sehingga dapat ditunjukan ada atau
tidaknya adanya integrasi pasar pada kedua pasar tersebut.
1.2. Manfaat
1. Dapat mengetahui pola kenaikan dan penurunan harga hasil pertanian secara
periodik ( bulanan ) untuk beberapa komoditas, ditingkat produsen, grosir, dan
pedagang pengecer.
2. Dapat mengidentifikasi biaya tataniaga yang timbul yang dikeluarkan oleh setiap
lembaga tataniaga dan meghitung marjin tataniaga pada beberapa komoditas
pertanian serta menganalisis cara meningkatkan harga di tingkat petani.
3. Dapat mengetahui Efesiensi harga dan menghitung Efesiensi harga.
9. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Eonomi
Jagung merupakan salah satu komoditas penting, baik di Indonesia maupun negara-
negara lain di dunia, karena merupakan sumber karbohidrat penting selain padi. Jagung selain
sebagai bahan pangan, terutama digunakan sebagai pakan ternak, serta sebagai bahan baku
industri (minyak makan, tepung maizena, pati, dan minuman). Sebagai bahan pangan, jagung
dapat dikonsumsi langsung baik sebagai nasi, dicampur dengan beras, maupun jagung muda.
Selain itu, yang melalui proses pengolahan seperti emping jagung, marning, tepung jagung
dan lain-lainnya. Diversifikasi pengolahan jagung ini juga akan meningkatkan permintaan
jagung dalam negeri.
Akhir-akhir ini di Indonesia, pemanfaatan jagung untuk pakan ternak mengalami
peningkatan sejalan dengan berkembangnya bisnis peternakan, terutama ayam ras beserta
industri pakannya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar bahan penyusun ransum ayam
adalah jagung, sehingga permintaan jagung diprediksi akan terus meningkat sesuai dengan
perkembangan industri pakan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2000) produksi jagung pipilan kering di
Indonesia pada tahun 2000 adalah 9.676.899 ton. Nilai produksi tersebut masih lebih rendah
bila dibandingkan dengan nilai penggunaan atau pemanfaatan jagung itu sendiri. Adapun
perincian pemanfaatan jagung pada tahun 1999 adalah untuk bahan makanan sebesar
8.299.000 (85,3%), untuk pakan sebesar 584.000 ton (6%), untuk benih 97.000 ton (1%),
untuk industri dan lain-lain sebesar 264.000 ton (2,7%), serta yang tercecer sebanyak 487.000
ton (5%) (Biro Pusat Statistik, 1999). Rendahnya produksi dibandingkan dengan pemanfaatan
tersebut menyebabkan Indonesia harus mengimpor jagung sebesar 618.000 ton (BPS, 1999).
Untuk mengatasi hal tersebut, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi
adalah dengan pengelolaan pertanaman secara intensif dan penggunaan benih bermutu dari
varietas jagung unggul baik varietas hibrida maupun varietas bersari bebas. Program Gema
Palagung merupakan upaya pemerintah dalam membantu petani untuk meningkatkan
produksi jagung secara terus menerus dan berkesinambungan. Namun demikian, petani masih
menemui beberapa kendala yang memerlukan perhatian dan bantuan berbagai fihak, baik
dalam aspek permodalan, teknologi pasca panen, serta aspek pemasaran yang berkaitan
dengan fluktuasi harga jual petani.
Berdasarkan analisis ekonomi usahatani jagung dapat memberikan pendapatan yang
cukup tinggi sehingga dapat memberikan insentif yang cukup untuk menggerakkan usahatani
10. jagung menjadi usahatani yang maju. Meskipun produksi jagung nasional terus meningkat
dengan diusahakannya varietas unggul bersari bebas dan hibrida yang mempunyai potensi
hasil yang tinggi, namun belum mampu mengimbangi kebutuhan yang berkaitan dengan terus
meningkatnya kebutuhan jagung untuk industri pakan dan pangan.
Kondisi tersebut memberikan peluang bagi petani dan pengusaha untuk terjun dalam
industri jagung, sehingga dapat memenuhi permintaan dalam negeri, dan lebih dari itu
diharapkan Indonesia menjadi negara produsen utama dunia. Dukungan sumberdaya yang
tercukupi dengan baik, seperti sumberdaya alam dan manusia akan memperbesar peluang
tersebut.
2.2. Teknik Budidaya Jagung
A. Syarat benih
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya
tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam,
sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
B. Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak
dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan
bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan.
Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm,
kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.Di
daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar
kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya
lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk
mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
C. Pemupukan
a. Tabel 1. Dosis pemupukan
Dosis Pupuk Makro
(per ha)
Waktu Dosis POC
Urea TSP KCl NASA
12. Catatan : akan lebih baik pupuk dasar menggunakan SUPER NASA dosis ± 1 botol/1000
m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 lt air (jadi larutan induk).
Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- alternatif 2 : 1 gembor (10-15 lt) beri 1 sendok peres makan SUPER NASA untuk
menyiram + 10 m bedengan.
D. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
a. Tumpang sari ( intercropping ),
melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh:
tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung,
ketela pohon, padi gogo.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ),
dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai,
kacang tanah, dll.
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping )
pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman
pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung
disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ) :
penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun
larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama
dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam
13. Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak
tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam
semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya
40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75
cm (1 tanaman/lubang). Panen <>E. Pengelolaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting
tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh
dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman
bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam
(hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu
penanaman.
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih
muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai
mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat
mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi
batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas
permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu,
bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman
diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan
terbentuk guludan yang memanjang.
4. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah
lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga,
air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara
bumbunan tanaman jagung.
F. Hama dan Penyakit
1. Hama
a.Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
14. Gejala: daun berubah warna menjadi kekuningan, bagian yang terserang mengalami
pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau
mati. Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna punggung kuning
kehijauan bergaris, warna perut coklat kekuningan, warna telur putih mutiara, dan panjang
lalat 3-3,5 mm. Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2)
tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot
dengan PESTONA
b. Ulat Pemotong
Gejala: tanaman terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah, ditandai dengan bekas
gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman yang masih muda roboh. Penyebab: beberapa
jenis ulat pemotong: Agrotis ipsilon; Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia
furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). Pengendalian: (1) Tanam
serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di
dalam tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.
2. Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Penyebab: cendawan Peronosclerospora maydis dan P. javanica serta P. philippinensis,
merajalela pada suhu udara 270 C ke atas serta keadaan udara lembab. Gejala: (1) umur 2-3
minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi
bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5 minggu mengalami
gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dari bagian pangkal daun, tongkol berubah
bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua.
Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan
pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan
musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIO
b. Penyakit bercak daun (Leaf bligh) Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum.
Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi
warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun,
semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan,
kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat.
Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3)
Prenventif diawal dengan GLIO
c. Penyakit karat (Rust)
15. Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan P.polypora Underw. Gejala: pada tanaman
dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta
terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan
memanjang. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap
penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.
d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae
Schw, Uredo maydis DC. Gejala: masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol
sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini
menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar. Pengendalian: (1) mengatur
kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam
dicampur GLIO dan POC NASA .
e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw),
Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme. Gejala: dapat diketahui setelah
membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah
kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Pengendalian: (1)
menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih; (2)
GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum
mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida
kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO
810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
G. Panen dan Pasca Panen
1. Ciri dan Umur Panen Umur panen + 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur
(jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm),
jagung rebus/bakar, dipanen ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan
ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah matang fisiologis.
2. Cara Panen Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan tangkai buah jagung.
3. Pengupasan Dikupas saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai,
16. agar kadar air dalam tongkol dapat diturunkan sehingga cendawan tidak tumbuh.
4. PengeringanPengeringan jagung dengan sinar matahari (+7-8 hari) hingga kadar air + 9%
-11 % atau dengan mesi pengering.
5. Pemipilan Setelah kering dipipil dengan tangan atau alat pemipil jagung.
6. Penyortiran dan Penggolongan Biji-biji jagung dipisahkan dari kotoran atau apa saja
yang tidak dikehendaki (sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, dll). Penyortiran
untuk menghindari serangan jamur, hama selama dalam penyimpanan dan menaikkan
kualitas panenan.
2.3. Prospek Jagung
Dewasa ini jagung tidak hanya digunakan untuk bahan pangan tetapi juga untuk
pakan. Dalam beberapa tahun terakhir proposi penggunaan jagung oleh industri pakan telah
mencapai 50% dari total kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung
untuk pakan diperkirakan terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60% dari
total kebutuhan nasional.
Ditinjau dari sumberdaya lahan dan ketersediaan teknologi, Indonesia sebenarnya
memiliki peluang untuk berswasembada jagung dan bahkan berpeluang pula menjadi
pemasok di pasar dunia mengingat makin meningkatnya permintaan dan makin menipisnya
volume jagung di pasar internasonal.
Upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui
perluasan areal tanam dan peningkatan produk- tivitas. Perluasan areal dapat diarahkan pada
lahan-lahan potensial seperti lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering
yang belum dimanfaatkan untuk pertanian. Berdasarkan penyebaran luas sawah dan tipe
irigasinya, diperkirakan terdapat 457.163 ha yang potensial untuk peningkatan indeks
pertanaman. Di luar Jawa terdapat 20,5 juta ha lahan kering yang dapat di-kembangkan untuk
usahatani jagung.
Selain melalu perluasan areal tanam dan peningkatan produk-tivitas, upaya
pengembangan jagung juga memerlukan peningkatan efisiensi produksi, penguatan
kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses
pasar, pengembangan unit usaha bersama, perbaikan sistem per-modalan, pengembangan
infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Dalam kaitan ini diperlukan
berbagai dukungan, termasuk dukungan kebijakan pemerintah.
17. Dari aspek teknis, teknologi yang diperlukan untuk mendukung pengembangan
jagung antara lain adalah varietas hibrida dan komposit yang lebih unggul (termasuk
penggunaan bioteknologi), di antaranya memiliki sifat toleran kemasaman tanah dan ke-
keringan, teknologi produksi benih sumber dan sistem perbenihan-nya, teknologi budidaya
yang efisien dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), dan teknologi
pascapanen untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
Investasi yang diperlukan untuk pengembangan jagung bergantung kepada
pencapaian target yang diinginkan. Berkaitan dengan hal ini, ada dua skenario pengembangan
jagung nasional dalam periode 2005-2025. Skenario 1 atau skenario moderat, laju
pertumbuhan produksi 4,24%/tahun. Skenario 2 atau skenario optimis, volume ekspor
meningkat menjadi 15%. Kebutuhan investasi untuk pengembangan jagung melalui skenario
1 dan 2 dalam kurun waktu 2005-2025 masing-masing adalah Rp 29,0 trilyun, dan Rp 33,7
trilyun. Biaya investasi mencakup perluasan areal tanam pada lahan sawah, pembukaan lahan
baru (lahan kering) dan infrastruktur, perbenihan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan.
Proporsi investasi yang menjadi tanggung jawab masyarakat 4%, sedangkan yang bersumber
dari pemerintah dan swasta masing-masing dengan proporsi 74% dan 22%.
Kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan jagung adalah kebijakan
pengembangan insentif investasi, kelembagaan keuangan dan permodalan, peningkatan
dukungan teknologi yang siap diterapkan di lapang, peningkatan kualitas sumberdaya
manusia, kelembagaan agribisnis, dukungan pemasaran, serta dukungan peraturan dan
perundangan.
18. BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 A. Hasil pengamatan
Acara 1 : Penentuan produk
Produk tataniga yang di bahas adalah komoditi jagung di daerah pertanian
karangwangkal, sumbang, baturraden, pasar arcawinangun dan pasar wage ciri produk jagung
itu sendiri adaah :
Harga mudah fluktuatif
Tidak tahan lama
Hasil panen di pengaruhi oleh alam`
Acara 2 : Saluran Tataniaga Jagung
1. Petani Produsen- tengkulak- pedagang besar – pengecer – konsumen akhir
2. Petani Produsen- pedagang besar – pengecer/ konsumen akhir
Acara 3 : Lembaga Tataniaga Jagung
Lembaga Tataniaga yang terlibat dalm pengaliran Komoditas Jagung
Tengkulak, yaitu lembaga pemsaran yang secara langsung berhubungan dengan
petani, tengkulak melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, ijon mapun
dengan kontrak pembelian.
Pedagang besar, yaitu melakukan proses kosentrasi (pengumpulan) komoditi dari
Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung
dengan konsumen. (Sudiyono, 2002).
Acara 4: Fungsi Tataniaga jagung
Fungsi Tata Niaga Yang dilakukan oleh Setiap lembaga tataniaga di purwokerto ·
1. Fungsi Pertukaran
Yaitu meliputi kegiatan yang menyangkut perpinahan hak milik dalam sistem
pemasaran atau tataniaga. Meliputi :
a. Fungsi Penjualan yaitu tujuannya petani menjual untuk mencari pembeli / konsumen /
pelanggan suatu barang dengan motif mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya, dalam
fungsi penjualan kegiatannya yaitu:
terdapat perencanaan dan pengembangan produk, petani produsen harus pandai menganalisis
permintaan (pasar) komoditi yang akan diusahakaannya agar proses penjualannya lebih
19. mudah serta petani produsen harus hati – hati dan sebelumnya menyelidiki bagaimana
kekuatan permintaan pasar sehingga dapat menaksir jumlh produk dihasilkan
terdapat Meciptakan Permintaan, sebagai contoh Petani menjual ketengkulak untuk
memperbesar permintaan atau menimbukan keinginan tengkulak
Negosiasi (Perundingan), sebagai cotoh Petani dengan tengkulak merundingkan
syarat – syarat kondisi serta prosedur yang haus dilakukan oleh tengkulak dan petani
sebelum menerima hasil transaksi
Contactual, adanya menciptakan hubungan dengan konsumen dan hubungan tersebut
harus tetap dipelihara.
Contractual, biasanya dilakukan oleh pedagang besar yang menjual hasil pertanian
dalam jumlah banyak.
b. Fungsi Pembelian, tujuannya mencari produsen atau sumber penawara agar persediaan
barang dapat kontinyu baik konsumen atau pedagang. Kegiatan – Kegiatan fungsi pembelian
:
Perencanaan dan pemilihan barang, konsumen akan mudah memesan barang jika
barang – barang tersedia secara pasti pada sumber – sumber penawaran dalam jumlah,
kualitas, harga sesuai dengan keinginan.
Contactual (melalukan kontak), pembeli harus menari sumber penawaran atau harus
aktif melakukan kontak dengan penjual.
Negosiasi( perundingan), setiap terjadi proses jual beli sudah pasti ada pihak pembei
dan penjual yang melakukan perundingan tentang barang – barang yang diperjual
belikan.
Contractual, Pembelian dalam jumlah besar biasanya dilakukan secara kontrak /
perjanjian.
Pengumpulan, pengumpulan produk pertanian bertujuan untuk menjamin stabilitas
persediaan. Pengumpulan bisa dilakukan di daerah produsen atau di daerah
konsumen.
· Fungsi Fisik
Meliputi kegiatan yang langsung diperlakukan terhadap komoditi pertanian sehingga
komoditi tersebut mengalami peningkatn kegunaan tempat dan kegunaan waktu.
a. Fungsi Pengangkutan, yaitu memindahkan produk prtanian dari daerah produsen
kedaerah konsumen. Faktor - faktor yang memperhatikan dalam mengatasi masalah
20. pengagkutan yaitu menekan biaya transfer melaui perbaikan sarana dan prasarana
transpertasi, waktu pngangkutan sesingkat mungkin, terjaminya kontimuitas pengangkutas
terutama pada musim panen raya, ada usaha pencegahan dan pengurangan terhadap resiko
kerusakan, hubungan antara ongkos dengan kelas jalan, alat angkut dengan jarak antara
produsen ke konsumen.
b. Fungsi penyimpanan, bertujuan untuk memperlakukan barang secara fisik untuk
menjamin tersedianya barang pada waktu dan tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen,yang
harus diperhatikan dalam fungsi penyimpanan yaitu produ yang disimpan masih dalam
keadaan segar, sebelum disimpan dilakukan handling, selama penyimpanan kualitas barang
harus tetap dijaga.
Fungsi Fasilitas
a. Fungsi Standardisasi dan Grading, standardisasi merupakan proses penentuan standar
atau ukuran mutu dengan megambil dasar – dasar perincian seperti : Warna, rasa, rupa,
aroma, kandungan air jagung terseut, dll. Grading merupakan proses pemakaian suatu standar
dengan jalan mensortir barang menjadi beberapa golongan. Kegiatannya yaitu dengan
penentuan standar, mengelompokan, meninspeksi barang, labeling
b. Fungsi Pembiayaan, adalah mencari / mengurus dana baik cash atau kredit untuk
membiayai kegiatan pemasan
c. Fungsi Penanggungan Risiko, untuk mempelajari segala bentuk risko yang terjadi dan
akan terjadi dalam proses pemasaran, dan berusaha agar risiko – risiko yang tidak bisa
dihindari dapat diminimumkan. Penyebab resiko yaitu adanya perubahan kondisi pasar, risiko
karena kondisi alam, risiko karena unsur manusia.
d. Fungsi Informasi pasar, merupakan pengumpulan fakta, gejala, pendapat dalam proses
tataniaga. Kegiatanya yaitu menumpulkan keterangan / data dengan cara : survei, case study,
eksperimen, analisis data : produk, wilayah, pembeli/ langanan, menginformasikan kepada
pihak yang membutuhkan.
Acara 5 : Marjin Tataniaga Jagung
Kenyataannya pemasaran hasil pertanian yang di produksi pada sentera produksi yang
tersebar sangat jauh dari tempat konsumen (baik itu perdagangan dalam suatu daerah, antar
daerah (pulau), bahkan antar negara). Atau dengan kata lain jarang sekali (sangat sedikit)
produsen berhadapan langsung (melakukan transaksi) dengan konsumen akhir. Oleh sebab itu
perlu mempelajari margin pemasaran dalam tataniaga pertanian. Margin pemasaran ditinjau
dari dua sisi, yaitu pandangan harga dan biaya pemasaran. Biaya pemasaran adalah
21. keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam proses transfer barang (produk) dari tangan
produsen samapi ketangan konsumen akhir.
Pembiayaan pemasaran adalah pembiayaan kegiatan dan investasi modal terhadap
barang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses tataniaga. Besar kecilnya biaya
tataniaga hasil pertanian tergantung dari volume (besar kecilnya) lembaga-lembaga tataniaga
melakukan kegiatan fungsi-fungsi tataniaga, dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam
proses transfer barang.
Pada tataniaga Jagung lembaga pemasaran yang terlibat akan melakukan fungsi-
fungsi tataniaga yang memerlukan biaya, seperti:memetik jagung ( biaya pemetikan ), biaya
pemilihan jagung yang dikelompokan menurut kelayakkannya (biaya pemilihan),
pengagungkatan, pengepakan (kemasan), dan lain-lain. Semakin banyak lembaga tataniaga
yang terlibat dalam pemasaran suatu produk (atau dapat disebut semakin panjang saluran
tataniaga), akan dapat diperkirakan akan semakin tinggi biaya pemasaran komoditi tersebut,
karena semua lembaga tataniaga yang terlibat tersebut akan mengambil balas jasa berupa
keuntungan (profit) dari kegiatan tataniaga yang dilakukan, dan biaya ini akan dibebankan
kepada konsumen akhir. Meningkatnya biaya tataniaga tidak menjadi indikator bahwa
pemasaran suatu komoditi tidak efisien. Jika peningkatan biaya tataniaga yang diikuti oleh
peningkatan kepuasan konsumen (misal peningkatan kualitas barang), maka tataniaga
komoditi tersebut tetap dikatan efisien. Tetapi peningkatan biaya tataniaga yang tidak diikuti
oleh peningkatan kepuasan konsumen, maka pemasaran komoditi tersebut dapat dikatakan
tidak efisien.
Tengkulak membeli jagung ke petani secara borongan secara otomatis jumlah jagung yang di
dapat tidak pasti setiap pembelian borongan jagung ke petani, akan tetapi menurut tengkulak
kira-kira Rp.2.000/kg, Pedagang besar mrmbeli jagung ke tengkulak dengan harga Rp.
3.500/kg, Pedagang Besar di pasar menjual jagung dengan harga Rp 4.000/kg kepada
pedagang eceran yg kemudian dijual ke konsumen akhir dengan harga Rp. 4.500 / kg (tidak
menggunakan packing) dan dgn harga Rp.5.000 / packing dengan berat 1 kg.
Saluran pemasaran yang ke2 petani langsung menjual ke pedagang besar dengan harga
Rp. 2.000 / kg, kemudian pedagang besar (pasar wage) menjual jagung ke pedagang ecaran
maupun ke konsumen akhir langsung dengan harga Rp. 4.000.
a. Marjin Saluran Pemasaran Jagung 1
Petani Tengkulak P. Besar Pengecer
Konsumen
Rp. 1.500 Rp. 3.000 Rp. 4.000 Rp. 4.500
22. - Marjin harga jual antara Petani dan tengkulak sebesar Rp. 1.500
- Marjin harga jual antara tengkulan dan P. Besar sebesar Rp. 1.000
- Marjin harga jual antara P. Besar dan pengecer sebesar Rp. 500
- Marjin harga jual antara Petani dan P. Besar sebesar Rp. 2.000
- Marjin harga jual antara Petani dan pengecer Rp. 3.000
- Marjin harga jual antara Tengkulak dan pengecer Rp. 1.500
b. Marjin Saluran Pemasaran Jagung 2
Petani P. Besar
Pkonsumen
Rp. 2.000 Rp. 4.000
- Marjin harga jual antara Petani dan P. besar sebesar Rp. 2.000
Acara 6 : Efisiensi Tataniaga Jagung
Perhitungan biaya total sejak komoditas dari produsen sampai ke konsumen
akhir.
Petani ke tengkulak
Biaya pengangkutan Rp 150.000 untuk 3. 000kg
Per kg = Rp 50
Tengkulak ke pedagang besar:
Biaya pengangkutan Rp 300.000 untuk 5.000 kg
Per kg = Rp 60
Pedagang besar ke pedagang pengecer:
Biaya pengangkutan Rp 200.000 untuk 2.500 kg
Per kg = Rp 80
Perhitungan ratio antara nilai tambah dengan biaya total masing-masing pola/
jenis saluran distribusi.
Rumus :
R/C Ratio = TR
TC
Petani ke tengkulak
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
TC :
Biaya angkut = Rp 25.000
23. TR :
Marjin x 500 = Rp 1.500 x 500 = Rp 750.000
R/C Ratio = = = 30
Tengkulak ke pedagang besar
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
TC :
Biaya angkut = Rp 30.000
TR :
Marjin x 500 = Rp 1.000 x 500 = Rp 500.000
R/C Ratio = = = 16
Pedagang besar ke pedagang pengecer
TC :
Biaya angkut = Rp 10.000
TR :
marjin x 500 = Rp 500 x 100 = Rp 50.000
R/C =
Perhitungan biaya total sejak komoditas dari produsen sampai ke konsumen
akhir.
Petani ke pedagang besar
Biaya pengangkutan Rp 250.000 untuk 5.500 kg
Per kg = Rp 45.45
Perhitungan ratio antara nilai tambah dengan biaya total masing-masing pola/
jenis saluran distribusi.
Rumus :
R/C Ratio = TR
TC
Petani ke pedagang besar
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
TC :
Biaya angkut = Rp 22.725
TR :
Marjin x 500 = Rp 2.000 x 500 = Rp 1.000.000
24. R/C Ratio = = = 44
Perhitungan ratio antara nilai tambah dengan biaya total masing-masing pola/
jenis saluran distribusi.
Rumus :
ROI Ratio = TC x 100 %
Petani ke tengkulak
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
Phi = total penerimaan – total biaya
= Rp 750.000 – Rp.25.000 = Rp. 725.000
ROI = x 100 %
= 29 %
Tengkulak ke pedagang besar
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
Phi = total penerimaan – total biaya
= Rp 500.000 – Rp.30.000 = Rp. 470.000
ROI = x 100 %
= 15.67 %
Pedagang besar ke pengecer
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
Phi = total penerimaan – total biaya
= Rp 50.000 – Rp.40.000 = Rp. 10.000
ROI = x 100 %
=1%
25. Petani ke pedagang besar
Di asumsikan untuk produk yang di jual 500 kg
Phi = total penerimaan – total biaya
= Rp 1000.000 – Rp.22.725 = Rp. 977.275
ROI = x 100 %
= 43 %
26. B. Pembahasan
Di dalam praktikum pemasaran jagung manis ini kita dapat mengetahui cara
pemasaran jagung di lapang di mana prospek jagung di indonesia masih cukup menjajikan
yaitu Jagung merupakan salah satu komoditas penting, baik di Indonesia maupun negara-
negara lain di dunia, karena merupakan sumber karbohidrat penting selain padi. Jagung selain
sebagai bahan pangan, terutama digunakan sebagai pakan ternak, serta sebagai bahan baku
industri (minyak makan, tepung maizena, pati, dan minuman). Sebagai bahan pangan, jagung
dapat dikonsumsi langsung baik sebagai nasi, dicampur dengan beras, maupun jagung muda.
Selain itu, yang melalui proses pengolahan seperti emping jagung, marning, tepung jagung
dan lain-lainnya. Diversifikasi pengolahan jagung ini juga akan meningkatkan permintaan
jagung dalam negeri.
Saluran pemasaran yang kelompok kami lakukan pada saluran pemasaran pertama
yaitu dari petani yang berada di karangwangkal yang bernama bapak ali yang menjual hasil
panen secara borongan kepada bapak gatul sebagai tengkulak yang berasal dari baturraden,
kemudian dari tengkulak tersebut menjualnya ke pedagang besar yang bernama bapak atmo
yang berasal dari kebumen baturraden kemudian bapak atmo menjual ke pengecer yang
berada di di pasar wage pada malam hari sekitar pukul 8 malam sampai pagi hari, pengecer
yang kami wawancarai adalah ibu darmi di mana ia menjual jagung manis nya tersebut
kepada konsumen pada pagi hari dari pukul 4 pagi samapai pukul 9 pagi.
Kemudian saluran pemasaran yang kedua yaitu dari petani yang berada di daerah
sumbang yang bernama bapak sukma yang mana ia menjual hasil panennya kepada pedagang
besar yang bernama bapak karsim yang berasal dari sumbang itu sendiri kemudian ia menjual
kepada pengecer di pasar arcawinangun pada dini hari, pengecer yang kami wawancarai
adalah ibu irma yang mana ia menjual kepada konsumen akhir pada pagi hari dari jam 4 pagi
sampai pukul 10 pagi .
Lembaga-lembaaga pemasaran yang terdapat pada pemasaran jagung manis yang
kami kelompok kami lakukan adalah tengkulak yang mana ia membeli secara langsung
kepada petani dengan cara borongan dimana ia membeli jagung tersebut sesuai dengan
kondisi jagung itu, di mana yang kami survey kemarin menujukan bahwa tengkulak membeli
jagung kepada petani dengan harga murah karena jagungnya terkena serangan hama tikus.
Kemudian pedagang besar membeli dari tengkulak dengan cara membeli secara pengumpulan
dari tengkulak-tengkulak sebelum ia menjual kepada pengecer. Kemudian pengecer membeli
jagung kepada pedagang besar dimana pedagang besar menjual jagung tersebut di satu
27. tempat, yang mana kami survey di pasar wage para pengecer membeli jagung kepada
pedagang besar di alntai atas pada pukul 8 malam.
Fungsi-fungsi tataniaga di dalam komoditi jagung yang kami lakukan adalah dari
fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Dalam fungsi pertukaran terdapat fungsi
penjualan dan pembelian, untuk fungsi penjualan terdapat Meciptakan Permintaan, sebagai
contoh Petani menjual ketengkulak untuk memperbesar permintaan atau menimbukan
keinginan tengkulak, Negosiasi (Perundingan), sebagai cotoh Petani dengan tengkulak
merundingkan syarat – syarat kondisi serta prosedur yang harus dilakukan oleh tengkulak dan
petani sebelum menerima hasil transaksi, Contactual, adanya menciptakan hubungan dengan
konsumen dan hubungan tersebut harus tetap dipelihara, dan Contractual, biasanya dilakukan
oleh pedagang besar yang menjual hasil jagung dalam jumlah banyak.
Fungsi Pembelian, tujuannya mencari produsen atau sumber penawara agar
persediaan barang dapat kontinyu baik konsumen atau pedagang. Kegiatan – Kegiatan fungsi
pembelian : Perencanaan dan pemilihan barang, konsumen akan mudah memesan barang jika
barang – barang tersedia secara pasti pada sumber – sumber penawaran dalam jumlah,
kualitas, harga sesuai dengan keinginan, Contactual (melalukan kontak), pembeli harus
menari sumber penawaran atau harus aktif melakukan kontak dengan penjual., Negosiasi(
perundingan), setiap terjadi proses jual beli sudah pasti ada pihak pembeli dan penjual yang
melakukan perundingan tentang barang – barang yang diperjual belikan., Contractual,
Pembelian dalam jumlah besar biasanya dilakukan secara kontrak / perjanjian., Pengumpulan,
pengumpulan produk jagung bertujuan untuk menjamin stabilitas persediaan. Pengumpulan
bisa dilakukan di daerah produsen atau di daerah konsumen
· Fungsi Fisik :Meliputi kegiatan yang langsung diperlakukan terhadap komoditi jagung
sehingga komoditi tersebut mengalami peningkatn kegunaan tempat dan kegunaan waktu.
Fungsi Pengangkutan, yaitu memindahkan produk jagung dari daerah produsen
kedaerah konsumen. Faktor - faktor yang memperhatikan dalam mengatasi masalah
pengagkutan yaitu menekan biaya transfer melaui perbaikan sarana dan prasarana
transpertasi, waktu pngangkutan sesingkat mungkin, terjaminya kontimuitas pengangkutas
terutama pada musim panen raya, ada usaha pencegahan dan pengurangan terhadap resiko
kerusakan, hubungan antara ongkos dengan kelas jalan, alat angkut dengan jarak antara
produsen ke konsumen.
Fungsi penyimpanan, bertujuan untuk memperlakukan barang secara fisik untuk
menjamin tersedianya barang pada waktu dan tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen,yang
harus diperhatikan dalam fungsi penyimpanan yaitu produ yang disimpan masih dalam
28. keadaan segar, sebelum disimpan dilakukan handling, selama penyimpanan kualitas jagung
harus tetap dijaga.
Fungsi Fasilitas
Fungsi Standardisasi dan Grading, standardisasi merupakan proses penentuan standar
atau ukuran mutu dengan megambil dasar – dasar perincian seperti : Warna, rasa, rupa,
aroma, kandungan air jagung terseut, dll. Grading merupakan proses pemakaian suatu standar
dengan jalan mensortir barang menjadi beberapa golongan. Kegiatannya yaitu dengan
penentuan standar, mengelompokan, meninspeksi barang, labeling
Fungsi Pembiayaan, adalah mencari / mengurus dana baik cash atau kredit untuk
membiayai kegiatan pemasan
Fungsi Penanggungan Risiko, untuk mempelajari segala bentuk risko yang terjadi dan
akan terjadi dalam proses pemasaran, dan berusaha agar risiko – risiko yang tidak bisa
dihindari dapat diminimumkan. Penyebab resiko yaitu adanya perubahan kondisi pasar, risiko
karena kondisi alam, risiko karena unsur manusia.
Fungsi Informasi pasar, merupakan pengumpulan fakta, gejala, pendapat dalam proses
tataniaga. Kegiatanya yaitu menumpulkan keterangan / data dengan cara : survei, case study,
eksperimen, analisis data : produk, wilayah, pembeli/ langanan, menginformasikan kepada
pihak yang membutuhkan.
Marjin pemasaran dalam komoditi jagung yang kelompok kami lakukan yaitu
Tengkulak membeli jagung ke petani secara borongan secara otomatis jumlah jagung yang di
dapat tidak pasti setiap pembelian borongan jagung ke petani, akan tetapi menurut tengkulak
kira-kira Rp.2.000/kg, Pedagang besar mrmbeli jagung ke tengkulak dengan harga Rp.
3.500/kg, Pedagang Besar di pasar menjual jagung dengan harga Rp 4.000/kg kepada
pedagang eceran yg kemudian dijual ke konsumen akhir dengan harga Rp. 4.500 / kg (tidak
menggunakan packing) dan dgn harga Rp.5.000 / packing dengan berat 1 kg.
Saluran pemasaran yang ke2 petani langsung menjual ke pedagang besar dengan
harga Rp. 2.000 / kg, kemudian pedagang besar (pasar wage) menjual jagung ke pedagang
ecaran maupun ke konsumen akhir langsung dengan harga Rp. 4.000.
Efisiensi Yang memiliki nilai efisiensi tertinggi ialah saat petani menjual kepada
pedang besar . Yaitu dengan nilai R/C rasio = 44 dan ROI 43% dengan ini petani mampu
mendapatkan keuntungan yang maksimal namun hasil ini belum tentu untuk petani lainnya
karena hanya sedikit yang menggunakaknya dan faktor alam mentukan hasil yang akan di
terima lembaga – lembaga pemasaran.
29. Pola pemasaran lainnya yang efisien ialah saat petani menjual hasilnya ke tengkulak
nilai R/C rasio = 30 dan ROI 29% lalu tengkulak ke pedagang besar dengan nilai R/C
rasio = 16 dan ROI 15.67% dan pedagang besar ke pengecer dengan nilai R/C rasio = 5
dan ROI 1% . dengan efisiensi tersebut makan dalam pola pemasaran jagung cukup
menguntungkan dan dapat di usahakan namun faktor alam yang menentukan itu semua.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Biaya tataniaga tata niaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga pada saluran
pertama komoditas jagung manisn Tengkulak :Rp. 1.500/kg, Pedagang Besar : Rp. 1.000/kg,
Pengecer : 500/kg total Biaya tata niaga yaitu Rp. 3.000/kg. Marjin tataniaga pada komoditas
jagung yaitu Rp.3.000/kg . Adanya harga pengecer : Rp. 4.500/kg. Harga produsen : Rp.
1.500/kg. Sehingga Marjin pemasarnnya 3000.
B. Saran
Sebaiknya dalam praktikum ini mahasiswa dapat mengambil sebuah pembelajaran
mengenai pemasaran komoditi-komoditi hasil pertanian, dan waktu pelaksanan praktikum ini
sebaiknya di lakukan pada pertengahan semester agar tidak mengganggu ujian.
30. DAFTAR PUSTAKA
http://dewiayu-dewiayu.blogspot.com/2012/02/laporan-tata-niaga-pertanian.html di akses
pada tanggal 18 desember 2012
Badan Litbang Pertanian. 1999. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 1999-2004. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Kasryno, F. 2006. Suatu penilaian mengenai prospek masa depan jagung di Indonesia.
Makalah Disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung, 29-30
September 2005. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Pranadji, T. dan E. Pasandaran. 2002. Analisis kelembagaan dalam agribisnis jagung di
Indonesia. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Bogor, 24 Juni 2002. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bahtiar, Muchdiana, SL. Margaretha, Rahmi, Muis, IGP. Sarasutha, dan M. Y. Maamun.
2002. Peluang dan kendala pemasaran jagung di Sulawesi Selatan. Risalah
Penelitian Jagung dan Serealia Lain, Vol. 7:49-57.