SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
BAB IV 
MEMAHAMI ARTI DAN FUNGSI BERMAIN BAGI ANAK USIA DINI 
A Konsep Dasar Bermain 
Definisi tentang bermain telah menjadi perdebatan di kalangan para ahli 
sejak 50 tahun lalu, akan tetapi sampai saat ini iidak ada satu pun definisi yang 
dapat diterima secara universal. Mitchel  Mason (1948, dalam Dockett  Fleer, 
2000) mencatat selama tahun 1948 terdapat sekitar 30 definisi dari pengarang 
yang sama. Sejak saat itu, definisi-definisi tersebut terus mengalami perubahan. 
Kedua ahli tersebut bahkan pernah membandingkan puluhan definisi dari para 
ahli, antara lain dari Seashore, Froebel, Hall, Groos, Dewey, Scgiller, Spencer, 
Lazarus, Shand, dan Curti (Saracho  Spodek, 1998), akan tetapi dari definsi 
definisi tersebut mengimplikasikan perbedaan dalam mema hami dan 
menginterpretasikan bermain. 
Kesulitan dalam mendefiniskan bermain, karena kata ber main (play) digunakan 
dalam berbagai cara. Namun demikian setidak-tidaknya bermain mengandung 
unsur mental state, me nekankan sikap dari bermain, menggunakan bahasa, bentuk 
komunikasi, dan playfulness (Dockett  Fleer, 2000). Rubin et al. (1983, dalam 
Saracho  Spodek, 1998), menawarkan beberapa kriteria, yaitu (1) bahwa 
bermain didorong oleh kepuasan dalam kegiatan dan tidak diatur; (2) para pemain 
beraktivitas lebih dari sekedar mencapai tujuan, dan bersifat spontanitas, (3) 
bermain terjadi dengan objek yang dekat (familiar); (4) ke giatan bermain dapat 
menjadi nonliteral; (5) bermain bebas dari aturan dari outside dan aturan dapat 
dimodifikasi oleh pemain, dan (6) bermain membutuhkan perjanjian aktif antar 
pemain. 
Definisi modern dari bermain lebih terfokus pada sejumlah karakteristik bermain. 
Bermain melibatkan beberapa elemen atau kombinasi dari beberapa karakteristik 
Fromberg (1992:43) mendefiniskan bermain pada anak usia dini sebagai 
symbolic, meaning ful, active, pleasure, vo luntary, rule-governed, episodic.
Bermain adalah simbolik (symbolic) karena melibatkan elemen make-believe, 
dimana orang, objek, ide-ide mungkin menyenangkan. Dalam bermain, orang dan 
objek digunakan sebagai simbol untuk orang atau objek yang lain. Contoh, ketika 
anak bermain menggunakan sepotong sendok sebagai pesawat terbang atau bantal 
guling sebagai bayi. Penggunaan simbol da-lam bermain juga dapat diamati dalam 
bermain kata-kata atau coret - mencoret. 
Bermain merupakan sesuatu penuh arti (meaningful), karena bermain membuat 
perasaan (sense) dalam menyentuh pengalaman nyata dan penuh arti. Bermain 
juga merefleksikan apa yang diketahui dan dapat dilakukan anak untuk 
membangun pengetahuan, keterampilan, dan pengertian. 
Bermain adalah aktif (active), karena setiap bermain melibatkan aktivitas, baik 
aktivitas fisik maupun mental dari para pemain. 
Bermain adalah menyenangkan (pleasurable), karena para pemain memperoleh 
pengalaman menyenangkan. Oleh karena senang dan menikmati permainan, anak-anak 
dapat bermain berjam-jam lamanya seakan-akan tanpa merasakan lelah. 
Bermain merupakan kegiatan sukarela (voluntary), karena keterlibatan anak dalam 
bermain didasarkan pada motivasi instrinsik. Dengan kata lain, bermain tidak 
dapat dipaksakan kepada seseorang untuk melakukannya. Seseorang dapat terlibat 
untuk bermain atau menolak atau mengubah aturan permainan. 
Bermain dengan menggunakan aturan (rule-governed), karena semua permainan 
mempunyai aturan dalam memainkannya, seperti aturan dalam hal waktu, 
peralatan yang digunakan, dan usia pemain. Aturan dalam bermain juga dapat 
dibuat dan disepakati bersama sebelum permainan dimulai. 
Bermain dilakukan dalam fase-fase (episodic), yaitu permulaan, pertengahan, dan 
akhir. Fase dalam bermain merefleksikan kelanjutan dari suatu tema. 
Terkait karakteristik di atas, Dockett  Fleer (2000:18) merangkum tentang 
bermain:
... our definition of play incorporates several elements which, when combined, 
contribute to the disposition to play and the communica tion of this to others. The 
play that occurs does so in a social and cul tural context and reflects children's 
understanding of the things thnt are valued within that context. 
Mengacu kepada definisi modern sebagaimana di atas, dalam penelitian ini, 
bermain didefinisikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan sejumlah 
karakteristik, yaitu simbolik, bermak na, aktif, menyenangkan, sukarela, meng-gunakan 
aturan, dan dilakukan dalam beberapa tahapan. Dalam bermain anak 
menggunakan objek berupa sejumlah alat permainan; penuh arti, yaitu untuk 
meningkatkan daya fantasi, imajinasi, dan kreativi tas anak; dimainkan secara 
aktif; dalam suasana menyenangkan; dengan menggunakan aturan yang pada awal 
permainannya dibimbing oleh guru; dan dilakukan dalam beberapa fase. 
BBermain sebagai Bagian dari Program PAUD 
Bermain menjadi bagian penting dalam Pendidikan Anak Usia Dini 
(PAUD). Froebel (1887), seorang tokoh sekaligus penggagas Kindergarten 
(dunia), mendeskripsikan adanya hubungan yang kuat antara bermain dan belajar, 
sebab melalui bermain anak belajar. Bermain juga dapat digunakan untuk 
meningkatkan belajar anak, termasuk rasa percaya diri sehingga sangat beralasan 
jika bermain dimasukkan dalam kurikulum pendidikan bagi anak usia dini (Isaacs, 
1933; Curtis, 1998; Phillip, 1987 dalam Dockett  Fleer, 1999). Bahkan menurut 
Hoorn et al. (1993:9), play is at center of the early childhood curriculum. 
Bermain bagi anak usia dini adalah be ; belajar adalah bermain itu sendiri. 
Bermain merupakan sarana belajar bagi anak usia dini (Beaty, 1996). 
Melalui bermain anak-anak dapat mengenal dan berinteraksi dengan 
lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan dan 
pertumbuhan. Oleh karena pentingnya bermain dalam pendidikan anak-anak usia 
dini, Departemen Pendidikan Nasional menjadikannya sebagai prinsip belajar, 
yaitu belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar” (Depdiknas, 2001, 
2003, 2007).
Pada dasarnya, inti dari pendidikan anak usia dini adalah memenuhi 
kebutuhan perkembangan individu melalui kegiatan yang tepat dan sesuai 
(developmentally appropriate practice) (Bre-dekamp, 1987 dalam Mal-lori  
New, 1994; Semi-awan, 2003). Bermain adalah inti (core) dari developmentally 
appropriate practice, menggambarkan program yang didasarkan pada teori dan 
riset perkembangan anak (Hoorn et al, 1993). 
Konsensus mengenai inti program pendidikan untuk melayani anak usia 
dini berdasarkan pada kebutuhan perkembangan anak (developmentally 
appropriate practice), telah dipublikasikan oleh the National Association for the 
Education of Young Children (NAEYC) sejak tahun 1987 dan ditegaskan pada 
konferensi di Denver, 1991 (Bredekamp, 1991 dalam Mal-lory  New, 1994). 
Kebutuhan anak usia dini dalam belajar adalah mengoptimalkan fungsi 
dari tugas-tugas perkembangan, yaitu kognitif (intelektual), fisik/motorik, emosi, 
dan sosial (Macintyre, 2002; Hurlock, 1980). Tugas-tugas perkembangan ini 
dipenuhi melalui bermain sambil belajar, baik sendiri maupun berteman; dengan 
atau tanpa alat; di luar (out door) ataupun di dalam ruangan (in door). 
CTeori-Teori Bermain 
Pada dasarnya teori bermain dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu 
teori-teori klasik (abad 19) dan teori-teori modern (sesudah tahun 1920). 
Kelompok yang termasuk teori klasik, yaitu the Surplus Energy Theory, the 
Recreation Theory, the In-stinct-Practice Theory, the Recapitulation Theory, dan 
the Catharsis Theory. Sedangkan kelompok teori modern atau teori kontemporer 
atau lebih dikenal teori dinamik meliputi Psychoanalytic, Arousal Modulation, 
Metacommunicative, dan Cognitive Theories of Play. 
1 Teori-Teori Klasik tentang Bermain 
The Surplus Energy Theory memandang bahwa manusia hidup secara 
konstan memproduksi energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya seperti bekerja. Apabila energi yang diproduksi tersebut tidak dipakai, 
maka manusia menghabiskannya melalui kegiatan bermain. Dengan kata lain 
bahwa bermain sebagai bentuk kelebihan energi pada manusia. 
The Recreation Theory atau Relaxation Theory memandang bahwa 
bermain sebagai kesibukan untuk rekreasi atau kegiatan relaksasi. Kebalikan 
dengan teori sebelumnya, teori ini justru dimaksudkan sebagai cara untuk 
memulihkan energi melalui relaksasi. 
The Instinct-Practice Theory atau Pre-exercise Theory memandang bahwa 
bermain sebagai aksi latihan persiapan untuk berperan di masa mendatang ketika 
dewasa. Hal ini berarti bahwa nilai bermain bagi individu untuk mengembangkan 
kapasitas, haik tisik maupun mental. Kesiapan fisik dan men-tal tersebut 
mendukung untuk masa depan seseorang. 
The Récapitulation Theory memandang bahwa bermain se-hagai tahapan 
dari evolusi manusia. Individu menggunakan hrrmain untuk berpindah dari cara-cara 
primitif dan mempersiapkan diri menuju kehidupan modern. Kegiatan 
memanjat (dimbing) dan berayun (swinging) misalnya merupakan tahapan 
hinatang. Anak-anak melakukan kegiatan ini karena merupakan evolusi ma-nusia 
menuju kehidupan modern. 
The Catharsis Theory memandang bahwa bermain sebagai kegiatan 
katarsis. Melalui bermain individu mengekspresikan emosinya (Dockett  Fleer, 
2000; Saracho  Sprodek, 1998). 
Dari berbagai teori bermain klasik tersebut dapat disimpulkan bahwa 
bermain telah digunakan sejak lama sebagai sarana untuk mengembangkan 
kapasitas individu baik fisik maupun mental. 
Beberapa dari teori klasik tentang bermain tersebut dijadikan basis 
lahirnya teori-teori bermain kontemporer, seperti Icori The Instinct-Practice 
Theory atau Pre-exercise Theory yang digunakan Piaget (1962) dan Smilanksy 
(1968) dalam menjelaskan tentang bermain; The Catharsis Theory sebagai fondasi 
pendekatan psikoanalitik untuk bermain.
2 Teori-teori Dinamik tentang Bermain 
a Teori Bermain Psikoanalitik 
Paham psikoanalitik memandang bermain sebagai cara anak-anak 
untuk membantu mereka menguasai konflik dan pengalaman traumatik. 
Dengan bermain anak akan memperoleh pengalaman katarsis, yakni dengan 
cara melepaskan emosi negatif yang tidak mampu dikontrol dalam kehidupan 
mereka. 
Setelah mampu menguasai konflik dalam dirinya, anak juga mampu 
mengelola situasi stres atau pengalaman traumatik yang akan berpengaruh 
setelah mereka dewasa. Untuk tujuan tersebut, anak-anak seperti mempunyai 
kebutuhan untuk selalu mengulangi permainan yang sama. Terkait hal tersebut 
Takh-var, (1988 dalam Dockett  Fleer, 2000: 42) menjelaskan: 
Psychoanalytic views of play highlight the ways in which children can 
use play to help them master events that they find traumatic or stressful. Such 
mastery is achieved through repetitive play, where children play out the same 
things over and over again. As people become more adept and experienced at 
managing stressful situations—often as they become adults—psychoanalytic 
theory predicts that there is less need for repetitive play. Play then, is the 
province of childhood because children are less able to manage traumatic 
experiences. 
Anak usia dini tengah menjalani tugas-tugas perkembangannya 
(developmental tasks), yaitu kognitif, fisik/motorik, emosi, dan sosial 
(Hurlock, 1980). Pendekatan psikoanalitik terhadap bermain, menekankan 
pada penguasaan perkembangan [the development of mastery) dan 
menggunakan bermain sebagai katarsis (Dockett  Fleer, 2000). Mengingat 
pentingnya elemen tersebut, memunculkan inisiatif terutama dari kalangan 
pendidik untuk menciptakan lingkungan bermain yang dapat membantu anak-anak 
mengembangkan kompetensi dan sense of control mereka. Pemanfaatan
lingkungan bermain untuk anak-anak merupakan dasar dari teori psikoanalitik 
mengembangkan terapi bermain [play therapy). 
b Teori bermain Arousal/Modulasi 
Teori bermain modulasi berasal dari teori behavioral yang difokuskan 
pada asosiasi antara stimulus dengan respons. Berly-ne (1960, dikutip Dockett 
 Fleer, 2000). menjelaskan bermain sebagai cara untuk memelihara 
keseimbangan tingkat modulasi. Jika anak-anak kelebihan stimulasi, maka 
menaikkan level modulasi dan beberapa kegiatan diperlukan terutama bermain 
untuk menguranginya. 
Dalam konteks yang sedikit berbeda dari teori tersebut, Ellis (1973, 
dalam Saracho  Spodek, 1998) berasumsi bahwa orang mencari stimulasi 
melalui pengalaman sensorik. Dalam konteks ini, orang-orang tidak 
memelihara perhatiannya kepada sesuatu yang dikenal. Perhatian meningkat 
jika sesuatu yang baru diperkenalkan. Menurut Ellis, individu memerlukan 
informasi lambahan agar stimulasinya bertambah. Bermain adalah salah satu 
cara untuk menerima hal tersebut. 
Dari teori ini direkomendasikan penggunaan lingkungan bermain di 
luar [out door) yang dilengkapi dengan bermacam-macam perlengkapan 
dalam pendidikan anak usia dini, seperti papan titian, papan luncur, tangga 
gantung, tangga majemuk, ayunan dan sebagainya. 
c Teori bermain Metakomunikatif 
Teori bermain metakomunikatif dipelopori oleh Bateson's (1955, 1976, 
dalam Dockett  Fleer, 2000), yang memandang bermain sebagai deskripsi 
kerangka (frames) dan pemasangan (,framing). Bagi Bateson's, bermain terjadi 
sebagai suatu peristiwa dalam suatu kerangka, dimana semua terlibat secara 
pasti apa yang terjadi dalam bermain. Kerangka bermain digambarkan sebagai 
kerangka psikologi yang menandakan terjadi aksi dalam bermain. Anak-anak 
menggunakan komunikasi dan memasuki metakomunikatif untuk menandakan 
bahwa mereka sedang bermain berbagi. Peranan bermain juga berkaitan dalam
perkembangan kognitif terutama dalam bermain sosial dan yang bersifat kerja 
sama. Dalam permainan yang bersifat kerja sama, anak dapat menerima atau 
menolak pandangan atau ide-ide orang lain dalam merencanakan bermain 
bersama. 
Teori Metakomunikatif Bateson berperan penting dalam memahami 
peranan komunikasi dan konteks dalam bermain. Melalui komunikasi para 
pemain membangun kerangka saling 
Bermain sebagai metakomunikasi Bateson (1955) bukan terletak pada 
tema bermain, akan tetapi cara dimana anak-anak belajar untuk menerima dan 
berkomunikasi dalam permainan itu (Takhvar, 1988 dalam Dockett  Fleer, 
2000). 
Dari teori metakomunikasi Bateson, dapat diambil beberapa hal 
penting, yaitu pertama, bermain terjadi sebagai suatu kerangka peristiwa 
dalam memahami peranan komunikasi dan konteks dalam bermain. Hal ini 
berarti bahwa hakikat bermain bukan terletak pada tema permainan, tetapi 
pada cara anak-anak belajar untuk saling menerima dan berkomunikasi. 
Kedua, melalui bermain, anak-anak dapat memajukan perkembangan kognitif, 
terutama melalui bermain sosial dan kerja sama. 
d Teori Bermain Kognitif 
Perkembangan kognitif melibatkan bagaimana anak berpikir, 
bagaimana mereka melihat dunia, dan bagaimana menggunakan apa yang 
mereka pelajari. Salah satu ciri perkembangan kognitif anak usia dini adalah 
kemampuan mereka menggunakan imajinasi dan kreatif dalam berpikir, 
seperti bermain ber-pura-pura menjadi polisi, astronot, guru, atau bayi dan 
memerankan perilaku-perilaku tersebut (Dodge et al., 2002, Santrock, 1988). 
Bermain sebagai tiang dasar (corestone) perkembangan intelektual 
dipelopori oleh pandangan konstruktivistik dari Piaget dan Vygotsky; yang 
mengetengahkan bermain sebagai tiang dasar (corestone) peranan bermain 
dalam membangun pengetahuan (construct of knowledge)[Hoorn et al., 1993;
Dodge et al., 2002). Dalam konteks perkembangan anak, ada tiga tipe 
pengetahuan, yaitu physical knowledge, logical-matematical knowledge, dan 
social knowledge (Hoorn et al., 1993). 
Bermain juga sebagai tiang dasar imajinasi dan kreativitas (Iloorn et 
al., 1993). Hal ini berarti bermain dapat membantu anak dalam 
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, adaptif, luwes, dan imajinatif 
(Singer, 1973; Singer  Singer, 1980; 1985; Frank  Caplan, 1973; Walker et 
al., 1967). 
Piaget (1962, dalam Saracho  Spodek, 1998) mendeskripsikan 
bermain berdasarkan pada tahap-tahap dari teori perkembangan kognitif, yaitu 
sensorimotor, pra-operasional, dan operasi kongkrit. Setiap tahap dari 
perkembangan tersebut menggambarkan jenis dan fungsi bermain yang 
berbeda. 
Piaget (1962) meyakini bahwa bermain mempunyai kekuatan kognitif. 
Bermain dapat menaikkan struktur mental melalui penggunaan tanda-tanda 
[signs) dan alat-alat [tools) yang kemudian menaikkan perkembangan bahasa 
dan berpikir. Individu menggunakan kemampuan ftsik dan mental mereka 
dalam bermain imajinatif untuk mengubah pengalaman mereka. Melalui 
bermain, individu menjelajah dunia, mengembangkan kemampuan untuk 
menguasai dunia, dan menumbuhkembangkan kreativitas (Singer, 1973 dalam 
Saracho  Spodek, 1998). 
Menurut teori Piaget, anak-anak membangun pengetahuannya melalui 
proses akomodasi dan asimilasi (Morrison, 1988; Hoorn et al., 1993; Saracho 
 Spodek, 1998; Dockket  Fleer, 2000). Proses ini untuk mencapai 
keseimbangan atau equilibrium, antara apa yang dikenal dan dialami anak. 
Melalui proses asimilasi, informasi menyatu (incorporated) ke dalam 
pengetahuan dan pemahaman yang ada. Jika informasi tidak sesuai 
(incompatible) dengan struktur mental yang ada, maka struktur ini berubah 
untuk menampung (accommodate) informasi baru tersebut (Morrison, 1988;
Dockett  Fleer, 2000; Saracho  Spodek, 1998). Pembahasan proses 
akomodasi dan asimilasi ini sempat disinggung pada butir 3 bagian a dalam 
bab ini. 
Disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir, Piaget (1962) 
membagi bermain menjadi tiga jenis, yaitu bermain fungsional atau bermain 
sensori-motor (sensory-motor play), bermain simbolik (symbolic play), dan 
permainan dengan aturan [rule-governed play) (Saracho  Spodek, 1998: 
Dockett  Fleer, 2000). 
Bermain fungsional atau lebih dikenal dengan bermain sensori-motor 
melibatkan pengulangan objek atau aksi yang digunakan. Menurut Piaget, 
anak-anak (usia 0-2 tahun) belajar tentang dunia melalui sensori dan aksi 
gerak (motor) dan mereka selalu mengulangi aksi tersebut untuk kesenangan. 
Piaget mencontohkan, bagaimana aksi menyenangkan mengisap jari-jari kaki, 
seorang bayi dalam menemukan dunianya. Pada bulan-bulan pertama 
kehidupan, bayi menjelajah dan bermain melalui tubuhnya untuk mengenal 
benda-benda dan orang yang ada disekitarnya. Semakin tinggi usia anak 
semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dan berubah jenis kesenangan 
anak untuk bermain. (Dockett  Fleer, 2000). 
Bermain simbolik atau bermain pura-pura [pretend play) merupakan 
jenis permainan untuk anak-anak yang berada pada tahap perkembangan pra-operasional. 
Tentang bermain simbolik, Dockett  Fleer, (2000:53) 
menyatakan: ... one thing is 'treated as if it were something else'. The use of 
symbols means that it is not necessary to have the actual objects or people that 
are being represented. Because of their ability to mentally represent objects. 
Dalam bermain simbol, anak-anak mampu memisahkan dunia mental 
dari dunia nyata (Piaget, 1962). Anak dapat bermain sendiri (solitary) berjam-jam 
lamanya hanya dengan menggunakan benda-benda yang dianggap nyata 
seperti sendok sebagai pesawat terbang, rangkaian balok sebagai kereta tipi, 
boneka sebagai bayi hidup, atau daun sebagai piring. Anak |uga dapat
memerankan dirinya sebagai seorang ibu (bagi anak perempuan), dokter yang 
suka mengobati, dan polisi yang suka mengatur dengan peluit. 
Berkaitan dengan bermain pura-pura, Piaget (1945/1962) menyatakan 
bahwa perilaku tersebut muncul dalam bentuk yang berbeda-beda, yaitu 
bermain pura-pura secara sendiri (solitary pretend play) dan sosial (social 
pretend play) atau ben-luk sosiodrama. Social pretend play melibatkan orang 
dewasa, si-perti ibu, guru atau tutor, dan teman sebaya (Dunn  Dale, 1984 
dalam Saracho  Spodek, 1998). Contoh bermain pura-pura antara lain 
masak-masakan, perang-perangan, keluarga-keluargaan (misalnya anak A jadi 
ayah, B jadi ibu, C jadi anak dan seterusnya. 
Permainan dengan aturan (rule-governed play) merupakan jenis 
bermain yang menggunakan aturan-aturan lebih formal ditetapkan 
sebelumnya, contohnya bermain kelereng, kucing-kucingan, sepak bola. 
Peraturan dikaitkan siapa yang boleh bermain, apa sasaran dari permainan 
tersebut dan apa legitimasi dalam permainan. Hal ini bukan berarti jenis 
permainan yang lain tanpa aturan, tetapi aturan yang dibuat disesuaikan 
dengan situasi dan keinginan anak-anak. Dalam permainan fungsional dan 
simbolik, anak-anak mengatur sendiri atau ber-sama-sama objek dan peran 
yang dimainkan. Berbeda halnya bermain dengan aturan karena mengandung 
nilai kompetisi di antara pemain maka ada aturan yang lebih formal. 
Dari tiga tahap bermain berdasarkan perkembangan kognitif dari 
Piaget tersebut, Smilansky (1968, dalam Hoorn et al., 1993) menambahkan 
satu tahapan, yaitu bermain konstruktif. Bermain konstruktif adalah permainan 
dengan menggunakan bahan-bahan (materials) yang disusun atau dikonstruksi 
sesuai kreativitas anak, sehingga menjadi suatu karya, misalnya potongan-potongan 
balok, lego, plastisin menjadi bangunan rumah, jempatan, binatang, 
robot. Berdasarkan investigasi Smilansky, bermain konstruktif berada di 
antara tahap bermain sensori-motor dengan bermain simbolik. Jika satu 
tahapan tersebut dimasukkan ke dalam tahapan Piaget maka menjadi empat 
tahapan, yaitu bermain sensori-motor, konstruktif, simbolik, dan bermain
dengan aturan (Dockett  Fleer, 2000; Saracho  Spodek, 1998; Dodge et al., 
2002). 
Bermain anak-anak dipengaruhi oleh peralatan (equipment) dan bahan-bahan 
(materials). Anak-anak lebih banyak menggunakan balok-balok dalam 
bermain konstruktif (Pellegrini, 1985 dalam Saracho  Spodek, 1998). 
Penggunaan perlengkapan dan bahan-bahan dipengaruhi oleh variabel-variabel, 
seperti budaya, kontekstual, dan intra-personal. 
Di samping Piaget, pandangan lain tentang bermain yang banyak 
diterima di kalangan praktisi dan peneliti berasal dari hasil riset Vygotsky 
(1967). Berpijak dari gagasan Piaget, Vygotsky mendeskripsikan peranan 
bermain dalam perkembangan kognitif dan sosial (Roopnarine  Johnson, 
1993; Hoorn et al., 1993; Dodge et al., 2002). Vygotsky meyakini bahwa 
konflik dan pemecahan masalah (problem solving) merupakan bagian penting 
dalam perkembangan. Ia menyatakan bahwa bermain menciptakan a zone of 
proximal development pada anak-anak usia prasekolah. Zona tersebut 
didefinisikan sebagai the dis-lance between the actual developmental level as 
determined by independent problem solving and the level of potential 
development as determined through problem solving under adult guidance or 
in collaboration with more capable peers. (Vygotsky, 1978, dalam Saracho  
Spodek, 1998:50). 
Menurut Vygotksy (1978), ketika anak mengajak bermain mereka 
mulai memisahkan berpikir dari tindakan dan objek dan mengadopsi perilaku 
mengatur diri [self-regulated). Setiap kemampuan tersebut berkontribusi 
dengan perkembangan kognitif (Dockett  Fleer, 2000). Vygotsky 
menyatakan bahwa landasan terpenting dari bermain adalah pengalaman 
sosial. Bermain merupakan cara sosial pengalaman simbolik. Ketika anak-anak 
bermain sendiri, mereka dipengaruhi oleh cara-cara dan pengalaman 
yang berperan dalam masyarakat dan budaya dengan menggunakan simbol 
sosial. Vygotsky mencontohkan: even if they are playing alone at being 
mother, the way the mother acts and what the mother does has social dan
cultural origins, and would be different in different social and cultural 
settings. (Dockett  Fleer, 2000:63). 
Dalam Imagination and Creativity in Childhood (1930/1990), 
Vygotsky mengemukakan bahwa anak menggunakan manipulasi objek dalam 
bermain berperan penting dalam mengembangkan kreativitas sama halnya 
dengan perkembangan anak dari kapasitas berpikir abstrak (Saracho  
Spodek, 1998). Vygotsky (1930/1967 dalam Saracho  Spodek, 1998:51), 
menyatakan: 
... an early age we find children have creative processes, which are 
expressed in children's play. The child who straddles a stick imagining that he 
is riding a horse, or the girl who plays with doll imagining herself the mother, 
or the child who in play changes into a highwayman, a Red Army soldier, or a 
sailor—all these playing children represent examples of early forms of 
creativity. 
DC Peran Guru Membantu Anak Usia Dini Bermain 
Pada masa lampau, para guru meyakini bahwa untuk membantu anak 
bermain cukup dengan menyediakan lingkungan yang telah direncanakan dengan 
baik. Sekarang, cara terbaik bagi anak bermain adalah melibatkan peran orang 
dewasa (guru) untuk mengajarkan secara langsung dan berpraktik apa yang 
dipelajarinya (Rudolph  Cohen, 1964; Dodge et al., 2002; Hoorn et al., 1993). 
Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa guru dibutuhkan untuk 
menjadi observer ahli bagi anak (Beaty, 1998; Roopnarine  Johnson, 1993), 
menyadarkan apa yang harus dilakukan, dan apa langkah berikut yang dibutuhkan 
(Dodge et al., 2002). 
Orang dewasa berperan penting dalam membantu bermain agar anak 
memperoleh pengalaman belajar (Beaty, 1996, 1998; Walker et al., 1967). Dalam 
permainan, anak-anak perlu memahami banyak hal, antara lain cara bermain, 
aturan-aturan, peralatan yang digunakan, dan tempat dimana permainan
dilaksanakan. Di samping itu, oleh karena jenis permainan banyak ragamnya, 
sehingga banyak pula aturan atau cara bermain yang harus diketahui anak. 
Beberapa peranan orang dewasa dalam permainan anak, dikemukakan oleh 
Dockett  Fleer (2000:171): 
... in which adults can support, encourage, guide, and promote play. 
Whether it be as an educator, parent, interested observer or participant, adults who 
value play as an important learning experience and who actively support that play 
make a difference to the type and level of play that occurs. 
...cara terbaik bagi anak bermain adalah melibatkan peran orang 
dewasa (guru).. 
Dalam the Creative Curriculum yang menempatkan bermain sebagai alat 
belajar, Dodge et al. (2002:165), mengemukakan bahwa pada intinya terdapat tiga 
peranan guru dalam belajar anak-anak usia dini, yaitu mengamati (observing) 
anak, membimbing (guiding) anak belajar, dan menilai (assessing) anak-anak 
belajar. 
Mengamati dimaksudkan untuk mengetahui anak dengan cara melihat apa 
yang dilakukan dan mendengar apa yang dikatakannya. Apa yang dilihat dan 
didengar guru sangat berguna untuk membimbing anak belajar. Dodge et al. 
(2002) menyarankan observasi tersebut meliputi gambaran tindakan anak, bahasa, 
gambaran mimik, ekspresi wajah, dan kreasi. 
Membimbing dimaksudkan bagaimana guru mengggunakan strategi 
pembelajaran untuk membantu anak sesuai topik belajar dan minat. Dalam 
membimbing anak bermain, The National Research Council Amerika (2001) 
menggunakan dua strategi, yaitu Child-Initiated Learning dan Teacher-Directed 
Learning. Child-Ini-liated Learning merupakan strategi yang efektif jika guru 
ingin anak mengeksplorasi dan membangun pemahaman terhadap diri mereka 
sendiri. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri termasuk dalam memilih 
kegiatan, tindakan, bahan-bahan, dan cara sesuai minat mereka.
Sementara dalam Teach-er-Directed Learning, melibatkan perencanaan 
bagaimana mengajarkan konsep atau keterampilan; bahan-bahan yang dibutuhkan; 
apakah secara individual, kelompok kecil atau kelompok besar; dan 
mengajarkannya kepada anak. 
Observing Guiding Assessing 
Menilai merupakan proses pengumpulan informasi tentang anak untuk 
membuat keputusan. Browman et al. (2001 dalam Dodge et al., 2002:199) 
mengidentifikasi empat tujuan menilai, yaitu untuk (1) membantu belajar, (2) 
mengidentifikasi kebu tuhan khusus (special needs), (3) mengevaluasi dan 
monitoring program, dan (4) akuntabilitas program sekolah. 
Menurut Decker  Decker (1992:318), secara umum terdapat tiga tujuan 
dalam menilai (assessment), yaitu (1) digunakan untuk tujuan penempatan dan 
praktik, (2) perencanaan kurikulum, dan (3) evaluasi program. 
Orang dewasa dapat berperan dalam beberapa cara dalam bermain anak, 
yaitu dengan cara langsung dan tak langsung. Secara langsung, orang dewasa 
berperan sebagai pemain [player), pemandu atau tutor; secara tak langsung, 
berperan sebagai seorang manajer (pengelola); dan peran di antara keduanya, 
yaitu sebagai fasilitator atau mediator (Dockett  Fleer, 2000; Dodge et al, 2002) 
Sebagai pemain, orang dewasa terlibat dan berinteraksi lang sung dengan 
anak dalam bermain, termasuk dalam merencanakan permainan, menyepakati 
aturan dan mengikuti bermain bersama. 
Sebagai manajer, orang dewasa berperan dalam mengorganisasikan 
lingkungan bermain yang aman dan nyaman, mengatur efisiensi waktu, ruang 
yang representatif, dan sumber-sumber atau bahan-bahan bermain yang 
dibutuhkan. Jones dan Reynold (1992) menekankan pentingnya peran orang 
dewasa dalam mengelola anak bermain, sebagaimana dinyatakan dalam Dockett 
 Fleer, 2000:172): ... of adults organising and reorganising the environment to 
present materials in an ordered way that makes sense to children.
Sebagai fasilitator atau mediator, orang dewasa berperan dalam 
memberikan bimbingan dan bantuan termasuk mengajarkan keterampilan dan 
menginterpretasikan bermain un-tuk anak. Ia juga dapat bertindak sebagai orang 
yang dapat membantu anak dalam mengatasi masalah dalam bermain dan menjadi 
mediasi terhadap cara bermain yang berbeda (Dockett, 1995). 
Orang dewasa adalah guru anak usia dini (teacher), guru pendamping 
[assistant teacher), dan pengasuh (caregiver) yang membantu anak bermain. Guru 
berperan sebagai manajer (organisator dan fasilitator). Peranan guru sebagai 
manajer, yaitu mengorganisasikan bermain, seperti menyiapkan tempat dan alat 
bermain, dan mengatur anak-anak, dan memfasilitasi agar bermain dapat 
menyenangkan. 
Terkait perannya sebagai manajer, guru melakukan kegiatan berikut: (1) 
memilih dan menyiapkan tempat/ruangan, (2) menyediakan peralatan dan bahan 
untuk bermain, (4) mengorganisasikan anak bermain, (5) mengatur efektifitas 
waktu, dan (6) membereskan tempat dan alat bermain. 
Sebagai seorang fasilitator, guru bertindak sebagai orang yang 
membimbing anak mengenai cara dan aturan bermain lennasuk bertindak sebagai 
pemecah masalah bagi anak dalam bermain. 
E/Fungsi Bermain untuh Terapi atau Konseling 
Sama halnya seperti orang dewasa, anak usia dini juga sering kali 
mengalami masalah, terutama berkaitan dengan perkembangannya. Tak jarang 
guru taman kanak-kanak menemukan anak mengalami masalah mulai dari derajat 
ringan hingga berat. Masalah ringan yang sering dijumpai di lapangan, seperti 
terlalu takut menghadapi dunia luar, belum siap berpisah dengan ibu (biasanya 
awal masuk sekolah), menaruh curiga berlebihan kepada orang lain, belum berani 
berbicara. Masalah berat padii anak usia dini, mulai dari gangguan perilaku 
(agresif, sering mengganggu, liar dan sulit dikontrol), masalah koordinasi dan
motorik halus, sampai gangguan konsentrasi, gangguan perhati an/mudah beralih, 
autisme, hiperaktif, terbelakang mental, dan lumpuh kedua tungkai. 
Bermain bagi anak usia dini memiliki fungsi yang sangal luas, bukan 
hanya untuk memenuhi tugas perkembangannya melainkan juga digunakan untuk 
mengatasi masalah perkembangan. Bermain dan media bermain banyak 
digunakan oleli konselor sebagai bagian dari proses terapi dalam menangani 
masalah anak-anak. Muro  Kottman (1995:25) menulis: ... the use of play and 
play media in counseling as at least a part of the process... Play allows the 
counselor to capitalize on the flourishing imagination that is now evident in young 
children. 
Keuntungan terapi bermain dalam konseling antara lain (a) anak diberikan 
kebebasan dalam membuat pilihan, (b) bermain membangkitkan fantasi dan 
perasaan uncouncious, (c) bermain bersifat familiar bagi anak, (d) aman dari 
kesalahan pada anak-anak dan orang lain, (e) terapi bermain memberikan anak 
sebuah tempat aman untuk mengeluarkan perasaan, mengerti, dan mengubah 
(Bradley  Gould, 1993; Albon, 1996, dalam Thompson et al., 2004). 
Mengutip temuan ahli (Schaefer, 1993; Sweeney, 1997; dan Kottman, 
2001; dalam Thompson et al., 2004: 408-409) bahwa bermain memiliki 14 
kekuatan terapeutik yaitu: 
; Menyediakan media komunikasi yang baik dengan anak dengan cara 
cepat dan lembut melalui bahasa anak. 
; Kepuasan dalam bermain diperlukan untuk mengeksplorasi dan 
menguasai harga diri anak. Konselor membangun kepercayaan diri 
agar anak bekerja keras dan membuat kemajuan. 
; Mampu meningkatkan keterampilan problem solving agar solusi 
inovatif pada dilema dapat terjadi. Bermain memberikan kesempatan 
untuk berkreativitas dan solusi imajinatif.
; Anak dapat melepaskan kekuatan emosi mereka yang sulit 
dikonfrontasi. Keringanan rasa (sense) dapat menjadi pengalaman 
yang baik untuk pertumbuhan anak. 
; Dalam bermain, anak dapat memproses dan menyesuaikan kesulitan-kesulitan 
oleh simbolisasi mereka dengan ekpresi emosi yang tepat. 
Bermain memberikan anak-anak tempat untuk melakukan kembali 
sehingga mampu menguasai pengalaman negatif. 
; Anak-anak dapat mempraktikkan perilaku baru dan mengembangkan 
empati untuk orang lain. 
; Anak menggunakan imajinasi mereka untuk membuat perasaan dari 
realitas yang menyakitkan. Mereka juga dapat bereksperimen dengan 
kemungkinan mengubah hidup mereka, sebuah proses yang 
diharapkan. 
; Wawasan anak bertambah oleh konflik dan rasa takut melalui kiasan 
(metaphor) yang dihasilkan dalam bermain. Cerita, bermain dapat 
digunakan untuk menemukan situasi berbeda. 
; Anak mengembangkan ikatan dengan konselor dan belajar untuk 
meningkatkan koneksi mereka dengan orang lain. 
; Bermain membangkitkan hubungan terapeutik yang positif, mengikuti 
anak bergerak terhadap aktualisasi diri dan orang lain. 
; Anak-anak sangat menikmati bermain, mereka tertawa dan bercanda. 
; Mengulangi kegiatan bermain dapat membantu mengu rangi 
kecemasan dan rasa takut anak. 
; Permainan membantu anak bersosialisasi dan mengem bangkan 
kekuatan ego. Mereka juga mempunyai kesem patan untuk 
memperluas keterampilan interaksi me reka.
Dalam terapi bermain, telah dikenal penggunaan media atu alat permainan, 
seperti boneka, mobil-mobilan, binatang atau buah-buahan mainan, balok-balok 
dan pistol-pistolan. Media bermain tersebut digunakan untuk (a) memfasilitasi 
hubungan antara konselor dengan anak, (b) meningkatkan ekspresi anak melalui 
perasaan, (c) membantu konselor masuk dalam dunia anak, (d) menyediakan anak 
kesempatan untuk realita tes dan (e) menyediakan anak sebuah pengertian yang 
dapat diterima melalui ekspresi yang tidak dapat diterima melalui perasaan 
(Thompson et al., 2004). 
Konseling untuk anak-anak usia dini telah sering dilakukan oleh para 
konselor di negara seperti Amerika. Pada tahun 1978 misalnya Minuchin dan 
kawan-kawan, dengan menggunakan model Structural Family Therapy melakukan 
konseling terhadap anak-anak yang sebagian berumur 2 sampai 7 tahun (Fishman 
 Fishman dalam Shoolevar  Schwoeri, 2003).

More Related Content

What's hot

ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...
ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM  DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM  DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...
ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...siti nurlaeli
 
Penelitian Terdahulu
Penelitian TerdahuluPenelitian Terdahulu
Penelitian Terdahuluchoirul61
 
Pengujian efisiensi pasar
Pengujian efisiensi pasarPengujian efisiensi pasar
Pengujian efisiensi pasarRudiah Purnami
 
Penerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDM
Penerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDMPenerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDM
Penerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDMNoverino Rifai
 
Daftar riwayat hidup penulis
Daftar riwayat hidup penulisDaftar riwayat hidup penulis
Daftar riwayat hidup penulisAbd Halim
 
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...Indah Dwi Lestari
 
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negaraBab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negaraSyaiful Ahdan
 
Landasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan Hipotesis
Landasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan HipotesisLandasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan Hipotesis
Landasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan HipotesisIrti Andraini
 
Ekonomi manajerial Materi Perubahan Penawaran
Ekonomi manajerial Materi Perubahan PenawaranEkonomi manajerial Materi Perubahan Penawaran
Ekonomi manajerial Materi Perubahan PenawaranArjuna Ahmadi
 
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSGAnalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSGTrisnadi Wijaya
 
Abstrak proposal skripsi
Abstrak proposal skripsiAbstrak proposal skripsi
Abstrak proposal skripsiYudha Haqqi
 
Perbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitian
Perbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitianPerbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitian
Perbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitianWarman Tateuteu
 
Kuisioner pada supermarket
Kuisioner pada supermarketKuisioner pada supermarket
Kuisioner pada supermarketAnggun Puspa
 
Makalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdm
Makalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdmMakalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdm
Makalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdmDianUndari
 
Portofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-saham
Portofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-sahamPortofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-saham
Portofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-sahamJudianto Nugroho
 
Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...
Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...
Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...I Gusti Ngurah Komang Suadnyana
 
Perkembangan bahasa ...
Perkembangan bahasa                                                          ...Perkembangan bahasa                                                          ...
Perkembangan bahasa ...Dedi Yulianto
 

What's hot (20)

ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...
ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM  DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM  DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...
ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO SAHAM DENGAN METODE SHARPE, TREYNOR DAN JENSEN (...
 
Penelitian Terdahulu
Penelitian TerdahuluPenelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu
 
Pengujian efisiensi pasar
Pengujian efisiensi pasarPengujian efisiensi pasar
Pengujian efisiensi pasar
 
Penerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDM
Penerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDMPenerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDM
Penerapan Teknologi Informasi di Manajemen SDM
 
Daftar riwayat hidup penulis
Daftar riwayat hidup penulisDaftar riwayat hidup penulis
Daftar riwayat hidup penulis
 
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran: Penskalaan, ...
 
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negaraBab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
 
JURNAL PENELITIAN
JURNAL PENELITIAN JURNAL PENELITIAN
JURNAL PENELITIAN
 
Landasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan Hipotesis
Landasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan HipotesisLandasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan Hipotesis
Landasan Teori, Kerangka Berfikir, dan Pengajuan Hipotesis
 
Ekonomi manajerial Materi Perubahan Penawaran
Ekonomi manajerial Materi Perubahan PenawaranEkonomi manajerial Materi Perubahan Penawaran
Ekonomi manajerial Materi Perubahan Penawaran
 
Pengantar Statistika 2
Pengantar Statistika 2Pengantar Statistika 2
Pengantar Statistika 2
 
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSGAnalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan IHSG
 
Abstrak proposal skripsi
Abstrak proposal skripsiAbstrak proposal skripsi
Abstrak proposal skripsi
 
Perbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitian
Perbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitianPerbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitian
Perbedaan artikel penelitian dengan nonpenelitian
 
Kuisioner pada supermarket
Kuisioner pada supermarketKuisioner pada supermarket
Kuisioner pada supermarket
 
Makalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdm
Makalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdmMakalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdm
Makalah resume materi 1 7 dian undari (11150216) 7 n-msdm
 
PNF cervical
PNF cervicalPNF cervical
PNF cervical
 
Portofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-saham
Portofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-sahamPortofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-saham
Portofolio investasi-bab-12-strategi-portofolio-saham
 
Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...
Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...
Analisis Perbedaan Pengaruh Tingkat Inflasi, Kebijakan Suku Bunga, Nilai Tuka...
 
Perkembangan bahasa ...
Perkembangan bahasa                                                          ...Perkembangan bahasa                                                          ...
Perkembangan bahasa ...
 

Viewers also liked

Bermain dan permainan anak usia dini
Bermain dan permainan anak usia diniBermain dan permainan anak usia dini
Bermain dan permainan anak usia diniMasriqon Masriqon
 
Pengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budaya
Pengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budayaPengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budaya
Pengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budayaMade Aditya
 
Kecanduan Game
Kecanduan GameKecanduan Game
Kecanduan GameNoniatha
 
permainan tradisional
permainan tradisional permainan tradisional
permainan tradisional Mitha Ye Es
 
Bermain dan-kreativitas-anak-usia-dini
Bermain dan-kreativitas-anak-usia-diniBermain dan-kreativitas-anak-usia-dini
Bermain dan-kreativitas-anak-usia-dinieloksuciati
 
Topik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanak
Topik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanakTopik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanak
Topik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanakRawiah Al-Adawiah
 
Definisi main
Definisi mainDefinisi main
Definisi mainJane Oon
 
ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...
ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...
ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...izar jk
 
Pengaruh Game Terhadap Prestasi Belajar
Pengaruh Game Terhadap Prestasi BelajarPengaruh Game Terhadap Prestasi Belajar
Pengaruh Game Terhadap Prestasi Belajarpijardhika
 
PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR
PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR
PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR ripto atmaja
 
Pengembangan AUD Holistik Integratif
Pengembangan AUD Holistik IntegratifPengembangan AUD Holistik Integratif
Pengembangan AUD Holistik IntegratifMohammad Fauziddin
 

Viewers also liked (14)

Bermain dan permainan anak usia dini
Bermain dan permainan anak usia diniBermain dan permainan anak usia dini
Bermain dan permainan anak usia dini
 
Pengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budaya
Pengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budayaPengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budaya
Pengaruh game terhadap kehidupan sosial dan budaya
 
Teori-Teori Bermain
Teori-Teori Bermain Teori-Teori Bermain
Teori-Teori Bermain
 
Kecanduan Game
Kecanduan GameKecanduan Game
Kecanduan Game
 
permainan tradisional
permainan tradisional permainan tradisional
permainan tradisional
 
Bab vi bermain
Bab vi bermainBab vi bermain
Bab vi bermain
 
Bermain dan-kreativitas-anak-usia-dini
Bermain dan-kreativitas-anak-usia-diniBermain dan-kreativitas-anak-usia-dini
Bermain dan-kreativitas-anak-usia-dini
 
Topik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanak
Topik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanakTopik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanak
Topik 1 (bermain) dalam pendidikan awal kana-kanak
 
Konsep dasar bermain
Konsep dasar bermainKonsep dasar bermain
Konsep dasar bermain
 
Definisi main
Definisi mainDefinisi main
Definisi main
 
ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...
ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...
ANALISIS PERUBAHAN TINGKAHLAKU( Dampak Game Online Terhadap Perilaku Sosial R...
 
Pengaruh Game Terhadap Prestasi Belajar
Pengaruh Game Terhadap Prestasi BelajarPengaruh Game Terhadap Prestasi Belajar
Pengaruh Game Terhadap Prestasi Belajar
 
PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR
PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR
PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PELAJAR
 
Pengembangan AUD Holistik Integratif
Pengembangan AUD Holistik IntegratifPengembangan AUD Holistik Integratif
Pengembangan AUD Holistik Integratif
 

Similar to Bab vi bermain

Materi I Pengantar Permainan Anak.pdf
Materi I Pengantar Permainan Anak.pdfMateri I Pengantar Permainan Anak.pdf
Materi I Pengantar Permainan Anak.pdflistu1
 
Kkbi murid & alam belajar part esei
Kkbi murid & alam belajar part eseiKkbi murid & alam belajar part esei
Kkbi murid & alam belajar part eseiQayyum Sobri
 
Riview Jurnal Hakikat dan Signifikansi Permainan
Riview Jurnal Hakikat dan Signifikansi PermainanRiview Jurnal Hakikat dan Signifikansi Permainan
Riview Jurnal Hakikat dan Signifikansi PermainanArdhinw
 
fdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.ppt
fdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.pptfdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.ppt
fdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.pptlinda wulan riana
 
Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik
Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik
Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik Baldwine Honest
 
Media permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konseling
Media permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konselingMedia permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konseling
Media permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konselingRichard Anderson
 
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"Nur_halimah_tusyadyah
 
Bahan ajar bermain dan permainan
Bahan ajar bermain dan permainanBahan ajar bermain dan permainan
Bahan ajar bermain dan permainanMasriqon Masriqon
 
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AWPERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AWDjoko Adi Walujo
 
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AWPERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AWDjoko Adi Walujo
 
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARANPERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARANDjoko Adi Walujo
 
Stimulasi tumbuh kembang dengan bermain
Stimulasi tumbuh kembang dengan bermainStimulasi tumbuh kembang dengan bermain
Stimulasi tumbuh kembang dengan bermainEcho's Mmhg
 
EDU 3103 Murid Alam Belajar
EDU 3103 Murid Alam Belajar EDU 3103 Murid Alam Belajar
EDU 3103 Murid Alam Belajar Stephanie Unsil
 

Similar to Bab vi bermain (20)

Gaming
GamingGaming
Gaming
 
Materi I Pengantar Permainan Anak.pdf
Materi I Pengantar Permainan Anak.pdfMateri I Pengantar Permainan Anak.pdf
Materi I Pengantar Permainan Anak.pdf
 
Kkbi murid & alam belajar part esei
Kkbi murid & alam belajar part eseiKkbi murid & alam belajar part esei
Kkbi murid & alam belajar part esei
 
Teori bermain
Teori bermainTeori bermain
Teori bermain
 
Riview Jurnal Hakikat dan Signifikansi Permainan
Riview Jurnal Hakikat dan Signifikansi PermainanRiview Jurnal Hakikat dan Signifikansi Permainan
Riview Jurnal Hakikat dan Signifikansi Permainan
 
fdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.ppt
fdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.pptfdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.ppt
fdokumen.com_bermain-mainan-dan-permainan-56cec0d2aa4cb.ppt
 
psikologi bermain anak
psikologi bermain anakpsikologi bermain anak
psikologi bermain anak
 
Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik
Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik
Baldwine Honest in Laporan kegiatan wisata akademik
 
Media permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konseling
Media permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konselingMedia permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konseling
Media permainan-dan-seni-dalam-bimbingan-dan-konseling
 
Model pembelajaran di tk
Model pembelajaran di tkModel pembelajaran di tk
Model pembelajaran di tk
 
MBE12503
MBE12503MBE12503
MBE12503
 
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
Review Game Anak Usia Dini "Freeding Frenzy"
 
Bahan ajar bermain dan permainan
Bahan ajar bermain dan permainanBahan ajar bermain dan permainan
Bahan ajar bermain dan permainan
 
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AWPERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
 
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AWPERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN - DJOKO AW
 
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARANPERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN
PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN
 
Bermain Dan Anak
Bermain Dan AnakBermain Dan Anak
Bermain Dan Anak
 
Stimulasi tumbuh kembang dengan bermain
Stimulasi tumbuh kembang dengan bermainStimulasi tumbuh kembang dengan bermain
Stimulasi tumbuh kembang dengan bermain
 
EDU 3103 Murid Alam Belajar
EDU 3103 Murid Alam Belajar EDU 3103 Murid Alam Belajar
EDU 3103 Murid Alam Belajar
 
Phototalk
PhototalkPhototalk
Phototalk
 

More from Adillahrizma Adillahrizma (20)

Presentasi bbct
Presentasi bbctPresentasi bbct
Presentasi bbct
 
Presentasi bermain aud
Presentasi bermain audPresentasi bermain aud
Presentasi bermain aud
 
Penataan lingkungan
Penataan lingkunganPenataan lingkungan
Penataan lingkungan
 
Mengelola kegiatan pijakan
Mengelola kegiatan pijakanMengelola kegiatan pijakan
Mengelola kegiatan pijakan
 
Rkm ok
Rkm okRkm ok
Rkm ok
 
Rkm sentra bu suah dan bu ira ok
Rkm sentra bu suah dan bu ira okRkm sentra bu suah dan bu ira ok
Rkm sentra bu suah dan bu ira ok
 
Rkm sentra balok bu tia dan jiah
Rkm sentra balok bu tia dan jiahRkm sentra balok bu tia dan jiah
Rkm sentra balok bu tia dan jiah
 
Rkm sentra balok bu tia dan jiah ok
Rkm sentra balok bu tia dan jiah okRkm sentra balok bu tia dan jiah ok
Rkm sentra balok bu tia dan jiah ok
 
Rkm bu susi
Rkm bu susiRkm bu susi
Rkm bu susi
 
Rkm bu susi ok
Rkm bu susi okRkm bu susi ok
Rkm bu susi ok
 
Rkm athi
Rkm athiRkm athi
Rkm athi
 
Bu taty
Bu tatyBu taty
Bu taty
 
Prota tk a
Prota tk aProta tk a
Prota tk a
 
Penilaian harian
Penilaian harianPenilaian harian
Penilaian harian
 
Penilaian semester ok
Penilaian semester okPenilaian semester ok
Penilaian semester ok
 
Penilaian paud 1
Penilaian paud 1Penilaian paud 1
Penilaian paud 1
 
Penilaian dalam pembelajaran aud
Penilaian dalam pembelajaran audPenilaian dalam pembelajaran aud
Penilaian dalam pembelajaran aud
 
Ink aud
Ink audInk aud
Ink aud
 
Penilaian di tk
Penilaian di tkPenilaian di tk
Penilaian di tk
 
Bahan tayang penilaian dalam pembelajaran
Bahan tayang penilaian dalam pembelajaranBahan tayang penilaian dalam pembelajaran
Bahan tayang penilaian dalam pembelajaran
 

Recently uploaded

rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunModul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunnhsani2006
 
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdfPerbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdfAgungNugroho932694
 
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docxKISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docxjohan effendi
 
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptxKualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptxSelviPanggua1
 
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasihssuserfcb9e3
 
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxGandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxHansTobing
 
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.pptPPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.pptBennyKurniawan42
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docNurulAiniFirdasari1
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docxRPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docxSyifaDzikron
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxElemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxGyaCahyaPratiwi
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxFranxisca Kurniawati
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptTaufikFadhilah
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Abdiera
 

Recently uploaded (20)

rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunModul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
 
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdfPerbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
Perbaikan ekonomi zaman Habibie (Offering A - 4-6) Pertemuan - 10.pdf
 
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docxKISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
KISI-KISI Soal PAS Geografi Kelas XII.docx
 
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptxKualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesi Kependidikan .pptx
 
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
 
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptxGandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
Gandum & Lalang (Matius......13_24-30).pptx
 
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.pptPPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
PPT uji anova keterangan dan contoh soal.ppt
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docxRPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
RPP PERBAIKAN UNTUK SIMULASI (Recovered).docx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptxElemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
Elemen Jurnalistik Ilmu Komunikasii.pptx
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
 
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPA Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
 

Bab vi bermain

  • 1. BAB IV MEMAHAMI ARTI DAN FUNGSI BERMAIN BAGI ANAK USIA DINI A Konsep Dasar Bermain Definisi tentang bermain telah menjadi perdebatan di kalangan para ahli sejak 50 tahun lalu, akan tetapi sampai saat ini iidak ada satu pun definisi yang dapat diterima secara universal. Mitchel Mason (1948, dalam Dockett Fleer, 2000) mencatat selama tahun 1948 terdapat sekitar 30 definisi dari pengarang yang sama. Sejak saat itu, definisi-definisi tersebut terus mengalami perubahan. Kedua ahli tersebut bahkan pernah membandingkan puluhan definisi dari para ahli, antara lain dari Seashore, Froebel, Hall, Groos, Dewey, Scgiller, Spencer, Lazarus, Shand, dan Curti (Saracho Spodek, 1998), akan tetapi dari definsi definisi tersebut mengimplikasikan perbedaan dalam mema hami dan menginterpretasikan bermain. Kesulitan dalam mendefiniskan bermain, karena kata ber main (play) digunakan dalam berbagai cara. Namun demikian setidak-tidaknya bermain mengandung unsur mental state, me nekankan sikap dari bermain, menggunakan bahasa, bentuk komunikasi, dan playfulness (Dockett Fleer, 2000). Rubin et al. (1983, dalam Saracho Spodek, 1998), menawarkan beberapa kriteria, yaitu (1) bahwa bermain didorong oleh kepuasan dalam kegiatan dan tidak diatur; (2) para pemain beraktivitas lebih dari sekedar mencapai tujuan, dan bersifat spontanitas, (3) bermain terjadi dengan objek yang dekat (familiar); (4) ke giatan bermain dapat menjadi nonliteral; (5) bermain bebas dari aturan dari outside dan aturan dapat dimodifikasi oleh pemain, dan (6) bermain membutuhkan perjanjian aktif antar pemain. Definisi modern dari bermain lebih terfokus pada sejumlah karakteristik bermain. Bermain melibatkan beberapa elemen atau kombinasi dari beberapa karakteristik Fromberg (1992:43) mendefiniskan bermain pada anak usia dini sebagai symbolic, meaning ful, active, pleasure, vo luntary, rule-governed, episodic.
  • 2. Bermain adalah simbolik (symbolic) karena melibatkan elemen make-believe, dimana orang, objek, ide-ide mungkin menyenangkan. Dalam bermain, orang dan objek digunakan sebagai simbol untuk orang atau objek yang lain. Contoh, ketika anak bermain menggunakan sepotong sendok sebagai pesawat terbang atau bantal guling sebagai bayi. Penggunaan simbol da-lam bermain juga dapat diamati dalam bermain kata-kata atau coret - mencoret. Bermain merupakan sesuatu penuh arti (meaningful), karena bermain membuat perasaan (sense) dalam menyentuh pengalaman nyata dan penuh arti. Bermain juga merefleksikan apa yang diketahui dan dapat dilakukan anak untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan pengertian. Bermain adalah aktif (active), karena setiap bermain melibatkan aktivitas, baik aktivitas fisik maupun mental dari para pemain. Bermain adalah menyenangkan (pleasurable), karena para pemain memperoleh pengalaman menyenangkan. Oleh karena senang dan menikmati permainan, anak-anak dapat bermain berjam-jam lamanya seakan-akan tanpa merasakan lelah. Bermain merupakan kegiatan sukarela (voluntary), karena keterlibatan anak dalam bermain didasarkan pada motivasi instrinsik. Dengan kata lain, bermain tidak dapat dipaksakan kepada seseorang untuk melakukannya. Seseorang dapat terlibat untuk bermain atau menolak atau mengubah aturan permainan. Bermain dengan menggunakan aturan (rule-governed), karena semua permainan mempunyai aturan dalam memainkannya, seperti aturan dalam hal waktu, peralatan yang digunakan, dan usia pemain. Aturan dalam bermain juga dapat dibuat dan disepakati bersama sebelum permainan dimulai. Bermain dilakukan dalam fase-fase (episodic), yaitu permulaan, pertengahan, dan akhir. Fase dalam bermain merefleksikan kelanjutan dari suatu tema. Terkait karakteristik di atas, Dockett Fleer (2000:18) merangkum tentang bermain:
  • 3. ... our definition of play incorporates several elements which, when combined, contribute to the disposition to play and the communica tion of this to others. The play that occurs does so in a social and cul tural context and reflects children's understanding of the things thnt are valued within that context. Mengacu kepada definisi modern sebagaimana di atas, dalam penelitian ini, bermain didefinisikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan sejumlah karakteristik, yaitu simbolik, bermak na, aktif, menyenangkan, sukarela, meng-gunakan aturan, dan dilakukan dalam beberapa tahapan. Dalam bermain anak menggunakan objek berupa sejumlah alat permainan; penuh arti, yaitu untuk meningkatkan daya fantasi, imajinasi, dan kreativi tas anak; dimainkan secara aktif; dalam suasana menyenangkan; dengan menggunakan aturan yang pada awal permainannya dibimbing oleh guru; dan dilakukan dalam beberapa fase. BBermain sebagai Bagian dari Program PAUD Bermain menjadi bagian penting dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Froebel (1887), seorang tokoh sekaligus penggagas Kindergarten (dunia), mendeskripsikan adanya hubungan yang kuat antara bermain dan belajar, sebab melalui bermain anak belajar. Bermain juga dapat digunakan untuk meningkatkan belajar anak, termasuk rasa percaya diri sehingga sangat beralasan jika bermain dimasukkan dalam kurikulum pendidikan bagi anak usia dini (Isaacs, 1933; Curtis, 1998; Phillip, 1987 dalam Dockett Fleer, 1999). Bahkan menurut Hoorn et al. (1993:9), play is at center of the early childhood curriculum. Bermain bagi anak usia dini adalah be ; belajar adalah bermain itu sendiri. Bermain merupakan sarana belajar bagi anak usia dini (Beaty, 1996). Melalui bermain anak-anak dapat mengenal dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan. Oleh karena pentingnya bermain dalam pendidikan anak-anak usia dini, Departemen Pendidikan Nasional menjadikannya sebagai prinsip belajar, yaitu belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar” (Depdiknas, 2001, 2003, 2007).
  • 4. Pada dasarnya, inti dari pendidikan anak usia dini adalah memenuhi kebutuhan perkembangan individu melalui kegiatan yang tepat dan sesuai (developmentally appropriate practice) (Bre-dekamp, 1987 dalam Mal-lori New, 1994; Semi-awan, 2003). Bermain adalah inti (core) dari developmentally appropriate practice, menggambarkan program yang didasarkan pada teori dan riset perkembangan anak (Hoorn et al, 1993). Konsensus mengenai inti program pendidikan untuk melayani anak usia dini berdasarkan pada kebutuhan perkembangan anak (developmentally appropriate practice), telah dipublikasikan oleh the National Association for the Education of Young Children (NAEYC) sejak tahun 1987 dan ditegaskan pada konferensi di Denver, 1991 (Bredekamp, 1991 dalam Mal-lory New, 1994). Kebutuhan anak usia dini dalam belajar adalah mengoptimalkan fungsi dari tugas-tugas perkembangan, yaitu kognitif (intelektual), fisik/motorik, emosi, dan sosial (Macintyre, 2002; Hurlock, 1980). Tugas-tugas perkembangan ini dipenuhi melalui bermain sambil belajar, baik sendiri maupun berteman; dengan atau tanpa alat; di luar (out door) ataupun di dalam ruangan (in door). CTeori-Teori Bermain Pada dasarnya teori bermain dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu teori-teori klasik (abad 19) dan teori-teori modern (sesudah tahun 1920). Kelompok yang termasuk teori klasik, yaitu the Surplus Energy Theory, the Recreation Theory, the In-stinct-Practice Theory, the Recapitulation Theory, dan the Catharsis Theory. Sedangkan kelompok teori modern atau teori kontemporer atau lebih dikenal teori dinamik meliputi Psychoanalytic, Arousal Modulation, Metacommunicative, dan Cognitive Theories of Play. 1 Teori-Teori Klasik tentang Bermain The Surplus Energy Theory memandang bahwa manusia hidup secara konstan memproduksi energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
  • 5. hidupnya seperti bekerja. Apabila energi yang diproduksi tersebut tidak dipakai, maka manusia menghabiskannya melalui kegiatan bermain. Dengan kata lain bahwa bermain sebagai bentuk kelebihan energi pada manusia. The Recreation Theory atau Relaxation Theory memandang bahwa bermain sebagai kesibukan untuk rekreasi atau kegiatan relaksasi. Kebalikan dengan teori sebelumnya, teori ini justru dimaksudkan sebagai cara untuk memulihkan energi melalui relaksasi. The Instinct-Practice Theory atau Pre-exercise Theory memandang bahwa bermain sebagai aksi latihan persiapan untuk berperan di masa mendatang ketika dewasa. Hal ini berarti bahwa nilai bermain bagi individu untuk mengembangkan kapasitas, haik tisik maupun mental. Kesiapan fisik dan men-tal tersebut mendukung untuk masa depan seseorang. The Récapitulation Theory memandang bahwa bermain se-hagai tahapan dari evolusi manusia. Individu menggunakan hrrmain untuk berpindah dari cara-cara primitif dan mempersiapkan diri menuju kehidupan modern. Kegiatan memanjat (dimbing) dan berayun (swinging) misalnya merupakan tahapan hinatang. Anak-anak melakukan kegiatan ini karena merupakan evolusi ma-nusia menuju kehidupan modern. The Catharsis Theory memandang bahwa bermain sebagai kegiatan katarsis. Melalui bermain individu mengekspresikan emosinya (Dockett Fleer, 2000; Saracho Sprodek, 1998). Dari berbagai teori bermain klasik tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain telah digunakan sejak lama sebagai sarana untuk mengembangkan kapasitas individu baik fisik maupun mental. Beberapa dari teori klasik tentang bermain tersebut dijadikan basis lahirnya teori-teori bermain kontemporer, seperti Icori The Instinct-Practice Theory atau Pre-exercise Theory yang digunakan Piaget (1962) dan Smilanksy (1968) dalam menjelaskan tentang bermain; The Catharsis Theory sebagai fondasi pendekatan psikoanalitik untuk bermain.
  • 6. 2 Teori-teori Dinamik tentang Bermain a Teori Bermain Psikoanalitik Paham psikoanalitik memandang bermain sebagai cara anak-anak untuk membantu mereka menguasai konflik dan pengalaman traumatik. Dengan bermain anak akan memperoleh pengalaman katarsis, yakni dengan cara melepaskan emosi negatif yang tidak mampu dikontrol dalam kehidupan mereka. Setelah mampu menguasai konflik dalam dirinya, anak juga mampu mengelola situasi stres atau pengalaman traumatik yang akan berpengaruh setelah mereka dewasa. Untuk tujuan tersebut, anak-anak seperti mempunyai kebutuhan untuk selalu mengulangi permainan yang sama. Terkait hal tersebut Takh-var, (1988 dalam Dockett Fleer, 2000: 42) menjelaskan: Psychoanalytic views of play highlight the ways in which children can use play to help them master events that they find traumatic or stressful. Such mastery is achieved through repetitive play, where children play out the same things over and over again. As people become more adept and experienced at managing stressful situations—often as they become adults—psychoanalytic theory predicts that there is less need for repetitive play. Play then, is the province of childhood because children are less able to manage traumatic experiences. Anak usia dini tengah menjalani tugas-tugas perkembangannya (developmental tasks), yaitu kognitif, fisik/motorik, emosi, dan sosial (Hurlock, 1980). Pendekatan psikoanalitik terhadap bermain, menekankan pada penguasaan perkembangan [the development of mastery) dan menggunakan bermain sebagai katarsis (Dockett Fleer, 2000). Mengingat pentingnya elemen tersebut, memunculkan inisiatif terutama dari kalangan pendidik untuk menciptakan lingkungan bermain yang dapat membantu anak-anak mengembangkan kompetensi dan sense of control mereka. Pemanfaatan
  • 7. lingkungan bermain untuk anak-anak merupakan dasar dari teori psikoanalitik mengembangkan terapi bermain [play therapy). b Teori bermain Arousal/Modulasi Teori bermain modulasi berasal dari teori behavioral yang difokuskan pada asosiasi antara stimulus dengan respons. Berly-ne (1960, dikutip Dockett Fleer, 2000). menjelaskan bermain sebagai cara untuk memelihara keseimbangan tingkat modulasi. Jika anak-anak kelebihan stimulasi, maka menaikkan level modulasi dan beberapa kegiatan diperlukan terutama bermain untuk menguranginya. Dalam konteks yang sedikit berbeda dari teori tersebut, Ellis (1973, dalam Saracho Spodek, 1998) berasumsi bahwa orang mencari stimulasi melalui pengalaman sensorik. Dalam konteks ini, orang-orang tidak memelihara perhatiannya kepada sesuatu yang dikenal. Perhatian meningkat jika sesuatu yang baru diperkenalkan. Menurut Ellis, individu memerlukan informasi lambahan agar stimulasinya bertambah. Bermain adalah salah satu cara untuk menerima hal tersebut. Dari teori ini direkomendasikan penggunaan lingkungan bermain di luar [out door) yang dilengkapi dengan bermacam-macam perlengkapan dalam pendidikan anak usia dini, seperti papan titian, papan luncur, tangga gantung, tangga majemuk, ayunan dan sebagainya. c Teori bermain Metakomunikatif Teori bermain metakomunikatif dipelopori oleh Bateson's (1955, 1976, dalam Dockett Fleer, 2000), yang memandang bermain sebagai deskripsi kerangka (frames) dan pemasangan (,framing). Bagi Bateson's, bermain terjadi sebagai suatu peristiwa dalam suatu kerangka, dimana semua terlibat secara pasti apa yang terjadi dalam bermain. Kerangka bermain digambarkan sebagai kerangka psikologi yang menandakan terjadi aksi dalam bermain. Anak-anak menggunakan komunikasi dan memasuki metakomunikatif untuk menandakan bahwa mereka sedang bermain berbagi. Peranan bermain juga berkaitan dalam
  • 8. perkembangan kognitif terutama dalam bermain sosial dan yang bersifat kerja sama. Dalam permainan yang bersifat kerja sama, anak dapat menerima atau menolak pandangan atau ide-ide orang lain dalam merencanakan bermain bersama. Teori Metakomunikatif Bateson berperan penting dalam memahami peranan komunikasi dan konteks dalam bermain. Melalui komunikasi para pemain membangun kerangka saling Bermain sebagai metakomunikasi Bateson (1955) bukan terletak pada tema bermain, akan tetapi cara dimana anak-anak belajar untuk menerima dan berkomunikasi dalam permainan itu (Takhvar, 1988 dalam Dockett Fleer, 2000). Dari teori metakomunikasi Bateson, dapat diambil beberapa hal penting, yaitu pertama, bermain terjadi sebagai suatu kerangka peristiwa dalam memahami peranan komunikasi dan konteks dalam bermain. Hal ini berarti bahwa hakikat bermain bukan terletak pada tema permainan, tetapi pada cara anak-anak belajar untuk saling menerima dan berkomunikasi. Kedua, melalui bermain, anak-anak dapat memajukan perkembangan kognitif, terutama melalui bermain sosial dan kerja sama. d Teori Bermain Kognitif Perkembangan kognitif melibatkan bagaimana anak berpikir, bagaimana mereka melihat dunia, dan bagaimana menggunakan apa yang mereka pelajari. Salah satu ciri perkembangan kognitif anak usia dini adalah kemampuan mereka menggunakan imajinasi dan kreatif dalam berpikir, seperti bermain ber-pura-pura menjadi polisi, astronot, guru, atau bayi dan memerankan perilaku-perilaku tersebut (Dodge et al., 2002, Santrock, 1988). Bermain sebagai tiang dasar (corestone) perkembangan intelektual dipelopori oleh pandangan konstruktivistik dari Piaget dan Vygotsky; yang mengetengahkan bermain sebagai tiang dasar (corestone) peranan bermain dalam membangun pengetahuan (construct of knowledge)[Hoorn et al., 1993;
  • 9. Dodge et al., 2002). Dalam konteks perkembangan anak, ada tiga tipe pengetahuan, yaitu physical knowledge, logical-matematical knowledge, dan social knowledge (Hoorn et al., 1993). Bermain juga sebagai tiang dasar imajinasi dan kreativitas (Iloorn et al., 1993). Hal ini berarti bermain dapat membantu anak dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, adaptif, luwes, dan imajinatif (Singer, 1973; Singer Singer, 1980; 1985; Frank Caplan, 1973; Walker et al., 1967). Piaget (1962, dalam Saracho Spodek, 1998) mendeskripsikan bermain berdasarkan pada tahap-tahap dari teori perkembangan kognitif, yaitu sensorimotor, pra-operasional, dan operasi kongkrit. Setiap tahap dari perkembangan tersebut menggambarkan jenis dan fungsi bermain yang berbeda. Piaget (1962) meyakini bahwa bermain mempunyai kekuatan kognitif. Bermain dapat menaikkan struktur mental melalui penggunaan tanda-tanda [signs) dan alat-alat [tools) yang kemudian menaikkan perkembangan bahasa dan berpikir. Individu menggunakan kemampuan ftsik dan mental mereka dalam bermain imajinatif untuk mengubah pengalaman mereka. Melalui bermain, individu menjelajah dunia, mengembangkan kemampuan untuk menguasai dunia, dan menumbuhkembangkan kreativitas (Singer, 1973 dalam Saracho Spodek, 1998). Menurut teori Piaget, anak-anak membangun pengetahuannya melalui proses akomodasi dan asimilasi (Morrison, 1988; Hoorn et al., 1993; Saracho Spodek, 1998; Dockket Fleer, 2000). Proses ini untuk mencapai keseimbangan atau equilibrium, antara apa yang dikenal dan dialami anak. Melalui proses asimilasi, informasi menyatu (incorporated) ke dalam pengetahuan dan pemahaman yang ada. Jika informasi tidak sesuai (incompatible) dengan struktur mental yang ada, maka struktur ini berubah untuk menampung (accommodate) informasi baru tersebut (Morrison, 1988;
  • 10. Dockett Fleer, 2000; Saracho Spodek, 1998). Pembahasan proses akomodasi dan asimilasi ini sempat disinggung pada butir 3 bagian a dalam bab ini. Disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir, Piaget (1962) membagi bermain menjadi tiga jenis, yaitu bermain fungsional atau bermain sensori-motor (sensory-motor play), bermain simbolik (symbolic play), dan permainan dengan aturan [rule-governed play) (Saracho Spodek, 1998: Dockett Fleer, 2000). Bermain fungsional atau lebih dikenal dengan bermain sensori-motor melibatkan pengulangan objek atau aksi yang digunakan. Menurut Piaget, anak-anak (usia 0-2 tahun) belajar tentang dunia melalui sensori dan aksi gerak (motor) dan mereka selalu mengulangi aksi tersebut untuk kesenangan. Piaget mencontohkan, bagaimana aksi menyenangkan mengisap jari-jari kaki, seorang bayi dalam menemukan dunianya. Pada bulan-bulan pertama kehidupan, bayi menjelajah dan bermain melalui tubuhnya untuk mengenal benda-benda dan orang yang ada disekitarnya. Semakin tinggi usia anak semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dan berubah jenis kesenangan anak untuk bermain. (Dockett Fleer, 2000). Bermain simbolik atau bermain pura-pura [pretend play) merupakan jenis permainan untuk anak-anak yang berada pada tahap perkembangan pra-operasional. Tentang bermain simbolik, Dockett Fleer, (2000:53) menyatakan: ... one thing is 'treated as if it were something else'. The use of symbols means that it is not necessary to have the actual objects or people that are being represented. Because of their ability to mentally represent objects. Dalam bermain simbol, anak-anak mampu memisahkan dunia mental dari dunia nyata (Piaget, 1962). Anak dapat bermain sendiri (solitary) berjam-jam lamanya hanya dengan menggunakan benda-benda yang dianggap nyata seperti sendok sebagai pesawat terbang, rangkaian balok sebagai kereta tipi, boneka sebagai bayi hidup, atau daun sebagai piring. Anak |uga dapat
  • 11. memerankan dirinya sebagai seorang ibu (bagi anak perempuan), dokter yang suka mengobati, dan polisi yang suka mengatur dengan peluit. Berkaitan dengan bermain pura-pura, Piaget (1945/1962) menyatakan bahwa perilaku tersebut muncul dalam bentuk yang berbeda-beda, yaitu bermain pura-pura secara sendiri (solitary pretend play) dan sosial (social pretend play) atau ben-luk sosiodrama. Social pretend play melibatkan orang dewasa, si-perti ibu, guru atau tutor, dan teman sebaya (Dunn Dale, 1984 dalam Saracho Spodek, 1998). Contoh bermain pura-pura antara lain masak-masakan, perang-perangan, keluarga-keluargaan (misalnya anak A jadi ayah, B jadi ibu, C jadi anak dan seterusnya. Permainan dengan aturan (rule-governed play) merupakan jenis bermain yang menggunakan aturan-aturan lebih formal ditetapkan sebelumnya, contohnya bermain kelereng, kucing-kucingan, sepak bola. Peraturan dikaitkan siapa yang boleh bermain, apa sasaran dari permainan tersebut dan apa legitimasi dalam permainan. Hal ini bukan berarti jenis permainan yang lain tanpa aturan, tetapi aturan yang dibuat disesuaikan dengan situasi dan keinginan anak-anak. Dalam permainan fungsional dan simbolik, anak-anak mengatur sendiri atau ber-sama-sama objek dan peran yang dimainkan. Berbeda halnya bermain dengan aturan karena mengandung nilai kompetisi di antara pemain maka ada aturan yang lebih formal. Dari tiga tahap bermain berdasarkan perkembangan kognitif dari Piaget tersebut, Smilansky (1968, dalam Hoorn et al., 1993) menambahkan satu tahapan, yaitu bermain konstruktif. Bermain konstruktif adalah permainan dengan menggunakan bahan-bahan (materials) yang disusun atau dikonstruksi sesuai kreativitas anak, sehingga menjadi suatu karya, misalnya potongan-potongan balok, lego, plastisin menjadi bangunan rumah, jempatan, binatang, robot. Berdasarkan investigasi Smilansky, bermain konstruktif berada di antara tahap bermain sensori-motor dengan bermain simbolik. Jika satu tahapan tersebut dimasukkan ke dalam tahapan Piaget maka menjadi empat tahapan, yaitu bermain sensori-motor, konstruktif, simbolik, dan bermain
  • 12. dengan aturan (Dockett Fleer, 2000; Saracho Spodek, 1998; Dodge et al., 2002). Bermain anak-anak dipengaruhi oleh peralatan (equipment) dan bahan-bahan (materials). Anak-anak lebih banyak menggunakan balok-balok dalam bermain konstruktif (Pellegrini, 1985 dalam Saracho Spodek, 1998). Penggunaan perlengkapan dan bahan-bahan dipengaruhi oleh variabel-variabel, seperti budaya, kontekstual, dan intra-personal. Di samping Piaget, pandangan lain tentang bermain yang banyak diterima di kalangan praktisi dan peneliti berasal dari hasil riset Vygotsky (1967). Berpijak dari gagasan Piaget, Vygotsky mendeskripsikan peranan bermain dalam perkembangan kognitif dan sosial (Roopnarine Johnson, 1993; Hoorn et al., 1993; Dodge et al., 2002). Vygotsky meyakini bahwa konflik dan pemecahan masalah (problem solving) merupakan bagian penting dalam perkembangan. Ia menyatakan bahwa bermain menciptakan a zone of proximal development pada anak-anak usia prasekolah. Zona tersebut didefinisikan sebagai the dis-lance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable peers. (Vygotsky, 1978, dalam Saracho Spodek, 1998:50). Menurut Vygotksy (1978), ketika anak mengajak bermain mereka mulai memisahkan berpikir dari tindakan dan objek dan mengadopsi perilaku mengatur diri [self-regulated). Setiap kemampuan tersebut berkontribusi dengan perkembangan kognitif (Dockett Fleer, 2000). Vygotsky menyatakan bahwa landasan terpenting dari bermain adalah pengalaman sosial. Bermain merupakan cara sosial pengalaman simbolik. Ketika anak-anak bermain sendiri, mereka dipengaruhi oleh cara-cara dan pengalaman yang berperan dalam masyarakat dan budaya dengan menggunakan simbol sosial. Vygotsky mencontohkan: even if they are playing alone at being mother, the way the mother acts and what the mother does has social dan
  • 13. cultural origins, and would be different in different social and cultural settings. (Dockett Fleer, 2000:63). Dalam Imagination and Creativity in Childhood (1930/1990), Vygotsky mengemukakan bahwa anak menggunakan manipulasi objek dalam bermain berperan penting dalam mengembangkan kreativitas sama halnya dengan perkembangan anak dari kapasitas berpikir abstrak (Saracho Spodek, 1998). Vygotsky (1930/1967 dalam Saracho Spodek, 1998:51), menyatakan: ... an early age we find children have creative processes, which are expressed in children's play. The child who straddles a stick imagining that he is riding a horse, or the girl who plays with doll imagining herself the mother, or the child who in play changes into a highwayman, a Red Army soldier, or a sailor—all these playing children represent examples of early forms of creativity. DC Peran Guru Membantu Anak Usia Dini Bermain Pada masa lampau, para guru meyakini bahwa untuk membantu anak bermain cukup dengan menyediakan lingkungan yang telah direncanakan dengan baik. Sekarang, cara terbaik bagi anak bermain adalah melibatkan peran orang dewasa (guru) untuk mengajarkan secara langsung dan berpraktik apa yang dipelajarinya (Rudolph Cohen, 1964; Dodge et al., 2002; Hoorn et al., 1993). Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa guru dibutuhkan untuk menjadi observer ahli bagi anak (Beaty, 1998; Roopnarine Johnson, 1993), menyadarkan apa yang harus dilakukan, dan apa langkah berikut yang dibutuhkan (Dodge et al., 2002). Orang dewasa berperan penting dalam membantu bermain agar anak memperoleh pengalaman belajar (Beaty, 1996, 1998; Walker et al., 1967). Dalam permainan, anak-anak perlu memahami banyak hal, antara lain cara bermain, aturan-aturan, peralatan yang digunakan, dan tempat dimana permainan
  • 14. dilaksanakan. Di samping itu, oleh karena jenis permainan banyak ragamnya, sehingga banyak pula aturan atau cara bermain yang harus diketahui anak. Beberapa peranan orang dewasa dalam permainan anak, dikemukakan oleh Dockett Fleer (2000:171): ... in which adults can support, encourage, guide, and promote play. Whether it be as an educator, parent, interested observer or participant, adults who value play as an important learning experience and who actively support that play make a difference to the type and level of play that occurs. ...cara terbaik bagi anak bermain adalah melibatkan peran orang dewasa (guru).. Dalam the Creative Curriculum yang menempatkan bermain sebagai alat belajar, Dodge et al. (2002:165), mengemukakan bahwa pada intinya terdapat tiga peranan guru dalam belajar anak-anak usia dini, yaitu mengamati (observing) anak, membimbing (guiding) anak belajar, dan menilai (assessing) anak-anak belajar. Mengamati dimaksudkan untuk mengetahui anak dengan cara melihat apa yang dilakukan dan mendengar apa yang dikatakannya. Apa yang dilihat dan didengar guru sangat berguna untuk membimbing anak belajar. Dodge et al. (2002) menyarankan observasi tersebut meliputi gambaran tindakan anak, bahasa, gambaran mimik, ekspresi wajah, dan kreasi. Membimbing dimaksudkan bagaimana guru mengggunakan strategi pembelajaran untuk membantu anak sesuai topik belajar dan minat. Dalam membimbing anak bermain, The National Research Council Amerika (2001) menggunakan dua strategi, yaitu Child-Initiated Learning dan Teacher-Directed Learning. Child-Ini-liated Learning merupakan strategi yang efektif jika guru ingin anak mengeksplorasi dan membangun pemahaman terhadap diri mereka sendiri. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri termasuk dalam memilih kegiatan, tindakan, bahan-bahan, dan cara sesuai minat mereka.
  • 15. Sementara dalam Teach-er-Directed Learning, melibatkan perencanaan bagaimana mengajarkan konsep atau keterampilan; bahan-bahan yang dibutuhkan; apakah secara individual, kelompok kecil atau kelompok besar; dan mengajarkannya kepada anak. Observing Guiding Assessing Menilai merupakan proses pengumpulan informasi tentang anak untuk membuat keputusan. Browman et al. (2001 dalam Dodge et al., 2002:199) mengidentifikasi empat tujuan menilai, yaitu untuk (1) membantu belajar, (2) mengidentifikasi kebu tuhan khusus (special needs), (3) mengevaluasi dan monitoring program, dan (4) akuntabilitas program sekolah. Menurut Decker Decker (1992:318), secara umum terdapat tiga tujuan dalam menilai (assessment), yaitu (1) digunakan untuk tujuan penempatan dan praktik, (2) perencanaan kurikulum, dan (3) evaluasi program. Orang dewasa dapat berperan dalam beberapa cara dalam bermain anak, yaitu dengan cara langsung dan tak langsung. Secara langsung, orang dewasa berperan sebagai pemain [player), pemandu atau tutor; secara tak langsung, berperan sebagai seorang manajer (pengelola); dan peran di antara keduanya, yaitu sebagai fasilitator atau mediator (Dockett Fleer, 2000; Dodge et al, 2002) Sebagai pemain, orang dewasa terlibat dan berinteraksi lang sung dengan anak dalam bermain, termasuk dalam merencanakan permainan, menyepakati aturan dan mengikuti bermain bersama. Sebagai manajer, orang dewasa berperan dalam mengorganisasikan lingkungan bermain yang aman dan nyaman, mengatur efisiensi waktu, ruang yang representatif, dan sumber-sumber atau bahan-bahan bermain yang dibutuhkan. Jones dan Reynold (1992) menekankan pentingnya peran orang dewasa dalam mengelola anak bermain, sebagaimana dinyatakan dalam Dockett Fleer, 2000:172): ... of adults organising and reorganising the environment to present materials in an ordered way that makes sense to children.
  • 16. Sebagai fasilitator atau mediator, orang dewasa berperan dalam memberikan bimbingan dan bantuan termasuk mengajarkan keterampilan dan menginterpretasikan bermain un-tuk anak. Ia juga dapat bertindak sebagai orang yang dapat membantu anak dalam mengatasi masalah dalam bermain dan menjadi mediasi terhadap cara bermain yang berbeda (Dockett, 1995). Orang dewasa adalah guru anak usia dini (teacher), guru pendamping [assistant teacher), dan pengasuh (caregiver) yang membantu anak bermain. Guru berperan sebagai manajer (organisator dan fasilitator). Peranan guru sebagai manajer, yaitu mengorganisasikan bermain, seperti menyiapkan tempat dan alat bermain, dan mengatur anak-anak, dan memfasilitasi agar bermain dapat menyenangkan. Terkait perannya sebagai manajer, guru melakukan kegiatan berikut: (1) memilih dan menyiapkan tempat/ruangan, (2) menyediakan peralatan dan bahan untuk bermain, (4) mengorganisasikan anak bermain, (5) mengatur efektifitas waktu, dan (6) membereskan tempat dan alat bermain. Sebagai seorang fasilitator, guru bertindak sebagai orang yang membimbing anak mengenai cara dan aturan bermain lennasuk bertindak sebagai pemecah masalah bagi anak dalam bermain. E/Fungsi Bermain untuh Terapi atau Konseling Sama halnya seperti orang dewasa, anak usia dini juga sering kali mengalami masalah, terutama berkaitan dengan perkembangannya. Tak jarang guru taman kanak-kanak menemukan anak mengalami masalah mulai dari derajat ringan hingga berat. Masalah ringan yang sering dijumpai di lapangan, seperti terlalu takut menghadapi dunia luar, belum siap berpisah dengan ibu (biasanya awal masuk sekolah), menaruh curiga berlebihan kepada orang lain, belum berani berbicara. Masalah berat padii anak usia dini, mulai dari gangguan perilaku (agresif, sering mengganggu, liar dan sulit dikontrol), masalah koordinasi dan
  • 17. motorik halus, sampai gangguan konsentrasi, gangguan perhati an/mudah beralih, autisme, hiperaktif, terbelakang mental, dan lumpuh kedua tungkai. Bermain bagi anak usia dini memiliki fungsi yang sangal luas, bukan hanya untuk memenuhi tugas perkembangannya melainkan juga digunakan untuk mengatasi masalah perkembangan. Bermain dan media bermain banyak digunakan oleli konselor sebagai bagian dari proses terapi dalam menangani masalah anak-anak. Muro Kottman (1995:25) menulis: ... the use of play and play media in counseling as at least a part of the process... Play allows the counselor to capitalize on the flourishing imagination that is now evident in young children. Keuntungan terapi bermain dalam konseling antara lain (a) anak diberikan kebebasan dalam membuat pilihan, (b) bermain membangkitkan fantasi dan perasaan uncouncious, (c) bermain bersifat familiar bagi anak, (d) aman dari kesalahan pada anak-anak dan orang lain, (e) terapi bermain memberikan anak sebuah tempat aman untuk mengeluarkan perasaan, mengerti, dan mengubah (Bradley Gould, 1993; Albon, 1996, dalam Thompson et al., 2004). Mengutip temuan ahli (Schaefer, 1993; Sweeney, 1997; dan Kottman, 2001; dalam Thompson et al., 2004: 408-409) bahwa bermain memiliki 14 kekuatan terapeutik yaitu: ; Menyediakan media komunikasi yang baik dengan anak dengan cara cepat dan lembut melalui bahasa anak. ; Kepuasan dalam bermain diperlukan untuk mengeksplorasi dan menguasai harga diri anak. Konselor membangun kepercayaan diri agar anak bekerja keras dan membuat kemajuan. ; Mampu meningkatkan keterampilan problem solving agar solusi inovatif pada dilema dapat terjadi. Bermain memberikan kesempatan untuk berkreativitas dan solusi imajinatif.
  • 18. ; Anak dapat melepaskan kekuatan emosi mereka yang sulit dikonfrontasi. Keringanan rasa (sense) dapat menjadi pengalaman yang baik untuk pertumbuhan anak. ; Dalam bermain, anak dapat memproses dan menyesuaikan kesulitan-kesulitan oleh simbolisasi mereka dengan ekpresi emosi yang tepat. Bermain memberikan anak-anak tempat untuk melakukan kembali sehingga mampu menguasai pengalaman negatif. ; Anak-anak dapat mempraktikkan perilaku baru dan mengembangkan empati untuk orang lain. ; Anak menggunakan imajinasi mereka untuk membuat perasaan dari realitas yang menyakitkan. Mereka juga dapat bereksperimen dengan kemungkinan mengubah hidup mereka, sebuah proses yang diharapkan. ; Wawasan anak bertambah oleh konflik dan rasa takut melalui kiasan (metaphor) yang dihasilkan dalam bermain. Cerita, bermain dapat digunakan untuk menemukan situasi berbeda. ; Anak mengembangkan ikatan dengan konselor dan belajar untuk meningkatkan koneksi mereka dengan orang lain. ; Bermain membangkitkan hubungan terapeutik yang positif, mengikuti anak bergerak terhadap aktualisasi diri dan orang lain. ; Anak-anak sangat menikmati bermain, mereka tertawa dan bercanda. ; Mengulangi kegiatan bermain dapat membantu mengu rangi kecemasan dan rasa takut anak. ; Permainan membantu anak bersosialisasi dan mengem bangkan kekuatan ego. Mereka juga mempunyai kesem patan untuk memperluas keterampilan interaksi me reka.
  • 19. Dalam terapi bermain, telah dikenal penggunaan media atu alat permainan, seperti boneka, mobil-mobilan, binatang atau buah-buahan mainan, balok-balok dan pistol-pistolan. Media bermain tersebut digunakan untuk (a) memfasilitasi hubungan antara konselor dengan anak, (b) meningkatkan ekspresi anak melalui perasaan, (c) membantu konselor masuk dalam dunia anak, (d) menyediakan anak kesempatan untuk realita tes dan (e) menyediakan anak sebuah pengertian yang dapat diterima melalui ekspresi yang tidak dapat diterima melalui perasaan (Thompson et al., 2004). Konseling untuk anak-anak usia dini telah sering dilakukan oleh para konselor di negara seperti Amerika. Pada tahun 1978 misalnya Minuchin dan kawan-kawan, dengan menggunakan model Structural Family Therapy melakukan konseling terhadap anak-anak yang sebagian berumur 2 sampai 7 tahun (Fishman Fishman dalam Shoolevar Schwoeri, 2003).