SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Paper ini diajukan sebagai tugas pada mata kuliah :

Dosen Pembimbing :

1. ADMINISTRASI PERPAJAKAN

1. Ibu Sri Zuliarni

2. PRATIKUM KOMPUTER

2. Bpk Endang Sutrisna

PENGEMBALIAN PAJAK

Disusun oleh :

SHELLY ARMELIA
1201112405

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

1

2013
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................................1
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
PEMBAHASAN
1. Definisi ........................................................................................................................4
2. Pengembalian Pajak Pasal 17 Ayat (1) UU KUP .......................................................4
3. Pengembalian Pajak Pasal 17B UU KUP ...................................................................4
4. Pengembalian Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang .............................................5
5. Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Patuh ..........................................................8
6. Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Dengan Persyaratan Tertentu .....................9
7. Pengembalian Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah .......................11
8. Pengembalian PPN Untuk Pemegang Paspor Luar Negeri .........................................13
KESIMPULAN .....................................................................................................................15

1

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................16
PENDAHULUAN
Pengembalian pajak (restitusi) merupakan salah satu hak Wajib Pajak yang dijamin
oleh Undang-undang Perpajakan. Klaim terhadap pengembalian oleh Wajib Pajak pada
umumnya disebabkan karena terjadinya kelebihan pembayaran dan/atau pemotongan pajak
dalam tahun berjalan di atas pajak yang terutang. Dalam konteks PPN, kelebihan pembayaran
pada umumnya disebabkan oleh karena kelebihan Pajak Masukan dibandingkan Pajak
Keluaran. Kelebihan pembayaran bisa disebabkan pula karena danya pembayaran atau
pemotongan pajak yang semestinya tidak terutang.

Ketentuan tentang pengembalian pajak ini pada umumnya diatur dalam Undangundang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Namun demikian, Undang-undang
Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan terakhir atas Undang-undang PPN 1984
memberikan landasan hukum pengembalian yang melengkapi apa yang sudah diatur dalam
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Paper ini mencoba untuk memberikan gambaran secara ringkas tentang beberapa

1

skema pengembalian pajak yang berlaku saat ini, terutama untuk jenis pajak PPh dan PPN.
PEMBAHASAN
PENGEMBALIAN PAJAK
1.

Definisi
Pengembalian pajak merupakan pengembalian sejumlah kelebihan pembayaran pajak
dari pajak yang seharusnya dibayar atau kelebihan pembayaran pajak atas kredit pajak.

2.

Pengembalian Pajak Pasal 17 Ayat (1) UU KUP
Skema pengembalian pajak ini berlandaskan ada ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undangundang KUP. Pengembalian pajak dilakukan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB) yang didahului dengan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan
(SPT) yang berstatus nihil, SPT kurang bayar atau SPT yang sebenarnya menyatakan
lebih bayar tetapi atas lebih bayar tersebut Wajib Pajak tidak memohon untuk
dikembalikan.
Apabila setelah terbit SKPLB, Wajib Pajak menghendaki pengembalian kelebihan
pajak, maka Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan secara tertulis. Mungkin
karena hal ini, maka Direktur Jenderal Pajak tidak memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pajak atas SPT yang lebih bayar dalam jangka waktu yang ditentukan
seperti SPT LB yang sedari awal memang mengajukan permohonan pengembalian.
Pengembalian Pajak Pasal 17B UU KUP

1

3.
Pengembalian pajak melalui mekanisme Pasal 17B Undang-undang Ketentuan Umum
dan Tatacara Perpajakan ini adalah jenis mekanisme restitusi yang paling umum.
Pengembalian dilakukan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB) yang didahului dengan pemeriksaan atas SPT lebih bayar yang disampaikan
Wajib Pajak di mana atas kelebihan bayar tersebut Wajib Pajak memang mengajukan
permohonan pengembalian.
Direktur Jenderal Pajak diberikan waktu selama 12 bulan sejak permohonan diterima
lengkap untuk menyelesaikan permohonan pengembalian tersebut. Dengan kata lain,
Dirjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 12 bulan
tersebut. Apabila tidak, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Dirjen Pajak
harus menerbitkan SKPLB yang sama dengan lebih bayar yang diminta oleh Wajib
Pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan di atas.
Keterlambatan penerbitan SKPLB dalam jangka waktu 12 bulan menimbulkan hak
Wajib Pajak mendapatkan imbalan bunga.
Pengembalian Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang
Pengembalian jenis ini adalah pengembalian khusus atas kasus adanya pembayaran atas
pajak yang seharusnya tidak terutang. Dengan demikian, skema pengembalian ini
memiliki perbedaan mendasar dengan dua jenis pengembalian di atas di mana
kelebihan bayar disebabkan adanya mekanisme pengkreditan baik di PPh maupun di
PPN dalam SPT dan memang umum terjadi.
Ya, kelebihan bayar atas pajak yang seharusnya tidak terutang adalah kelebihan bayar
yang tidak umum terjadi, kelebihannya tidak dinyatakan dalam SPT, dan permohonan
bisa dilakukan oleh siapa saja, baik Wajib Pajak ber-NPWP maupun tidak ber-NPWP,
baik Wajib Pajak dalam negeri maupun Wajib Pajak luar negeri.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007, yang
dimaksud dengan pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar
oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan
pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut
lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan

1

4.
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek
pajak
Beberapa kasus yang bisa mencontohkan pajak yang seharusnya tidak terutang ini
adalah di antaranya perusahaan importir yang dipungut atau membayar PPnBM yang
seharusnya tidak terutang atau melebihi ketentuan, pengusaha angkutan yang dipungut
PPnBM atas kendaraan yang dibelinya padahal seharusnya dibebaskan dari PPnBM,
dan seorang Wajib Pajak yang membayar atau dipotong atau dipungut PPh Final yang
seharusnya tidak terutang atau melebihi ketentuan.
Atas permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur
Jenderal Pajak melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila berdasarkan laporan
hasil penelitian terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Namun
apabila laporan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat pajak yang
seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak harus memberitahukan secara
tertulis.
Peraturan pelaksanaan yang lebih teknis tentang pengembalian pajak yang seharusnya
tidak terutang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Peraturan Direktur
Jenderal Pajak dimaksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER40/PJ/2010 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya
Tidak Terutang Bagi Wajib Pajak Luar Negeri, Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-53/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang
Berkaitan Dengan SPTNP Atau SPKTNP, Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
Atau Putusan Peninjauan Kembali, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER5/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penelitian Permohonan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Bagi
Wajib Pajak Dalam Negeri.
Peraturan Dirjen Pajak yang pertama mengatur tentang mekanisme pengembalian pajak
yang seharusnya tidak terutang oleh Wajib Pajak luar negeri. Ruang lingkup pajak yang

1

seharusnya tidak terutang untuk Wajib Pajak luar negeri meliputi tiga jenis. Pertama,
pajak yang seharusnya tidak terutang akibat kesalahan pemotongan atau pemungutan
pajak

yang

mengakibatkan

pajak

yang

dipotong

atau

dipungut

oleh

Pemotong/Pemungut Pajak lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau
dipungut berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan dalam P3B.
Kedua, pajak yang seharusnya tidak terutang karena pemotongan atau pemungutan
pajak atas penghasilan yang bukan objek pajak. Terakhir, pajak seharusnya tidak
terutang akibat pemotongan atau pemungutan pajak yang lebih besar daripada yang
seharusnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B sesuai dengan kesepakatan
dalam rangka Mutual Agreement Procedure (MAP).
Peraturan Dirjen Pajak yang kedua mengatur tentang mekanisme pengembalian pajak
yang seharusnya tidak terutang yang berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP,
keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali. Ruang
lingkup pajak yang seharusnya tidak terutang dalam peraturan ini meliputi pajak yang
telah dibayar, berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang
tercantum dalam :
1. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan
Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP);
2. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda
Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor (SPKPBM), Surat Penetapan
Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang
telah diterbitkan Keputusan Keberatan;
3. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda
Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor SPKPBM, Surat Penetapan
Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang
telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;
4. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda
Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor SPKPBM, Surat Penetapan
Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang
telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan

1

Kembali;
5. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang telah
diterbitkan Putusan Banding; atau
6. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang telah
diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali, dan menyebabkan
terjadinya kelebihan pembayaran pajak.
Selanjutnya dalam Peraturan Dirjen Pajak yang terakhir (PER-5/PJ/2011), pajak yang
seharusnya terutang yang dapat diminta pengembalian adalah Pajak Penghasilan yang
telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan yang
terutang berupa Pajak Penghasilan yang telah dibayar karena kesalahan pembayaran
Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas penghasilan yang bukan
merupakan objek Pajak Penghasilan atau karena adanya transaksi yang dibatalkan.
Jenis pajak yang seharusnya tidak terutang yang kedua yang dapat dimintakan
pengembalian adalah kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan
Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan
yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan
merupakan objek Pajak Penghasilan.
Ada empat bentuk kesalahan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang
menyebabkan kondisi pajak seharusnya tidak terutang. Pertama adalah pajak yang salah
dipotong atau dipungut atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak. Kedua,
pajak yang salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang seharusnya tidak
dipotong atau tidak dipungut. Ketiga adalah salah dipotong atau dipungut atas
penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih
besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut. Terakhir
adanya salah dipotong atau dipungut karena kesalahan penerapan ketentuan oleh
pemotong atau pemungut.
Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Patuh
Berdasarkan Pasal 17C Undang-undang KUP, kepada Wajib Pajak yang memenuhi
kriteria tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan. Untuk mendapatkan
pengembalian pendahuluan ini, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu terlebih

1

5.
dahulu mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak.
Atas permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian. Produk
hukum yang diterbitkan setelah melakukan penelitian ini adalah Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang harus diterbitkan dalam
jangka waktu 1 bulan untuk jenis pajak PPN atau 3 bulan untuk jenis pajak PPh, sejak
permohonan diterima lengkap.
SKPPKP tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar,
lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau
alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan atau dengan
pemberitahuan perubahan alamat.
Terhadap pengembalian pendahuluan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan
pajak dengan catatan jika yang diterbitkan adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan
pajak ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100% dari jumlah
kekurangan pembayaran pajak.
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebelumnya harus ditetapkan dulu oleh
Direktur Jenderal Pajak. Selanjutnya Wajib Pajak ini dinamakan Wajib Pajak Patuh.
Adapun kriteria yang harus dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan
kriteria ini tertentu adalah :
1. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut; dan
4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

1

dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Ketentuan pelaksanaan tentang penetapan Wajib Pajak Patuh serta tatacara
pengembaliannya diatur lebih teknis dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-1/PJ/2008 tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu
dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Pajak.
Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Dengan Persyaratan Tertentu
Berdasarkan Pasal 17D Undang-undang KUP, kepada Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan. Untuk mendapatkan
pengembalian pendahuluan ini, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu terlebih
dahulu mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak.
Atas permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian. Produk
hukum yang diterbitkan setelah melakukan penelitian ini adalah Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang harus diterbitkan dalam
jangka waktu 1 bulan untuk jenis pajak PPN atau 3 bulan untuk jenis pajak PPh, sejak
permohonan diterima lengkap.
SKPPKP tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar,
lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai
dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan surat pemberitahuan perubahan alamat.
Nah, atas tidak diterbitkannya SKPPKP ini kepada Wajib Pajak diberitahukan secara
tertulis.
Terhadap pengembalian pendahuluan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan
pajak dengan catatan jika yang diterbitkan adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan
pajak ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100% dari jumlah
kekurangan pembayaran pajak.
Nah, siapakah Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu ini? Jawabnya ada di Pasal 17D
ayat

(2)

Undang-undang

KUP

dan

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

1

6.
193/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 54/PMK.03/2009, yaitu :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
Batasan peredaran usaha dalam SPT Tahunan adalah paling banyak sama dengan
batasan peredaran usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto (Rp4,8 Milyar). Sementara itu batasan jumlah lebih bayar
menurut SPT Tahunan PPh adalah kurang dari Rp 1.000.000,00, atau paling
banyak 0,5% (setengah persen) dari batasan peredaran usaha penggunaan norma
penghitungan (Rp4,8 Milyar).
3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu.Batasan peredaran usaha yang tercantum dalam SPT
Tahunan PPh adalah paling banyak Rp5 Milyar dan batasan jumlah lebih bayar
menurut SPT Tahunan PPh adalah kurang dari Rp10.000.000,00.
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan jumlah
penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu. Pengusaha
Kena, Pajak di sini adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan SPT
Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan menurut SPT Masa
PPN untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00, dan jumlah lebih
bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00.
Ketentuan teknis tentang tatacara pengembalian pendahuluan kepada Wajib Pajak
dengan persyaratan tertentu ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-40/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi
Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
Pengembalian Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, yang merupakan perubahan terakhir Undangundang PPN 1984, memperkenalkan ketentuan baru tentang Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah. PKP yang ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah memiliki hak

1

7.
untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan PPN dengan proses yang lebih cepat
dan lebih sederhana daripada pengembalian dengan cara biasa melalui proses
pemeriksaan sesuai Pasal 17B Undang-undang KUP.
Pasal 17C Undang-undang KUP sebenarnya juga mengatur tentang pengembalian
pendahuluan bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu atau disebut Wajib Pajak Patuh.
Namun nampaknya ketentuan Wajib Pajak Patuh ini relatif lebih sulit dipenuhi dan jika
diperiksa di kemudian hari dan dilakukan koreksi, sanksi yang dikenakan adalah
kenaikan 100% sehingga risiko yang ditanggung PKP cukup besar untuk meminta
pengembalian pendahuluan.
Mekanisme pengembalian untuk PKP berisiko Rendah pun sebenarnya mengacu
kepada pengembalian pendahuluan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undangundang KUP. Namun demikian, bagi PKP berisiko rendah yang sudah mendapatkan
pengembalian pendahuluan kemudian dilakukan pemeriksaan dan dilakukan koreksi,
maka atas kurang bayarnya hanya dikenakan sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP
yaitu bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Dengan demikian maksimal sanksi yang
bisa dikenakan hanya 48% saja. Bandingkan dengan dengan sanksi yang sama atas WP
Patuh di mana sanksi yang dikenakan adalah kenaikan 100%.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/MK.03/2010 Tentang
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
1. PKP merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% dari keseluruhan
saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, atau
2. PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung
oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, atau
3. produsen selain Pengusaha Kena Pajak di atas yang memenuhi persyaratan tertentu
yaitu tepat waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir,
nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75%

1

adalah produksi sendiri, dan Laporan Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau
Wajar Dengan Pengecualian.
Syarat tambahan untuk ketiga kelompok PKP di atas adalah tidak pernah dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu 24 bulan
terakhir.
Untuk dapat mendapatkan pengembalian pendahuluan, PKP juga harus memenuhi
kriteria dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/MK.03/2010 yaitu PKP
harus melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai, penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak
Pertambahan Nilainya tidak dipungut, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,
dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Tatacara pengembalian bagi PKP berisiko rendah mengacu kepada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak
Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-63/PJ/2010 tentang Tata
Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak
Berisiko Rendah.
Pengembalian PPN Untuk Pemegang Paspor Luar Negeri
Ada hal baru alam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yaitu adanya ketentuan
resitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pemegang paspor luar negeri atas PPN
yang sudah dibayar untuk pembelian barang kena pajak yang akan dibawa ke luar
Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 16E ayat (1) sampai dengan ayat (5)
Undang-undang PPN 1984. Dengan bahasa yang berbeda, hal yang sama juga diatur
dalam Pasal 17E Undang-undang KUP.
Pasal 16E ayat (2) UU PPN 1984 memberikan persyaratan PPN dan PPnBM yang dapat
direstitusi atau diminta kembali, yaitu :
1. nilai PPN minimal Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan dapat disesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah;

1

8.
2. pembelian Barang Kena Pajak dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan
3. Faktur Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
UU PPN, kecuali pada kolom NPWP dan alamat pembeli diisi dengan nomor
paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas penjualan
kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai NPWP.
Pasal 16E ayat (3) UU PPN 1984 mengatur tentang mekanisme bagaimana pemegang
paspor luar negeri dapat melakukan restitusi PPN dan PPnBM. Berdasarkan ketentuan
ini, permintaan kembali dilakukan pada saat pemegang paspor luar negeri tersebut
meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bandara yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Adapaun bandara yang telah ditetapkan adalah bandara Soekarno Hatta
Jakarta dan bandara Ngurah Rai Denpasar. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor
141/KMK.03/2010), bandara Adisutjipto Yogyakarta (Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 427/KMK.03/2010), serta bandara Juanda Surabaya dan Polonia Medan
(Keputusan Menteri Keuangan Nomor 287/KMK.03/2011).
Adapun dokumen yang harus ditunjukkan pada saat melakukan permintaan kembali
atas PPN dan PPnBM yang sudah dibayar, sesuai dengan ketentuan Pasal 16E ayat (4)
UU PPN 1984 adalah :
1. paspor;
2. pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan
3. Faktur Pajak.
Faktur Pajak dalam rangka pengembalian PPN untuk pemegang paspor luar negeri
adalah Faktur Pajak Khusus yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
76/PMK.03/2010 yang diperoleh dari toko retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak ketika pemegang paspor luar negeri membeli Barang Kena Pajak. Beberapa toko
retail yang sudah ditunjuk adalah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Dirjen

1

Pajak Nomor KEP-347/PJ/2010 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-386/PJ/2010.
Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010,
pengembalian dilakukan secara langsung melalui penerbitan SPMKP ke rekening orang
pribadi pemegang paspor luar negeri yang meminta pengembalian PPN. Pengembalian
dilakukan melalui penerbitan SKPLB terlebih dahulu dengan jangka waktu
pengembalian 1 bulan.
Pengembalian dapat dilakukan secara tunai dan dalam mata uang Rupiah dalam hal
nilai pembayaran nilai pembayarannya paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Atas pengembalian seperti
ini tidak didahului dengan penerbitan SKPLB.

KESIMPULAN

Sejak terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan, dan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, skema pengembalian pajak menjadi semakin kaya.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 memperkenalkan Pasal 17 ayat (2) yang
mengatur pengembalian pajak yang seharusnya terutang yang sebelumnya hanya diatur oleh
Surat Edaran saja. Undang-undang ini juga memperkenalkan pengembalian pendahuluan bagi
Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu yang dituangkan dalam Pasal 17D.
Sementara itu Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 memperkenalkan pengembalian
pendahuluan untuk Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah. Undang-undang ini juga

1

memberikan hak kepada pemegang paspor luar negeri, yang biasanya adalah turis asing, yang
berbelanja barang di Indonesia untuk meminta PPN yang telah dibayar karena barang tersebut
tidak dikonsumsi di daerah pabean.
Perluasan cakupan pengembalian pajak ini rasanya cukup memberikan kemudahan
kepada Wajib Pajak untuk mendapatkan hak-haknya sehingga pelayanan kepawa Wajib Pajak
juga menjadi lebih baik serta dapat mengurangi biaya kepatuhan Wajib Pajak. Pada
gilirannya, diharapkan penerimaan pajak akan semakin meningkat dalam jangka panjang.
Khusus tentang pengembalian PPN untuk pemegang paspor luar negeri, hal ini semakin
menegaskan bahwa PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam negeri saja sehingga apabila
dikonsumsi di luar negeri, semestinya memang PPN yang terkandung harus dikembalikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 dan perubahannya
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dan perubahannya
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 dan perubahannya
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010 dan perubahannya
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 141/KMK.03/2010
10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 427/KMK.03/2010

1

11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 287/KMK.03/2011
1

More Related Content

What's hot

Penetapan dan ketetapan pajak
Penetapan dan ketetapan pajakPenetapan dan ketetapan pajak
Penetapan dan ketetapan pajakWanda Ramadhan
 
Tata cara keberatan dan banding kelompok 3 kelas F
Tata cara keberatan dan banding  kelompok 3 kelas FTata cara keberatan dan banding  kelompok 3 kelas F
Tata cara keberatan dan banding kelompok 3 kelas Fulfa maulida
 
Tata cara keberatan dan banding
Tata cara keberatan dan bandingTata cara keberatan dan banding
Tata cara keberatan dan bandingUli Saida
 
SURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAKSURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAKYABES HULU
 
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di IndonesiaPemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di IndonesiaUniversity of Brawijaya
 
Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)Vivi Silvia
 
Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1DWIASTUTYARFAH
 
Peradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakPeradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakfree forall
 
Akuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab Sun
Akuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab SunAkuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab Sun
Akuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab SunGunadarma
 
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-UndangSEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-UndangRoko Subagya
 
Uuno.28 tahun 2007 tentang kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang  kupUuno.28 tahun 2007 tentang  kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang kupRoko Subagya
 
Pembayaran Pajak dengan Surat Setoran Pajak
Pembayaran Pajak dengan Surat Setoran PajakPembayaran Pajak dengan Surat Setoran Pajak
Pembayaran Pajak dengan Surat Setoran PajakNadia Eva
 

What's hot (19)

Penetapan dan ketetapan pajak
Penetapan dan ketetapan pajakPenetapan dan ketetapan pajak
Penetapan dan ketetapan pajak
 
Tata cara keberatan dan banding kelompok 3 kelas F
Tata cara keberatan dan banding  kelompok 3 kelas FTata cara keberatan dan banding  kelompok 3 kelas F
Tata cara keberatan dan banding kelompok 3 kelas F
 
Tata cara keberatan dan banding
Tata cara keberatan dan bandingTata cara keberatan dan banding
Tata cara keberatan dan banding
 
Penagihan pajak
Penagihan pajakPenagihan pajak
Penagihan pajak
 
Uu tax amnesty
Uu tax amnestyUu tax amnesty
Uu tax amnesty
 
Surat Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan PajakSurat Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan Pajak
 
Perpajakan 2
Perpajakan 2Perpajakan 2
Perpajakan 2
 
SURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAKSURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAK
 
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di IndonesiaPemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
Pemeriksaan, Keberatan, dan Banding dalam Perpajakan di Indonesia
 
Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)Keberatan (Pajak)
Keberatan (Pajak)
 
PENAGIHAN PAJAK
PENAGIHAN PAJAKPENAGIHAN PAJAK
PENAGIHAN PAJAK
 
Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1
 
Peradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajakPeradilan administrasi pajak
Peradilan administrasi pajak
 
Akuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab Sun
Akuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab SunAkuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab Sun
Akuntansi Lanjut B (Perpajakan) Lab Sun
 
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-UndangSEQUEL  ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
SEQUEL ANALISA PPN ::: Kuncinya Pada Tarif dan Undang-Undang
 
Uuno.28 tahun 2007 tentang kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang  kupUuno.28 tahun 2007 tentang  kup
Uuno.28 tahun 2007 tentang kup
 
Akuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan pptAkuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan ppt
 
6.SANKSI
6.SANKSI6.SANKSI
6.SANKSI
 
Pembayaran Pajak dengan Surat Setoran Pajak
Pembayaran Pajak dengan Surat Setoran PajakPembayaran Pajak dengan Surat Setoran Pajak
Pembayaran Pajak dengan Surat Setoran Pajak
 

Similar to PENGEMBALIAN PAJAK

Paper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKPaper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKdevieaz
 
Paper Thomi Irvan
Paper Thomi IrvanPaper Thomi Irvan
Paper Thomi Irvandevieaz
 
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN Fazaekaputra
 
Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017
Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017
Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017Yulia Ramadiana
 
Tugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputer
Tugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputerTugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputer
Tugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputerjuliaiputri
 
Tugas Tutorial 3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...
Tugas Tutorial  3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...Tugas Tutorial  3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...
Tugas Tutorial 3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...Indra Sofian
 
materi keberatan pajak.pdf
materi keberatan pajak.pdfmateri keberatan pajak.pdf
materi keberatan pajak.pdfputriirtup1
 
Keberatan Pajak.pdf
Keberatan Pajak.pdfKeberatan Pajak.pdf
Keberatan Pajak.pdfputriirtup1
 
Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdf
Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdfSlide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdf
Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdfputriirtup1
 
Tax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak
Tax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi PajakTax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak
Tax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajakalvyna
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakardi7835
 
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan sebagaimana...
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat  keberatan sebagaimana...Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat  keberatan sebagaimana...
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan sebagaimana...RestiYulianti11
 
Pembayaran dan pelaporan
Pembayaran dan pelaporanPembayaran dan pelaporan
Pembayaran dan pelaporanImam Mukayan
 
Landasan Hukum Penagihan Pajak
Landasan Hukum Penagihan PajakLandasan Hukum Penagihan Pajak
Landasan Hukum Penagihan PajakLamsiskaRosalina
 

Similar to PENGEMBALIAN PAJAK (20)

Paper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKPaper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
 
Paper Thomi Irvan
Paper Thomi IrvanPaper Thomi Irvan
Paper Thomi Irvan
 
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
 
PAPER Adm perpajakan
PAPER Adm perpajakanPAPER Adm perpajakan
PAPER Adm perpajakan
 
Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017
Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017
Yulia ramadiana, hapzi ali, sistem informasi manajemen, ut 2017
 
Tugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputer
Tugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputerTugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputer
Tugas paper adm.perpajakan dan pratikum komputer
 
Tugas Tutorial 3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...
Tugas Tutorial  3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...Tugas Tutorial  3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...
Tugas Tutorial 3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fisku...
 
materi keberatan pajak.pdf
materi keberatan pajak.pdfmateri keberatan pajak.pdf
materi keberatan pajak.pdf
 
Keberatan Pajak.pdf
Keberatan Pajak.pdfKeberatan Pajak.pdf
Keberatan Pajak.pdf
 
Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdf
Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdfSlide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdf
Slide-ACT108-ACT108-Slide-06.pdf
 
Jel
JelJel
Jel
 
Tax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak
Tax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi PajakTax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak
Tax Planning atas Pemeriksaan, Penyidikan, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak
 
Penagihan pajak
Penagihan pajak Penagihan pajak
Penagihan pajak
 
Penagihan pajak
Penagihan pajak Penagihan pajak
Penagihan pajak
 
Prakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajakPrakt,komp & adm,pajak
Prakt,komp & adm,pajak
 
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan sebagaimana...
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat  keberatan sebagaimana...Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat  keberatan sebagaimana...
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan sebagaimana...
 
Pembayaran dan pelaporan
Pembayaran dan pelaporanPembayaran dan pelaporan
Pembayaran dan pelaporan
 
Landasan Hukum Penagihan Pajak
Landasan Hukum Penagihan PajakLandasan Hukum Penagihan Pajak
Landasan Hukum Penagihan Pajak
 
Penagihan pajak doc
Penagihan pajak  docPenagihan pajak  doc
Penagihan pajak doc
 
Penagihan pajak doc
Penagihan pajak  docPenagihan pajak  doc
Penagihan pajak doc
 

Recently uploaded

Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfNURAFIFAHBINTIJAMALU
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",Kanaidi ken
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasihssuserfcb9e3
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 

Recently uploaded (20)

Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 

PENGEMBALIAN PAJAK

  • 1. Paper ini diajukan sebagai tugas pada mata kuliah : Dosen Pembimbing : 1. ADMINISTRASI PERPAJAKAN 1. Ibu Sri Zuliarni 2. PRATIKUM KOMPUTER 2. Bpk Endang Sutrisna PENGEMBALIAN PAJAK Disusun oleh : SHELLY ARMELIA 1201112405 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS RIAU 1 2013
  • 2. DAFTAR ISI COVER ...................................................................................................................................1 DAFTAR ISI ..........................................................................................................................2 PENDAHULUAN..................................................................................................................3 PEMBAHASAN 1. Definisi ........................................................................................................................4 2. Pengembalian Pajak Pasal 17 Ayat (1) UU KUP .......................................................4 3. Pengembalian Pajak Pasal 17B UU KUP ...................................................................4 4. Pengembalian Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang .............................................5 5. Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Patuh ..........................................................8 6. Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Dengan Persyaratan Tertentu .....................9 7. Pengembalian Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah .......................11 8. Pengembalian PPN Untuk Pemegang Paspor Luar Negeri .........................................13 KESIMPULAN .....................................................................................................................15 1 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................16
  • 3. PENDAHULUAN Pengembalian pajak (restitusi) merupakan salah satu hak Wajib Pajak yang dijamin oleh Undang-undang Perpajakan. Klaim terhadap pengembalian oleh Wajib Pajak pada umumnya disebabkan karena terjadinya kelebihan pembayaran dan/atau pemotongan pajak dalam tahun berjalan di atas pajak yang terutang. Dalam konteks PPN, kelebihan pembayaran pada umumnya disebabkan oleh karena kelebihan Pajak Masukan dibandingkan Pajak Keluaran. Kelebihan pembayaran bisa disebabkan pula karena danya pembayaran atau pemotongan pajak yang semestinya tidak terutang. Ketentuan tentang pengembalian pajak ini pada umumnya diatur dalam Undangundang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Namun demikian, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan terakhir atas Undang-undang PPN 1984 memberikan landasan hukum pengembalian yang melengkapi apa yang sudah diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Paper ini mencoba untuk memberikan gambaran secara ringkas tentang beberapa 1 skema pengembalian pajak yang berlaku saat ini, terutama untuk jenis pajak PPh dan PPN.
  • 4. PEMBAHASAN PENGEMBALIAN PAJAK 1. Definisi Pengembalian pajak merupakan pengembalian sejumlah kelebihan pembayaran pajak dari pajak yang seharusnya dibayar atau kelebihan pembayaran pajak atas kredit pajak. 2. Pengembalian Pajak Pasal 17 Ayat (1) UU KUP Skema pengembalian pajak ini berlandaskan ada ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undangundang KUP. Pengembalian pajak dilakukan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang didahului dengan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) yang berstatus nihil, SPT kurang bayar atau SPT yang sebenarnya menyatakan lebih bayar tetapi atas lebih bayar tersebut Wajib Pajak tidak memohon untuk dikembalikan. Apabila setelah terbit SKPLB, Wajib Pajak menghendaki pengembalian kelebihan pajak, maka Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan secara tertulis. Mungkin karena hal ini, maka Direktur Jenderal Pajak tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan pajak atas SPT yang lebih bayar dalam jangka waktu yang ditentukan seperti SPT LB yang sedari awal memang mengajukan permohonan pengembalian. Pengembalian Pajak Pasal 17B UU KUP 1 3.
  • 5. Pengembalian pajak melalui mekanisme Pasal 17B Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ini adalah jenis mekanisme restitusi yang paling umum. Pengembalian dilakukan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang didahului dengan pemeriksaan atas SPT lebih bayar yang disampaikan Wajib Pajak di mana atas kelebihan bayar tersebut Wajib Pajak memang mengajukan permohonan pengembalian. Direktur Jenderal Pajak diberikan waktu selama 12 bulan sejak permohonan diterima lengkap untuk menyelesaikan permohonan pengembalian tersebut. Dengan kata lain, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 12 bulan tersebut. Apabila tidak, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Dirjen Pajak harus menerbitkan SKPLB yang sama dengan lebih bayar yang diminta oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan di atas. Keterlambatan penerbitan SKPLB dalam jangka waktu 12 bulan menimbulkan hak Wajib Pajak mendapatkan imbalan bunga. Pengembalian Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Pengembalian jenis ini adalah pengembalian khusus atas kasus adanya pembayaran atas pajak yang seharusnya tidak terutang. Dengan demikian, skema pengembalian ini memiliki perbedaan mendasar dengan dua jenis pengembalian di atas di mana kelebihan bayar disebabkan adanya mekanisme pengkreditan baik di PPh maupun di PPN dalam SPT dan memang umum terjadi. Ya, kelebihan bayar atas pajak yang seharusnya tidak terutang adalah kelebihan bayar yang tidak umum terjadi, kelebihannya tidak dinyatakan dalam SPT, dan permohonan bisa dilakukan oleh siapa saja, baik Wajib Pajak ber-NPWP maupun tidak ber-NPWP, baik Wajib Pajak dalam negeri maupun Wajib Pajak luar negeri. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007, yang dimaksud dengan pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan 1 4.
  • 6. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak Beberapa kasus yang bisa mencontohkan pajak yang seharusnya tidak terutang ini adalah di antaranya perusahaan importir yang dipungut atau membayar PPnBM yang seharusnya tidak terutang atau melebihi ketentuan, pengusaha angkutan yang dipungut PPnBM atas kendaraan yang dibelinya padahal seharusnya dibebaskan dari PPnBM, dan seorang Wajib Pajak yang membayar atau dipotong atau dipungut PPh Final yang seharusnya tidak terutang atau melebihi ketentuan. Atas permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila berdasarkan laporan hasil penelitian terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Namun apabila laporan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak harus memberitahukan secara tertulis. Peraturan pelaksanaan yang lebih teknis tentang pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER40/PJ/2010 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Bagi Wajib Pajak Luar Negeri, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Berkaitan Dengan SPTNP Atau SPKTNP, Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Atau Putusan Peninjauan Kembali, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER5/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penelitian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri. Peraturan Dirjen Pajak yang pertama mengatur tentang mekanisme pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang oleh Wajib Pajak luar negeri. Ruang lingkup pajak yang 1 seharusnya tidak terutang untuk Wajib Pajak luar negeri meliputi tiga jenis. Pertama,
  • 7. pajak yang seharusnya tidak terutang akibat kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan dalam P3B. Kedua, pajak yang seharusnya tidak terutang karena pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang bukan objek pajak. Terakhir, pajak seharusnya tidak terutang akibat pemotongan atau pemungutan pajak yang lebih besar daripada yang seharusnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B sesuai dengan kesepakatan dalam rangka Mutual Agreement Procedure (MAP). Peraturan Dirjen Pajak yang kedua mengatur tentang mekanisme pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang yang berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP, keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali. Ruang lingkup pajak yang seharusnya tidak terutang dalam peraturan ini meliputi pajak yang telah dibayar, berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam : 1. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP); 2. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor (SPKPBM), Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan; 3. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor SPKPBM, Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding; 4. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor SPKPBM, Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan 1 Kembali;
  • 8. 5. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau 6. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali, dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak. Selanjutnya dalam Peraturan Dirjen Pajak yang terakhir (PER-5/PJ/2011), pajak yang seharusnya terutang yang dapat diminta pengembalian adalah Pajak Penghasilan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan yang terutang berupa Pajak Penghasilan yang telah dibayar karena kesalahan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan atau karena adanya transaksi yang dibatalkan. Jenis pajak yang seharusnya tidak terutang yang kedua yang dapat dimintakan pengembalian adalah kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan. Ada empat bentuk kesalahan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang menyebabkan kondisi pajak seharusnya tidak terutang. Pertama adalah pajak yang salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak. Kedua, pajak yang salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut. Ketiga adalah salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut. Terakhir adanya salah dipotong atau dipungut karena kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungut. Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Patuh Berdasarkan Pasal 17C Undang-undang KUP, kepada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan. Untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan ini, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu terlebih 1 5.
  • 9. dahulu mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Atas permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian. Produk hukum yang diterbitkan setelah melakukan penelitian ini adalah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan untuk jenis pajak PPN atau 3 bulan untuk jenis pajak PPh, sejak permohonan diterima lengkap. SKPPKP tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan atau dengan pemberitahuan perubahan alamat. Terhadap pengembalian pendahuluan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak dengan catatan jika yang diterbitkan adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebelumnya harus ditetapkan dulu oleh Direktur Jenderal Pajak. Selanjutnya Wajib Pajak ini dinamakan Wajib Pajak Patuh. Adapun kriteria yang harus dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan kriteria ini tertentu adalah : 1. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; 2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan 4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 1 dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
  • 10. Ketentuan pelaksanaan tentang penetapan Wajib Pajak Patuh serta tatacara pengembaliannya diatur lebih teknis dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2008 tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Dengan Persyaratan Tertentu Berdasarkan Pasal 17D Undang-undang KUP, kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan. Untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan ini, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu terlebih dahulu mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Atas permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian. Produk hukum yang diterbitkan setelah melakukan penelitian ini adalah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan untuk jenis pajak PPN atau 3 bulan untuk jenis pajak PPh, sejak permohonan diterima lengkap. SKPPKP tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan surat pemberitahuan perubahan alamat. Nah, atas tidak diterbitkannya SKPPKP ini kepada Wajib Pajak diberitahukan secara tertulis. Terhadap pengembalian pendahuluan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak dengan catatan jika yang diterbitkan adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Nah, siapakah Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu ini? Jawabnya ada di Pasal 17D ayat (2) Undang-undang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1 6.
  • 11. 193/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009, yaitu : 1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu. Batasan peredaran usaha dalam SPT Tahunan adalah paling banyak sama dengan batasan peredaran usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (Rp4,8 Milyar). Sementara itu batasan jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh adalah kurang dari Rp 1.000.000,00, atau paling banyak 0,5% (setengah persen) dari batasan peredaran usaha penggunaan norma penghitungan (Rp4,8 Milyar). 3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.Batasan peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh adalah paling banyak Rp5 Milyar dan batasan jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh adalah kurang dari Rp10.000.000,00. 4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu. Pengusaha Kena, Pajak di sini adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00, dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00. Ketentuan teknis tentang tatacara pengembalian pendahuluan kepada Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu. Pengembalian Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, yang merupakan perubahan terakhir Undangundang PPN 1984, memperkenalkan ketentuan baru tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. PKP yang ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah memiliki hak 1 7.
  • 12. untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan PPN dengan proses yang lebih cepat dan lebih sederhana daripada pengembalian dengan cara biasa melalui proses pemeriksaan sesuai Pasal 17B Undang-undang KUP. Pasal 17C Undang-undang KUP sebenarnya juga mengatur tentang pengembalian pendahuluan bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu atau disebut Wajib Pajak Patuh. Namun nampaknya ketentuan Wajib Pajak Patuh ini relatif lebih sulit dipenuhi dan jika diperiksa di kemudian hari dan dilakukan koreksi, sanksi yang dikenakan adalah kenaikan 100% sehingga risiko yang ditanggung PKP cukup besar untuk meminta pengembalian pendahuluan. Mekanisme pengembalian untuk PKP berisiko Rendah pun sebenarnya mengacu kepada pengembalian pendahuluan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undangundang KUP. Namun demikian, bagi PKP berisiko rendah yang sudah mendapatkan pengembalian pendahuluan kemudian dilakukan pemeriksaan dan dilakukan koreksi, maka atas kurang bayarnya hanya dikenakan sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP yaitu bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Dengan demikian maksimal sanksi yang bisa dikenakan hanya 48% saja. Bandingkan dengan dengan sanksi yang sama atas WP Patuh di mana sanksi yang dikenakan adalah kenaikan 100%. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/MK.03/2010 Tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. PKP merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, atau 2. PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, atau 3. produsen selain Pengusaha Kena Pajak di atas yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu tepat waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir, nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% 1 adalah produksi sendiri, dan Laporan Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya
  • 13. diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian. Syarat tambahan untuk ketiga kelompok PKP di atas adalah tidak pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu 24 bulan terakhir. Untuk dapat mendapatkan pengembalian pendahuluan, PKP juga harus memenuhi kriteria dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/MK.03/2010 yaitu PKP harus melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. Tatacara pengembalian bagi PKP berisiko rendah mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-63/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. Pengembalian PPN Untuk Pemegang Paspor Luar Negeri Ada hal baru alam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yaitu adanya ketentuan resitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pemegang paspor luar negeri atas PPN yang sudah dibayar untuk pembelian barang kena pajak yang akan dibawa ke luar Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 16E ayat (1) sampai dengan ayat (5) Undang-undang PPN 1984. Dengan bahasa yang berbeda, hal yang sama juga diatur dalam Pasal 17E Undang-undang KUP. Pasal 16E ayat (2) UU PPN 1984 memberikan persyaratan PPN dan PPnBM yang dapat direstitusi atau diminta kembali, yaitu : 1. nilai PPN minimal Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan dapat disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah; 1 8.
  • 14. 2. pembelian Barang Kena Pajak dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan 3. Faktur Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN, kecuali pada kolom NPWP dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai NPWP. Pasal 16E ayat (3) UU PPN 1984 mengatur tentang mekanisme bagaimana pemegang paspor luar negeri dapat melakukan restitusi PPN dan PPnBM. Berdasarkan ketentuan ini, permintaan kembali dilakukan pada saat pemegang paspor luar negeri tersebut meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bandara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Adapaun bandara yang telah ditetapkan adalah bandara Soekarno Hatta Jakarta dan bandara Ngurah Rai Denpasar. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 141/KMK.03/2010), bandara Adisutjipto Yogyakarta (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 427/KMK.03/2010), serta bandara Juanda Surabaya dan Polonia Medan (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 287/KMK.03/2011). Adapun dokumen yang harus ditunjukkan pada saat melakukan permintaan kembali atas PPN dan PPnBM yang sudah dibayar, sesuai dengan ketentuan Pasal 16E ayat (4) UU PPN 1984 adalah : 1. paspor; 2. pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan 3. Faktur Pajak. Faktur Pajak dalam rangka pengembalian PPN untuk pemegang paspor luar negeri adalah Faktur Pajak Khusus yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010 yang diperoleh dari toko retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak ketika pemegang paspor luar negeri membeli Barang Kena Pajak. Beberapa toko retail yang sudah ditunjuk adalah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Dirjen 1 Pajak Nomor KEP-347/PJ/2010 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-386/PJ/2010.
  • 15. Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010, pengembalian dilakukan secara langsung melalui penerbitan SPMKP ke rekening orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang meminta pengembalian PPN. Pengembalian dilakukan melalui penerbitan SKPLB terlebih dahulu dengan jangka waktu pengembalian 1 bulan. Pengembalian dapat dilakukan secara tunai dan dalam mata uang Rupiah dalam hal nilai pembayaran nilai pembayarannya paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sampai dengan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Atas pengembalian seperti ini tidak didahului dengan penerbitan SKPLB. KESIMPULAN Sejak terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, dan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, skema pengembalian pajak menjadi semakin kaya. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 memperkenalkan Pasal 17 ayat (2) yang mengatur pengembalian pajak yang seharusnya terutang yang sebelumnya hanya diatur oleh Surat Edaran saja. Undang-undang ini juga memperkenalkan pengembalian pendahuluan bagi Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu yang dituangkan dalam Pasal 17D. Sementara itu Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 memperkenalkan pengembalian pendahuluan untuk Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah. Undang-undang ini juga 1 memberikan hak kepada pemegang paspor luar negeri, yang biasanya adalah turis asing, yang
  • 16. berbelanja barang di Indonesia untuk meminta PPN yang telah dibayar karena barang tersebut tidak dikonsumsi di daerah pabean. Perluasan cakupan pengembalian pajak ini rasanya cukup memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak untuk mendapatkan hak-haknya sehingga pelayanan kepawa Wajib Pajak juga menjadi lebih baik serta dapat mengurangi biaya kepatuhan Wajib Pajak. Pada gilirannya, diharapkan penerimaan pajak akan semakin meningkat dalam jangka panjang. Khusus tentang pengembalian PPN untuk pemegang paspor luar negeri, hal ini semakin menegaskan bahwa PPN adalah pajak atas konsumsi di dalam negeri saja sehingga apabila dikonsumsi di luar negeri, semestinya memang PPN yang terkandung harus dikembalikan. DAFTAR PUSTAKA 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 dan perubahannya 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dan perubahannya 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 dan perubahannya 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.03/2010 dan perubahannya 9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 141/KMK.03/2010 10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 427/KMK.03/2010 1 11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 287/KMK.03/2011
  • 17. 1