Teori Kelompok Terbisu menjelaskan bagaimana wanita sebagai kelompok subordinat mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pengalaman mereka melalui bahasa yang dikuasai kelompok dominan pria. Wanita cenderung diam karena tidak memiliki kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan pengalaman mereka. Teori ini menunjukkan bagaimana distribusi kekuasaan yang tidak merata dalam masyarakat menghasilkan ketidaksetaraan
2. Karena dominasi politiknya, maka sistem persepsi pada pria cenderung dominan, bahkan menghambat kebebasan berekspresi dari para wanita. Tidak dapat dipungkiri bahwa pria lebih dihargai dalam kehidupan sosial, sebaliknya pengalaman wanita diabaikan, akibatnya wanita mengalami kesulitan dalam membicarakan pengalamannya tersebut. Teori ini berpendapat bahwa seseorang akan menjadi tidak fasih dalam berbicara ketika mereka tidak memiliki kata-kata untuk mendeskripsikan pemikirannya. Inilah yang terjadi ketika dominasi politik pria memaksakan persepsi mereka pada wanita yang memiliki pengalaman yang berbeda.
3.
4. Ritual, salah satu contoh ritual di sini adalah upacara pernikahan, yang mana mengindikasikan bahwa wanita diberikan bagi para pria dan statusnya lebih rendah dibanding pria. Setelah menikah pun, wanita diharuskan mengganti namanya sesuai dengan nama pria yang dinikahinya. Hal ini menunjukkan pada kita suatu bentuk subordinasi antara pria dan wanita dalam sebuah ritual pernikahan.
5. Control, media dikendalikan oleh pria, sedangkan kontribusi wanita dalam lingkup media sangat dibatasi. Salah satu buktinya adalah dalam hal interupsi. Ketika pria menginterupsi wanita, maka wanita akan mengikuti interupsi tersebut, namun tidak sebaliknya bila wanita menginterupsi pria, maka pria tersebut tetap akan bertahan dalam pendapatnya.
6. Harassment, dalam street harassment, wanita tidak memiliki kebebasan dalam mengakses jalan publik. Ruang publik dikendalikan oleh pria. Wanita yang pernah mengalami sexual harassment diabaikan dan dianggap tidak penting.Houston dan Kramarae, mengajukan beberapa strategi dalam mengubah kendali pria atas wanita. Pertama, memberi nama kepada silencing dalam suatu topik diskusi. Kedua, dengan mengklaim ulang, meningkatkan derajat dan pemikiran wanita, serta memulai perayaan dan pembelajaran di segala bidang bagi wanita. Melalui kegiatan ini, menunjukkan bahwa wanita juga dapat melakukan hal-hal yang efektif, berdampak, serta mampu berekspresi layaknya para pria. Ketiga, dengan menciptakan bahasa baru yang lebih representatif untuk menangkap dan menggambarkan pengalaman-pengalaman wanita. Melalui strategi-strategi inilah, muting diharapkan dapat teratasi. <br />3<br />