SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
Download to read offline
7
	
	 Agustus 2015
KABAR
JKPP
Menuju	
  Tegaknya	
  	
  
Kedaulatan	
  Rakyat	
  	
  
Atas	
  Ruang 19
Mencari Posisi Peta Partisipatif
Dalam JIGN Di Daerah
K A B A R J K P P 1 9
" 	 KABAR JKPP 192
REDAKSI KABAR JKPP
Pemimpin Umum: Deny Rahadian Pemimpin Redaksi: Dewi Puspitasari
Soetedjo, Redaktur: Ade Ikhzan Redaktur Pracetak: Amier Hamzah Siregar
Reporter & Kontributor: Imam Hanafi, Diarman, Aku Sulu Samuel
Sausabu, Hajaruddin, Kisran, Nia Ramdhaniaty, Dyantoro Sirkulasi &
Distribusi: Diana Sefiani, Yowanda
Alamat Redaksi :
Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
Jl. Cimanuk Blok B7 No 6, Komp. Bogor Baru, Bogor 16152 INDONESIA
Telp. 62 – 251 8379143 Fax. 62 – 251 8314210
Email: kabar@jkpp.org Website : www.jkpp.org
KABAR REDAKSI
Salam kedaulatan rakyat atas ruang,
Para pembaca yang budiman, kali ini KABAR
JKPP kembali hadir di tangan para pembaca.
KABAR JKPP 19 ini menyajikan tulisan utama
tentang “Mencari Posisi Peta Partisipatif Dalam
JIGN di Daerah”, Imam Hanafi menyorot tentang
Kebijakan Satu Peta yang sudah diluncurkan
sejak pemerintahan SBY hingga saat ini
implementasinya masih setengah hati. Salah satu
upaya advokasi yang dilakukan adalah
mengintegrasikan Peta Partisipatif ke dalam
Kebijakan Satu Peta tersebut melalui dorongan
dari tingkat daerah. Perpres no 27 tahun 2014
telah mengatur tentang Jaringan Informasi
Geospasial Nasional (JIGN), dimana Pemda
sebagai salah satu Simpul JIGN.
Selain itu kami juga menyajikan beberapa
pengalaman belajar kawan-kawan Simpul
Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) dalam
penggunaan peta partisipatif sebagai alat
perencanaan, dasar bagi pengakuan wilayah adat
dan upaya integrasi peta partisipatif dalam
kebijakan RTRW di daerah. Juga beberapa
informasi terkini tentang SLPP.
Akhirnya, kami selalu membuka kritik, saran
dan terutama tulisan baik ide, analisis maupun
pengalaman belajar dari para pembaca untuk
memperkaya media ini. Selamat Membaca!
Redaktur
Yang Dapat Kami KABARI
Mencari Posisi Peta Partisipatif Dalam JIGN Di
Daerah - Imam Hanafi
Menggali Inspirasi, Meminang Permaisuri -
Aku Sulu Samuel Sau Sabu
Peran Pemetaan Partisipatif dalam Menjaga
Wewengkon - Nia Ramdhaniaty
Model SLUP Kecamatan Rampi, Menuju
Pembangunan Yang Partisipatif Untuk
Kesejahteraan Masyarakat dan Resolusi Konflik
- Hajaruddin Anshar
Krisis Ekologi dan Sosial di Sulawesi Tenggara
- Kisran Fadhil
Dari Pemetaan Partisipatif Menuju Inisiasi Tata
Ruang Kawasan Perdesaan - S. Diyantoro
Terbit atas dukungan :
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "3
Kebijakan satu peta (onemap policy) Indonesia
mulai dimunculkan pada akhir tahun  2010 pada
masa pemerintahan SBY. Tujuannya adalah untuk
mewujudkan informasi geospasial Indonesia
yang akurat, terpadu, sistematik dan
berkelanjutan.
Produk kebijakan satu peta ini diharapkan bisa
menjadi referensi informasi geospasial
terintegrasi yang
diacu banyak
pihak sebagai
landasan dalam
pengaturan dan
pengambilan
keputusan
penguasaan,
pengelolaan dan
pemanfaatan ruang.
Landasan pelaksanaan dan keterlaksanaan
kebijakan satu peta, termuat dalam Undang-
undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (IG). Undang-undang IG ini
menetapkan Badan Informasi Geospasial (BIG)
sebagai pelaksana penyelenggaraan Infomasi
Geospasial Dasar (IGD) serta instansi pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau setiap orang,
sebagai pelaksana Informasi Geospasial Thematik
(IGT). Secara kelembagaan, BIG ditetapkan
berdasarkan Perpres Nomor 94 Tahun 2011
tentang Badan Informasi Geospasial, sebagai
pengganti Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan tugas
yang lebih luas.
Mencari Posisi Peta Partisipatif
Dalam JIGN di Daerah
Amanat UU NO 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial termuat dalam
tujuan IG yaitu 1). Menjamin ketersediaan dan akses IG yang dapat
dipertanggung jawabkan 2). Mewujudkan kebergunaan dan
keberhasilgunaan IG melalui kerjasama, koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi 3).mendorong penggunaan IG dalam pemerintahan dan
kehidupan masyarakat 4). Referensi tunggal dalam padunya IG di Indonesia
Imam Hanafi
Kepala Divisi Advokasi
Sekretariat Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
S E Q U O I A C L U B
" 	 Nullam arcu leo, facilisis ut4
BIG sebagai pelaksana dan penangungjawab IG
sekaligus merupakan penanggung jawab
pelaksanaan kebijakan satu peta, telah
menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional
Informasi Geospasial pada 28 Februari 2012 serta
Rakornas Infrastruktur Informasi Geospasial
(IIG) pada desember 2012 di Jakarta yang
melahirkan roadmap pembangunan infrastruktur
Informasi Geospasial (2013-2017).
Penyelenggaraan IIG disandarkan pada pilar-
pilar utama IIG yang terdiri dari kebijakan
(perundang-undangan), kelembagaan
(governance, institutional arrangement), data
utama dan metadata, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta sumberdaya manusia). Dalam
roadmap IIG ini juga memasukkan pemetaan
partisipatif sebagai salah satu metodologi dan
produk peta yang diakomodir dalam roadmap
IIG sebagai bagian dalam kebijakan satu peta.
 
Mekanisme yang dikembangkan dalam konteks
onemap adalah berbagi pakai data. Data-data
diserap dari semua kementerian dan lembaga;
dihimpun, diverifikasi dan dipadukan sesuai
standard BIG, disimpan dalam satu data base
yang selanjutnya akan menjadi satu referensi
bagi semua pihak yang ditampilkan melalui
geoportal BIG untuk diserap dan dipakai oleh
semua pihak.
Standarisasi, legalitas dan formalisasi PP
Kendati dalam UU IG no 4 tahun 2011
menyebutkan beberapa pihak yang boleh
membuat peta (Informasi Geospasial), namun
konsep satu data dan penyatuan data resmi
geospasial harus melalui kementerian dan
lembaga pemerintah, yang selanjutnya bertindak
sebagai wali data. Sementara sampai saat ini,
peta partisipatif yang dibuat oleh masyarakat
dan CSO pendukungnya masih menjadi data
“indikatif” yang mungkin bisa diadopsi oleh
pemerintah jika memenuhi kualifikasi tematik,
teknis dan metodologis.
Untuk bisa masuk kedalam kebijakan satu peta,
metodologi pemetaan partisipatif memerlukan
beberapa syarat yang harus dipenuhi,
diantaranya standarisasi metode pemetaan
partisipatif, adanya kebijakan payung sebagai
landasan legal metode pemetaan partisipatif,
serta adanya kejelasan wali data bagi data
pemetaan partisipatif.
 
Peta partisipatif merupakan data primer yang
diproduksi oleh masyarakat menggunakan
metode pemetaan partisipatif yang selama ini
belum difasilitasi atau dibuat oleh instansi
pemerintah maupun pemerintah daerah. Sampai
saat ini metode ini hanya berkembang dan
banyak digunakan oleh masyarakat dan CSO
pendukungnya.
 
 
Peta partisipatif merupakan data primer yang diproduksi oleh masyarakat
menggunakan metode pemetaan partisipatif yang selama ini belum difasilitasi atau
dibuat oleh instansi pemerintah maupun pemerintah daerah.
S E Q U O I A C L U B
Nullam arcu leo, facilisis ut	 "5
Dalam beberapa hal, penggunaan metode
pemetaan partisipatif dalam penyediaan data,
pemuktahiran data dan data perencanaan desa/
wilayah adat, telah dikomunikasikan dan
dikerjasamakan dengan pemerintah daerah.
Di beberapa tempat, metode pemetaan
partisipatif telah digunakan dalam pengajuan
akses kelola masyarakat di dalam kawasan
hutan, seperti penentuan ajuan wilayah Hutan
Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD)
serta penyediaan data peta sebagai alat bukti
pendukung dalam proses pengadilan sengketa
pertanahan.
Namun demikian, dalam konteks penegasan hak
dan pemantapan status kawasan, penggunaan
metodologi pemetaan partisipatif masih banyak
keraguan dan pertanyaan terkait keabsahan,
kualitas, standar dan pengakuan terhadap data
hasil pemetaan partisipatif khususnya oleh
pemerintah. Sehingga terkadang ada keraguan
dari pemerintah daerah untuk menggunakan dan
mengadopsi data hasil pemetaan partisipatif ini.
Untuk menjawab hal tersebut, metode pemetaan
partisipatif membutuhkan jaminan keabsahan
terhadap hasil dan metode, agar bisa digunakan
oleh semua pihak tanpa keraguan. Beberapa
kendala yang menjadi batu sandungan bagi
keabsahan dan legalitas metode pemetaan
partisipatif bisa dilihat dari sisi kendala
metodologi, kendala teknis penyelenggaraan dan
kendala birokratis.
Tantangan lain diluar ketiga kendala diatas bagi
peta partisipatif adalah, belum jelasnya
kebijakan, mekanisme dan institusi yang
bertanggung jawab untuk mengintegrasikan data
dan peta dalam kebijakan satu peta. Mengingat,
proses integrasi data dan peta bukan hanya
sebatas menghimpun dan mengumpulkan
banyak gambar peta dari banyak institusi dan
diakses melalui satu lembaga. Melainkan lebih
penting lagi adalah adanya proses identifikasi,
klarifikasi dan verifikasi antar satu data peta
dengan data peta yang lain yang saling tumpang
tindih.
 
 

 

Tantangan lain diluar ketiga kendala diatas
bagi peta partisipatif adalah, belum jelasnya
kebijakan, mekanisme dan institusi yang
bertanggung jawab untuk mengintegrasikan
data dan peta dalam kebijakan satu peta.
S E Q U O I A C L U B
" 	 Nullam arcu leo, facilisis ut6
Khususnya soal menempatkan data
masyarakat sebagai salah satu landasan
utama, mengingat konflik ruang yang terjadi
dibanyak sektor hampir semuanya melibatkan
masyarakat.
Landasan legal dan wali data bagi metode
pemetaan partisipatif
Perpres no 27 tahun 2014 telah mengatur
tentang Jaringan Informasi Geospasial
Nasional (JIGN) yang menggantikan peraturan
presiden no 85 tahun 2007 tentang Jaringan
Data Spasial Nasional (JDSN). JIGN ada suatu
sistem penyelenggaraan dan pengelolaan
Informasi Geospasial (IG) secara bersama,
tertib, terukur, terintegrasi dan
berkesinambungan serta berdayaguna. Hal ini
untuk menghindari adanya kekeliruan,
kesalahan dan tumpang tindih informasi yang
berakibat pada ketidakpastian hukum,
inefisiensi anggaran pembangunan, dan
inefektivitas informasi sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan mutu data spasial
nasional.
Sejauh ini, upaya membangun kesepahaman
dan pengakuan terhadap peta dan metodologi
pemetaan partisipatif telah dilakukan melalui
Inisiatif membangun ruang dialogis terhadap
pihak Kementerian Lingkugan Hidup dan
Kehutanan, Kementerian Agraria Tata Ruang
& Kepala BPN, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan
Informasi Geospasial, serta Badan
Perencanaan Nasional.
Output data dan penggunaan peta partisipatif
dalam upaya resolusi konflik, memperjelas
batas desa, wilayah kelola masyarakat dan
perencanaan tata ruang masyarakat, mulai
mendapat respon positif. Meskipun butuh
waktu panjang dan diskusi intensif dan lebih
mendalam untuk menemukan konteks dan
strategi adopsi serta proses integrasinya.
Harapannya, upaya bersinergi dengan
pemerintah ini, tidak terjebak pada persoalan
formalitas birokrasi yang cenderung
menghambat, baik teknis maupun substansi.
Kedepan, terkait partisipasi masyarakat dalam
penyediaan data Informasi Geospasial serta
peran serta masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, diharapkan pemerintah dapat lebih
”legowo” untuk membuka ruang seluas-
luasnya dan lebih fleksibel dalam mendorong
partisipasi masyarakat dalam penegasan hak
sampai ke tingkat daerah. Hal ini
dimungkinkan jika pemerintah, dengan
kebijakannya bisa lebih mendorong dan
mengakomodir peran serta masyarakat
sebagai subyek prioritas dalam arah
pembangunan kedepan. (IH)
 

 
Harapannya, upaya bersinergi dengan
pemerintah ini, tidak terjebak pada persoalan
formalitas birokrasi yang cenderung
menghambat, baik teknis maupun substansi.
K A B A R U T A M A
Nullam arcu leo, facilisis ut	 "7
Pengalaman Mendorong HKm Sebagai Salah Satu Solusi Konflik dan Menjamin
Keberlanjutan Sumber Daya Hutan di Egon Ilin Medo dan Wukuh Leworo
Aku Sulu Samuel Sau Sabu
Koordinator Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) NTT
Kebanyakan suku-suku di Indonesia
menganut sistem perkawinan patrilineal,
dimana untuk dapat melangsungkan suatu
perkawianan, pihak mempelai laki-laki wajib
memenuhi syarat-syarat perkawinan berupa 
mas kawin atau di komunitas Nusa Tenggara
Timur pada umumnya dan Kabupaten Sikka
pada khususnya mengenalnya dengan nama
Belis. Ketentuan belis sebagai syarat sebuah
perkawinan berbeda-beda antara suatu
komunitas dengan komunitas lainnya. Ada
yang dianggap berat ada yang dianggap
ringan. Berat dan ringan tergantung nilai belis,
di Kabupaten Sikka misalnya pokok belis
terdiri  dari sejumlah uang, emas, gading, dan
kuda. Akumulasi  seluruhnya bisa ditaksirkan
dengan uang maka jumlahnya bisa sampai
ratusan juta. Setidaknya kami menggunakan
terminologi yang sama dengan Belis dalam
upaya meminang pemerintah agar bisa
mengakses hutan dalam kerangka HKm.
Walaupun banyak perdebatan soal terkait hal
ini, sama halnya dengan kenyataan mengapa
harus mengontrak ditanah milik sendiri.
Tetapi lagi – lagi, Simpul NTT membaca ini
sebagai strategi yang sedang dimainkan pihak
laki-laki agar bisa mendapatkan seorang anak
perempuan sebagai calon mepelai yang bakal
menjadi permaisuri bagi anak laki-laki dan ibu
bagi generasi atau anak-anak yang akan
dilahirkan. Inilah yang dimaksudkan dengan
sebuah perjuangan dengan menggunakan
berbagai strategi untuk  mencapai
kemenangan.
Menggali Inspirasi
Meminang Permaisuri
“Tana Amin Moret Amin – Tanah kami hidup kami, Tanah
adalah Ibu bagi kami, Ibu yang mengandung, melahirkan,
membesarkan serta memberikan kehidupan”.
S E Q U O I A C L U B
" 	 Nullam arcu leo, facilisis ut8
Pada tahun 1990, Pemerintah Daerah
Kabupaten Sikka  menetapkan tata batas
kawasan hutan lindung Egon Ilin Medo RTK
107 seluas 19.456,80 Ha dengan sepihak tanpa
ada surat keputusan penetapan secara formal.
Hanya kawasan Wukoh Lewoloro RTK 126
dengan luas 3.200 Ha yang memiliki SK
penetapan yaitu SK. 124/Kpts-II/1990 tanggal
23 Maret 1990. Akibat klaim kawasan hutan
lindung ini, sebagian besar wilayah kelola
masyarakat masuk
dalam kawasan hutan
lindung.
Paska penunjukan
sepihak dari
pemerintah daerah,
masyarakat tidak lagi
bisa mengakses secara leluasa sumber daya
hutan seperti sebelumnya. Akibatnya, agar
dapat bertahan hidup masyarakat memilih
menjadi penambang galian C disekitar daerah
aliran sungai, menebang dan menjual hasil
hutan berupa kayu bangunan dan menjadi
buruh bangunan di daerah lain. Daerah aliran
sungai pun mengalami kerusakan karena
penambangan, erosi dan longsor tak terelakan.
Efek lain, beberapa masyarakat yang merasa
kecewa dengan pemerintah daerah tetap
melakukan kegiatan dalam kawasan hutan
dengan terus memperluas wilayah tanpa batas
dan kontrol, beberapa menyebabkan
kerusakan hutan.
Beberapa upaya
telah dilakukan
dalam mengatasi
masalah ini,
diantaranya
program studi
banding dan
lokakarya yang
dilakukan oleh
pemerintah
daerah, tetapi
tetap tidak
menemukan
solusi yang
terbaik.
Masyarakat
menjalani perjuangannya sendiri – sendiri
sesuai dengan kemampuanya, hingga pada
tahun 2000 masyarakat mulai mengorganisir
perjuangannya. Namun perjuangan panjang
yang ditempuh belum juga membuahkan
hasil. Hingga pada akhirnya SLPP masuk pada
bulan Desember 2006 dan menemani
perjuangan masyarakat melalui pemetaan
partisipatif dan perencanaan ruang untuk
pengelolaan sumber daya alam hutan
berdasarkan
konsep hutan
kemasyarakatan
(HKm). Konsep
yang ditawarkan
merupakan
strategi
penyelesaian konflik keruangan antara
pemerintah dan masyarakat. Hal ini sebagai
sebuah tawaran dari melihat sejarah konflik
yang cukup panjang.
Melalui pemetaan partisipatif semua potensi
sumber daya alam dapat teridentifikasi dari
aspek keselamatan maupun ancamannya.
Pemetaan partisipatif dapat memberikan
informasi detil tentang situasi dan kondisi
sumber daya alam sebenarnya kepada
masyarakat yang berada di dalam dan sekitar
kawasan hutan dan pihak lain yang
berkepentingan dengan pengelolaan sumber
daya alam.
Pada tahun 1990, Pemerintah Daerah Kabupaten
Sikka  menetapkan tata batas kawasan hutan
lindung Egon Ilin Medo RTK 107 seluas
19.456,80 Ha dengan sepihak tanpa ada surat
keputusan penetapan secara formal.
S E Q U O I A C L U B
Nullam arcu leo, facilisis ut	 "9
Pemetaan partisipatif telah memberikan
gambaran nyata bagi masyarakat untuk melihat
betapa menurunnya kualitas sumber daya alam
hutan.
Pemetaan partisipatif di kawasan hutan Egon Ilin
Medo dan Wuko Lewoloro dilakukan melalui
beberapa tahap yaitu; dari sosialisasi ide dan
gagasan pemetaan partisipatif itu sendiri,
menginisiasi pelatihan pemetaan partisipatif
bersama masyarakat, survei indentifikasi potensi
sumber daya alam oleh masyarakat,
penggambaran peta, perencanaan kampung
berbasis peta.
Hasil pemetaan partisipatif kemudian
dipakai sebagai alat perencanaan tata
ruang wilayah atau pengelolaan ruang
serta alat perencanaan pembangunan
pada umumnya.
Proses yang terpenting kemudian adalah
negosiasi dengan pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 
Kabupaten Sikka. Negosiasi dengan
pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah  Kabupaten Sikka.
Peta hasil perencanaan kampung
khususnya tentang pengelolaan kawasan
disampaikan melalui tatap muka dengan DPRD
Kabupaten Sikka untuk mendapat perhatian dan
dukungan kepada masyarakat agar merancang
kebijakan daerah yang memberikan
perlindungan dan kenyamanan kelola
masyarakat dalam kawasan hutan lindung.
Selanjutnya peta-peta perencanaan pengelolaan
dari masing-masing wilayah dipresentasikan di
depan Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka dan
menyerahkannya sebagai dokumen bersama
untuk menjadi acuan pengelolaan kawasan
hutan. Dialog dengan dinas kehutanan tersebut
merupakan momentum rekonsiliasi masyarakat
dengan Dinas Kehutanan selaku pihak yang
paling bertanggung jawab atas kebijakan
kehutanan. SLPP NTT bersama kelompok
masyarakat juga telah menyerahkan dokumen
Usulan IUPHKm Kepada Bupati melalui Kepala
Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka.
Melalui kebijakan HKm, Dinas Kehutanan
Kabupaten Sikka dan masyarakat yang tinggal di
dalam dan di sekitar hutan menyepakati untuk
membuka akses pengelolaan hutan lindung
melalui pola pengembangan HKm dengan
mensinergikan  kearifan lokal masyarakat.
Adapun pengembangan hutan kemasyarakat
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat
pemegang ijin usaha pengelolaan hutan
kemasyarakatan serta kelestarian hutan itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
: P. 37/Menhut-II/2007.
Pemetaan partisipatif telah memberikan
gambaran nyata bagi masyarakat untuk melihat
betapa menurunnya kualitas sumber daya alam
hutan.
S E Q U O I A C L U B
" 	 Nullam arcu leo, facilisis ut10
Peta-peta yang dihasilkan melalui pemetaan
partisipatif telah dipakai sebagai acuan
penetapan wilayah-wilayah sasaran
penyelenggaraan hutan kemasyarakatan (HKm).
Selanjutnya peta partisipatif yang difasilitasi
melalui kerja sama SLPP-NTT telah disepakati
untuk dipakai sebagai salah satu syarat
dokumen usulan ke Bupati Sikka untuk
mendapatkan Ijin Usaha Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (IUPHKm).
Selain itu, peta perencanaan ruang menjadi
media dalam menata ulang sistem tenurial
masyarakat. Karena melalui pemetaan
partisipatif dapat diketahui bahwa kesepakatan-
kesepakatan adat berhubungan dengan
pengelolaan sumber daya alam hutan sering kali
terlupa bahkan  tidak lagi ditegakkan.
Dalam proses pemetaan seorang tokoh adat di
Desa Kloangpopot menyatakan bahwa
“kami masuk garap dalam kawasan hutan karena
kami tidak tahu resikonya, hari ini melalui pemetaan
partisipatif baru kami tahu bahwa kami telah
melakukan kesalahan dan kami merasa berdosa
terhadap alam dan leluhur kami” (Tokoh Adat Desa
Kloangpopot).
Dan ada juga Tokoh masyarakat Egon yang
menyatakan : 
“Mulai saat ini kami harus menanam hutan di mata
air kalau perlu buat dengan sumpah adat agar yang
tidak tanam hutan dapat sangsi dari leluhur berupa
sakit, penyakit dan kematian” (Tokoh masyarakat
Egon)
Hingga sampai dengan tulisan ini dibuat sudah
ada 18 desa dari 30 desa yang telah
mendapatkan IUPHKm Bupati Sikka.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil
pemetaan partisipatif telah menjadi media
penyelesaian konflik penetapan tata batas hutan
lindung serta menjadi alat perencanaan
pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan
menggunakan pola HKm. Selain itu, peta
partisipatif menjadi bagian kesepakatan dalam
negosiasi belis antara pemerintah daerah dan
masyarakat.  Salam Berdaulat atas Ruang. (SSS)
S E Q U O I A C L U B
Nullam arcu leo, facilisis ut	 "11
Istilah wewengkon dikenal komunitas
Kasepuhan Banten Kidul sebagai bentuk
penegasan batas wilayah adat yang
menunjukkan ruang kelola dan ruang hidup
masyarakat Kasepuhan, baik dalam fungsi
sosial, ekonomi, maupun ekologi.
Penegasan itu diwujudkan dalam bentuk
tata ruang wewengkon, yakni Leuweung
Leuwueng Kolot/Tutupan, Leuweung
Titipan, dan Leuweung Bukaan/Sampalan
yang dilengkapi dengan aturan adat serta
kelembagaan adat yang mengaturnya.
 Namun wewengkon sebagai titipan nenek
moyang yang dikelola secara turun temurun
itu pun diakui sebagai kawasan hutan
negara dengan fungsi produksi sejak tahun
1978 (Perum Perhutani) dan fungsi
konservasi sejak tahun 1992 serta perluasan
wilayah konservasi di tahun 2003. Terjadi
klaim antar para pihak, yang kemudian
membawa dampak pada sengketa batas
antara masyarakat Kasepuhan dan
Kementrian Kehutanan. RMI (2014)
mencatat terdapat 34 konflik, dan 90% nya
berkonflik dengan kawasan hutan negara
dibawah pengelolaan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan
Perum Perhutani.
 Sengketa batas serta ketidakpastian hak
atas tanah dan sumberdaya alam ini lah
yang menghantarkan masyarakat
Kasepuhan berinsiasi untuk melakukan
pemetaan partisipatif dalam upaya
mempertegas batas wewengkon adat
Kasepuhan serta memperjuangkan hak-hak
sebagai masyarakat hukum adat.
Peran Pemetaan Partisipatif
Dalam Menjaga Wewengkon
Menuju Lahirnya PERDA Kasepuhan di Kabupaten Lebak, Banten
Nia Ramdhaniaty
Direktur Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
S E Q U O I A C L U B
" 	 Nullam arcu leo, facilisis ut12
Peta sebagai “amunisi” penegasan HAK atas
Wilayah
Ketidakjelasan batas menjadi sumber konflik
tenurial di Indonesia dan bahkan di negara
lainnya. Peta memberikan bukti data konkrit
yang dituangkan secara visual terkait HAK atas
teritori masyarakat adat. Seperti yang dijelaskan
di dalam UU No. 41/1999 serta Permenag
5/1999, bahwa wilayah adat menjadi salah satu
syarat pembuktian sebagai masyarakat hukum
adat yang kemudian diakui keberadaannya
melalui Peraturan Daerah (PERDA). Namun
bagi masyarakat Kasepuhan, penegasan batas
ini bukan sekedar coretan batas wilayah adat,
namun terkait juga unsur penegasan dalam
konteks jaminan keamanan dalam pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk
keberlangsung penghidupan incu putu
(pengikut/warga Kasepuhan) nya kelak.
Seperti yang terjadi di Kasepuhan Karang
yang secara administratif masuk kedalam Desa
Jagaraksa. Dengan adanya peta partisipatif
yang dimiliki saat ini, secara perlahan mampu
mengembalikan “kebanggaan” warga Karang
yang terekslusi atas pengelolaan sumberdaya
alamnya maupun atas kepercayaan mereka.
Rasa bangga ini pernah pudar akibat wilayah
adat mereka dinyatakan masuk ke dalam
kawasan TNGHS TAHUN 2003 dan
mendapatkan serangan Ormas Front Pembela
Islam (FPI) di tahun 2009 yang menganggap
Kasepuhan Karang memiliki aliran
kepercayaannya sendiri dan
menyalahi ajaran Islam. Warga
kasepuhan kemudian mengambil
langkah untuk memetakan wilayah
adat dan desa administrasi nya pada
tahun 2014-2015 sebagai bentuk
penegasan batas dan hak atas
wewengkonnya.
Hingga tahun 2014, seluas 18.055,263
Ha wewengkon Kasepuhan sudah
terpetakan di Kabupaten Lebak,
diantaranya di Kasepuhan Citorek,
Cibedug, Karang, Cirompang, dan
Cisitu yang menjadi korban atas
ketidakpastian hak atas tanah dan sumberdaya
alamnya.
Hal serupa juga dialami oleh Kasepuhan Pasir
Eurih, Sindang Agung, Cibarani, Ciptagelar,
Cisungsang, dan kasepuhan lainnya yang saat
ini tengah berproses memetakan wilayah
adatnya.
“Proses pemetaan ini adalah awal dari
perjuangan menuju pengakuan hak kami
selaku masyarakat adat” (Jaro Wahid,
Kasepuhan Karang, 2014)
S E Q U O I A C L U B
Nullam arcu leo, facilisis ut	 "13
Peta sebagai alat perencanaan tata ruang adat/
desa
Konsep tata ruang adat bagi Kasepuhan
bukanlah hal yang baru. Secara ekologis,
Kasepuhan meyakini Leuweung Tutupan/Kolot/
Paniisan/Geledegan merupakan areal yang
difungsikan untuk menjaga keberlangsung mata
air. Sedangkan Leuweung Titipan merupakan
areal yang menjadi kawasan yang menjadi titipan
karuhun, seperti situs, tugu, makam, mata air
serta ada beberapa meyakini bahwa titipan
karuhun ini atas “ijin karuhun” suatu saat bisa
dibuka untuk dimanfaatkan oleh incu putu nya
kelak. Sedangkan areal yang difungsikan untuk
kebutuhan produksi masy.arakat disebut dengan
Leuweung Bukaan/Sampalan.
Konsep ini lah yang kemudian dituangkan ke
dalam peta untuk menjadi bahan perencanaan
bersama atas pembangunan yang terjadi di
wilayah adat. Sepanjang pengakuan keberadaan
masyarakat Kasepuhan belum diakui oleh
pemerintah, maka menjadi tantangan besar bagi
Lembaga adat Kasepuhan untuk mensinkronkan
konsep pembangunan wilayah adat dengan
konsep pembangunan desa administratif sebagai
unit pemerintahan terkecil negara. Namun,
mengingat staf yang duduk di pemeritahan desa
merupakan incu putu dari Kasepuhan, maka
setiap proses pembangunan yang akan berjalan
di wilayah adat harus mendapatkan “restu” dari
Kelembagaan Kasepuhan. 
Alhasil peta wewengkon pun
seringkali menjadi acuan
dalam proses perencanaan
pembangunan desa.
Peta sebagai alat negosiasi
pencapaian pengakuan dan
perlindungan Kasepuhan
Mengacu pada Gambar 1,
terlihat bahwa posisi
wewengkon di lima
Kasepuhan tersebut hampir
seluruhnya tumpang tindih
dengan kawasan penunjukkan
TNGHS yang keberadaannya
dilegitimasi melalui SK Menhut No. 175/Kpts-II/
2003 seluas 113.357 Ha. Tanah yang dikelola sejak
lama oleh warga Kasepuhan secara turun
temurun ini harus dihadapkan pada status yang
lain, yaitu hutan negara di atas tanah negara! Ini
menunjukkan bahwa masyarakat Kasepuhan
belum berdaya di atas wewengkon (wilayah
adat) nya sendiri.
Peraturan Daerah (PERDA) yang seharusnya
mengakui keberadaan Kasepuhan sebagai
masyarakat hukum adat belum tersedia, baik di
Kabupaten Lebak, Sukabumi maupun Bogor.
Sebagai informasi bahwa Kabupaten Lebak
menjadi pelopor dalam pengakuan Ulayat
Masyarakat Baduy dalam bentuk Peraturan
Daerah, No. 32 tahun 2001. Oleh karena nya
bukan hal yang mustahil jika pengakuan
Kasepuhan pun disahkan dalam bentuk PERDA
di Kabupaten Lebak.
 
S E Q U O I A C L U B
" 	 Nullam arcu leo, facilisis ut14
Perjuangan Kasepuhan adalah perjuangan
membuktikan bahwa Kasepuhan merupakan
masyarakat hukum adat yang juga harus
memiliki pengakuan dan perlindungan atas
wilayah adat, keberadaan masyarakat beserta
sumber penghidupan lainnya.
Pengakuan keberadaan Kasepuhan saat ini
tertuang di dalam SK Bupati Lebak No. 430/
Kep.298/Disdikbud-/2013 tentang Pengakuan
Keberdaan Masyarakat Adat di Wilayah
Kesatuan Adat Banten Kidul. Namun, karena
mandat peraturan perundang-undangan
adalah PERDA, maka awal tahun 2015 warga
Kasepuhan mendapatkan jawaban dari
Pemerintah Kabupaten Lebak, bahwa PERDA
Kasepuhan masuk menjadi Program Legislasi
Daerah tahun 2015. 
Secara prinsip PERDA yang dihasilkan harus
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
bagi warga Kasepuhan yang pola penyebaran
berdasarkan geneologis. Oleh karena itu salah
satu substansi pokok dari PERDA tersebut
yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :
a) pengakuan seluruh masyarakat kasepuhan
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat; b)
mengakui hak tradisional dan hak lainnya dari
Masyarakat Kasepuhan sebagai warga negara;
c) pengaturan pelaksanaan pemetaan wilayah
adat yang kemudian peta wilayah adat
ditetapkan dengan SK Bupati; d) pembentukan
tim pemetaan wilayah adat; e) menjadikan
masyarakat Kasepuhan sebagai unit dalam
pembangunan daerah; dan lain-lain.  Baca
lebih lanjut Policy Brief Vol. 01/2014 yang
diterbitkan oleh Epistema, RMI, JKPP dan
HuMa.
Peta partisipatif yang saat ini sudah ada
maupun yang sedang dalam tahap proses
penatabatasan menjadi seharusnya dokumen
penting bagi terwujudkannya prinsip PERDA
pengakuan masyarakat hukum adat, yaitu
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
Kasepuhan. 
Namun faktanya peta partisipatif yang
dihasilkan pun belum sanggup meyakinkan
para pengambil kebijakan di daerah untuk
diakui, karena belum ada legitimasi hukum
positif yang mengakui itu. Peta partisipatif
Kasepuhan harus diakui secara
sah, jika negara akan mengakui
keberadaan Kasepuhan dan
masyarakat hukum adat
lainnya! (NR)
Sumber Bacaan:
Hanafi, I., Nia Ramdhaniaty dan Budi
Nurjaman. Nyoreang Alam Ka Tukang,
Nyawang Anu Bakal Datang.
Penelurusan Pergulatan di Kawasan
Halimun, Jabar-Banten. 2004. Publikasi
RMI
Polycy Brief Vol. 01/2014. Menantikan
Hadirnya Peraturan Daerah tentang
Masyarakat Kasepuhan. Epistema,
RMI, HuMa dan JKPP. 2014.
Policy Brief Bol. 02/2014. Perda
Masyarakat Kasepuhan: Solusi Konflik
Tenurial Kehutanan di Lebak.
Epistema dan RMI. 2014.
Peta partisipatif Kasepuhan harus diakui secara sah, jika
negara akan mengakui keberadaan Kasepuhan dan masyarakat
hukum adat lainnya!
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "15
Model SLUP Kecamatan Rampi
Menuju Pembangunan yang Partisipatif untuk Kesejahteraan Masyarakat dan
Resolusi Konflik
Hajaruddin Anshar
Pengurus Perkumpulan Wallacea Palopo
Idealnya masyarakat bukan hanya sebagai
obyek dari perencaanaan pembanguan,
semestinya masyarakat memiliki ruang yang
cukup luas untuk terlibat dalam
pembangunan. Selama ini, model
perencanaan pembangunan yang teknokratis
memandang masyarakat sebagai objek
semata, menghilangkan ruang partisipasi
masyarakat yang pada akhirnya
menyebabkan konflik dan menghambat
pembangunan itu sendiri.  

Dalam upaya menjembatani berjalannya
proses pembangunan serta mendorong
keterlibatan masyarakat yang aktif dalam
perencanaan, metode Sustainable Land Use
Planning (SLUP) atau perencanaan
penggunaan lahan berkelanjutan menjadi
salah satu pilihan. SLUP mengedepankan
peran penting masyarakat sebagai subyek
dan sekaligus obyek pembangunan. SLUP
menegaskan perencanaan wilayah
berdasarkan sistem kelola komunitas yang
ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat
dan keberlanjutan fungsi layanan alam. 

Khusus di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi
Selatan, sejak 2014 sampai 2015 Pemerintah
Kabupaten Luwu Utara bersama Jaringan
Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Simpul
Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP)
Tokalekaju, dan Perkumpulan Wallacea 
menginisiasi  Sustainable Land Use Planning
(SLUP) atau Perencanaan Penggunaan Lahan
Berkelanjutan yang bertujuan untuk
mewujudkan penyusunan perencanaan
pembangunan partisipatif, khususnya bagi
penyusunan tata ruang secara partisipatif di
Luwu Utara.  
S E Q U O I A C L U B
" 	 KABAR JKPP 1916
Belajar dari pengalaman
Kecamatan Rampi merupakan salah satu
kecamatan di Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan. Daerah ini  memilki
topografi berbukit-bukit dan berada pada
1.600 mdp.
Secara adminstrasi, Kecamatan Rampi terdiri
dari 6 desa yaitu (1) Sulaku, (2) Leboni, (3)
Onondowa, (4) Dodolo, (5) Rampi, (6)
Tedeboe. Rampi berada di Pegunungan
Tokalekaju, pegunungan hutan purba yang
masih tersisa di Sulawesi, berjarak sekitar 84
km dari Ibu Kota Luwu Utara.
Wilayah ini juga dikenal sebagai jantung
Sulawesi. Rampi merupakan salah satu
kecamatan yang dapat dikatakan wilayah
terpencil dan masih terisiolir. Perjalanan
menuju Rampi dapat ditempuh dengan
pesawat kecil atau perjalanan darat dengan
medan sulit selama 2 hari.
Sementara Rampi dalam arahan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Utara
Kecamatan Rampi masuk dalam klaim
kawasan hutan lindung dan kawasan
budidaya. Dalam peta RTRW kawasan
strategis Kabupaten Luwu Utara tahun 2009 –
2029, Kecamatan Rampi masuk dalam potensi
pertambangan bersama dengan Kecamatan
Seko dan Limbong.
Sementara itu, Kecamatan Rampi juga masuk
dalam wilayah yang rawan bencana,
khususnya masuk dalam kategori rawan
banjir, erosi dan sedimentasi. Didalam perda
RTRW tertulis rencana perluasan kebun sawit
hingga 23.388,13 Ha, dimana Rampi masuk
didalamnya.

Analisis SLUP menghasilkan ketidaksesuaian
perencanaan yang dibuat oleh masyarakat 
dengan RTRWK. Kesesuaian kawasan
budidaya dalam perencanaan masyarakat
dengan RTRWK Luwu Utara sebesar 20 %
atau sekitar 4.598,6 Ha. Kategori sesuai
dengan izin pemerintah sebanyak 35.5 %,
wilayah ini mencakup area hutan produksi,
sementara ketidaksesuaian kawasan
budidaya masyarakat sebanyak 45.42 % yaitu
wilayah budidaya yang masuk dalam hutan
lindung dan kawasan potensi pertambangan
dalam RTRWK.
Sebaliknya wilayah lindung dalam peta
perencanaan masyarakat Rampi yang
dialokasikan sebagai kawasan budidaya
dalam RTRWK seluas 52.62 % atau 61.409 Ha,
sementara kawasan lindung masyarakat
Rampi yang sesuai dengan lindung dalam
RTWRK hanya sebanyak 47.38 % yaitu seluas
55,289.54 Ha.

Sinergitas komunitas dan Pemerintah
SLUP mensyaratkan kerja sinergi dengan
pemerintah, karena dokumen yang dihasilkan
oleh masyarakat diharapkan menjadi
dokumen rujukan dalam RTRWK.
Perjalanan menuju Rampi dapat ditempuh dengan pesawat kecil atau
perjalanan darat dengan medan sulit selama 2 hari.
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "17
Memastikan bagaimana pemerintah
mengakomodir perencanaan penggunaan
lahan berkelanjutan komunitas dikerjakan
dengan pelibatan pemerintah (Pemerintah
Desa, Kecamatan hingga pemerintah
Kabupaten) bersama dengan masyarakat.
Inisiasi SLUP dengan berpegang peta
perencanaan dilakukan tahap demi tahapan
secara partisipatif seperti alur berikut ini.
Perencanaan penggunaan lahan
berkelanjutan di Kecamatan Rampi
menjadikan masyarakat memahami apa saja
kebutuhan mereka.  
Masyarakat menuangkan perencanaan
partisipatif dalam peta dengan
mendiskusikan tidak saja soal kebutuhan saat
ini melainkan kebutuhan masyarakat dimasa
depan. Kesadaran masyarakat dalam
mengenal wilayah kelolanya sendiri
diharapkan mampu menumbuhkan rasa
pemilikan serta memahami bagaimana
merespon kemungkinan perkembangan
kehidupan pada masa yang akan datang,
misalnya dalam melihat perkembangan
penduduk sehingga dibutuhkan perencaana
soal perluasan tempat pemukiman, lahan
pertanian, perkebunan dan kebutuhan
lainnya. Peta ini yang didorong menjadi
rujukan bagi pemerintah dalam membuat
kebijakan pembangunan.
Pengetahuan lokal mengenai penggunaan
lahan yang tertuang dalam perencanaan
berangkat dari pengalaman mereka yang
telah lama berinteraksi dengan alam.
Pengetahuan ini menjadi bagian penting
dalam menentukan lokasi sawah, kebun,
pemukiman dan lain-lain.
Proses SLUP mendokumentasikan
pengetahuan masyarakat sebagai
modal utama dalam perencanaan
penggunaan lahan yang paritsipatif.
Seperti contohnya penentuan lokasi
persawahan diketahui dengan jenis
dari ciri tanah yang berwarna
kehitaman, dataran serta memilih
lahan dekat dengan sumber
pengairan.
Perkebunan dlihat dari jenis tanah
yang berwarna kehitaman dan berada
pada bukit juga dataran. Kolam
ditentukan dari jenis tanah yang
berlumpur dan berpasir, sementara
pemukiman ditentukan karena posisi
pemukiman yang datar, termasuk
pertimbangan lembah yang luas dan jauh
dari ancaman longsor.

Masyarakat menuangkan perencanaan
partisipatif dalam peta dengan
mendiskusikan tidak saja soal kebutuhan
saat ini melainkan kebutuhan masyarakat
dimasa depan.
S E Q U O I A C L U B
" 	 KABAR JKPP 1918
Kesesuaian Perencanaan Lahan Berdasarkan Pengetahuan Lokal yang ada di Masyarakat
Rampi, seperti yang diperlihatkan dalam tabel dibawah ini :
NO Penggunaan Lahan Kesesuaian Lahan Keterangan
Cocok Tidak Cocok
1 Pertanian/
pesawahan
tanah berwarna hitam
atau kehitaman
tanah padat
tanah yang ditumbuhi
alang-alang masih bisa
dipakai untuk pesawahan
jenis tanah dengan
lumpur yang agak putih
atau kekuningan
tanaman padi hanya
bertahan selama 3 kali panen
atau selama 3 tahun
lembab dan berlumpur letak sawah sebaiknya
berada di daerah yang lebih
rendah dari air
2 Perkebunan tanah berwarna hitam
atau kehitaman
tanah berpasir lokasinya di perbukitan/
dataran tinggi
kadang ditemukan juga di
wilayah dataran/tanah rata
tanah merah tanah berwarna merah tidak
begitu baik tetapi jenis tanah
ini masih cocok untuk
tanaman cengkeh. Hanya
saja tidak ada tanaman
cengkeh di Rampi
Kolam kolam ikan yang bagus
dengan tanah berpasir
tanah yang mengandung
unsur besi
kadang di pesawahan
ciri lumpur merah jika lahan tersebut
difungsikan sebagai kolam
ikan maka ikan di kolam
tersebut akan susah untuk
tumbuh besar
Pemukiman penempatan pemukiman
mengikuti pemukiman
sebelumnya
daerah yang memang
tidak pernah dijadikan
pemukiman sejak dulu
wilayah lembah yang luas
dan tidak rawan longsor
rawan longsor
Sumber : Diolah dari hasil wawancara masyarakat
Rampi 

Pengetahuan lokal mengenai penggunaan
lahan yang tertuang dalam perencanaan
berangkat dari pengalaman mereka yang
telah lama berinteraksi dengan alam.
Pengetahuan ini menjadi bagian penting
dalam menentukan lokasi sawah, kebun,
pemukiman dan lain-lain. Proses SLUP
mendokumentasikan pengetahuan
masyarakat sebagai modal utama dalam
perencanaan penggunaan lahan yang
paritsipatif.
Seperti contohnya penentuan lokasi
persawahan diketahui dengan jenis dari ciri
tanah yang berwarna kehitaman, dataran
serta memilih lahan dekat dengan sumber
pengairan.  Perkebunan dlihat dari jenis
tanah yang berwarna kehitaman dan berada
pada bukit juga dataran. Kolam ditentukan
dari jenis tanah yang berlumpur dan berpasir,
sementara pemukiman ditentukan karena
posisi pemukiman yang datar, termasuk
pertimbanganlembah yang luas dan jauh dari
ancaman longsor.
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "19
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara
sedang menyiapkan pengajuan pelepasan
kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan
Lahan (APL) seluas 9.419,15 Ha. Hasil
tumpang susun pengusulan perubahan
kawasan hutan dengan SK No. 8410 dengan
 peta penggunaan lahan masyarakat Rampi
ditemukan kesesuaian pengusulan seluas
5.536,61 Ha sementara ketidaksesuaian
ditemukan pada wilayah hutan primer
masyarakat atau yang disebut dengan wana
seluas 2140,69 Ha. Oleh karenanya peta SLUP
berfungsi mengkoreksi pengajuan pelepasan
hutan menjadi APL. Dokumen SLUP telah
diserahkan kepada Dinas Kehutanan Luwu
Utara sebagai rujukan dalam pelepasan
kawasan hutan oleh pemerintah sesuai
dengan kebutuhan masyarakat untuk
menghindari konflik dimasa mendatang
(HA)
Sustainable Land Use Planning (SLUP, merupakan perencanaan penggunaan lahan
dengan mengedepankan proses partisipatif, menggunakan metode pemetaan partisipatif
dan perencanaan tata guna lahan yang lebih detil. Proses SLUP menekankan lima (5)
dimensi yaitu, aspek sosial, budaya, lingkungan, ekonomi dan pemerintahan. JKPP
bersama SLPP dalam proses ini berlaku sebagai fasilitator yang mendampingi proses
perencanaan dan membangun kesepakatan, capaian serta hasil. Tahapan dalam proses
SLUP ini diawali dengan membangun kesepakatan di level desa, kecamatan hingga
kabupaten. Proses selanjutnya berupa pengumpulan dan pengolahan data serta analisa
sehingga menghasilkan dokumen SLUP. Dokumen ini yang menjadi bahan diskusi dan
acuan dalam proses integrasi dalam RTRWK
S E Q U O I A C L U B
" 	 KABAR JKPP 1920
Krisis Ekologi dan Sosial
Di Sulawesi Tenggara
Kerusakan Lingkungan dan Penyingkiran Masyarakat di Bumi Anoa
Kisran Fadhil
Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tenggara
Banyak kasus krisis ekologi dan upaya
penyingkiran petani dari  tanahnya
diakibatkan oleh  regulasi pemerintah
daerah yang memberikan porsi lebih
besar untuk investasi skala besar.
Regulasi ini secara terstruktur dilakukan
melalui pengalokasian ruang yang diatur
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRWK/P).
Kemudian, masyarakat mengalami proses
- proses penyingkiran secara masif karena
kerusakan ekologis sebagai dampak dari
industri ekstraktif. Seperti tercemarnya
laut dan sungai sehingga tidak bisa lagi
menghasilkan tangkapan yang baik serta
terganggunya sawah pertanian
masyarakat karena krisis air serta bencana
banjir. Belum lagi efek penurunan
kesehatan dan kerusakan tubuh manusia
karena terinfeksi udara yang telah
tercemar oleh perusahan tambang.
Sengaja datang atau hanya kebetulan
lewat, Bumi Anoa sebagai julukan
Sulawesi Tenggara merupakanwilayah
dengan basis keanekaragaman hayati
terbesar ketiga di Indonesia dengan jenis
flora dan fauna endemik (data IUNCH,
2001). Kini kekayaan sumberdaya alam
yang mestinya dimanfaatkan secara arif
dan bijaksana di Sulawesi Tenggara
dihadapkan pada malapetaka yang mesti
ditanggung oleh generasi yang akan
datang.
Penghancuran sistematis pranata sosial-
budaya sangat nampak terjadi dibeberapa
wilayah sumberdaya alam yang padat.
Sebut saja Kolaka dan Konawe Utara,
kedua daerah ini merupakan pusaka satu-
satunya Kebudayaan Tolaki, melalui
tanah dan hamparan benda alam kini tak
satupun menjadi warisan leluhur.
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "21
Kondisi ini muncul karena banyaknya
persoalan yang bermula dari hulu yaitu ketika
liberalisasi perizinan pertambangan
dikeluarkan dengan semena-mena, tidak
transparan, dan mengabaikan daya dukung
lingkungan melalui sistem terstruktur dalam
kebijakan ruang. Hal ini yang melahirkan
beragam persoalan
misalnya konflik
tenurial, perambahan
hutan, konflik sosial
dan degradasi
lingkungan.
Dalam dokumen
Rencana
Pembengunan
Jangka Menengah
Daerah (RPJMD)
Sulawesi Tenggara,
pada bagian analisa
tentang isu strategis,
selalu dikatakan
bahwa permasalahan
pokok adalah
bagaimana
mengembangkan potensi sumberdaya alam
yang tersedia baik di darat maupun di laut.
Melalui upaya peningkatan nilai tambah
sumberdaya alam dengan mengembangkan
kawasan  strategis  sebagai pusat 
pertumbuhan baru.
Dasar tersebut yang melandasi perumusan
kebijakan daerah, rencana dan program di
dalam RPJMD Sulawesi Tenggara periode 2008
– 2013 dan periode 2013 – 2018. Dengan target
pertumbuhan ekonomi pada kedua periode
tersebut berkisar antara 8% - 10% per
tahunnya.
Dalam grafik berikuth ini menunjukan bahwa
alokasi ruang bagi tambang menjadi prioritas
dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara. Yang menjadi pertanyaan
kemudian apakah pilihan tambang menjadi
jalan yang tepat bagi kesejahteraan daerah,
masyarakat serta keberlanjutan lingkungan?
Gambar Alokasi Izin di Sulawesi Tenggara
(RPJMD 2013 – 2018)

Dalam dokumen RTRWP Sultra kawasan
dengan status APL disebutkan diperuntukan
untuk pemukiman dan perkebunan. Dalam
kenyataannya sebagian besar lokasi tambang,
lokasi perkebunan skala besar dan lokasi
transmigrasi masuk dalam kawasan hutan dan
suaka alam yang telah diturunkan statusnya
menjadi APL.  
Untuk periode 2013 – 2018 diprediksi akan
terjadi perubahan luasan kawasan yang lebih
besar berdasarkan perkiraan perluasan
wilayah  investasi untuk pertambangan dan
perkebunan, termasuk juga penerimaan
transmigrasi.
Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah
pilihan tambang menjadi jalan yang tepat bagi
kesejahteraan daerah, masyarakat serta
keberlanjutan lingkungan?
S E Q U O I A C L U B
" 	 KABAR JKPP 1922
Seperti yang terjadi di Kecamatan Pomalaa
Kabupaten Kolaka dan Kecamatan Molawe
Kabupaten Konawe. Tercatat perusahaan
tambang yang beroperasi di kecamatan ini
adalah produksi PT. DRI, PT. SSB, PT. Akar
Mas, PT. Wijaya Nikel, PT. Antam Tbk dan
masih terdapat sejumlah aktivitas Pemegang
IUP dan JO ikutannya.  Tambang telah
merusak panen padi dan mencemari laut
mereka.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah
satu ketua kelompok nelayan Desa
Hakatutobu menceritakan bahwa tambang
telah menyebabkan pendapatan dari laut
menurun.
Sebelum ada tambang  penghasilan nelayan
di desanya berkisar 2 juta sampai 10 juta/
Kepala Keluarga/bulan (untuk budidaya
teripang, rumput laut dan hasil tangkapan
ikan). Hal ini diperkuat dengan salah satu
nelayan yang menceritakan bahwa sebelum
ada banjir karena tambang, kami biasa panen
500 kg sampai 1 ton, sekarang
dengan adanya banjir, kami
tidak dapat mengambil air
aliran Kali Pesouha karena
airnya keruh kemerah-merahan,
sementara udang sangat sensitif
terhadap air yang tidak steril.
Sedangkan untuk persawahan
kami selain karena langganan
banjir juga karena akibat hama
tikus dan babi, hal ini
diakibatkan  karena hutan tidak
ada lagi sehingga hama-hama
tersebut masuk di
perkampungan. Masyarakat
Pomalaa bisa memanen padi
hingga 40 – 70 sebelum ada tambang tetapi
saat ini hanya sekitar 15 karung saja, itupun
kami harus mengalami gagal panen pada
tahun 2009 dan 2010. Akibatnya banyak
petani yang tidak lagi mau menanam padi
yang pada akhirnya banyak yang jadi
pengangguran di desa.
Perusahaan tambang yang membawa banjir 
ke desa kami, karena pohon sudah habis
digunduli. Hal serupa juga terjadi di Desa
Tapunggaeya daerah Konawe utara, sejak ada
aktivitas tambang, desa menjadi rawan
longsor, dan setiap kali hujan pasti banjir
karena banyak tutupan anak kali yang
tersumbat oleh materil. Air banjir langsung
menjulur ke laut, hal ini yang menyebabkan
laut berubah menjadi merah.
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "23
Belum lagi debu menjadi pemandangan
sehari-hari yang dirasakan warga dan yang
paling memprihatinkan adalah terganggunya
para murid (SD dan SMP) yang sedang
belajar di sekolah karena terus mendengar
bising dari lalu lalang truk perusahaan
tambang. Sempat para guru melakukan
demo di kantor DPRD Konawe Utara, namun
hasilnya hasilnya PT. Sriwijaya hanya
memberikan “ganti rugi” atas kebisingan.
Perusahaan memberikan insentif kepada
guru, bantuan gorden jendela sekolah dan
pakaian sekolah untuk siswa. Padahal
masyarakat dan guru meminta untuk
menghentikan aktivitas disekitar sekolah,
selain karena gangguan kendaraan juga ada
faktor debu. Bahkan perusahaan pernah
ingin merelokasi SD dan SMP ke tempat lain.
Berkurangnya luasan kawasan tutupan hutan
serta dampak dari perubahan iklim di
Sulawesi Tenggara pada gilirannya tentu
berakibat pada meningkatnya resiko
bencana. Dalam kurun waktu tahun 2009 -
2012 telah terjadi bencana banjir di Sulawesi
Tenggara sebanyak 87 kasus. Untuk tahun
2013 saja telah terjadi sebanyak 15 kasus
banjir, dengan rincian; 2 kali banjir di
Kendari, 8 kali banjir Kolaka Utara, 3 kali
banjir Kolaka, 1 kali banjir Muna dan 1 kali
banjir Buton. (Sumber BPS Tahun 2014).
Upaya Revisi RTRWP
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Sulawesi Tenggara (RTRWP Sultra) telah
disahkan oleh DPRD Sultra pada Tahun 2014,
melalui Perda No. 2 Tahun 2014 tentang
RTRWP Sulawesi Tenggara. Oleh karenanya
mendorong revisi RTRWP tersebut menjadi
agenda utama. Kalangan Organisasi
Masyarakat Sipil mempersoalkan tentang
usulan revisi untuk substansi kehutanan
yang terkait dengan
penurunan status
sebagian kawasan hutan
menjadi Areal
Peruntukan Lain dalam
draft usulan revisi
dengan luasan yang
sangat besar. 
Disebutkan dalam
dokumen RTRWP Sultra
kawasan dengan status
APL diperuntukan
untuk pemukiman dan
perkebunan. Dalam
kenyataannya sebagian
besar lokasi tambang,
lokasi perkebunan skala
besar dan lokasi transmigrasi masuk dalam
kawasan hutan dan suaka alam yang telah
diturunkan statusnya menjadi APL. Dalam
perjalanan proses revisi RTRWP Sultra
banyak ditentang oleh berbagai elemen
masyarakat sipil maupun kalangan
pemerintah sendiri khususnyadari balai
taman nasional.
Gerakan penolakan revisi rencana tata ruang
tersebut karena disinyalir ada kepentingan/
agenda besar dari pemerintah daerah dan
pemerintah pusat untuk memuluskan jalan
bagi masuknya investasi perkebunan skala
besar dan pertambangan di Sultra.
Namun demikian perjuangan akan terus
dilakukan agar kerusakan lingkungan dan
penyingkiran petani bisa terhenti. (KFM)
S E Q U O I A C L U B
" 	 KABAR JKPP 1924
Dari Pemetaan Partisipatif Menuju
Inisiasi Tata Ruang Kawasan
S. Dyantoro
SLPP Wonosobo
Wonosobo terletak diantara gunung besar
yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing,
Gunung Dieng dan merupakan daerah
tangkapan air. Sumber mata air terbesar yang
mengaliri sungai di Jawa Tengah berasal dari
kawasan dataran tinggi Dieng. Pertama
adalah Sungai Serayu yang melintasi 5
kabupaten (Wonosobo, Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap).
Sementara Sungai Bogowonto mata airnya di
lereng Gunung Sumbing yang melewati 3
kabupaten (Kabupaten Wonosobo,
Kulonprogo dan Purworejo).
Wonosobo memiliki kawasan hutan dengan
luas 39.726,3 Ha.  Luas hutan tersebut terdiri
dari hutan negara seluas 20.254,3 Ha,
meliputi luas hutan produksi 13.675,2 Ha,
hutan lindung 6.537, 1 Ha, hutan wisata 34,9
Ha dan hutan suaka alam 7,1 Ha serta hutan
rakyat seluas 19.472 Ha. Sedangkan Hutan
Rakyat pada tahun 2000-2001 pernah
mendapat juara ke-2 tingkat Nasional.

Pemerintah Wonosobo merupakan salah satu
pemerintah daerah yang mendukung
hadirnya Undang – Undang Desa No 6 Tahun
2014.
Bupati Wonosobo telah menyelenggarakan
sosialisasi paska Undang-Undang Desa
disahkan mengenai pentingnya untuk segera
mewujudkan peraturan tersebut. Dalam
sosialisasi tersebut mensyaratkan adanya PR
besar yang bernama Peta Desa. Peluang ini
disambut oleh Simpul Layanan Pemetaan
Partisipatif (SLPP) Wonosobo untuk
menyiapkan peta administrasi desa dan
inisiasi tata ruang desa yang akan didorong
nantinya menjadi peraturan desa.
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "25
UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa membawa
paradigma baru dalam tata kelola desa dalam
peyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Desa
merupakan pemerintahan terbawah yang
berhubungan secara langsung dengan
masyarakat. Oleh karena itu desa haruslah
menjadi bagian terdepan dalam gerakan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat. Salah satu tema
strategis dalam konstruksi UU No. 6 Tahun
2014 Tentang Desa ini adalah perencanaan
pembangunan desa dan kawasan perdesaan.

Undang-undang desa yang telah bergulir dari
sejak tahun lalu, membutuhkan sebuah
terobosan untuk mempersiapkan prasyarat
penting di tingkat desa baik dalam
implementasi desa dinas maupun desa adat.
Salah satu prasyarat tersebut adanya peta desa
secara administratif.
Kondisinya hari ini, peta administrasi desa di
Indonesia baru ada sekitar 19 %, ini dikuatkan
dengan pernyataan Badan Informasi
Geospasial (BIG). Hal ini menjadikan peran
Pemetaan Partisipatif sangat menentukan dan
penting, beberapa kebijakan turunan dari
undang-undang desa membutuhkan dua peta
pokok yakni peta tata ruang desa dan peta
administrasi desa. 

Kemandirian desa terkait dengan prakarsa
dan kewenangan desa
untuk mengambil
keputusan tentang
kepentingan masyarakat
setempat.
Pencapaian tertinggi
desa mandiri apabila
desa mampu
menyediakan sumber
kehidupan dan
penghidupan bagi
masyarakatnya,
menyediakan lapangan
pekerjaan serta pendapatan masyarakat dan
pendapatan desa.
Oleh sebab itu di masa depan, desa dapat
melakukan perubahan wajah desa dan tata
kelola penyelenggaraan pemerintahan yang
efektif, pelaksanaan pembangunan yang
berdaya guna serta pemberdayaan di
wilayahnya.

Peluang Undang – Undang Desa menjadi
bagian penting dalam upaya mendorong
Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk bisa
mengakomodir Pemetaan Partisipatif.
Tentunya untuk  perluasan pengakuan
terhadap peta partisipatif yang telah dibuat
oleh kawan-kawan di beberapa desa sebelum
ada Undang – Undang Desa.Oleh karena itu desa haruslah menjadi bagian
terdepan dalam gerakan pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat.
S E Q U O I A C L U B
" 	 KABAR JKPP 1926
Selain itu, penting dalam mengintegrasikan
peta pemetaan partisipatif dengan kebijakan
pemerintah daerah, mendorong wali data peta
partisipatif kepada pemerintah daerah
menjadi bagian advokasi pengakuan tersebut. 
Beberapa kali diskusi dengan Bappeda
Wonosobo, mereka merespon baik dan siap
untuk menjadi wali data
sekaligus hasil-hasil
pemetaan partisipatif akan
didorong untuk dibuatkan
semacam SK Bupati
(terutama Peta Tata ruang
Desa dan Peta
Administrasi Desa). 

Hasil komunikasi dan
advokasi selama ini
menghasilkan kesepakatan
bersama antara SLPP
Wonosobo dengan
Pemerintah Daerah
Wonosobo dalam inisiasi
pelaksanaan pemetaan partisipatif dan inisiasi
dokumen tata ruang desa. 
Pemetaan partisipatif akan dilakukan di 23
desa yang meliputi 9 kecamatan yaitu
Kecamatan Wadaslintang, Sapuran,
Mojotengah, Watumalang, Kejajar, Kaliwiro,
Selomerto, Kepil dan Wonosobo. Proses
pemetaan dan penyusunan tata ruang desa
yang sedang dilakukan pada tahap awal ini
mencakup di 3 desa di Kecamatan
Wadaslintang yaitu, Lancar, Plunjaran dan 3
desa di Banyumudal, Ngadikerso, Talun
Ombo, dan Kumejing. 
Pendanaan akan didukung oleh pemerintah
daerah dan SLPP Wonobo akan membantu
menjadi bagian tim sebagai sharing kontribusi.
Keterlibatan pemerintah daerah yaitu Bapeda
serta Bapermasdes hingga tingkatan teknis.
Bappeda pun telah menyatakan siap menjadi
wali data dari peta yang akan dihasilkan. 

Tata ruang desa yang sedang dalam proses
saat ini akan berusaha mengakomodir seluruh
komunitas di desa dan bersama-sama
menyusun langkah-langkah strategis, dari
pembangunan fisik maupun manusianya.
Musrenbangdes akan menjadi sarana
demokratis di tingkat desa untuk
mengembangkan seluruh potensi desa menuju
desa yang mandiri. Seluruh proses
pembangunan setiap penggunaan tanah akan
menjadi rencana detail dari desa tersebut.
Sehingga hal ini akan memberikan terobosan
baru dari pembangunan dan perencanaan
desa yang berbasis pada data spasial.

Peta administratif desa saat ini di wilayah
Wonosobo belum ada, sehingga SLPP
Wonosobo juga berinisiasi untuk membuat
Peta tata batas desa yang sesuai dengan
Permendagri No 27 tahun 2006. Upaya ini juga
sebagai upaya untuk mendorong pemerintah
kabupaten untuk bisa mengakui keberadaan
dari Peta Partisipatif yang telah lama
dirumuskan oleh JKPP.  
S E Q U O I A C L U B
KABAR JKPP 19	 "27
Karena peta yang telah dibuat harus bisa
mendapat pengakuan atau legalisasi dari
pemerintah, baik dari pemerintah desa sampai
ke pemerintah pusat.

Proses penyelenggaraan Pemetaan Partisipatif
ini juga mendapat respon baik dari BIG,
dimana BIG sebagai supervisor dari
pembuatan peta ini. Hasil dari pengawasan
BIG di lapangan terkait dengan PP yang
dilakukan oleh kawan-kawan SLPP
Wonosobo yakni walaupun saat ini
masih butuh beberapa penyelarasan
tentang teknis pemetaan, secara
umum yang dilakukan oleh kawan-
kawan sudah benar hanya terkendala
oleh alat. BIG menawarkan untuk mengikuti
pelatihan tata ruang yang diselenggarakan
oleh BIG sebagai upaya penyelarasan tersebut.

SLPP Wonosobo mencoba menjalankan SOP
yang telah dibuat dan disepakati seluruh
anggota JKPP, sehingga wasit dari kegiatan ini
adalah SOP. Dua proses Peta diatas nantinya
akan dikembangkan menjadi peta-peta
tematik sesuai dengan kebutuhan dari desa,
misal : peta potensi desa, peta kemiskinan, dll.

Metodologi Pemetaan Partisipatif yang sudah
dirumuskan harus mampu menjawab
kebutuhan dari masyarakat lokal sebagai
upaya pengakuan terhadap kedaulatan atas
ruang rakyat. Kawan-kawan SLPP yang sudah
banyak berkembang diseluruh negeri harus
mampu mengembangkan inisiasi dan
terobosan baru untuk mengembangkan
Pemetaan Partisipatif.
Upaya yang dilakukan oleh kawan-kawan
SLPP Wonosobo hanya sebagian kecil sekali
perjuangan dalam mengambil peluang dari
kebijakan pemerintah.  Pengembangan dari
peta adminitratif desa dan peta tata ruang
desa bisa digunakan untuk langkah awal
advokasi ditingkatan lokal. Berbagai refleksi
(kendala & kelemahan) dari proses pemetaan
partisiapatif  bisa menjadi pembelajaran
berharga untuk penyempurnaan. (Dyan)
Proses penyelenggaraan Pemetaan Partisipatif ini
juga mendapat respon baik dari BIG, dimana BIG
sebagai supervisor dari pembuatan peta ini.
KABAR SIMPUL
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif
Sulawesi Utara
Seperti halnya permasalahan di wilayah lain
di Indonesia, teman – teman aktivis Sulawesi
Utara menghadapi konflik ruang yang
melibatkan sektor perkebunan, tambang serta
kehutanan.  Sementara konflik penguasaan
sumber daya alam di Sulawesi Utara tidak
saja terjadi pada wilayah daratan tetapi juga
pesisir dan laut. Sulawesi Utara terkenal
dengan lautnya yang luas dan indah.
Pemerintah Sulawesi Utara melakukan
reklamasi pantai yang berdampak pada
tersingkirnya nelayan karena tempat
pelabuhan nelayan dan mencari ikan yang
ada di sekitar pantai kini menjadi hilang.
Bahkan pemerintah telah memindahkan
rumah – rumah nelayan dengan mekanisme
tukar guling. Kondisi ini diperburuk dengan
kondisi lokasi rumah baru yang tidak
strategis seperti lokasi lama. Rumah baru ini
jauh dari lokasi penangkapan ikan, tidak
seperti dahulu yang cukup hanya disekitar
pantai. Hal ini memaksa nelayan untuk
mencari ikan di tengah lautan yang secara
operasional membutuhkan biaya yang lebih
besar.
K A B A R G E O S P A S I A L
" 	 KABAR JKPP 1928
Pendapatan nelayan pun menurun drastis,
bahkan banyak diantaranya tidak berprofesi
lagi sebagai nelayan karena tidak sanggup
menanggung biaya operasional yang terlalu
tinggi. 

Selama ini pemetaan partisipatif belum
menjadi bagian dari kerja – kerja advokasi
ruang khususnya bagi para penggiat aktivis
di Sulawesi Utara. Peta komunitas yang
bisa menunjukan klaim wilayah kelolanya
belum digunakan sebagai dokumen yang
kuat dalam proses negosiasi, perencanaan
wilayah dan penyelesaian konflik. Hingga
pada bulan November 2014, beberapa
aktivis yang tergabung dalam beberapa
lembaga yaitu Walhi Sulut, LP2S Manado,
AMAN Sulut, LBH Sulut, Telapak Sulut,
Swara Parangpuan Sulut, Jaringan
Kampung DAS Tondano, KSM Arakan-
Wawontulap, KPA Rajawali Tomohon,
KPPLH Wori, Yayasan ASPISIA, Yayasan
Bumi Tangguh, Yayasan Rumah Ganeca
Sulut, KPA Green Eksplorer Lahendong,
Komunitas Bambu Kota Tomohon, KEKER
Sulut, Komunitas Adat Tanjung Merah, dan
Perkumpulan Peduli Lipu Bolaang
Mongondow Utara. Mereka berdiskusi dan
bersepakat untuk membentuk Simpul
Layanan Pemetaan Partsipatif (SLPP) untuk
mendukung kerja advokasi kedepannya.
Forum juga menyepakati Walhi Sulawesi
Utara yang akan menjadi host SLPP.
Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif
Sulawesi Barat
Sulawesi Barat merupakan propinsi
pemekaran dari Sulawesi Selatan pada
tahun 2004. Hampir 10 tahun pemekaran
tersebut, tetapi nyatanya secara
administrasi proses penataan batas wilayah
belum juga selesai. Selain itu, jauh lebih
penting adalah soal belum adanya RTRWK
Propinsi Sulawesi Barat. Dokumen RTRWK
yang ada masih mengacu pada dokumen
Propinsi Sulawesi Selatan, hal ini
menimbulkan banyak gap antara rencana
yang disusun oleh pemerintah dengan
kondisi di lapang yang
bertolak belakang dengan
kebutuhan masyarakat.
Ditambah lagi soal pernyataan
pemerintah daerah yang
menyebutkan bahwa propinsi
Sulawesi Barat tidak mengakui
adanya masyarakat adat di
wilayahnya. Sementara
pemerintah daerah terus
memberikan izin konsensi
kepada perusahaan sawit.
Berdasar pada kondisi
tersebut, Walhi Sulbar,
Lembaga Perang, perwakilan mahasiswa
dan SLPP Makasar menginisiasi
pembentukan SLPP di Sulawesi Barat. Peta
pemetaan partisipatif dianggap menjadi
salah satu jalan dalam upaya menunjukan
penguasaan wilayah kelola oleh
masyarakat, membenahi permasalahan
batas wilayah serta menunjukan eksistensi
masyarakat adat di Sulawesi Barat yang
secara turun menurun sudah hidup di
wilayah tersebut.

More Related Content

What's hot

Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...
Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...
Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...IPDN
 
Dokumen roadmap pnpm final
Dokumen roadmap pnpm finalDokumen roadmap pnpm final
Dokumen roadmap pnpm finalRisqi Tomy
 
Road Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Road Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) MandiriRoad Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Road Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) MandiriJoy Irman
 
Peran masyarakat dlm penataan ruang
Peran masyarakat dlm penataan ruangPeran masyarakat dlm penataan ruang
Peran masyarakat dlm penataan ruangYayasan CAPPA
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifBagus ardian
 
Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Joy Irman
 
Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)
Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)
Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Sistem Informasi Desa dan UU Desa
Sistem Informasi Desa dan UU DesaSistem Informasi Desa dan UU Desa
Sistem Informasi Desa dan UU DesaFormasi Org
 
Aplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruangAplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruangMusnanda Satar
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...septianm
 
Pengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerah
Pengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerahPengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerah
Pengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerahfatiyathamrin
 

What's hot (19)

Tor seminar nasional jkpp 1 tahun ksp
Tor seminar nasional jkpp   1 tahun kspTor seminar nasional jkpp   1 tahun ksp
Tor seminar nasional jkpp 1 tahun ksp
 
Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...
Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...
Penerapan riset dalam kebijakan ipdn - materi Seminar Bpk. Dudi Hidayat (LIPI...
 
Dokumen roadmap pnpm final
Dokumen roadmap pnpm finalDokumen roadmap pnpm final
Dokumen roadmap pnpm final
 
Road Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Road Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) MandiriRoad Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Road Map Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
 
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
Modul Pemetaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil
 
Kabar jkpp 21
Kabar jkpp 21Kabar jkpp 21
Kabar jkpp 21
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Peran masyarakat dlm penataan ruang
Peran masyarakat dlm penataan ruangPeran masyarakat dlm penataan ruang
Peran masyarakat dlm penataan ruang
 
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan PartisipatifPerencanaan Pembangunan Partisipatif
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
 
Tor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adat
Tor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adatTor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adat
Tor panel 2 pengakuan dan perlindungan masyarakat adat
 
Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Profil Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
 
Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)
Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)
Tor panel 3 inisiatif pengakuan wkr (kebijakan nasional vs kebijakan daerah)
 
Pemetaan Batas Desa
Pemetaan Batas DesaPemetaan Batas Desa
Pemetaan Batas Desa
 
Sistem Informasi Desa dan UU Desa
Sistem Informasi Desa dan UU DesaSistem Informasi Desa dan UU Desa
Sistem Informasi Desa dan UU Desa
 
Aplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruangAplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruang
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
 
To r panel 1 perluasan wilayah kelola rakyat
To r panel 1 perluasan wilayah kelola rakyatTo r panel 1 perluasan wilayah kelola rakyat
To r panel 1 perluasan wilayah kelola rakyat
 
Bab 1: Apa itu Pemetaan Partisipatif
Bab 1: Apa itu Pemetaan PartisipatifBab 1: Apa itu Pemetaan Partisipatif
Bab 1: Apa itu Pemetaan Partisipatif
 
Pengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerah
Pengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerahPengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerah
Pengintegrasian sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerah
 

Viewers also liked

Digitasi peta blok pbb
Digitasi peta blok pbbDigitasi peta blok pbb
Digitasi peta blok pbbKhoirul Annas
 
Penilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbb
Penilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbbPenilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbb
Penilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbbOperator Warnet Vast Raha
 
Dasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaanDasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaanZia Ul Maksum
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Yudi Zulkarnaen
 
Linux in cloud (Indonesian)
Linux in cloud (Indonesian)Linux in cloud (Indonesian)
Linux in cloud (Indonesian)Anjar Hardiena
 
Modul Pelatihan Linux Fundamental
Modul Pelatihan Linux FundamentalModul Pelatihan Linux Fundamental
Modul Pelatihan Linux FundamentalAnjar Hardiena
 
[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)
[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)
[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)Ryadhi EthniCitizen
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Yudhi Aldriand
 
Pemetaan kompetensi dan teknik penilaian
Pemetaan kompetensi dan teknik penilaianPemetaan kompetensi dan teknik penilaian
Pemetaan kompetensi dan teknik penilaianPak Sulaiman
 
modul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gis
modul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gismodul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gis
modul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gisMohd. Yunus
 
1 bahan ajar diklat keudes kebijakan bpkp ok
1 bahan ajar diklat keudes   kebijakan bpkp ok1 bahan ajar diklat keudes   kebijakan bpkp ok
1 bahan ajar diklat keudes kebijakan bpkp oktitisari karuniasih
 

Viewers also liked (16)

Digitasi peta blok pbb
Digitasi peta blok pbbDigitasi peta blok pbb
Digitasi peta blok pbb
 
Penilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbb
Penilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbbPenilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbb
Penilaian objek tanah dan bangunan untuk kepentingan pbb
 
Penilaian tanah
Penilaian tanahPenilaian tanah
Penilaian tanah
 
One map participatory
One map participatoryOne map participatory
One map participatory
 
Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20
 
01.pendataan (2)
01.pendataan (2)01.pendataan (2)
01.pendataan (2)
 
Dasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaanDasar dasar perpetaan
Dasar dasar perpetaan
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
 
Linux in cloud (Indonesian)
Linux in cloud (Indonesian)Linux in cloud (Indonesian)
Linux in cloud (Indonesian)
 
Modul Pelatihan Linux Fundamental
Modul Pelatihan Linux FundamentalModul Pelatihan Linux Fundamental
Modul Pelatihan Linux Fundamental
 
Linux Fundamental
Linux FundamentalLinux Fundamental
Linux Fundamental
 
[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)
[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)
[Presentasi] Penetapan dan Penegasan Batas Desa (PPBD)
 
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (pbb p2)
 
Pemetaan kompetensi dan teknik penilaian
Pemetaan kompetensi dan teknik penilaianPemetaan kompetensi dan teknik penilaian
Pemetaan kompetensi dan teknik penilaian
 
modul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gis
modul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gismodul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gis
modul pelatihan pengolahan data spasial menggunakan quantum gis
 
1 bahan ajar diklat keudes kebijakan bpkp ok
1 bahan ajar diklat keudes   kebijakan bpkp ok1 bahan ajar diklat keudes   kebijakan bpkp ok
1 bahan ajar diklat keudes kebijakan bpkp ok
 

Similar to ONEMAP

PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...bramantiyo marjuki
 
42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdf42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdfGTLink
 
Ppt stula
Ppt stulaPpt stula
Ppt stulahanif28
 
PL3201 Sesi 10.pdf
PL3201 Sesi 10.pdfPL3201 Sesi 10.pdf
PL3201 Sesi 10.pdfMayaSafira10
 
Participatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptx
Participatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptxParticipatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptx
Participatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptxNila35061
 
Materi 2 fasilitator sosial pemetaan wilayah adat
Materi 2   fasilitator sosial pemetaan wilayah adatMateri 2   fasilitator sosial pemetaan wilayah adat
Materi 2 fasilitator sosial pemetaan wilayah adatUsil Dekil
 
Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)
Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)
Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)Formasi Org
 
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunanJurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunanRizalSeptian4
 
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan PartisipatifPerencanaan Partisipatif
Perencanaan PartisipatifPSEKP - UGM
 
penyusunan laporan PKD.pptx
penyusunan laporan PKD.pptxpenyusunan laporan PKD.pptx
penyusunan laporan PKD.pptxJontherLiwun
 
PPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptx
PPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptxPPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptx
PPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptxOlisvatriadi
 
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...TaufiqurokhmanTaufiq
 
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...PUSTAKAVirtualTataRu
 
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif dalam mewujudkan Smart City Pemahaman, Prak...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratifdalam mewujudkan Smart CityPemahaman, Prak...Penerapan Tata Kelola Kolaboratifdalam mewujudkan Smart CityPemahaman, Prak...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif dalam mewujudkan Smart City Pemahaman, Prak...PUSTAKAVirtualTataRu
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...daldukpapua
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...yudh1dfm
 
Aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis
Aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasisAplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis
Aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasisMahardi Pratomo
 

Similar to ONEMAP (20)

Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdf42-59 (1).pdf
42-59 (1).pdf
 
Kabar jkpp 11
Kabar jkpp 11Kabar jkpp 11
Kabar jkpp 11
 
Newsletter SID
Newsletter SIDNewsletter SID
Newsletter SID
 
Ppt stula
Ppt stulaPpt stula
Ppt stula
 
PL3201 Sesi 10.pdf
PL3201 Sesi 10.pdfPL3201 Sesi 10.pdf
PL3201 Sesi 10.pdf
 
Participatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptx
Participatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptxParticipatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptx
Participatory Mapping Pemetaan Partisipatif.pptx
 
Materi 2 fasilitator sosial pemetaan wilayah adat
Materi 2   fasilitator sosial pemetaan wilayah adatMateri 2   fasilitator sosial pemetaan wilayah adat
Materi 2 fasilitator sosial pemetaan wilayah adat
 
Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)
Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)
Sekolah Desa dan Anggaran (SADAR)
 
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunanJurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
 
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan PartisipatifPerencanaan Partisipatif
Perencanaan Partisipatif
 
penyusunan laporan PKD.pptx
penyusunan laporan PKD.pptxpenyusunan laporan PKD.pptx
penyusunan laporan PKD.pptx
 
PPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptx
PPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptxPPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptx
PPT Walidata Satu Data PERU-PERA Baru.pptx
 
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
 
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif�dalam mewujudkan Smart City. Pemahaman, Pra...
 
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif dalam mewujudkan Smart City Pemahaman, Prak...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratifdalam mewujudkan Smart CityPemahaman, Prak...Penerapan Tata Kelola Kolaboratifdalam mewujudkan Smart CityPemahaman, Prak...
Penerapan Tata Kelola Kolaboratif dalam mewujudkan Smart City Pemahaman, Prak...
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupate...
 
Aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis
Aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasisAplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis
Aplikasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis
 

More from Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif

Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialPemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 

More from Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (20)

Potret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang SulawesiPotret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang Sulawesi
 
Potret Ketimpangan Ruang Kalimantan
Potret Ketimpangan Ruang KalimantanPotret Ketimpangan Ruang Kalimantan
Potret Ketimpangan Ruang Kalimantan
 
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
 
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix FlavellePanduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
 
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
 
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialPemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
 
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
 
Reforma Agraria Untuk Pemula
Reforma Agraria Untuk PemulaReforma Agraria Untuk Pemula
Reforma Agraria Untuk Pemula
 
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan PetaniKonsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
 
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
 
Laporan BRWA 2018 2019
Laporan BRWA 2018 2019Laporan BRWA 2018 2019
Laporan BRWA 2018 2019
 
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat AdatMemahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
 
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA IndonesiaPanduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
 
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem GambutPermen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut
 
Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
Perpres Nomor 39 tahun 2019   tentang Satu Data IndonesiaPerpres Nomor 39 tahun 2019   tentang Satu Data Indonesia
Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
 
Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20
 
Kabar jkpp edisi 17
Kabar jkpp edisi 17Kabar jkpp edisi 17
Kabar jkpp edisi 17
 
Kabar jkpp 16
Kabar jkpp 16Kabar jkpp 16
Kabar jkpp 16
 

Recently uploaded

PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x BintanVenyHandayani2
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfNURAFIFAHBINTIJAMALU
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKLA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKDeviIndriaMustikorin
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...Riyan Hidayatullah
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxnataliadwiasty
 

Recently uploaded (20)

PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKLA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
 

ONEMAP

  • 1. 7 Agustus 2015 KABAR JKPP Menuju  Tegaknya     Kedaulatan  Rakyat     Atas  Ruang 19 Mencari Posisi Peta Partisipatif Dalam JIGN Di Daerah
  • 2. K A B A R J K P P 1 9 " KABAR JKPP 192 REDAKSI KABAR JKPP Pemimpin Umum: Deny Rahadian Pemimpin Redaksi: Dewi Puspitasari Soetedjo, Redaktur: Ade Ikhzan Redaktur Pracetak: Amier Hamzah Siregar Reporter & Kontributor: Imam Hanafi, Diarman, Aku Sulu Samuel Sausabu, Hajaruddin, Kisran, Nia Ramdhaniaty, Dyantoro Sirkulasi & Distribusi: Diana Sefiani, Yowanda Alamat Redaksi : Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif Jl. Cimanuk Blok B7 No 6, Komp. Bogor Baru, Bogor 16152 INDONESIA Telp. 62 – 251 8379143 Fax. 62 – 251 8314210 Email: kabar@jkpp.org Website : www.jkpp.org KABAR REDAKSI Salam kedaulatan rakyat atas ruang, Para pembaca yang budiman, kali ini KABAR JKPP kembali hadir di tangan para pembaca. KABAR JKPP 19 ini menyajikan tulisan utama tentang “Mencari Posisi Peta Partisipatif Dalam JIGN di Daerah”, Imam Hanafi menyorot tentang Kebijakan Satu Peta yang sudah diluncurkan sejak pemerintahan SBY hingga saat ini implementasinya masih setengah hati. Salah satu upaya advokasi yang dilakukan adalah mengintegrasikan Peta Partisipatif ke dalam Kebijakan Satu Peta tersebut melalui dorongan dari tingkat daerah. Perpres no 27 tahun 2014 telah mengatur tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN), dimana Pemda sebagai salah satu Simpul JIGN. Selain itu kami juga menyajikan beberapa pengalaman belajar kawan-kawan Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) dalam penggunaan peta partisipatif sebagai alat perencanaan, dasar bagi pengakuan wilayah adat dan upaya integrasi peta partisipatif dalam kebijakan RTRW di daerah. Juga beberapa informasi terkini tentang SLPP. Akhirnya, kami selalu membuka kritik, saran dan terutama tulisan baik ide, analisis maupun pengalaman belajar dari para pembaca untuk memperkaya media ini. Selamat Membaca! Redaktur Yang Dapat Kami KABARI Mencari Posisi Peta Partisipatif Dalam JIGN Di Daerah - Imam Hanafi Menggali Inspirasi, Meminang Permaisuri - Aku Sulu Samuel Sau Sabu Peran Pemetaan Partisipatif dalam Menjaga Wewengkon - Nia Ramdhaniaty Model SLUP Kecamatan Rampi, Menuju Pembangunan Yang Partisipatif Untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Resolusi Konflik - Hajaruddin Anshar Krisis Ekologi dan Sosial di Sulawesi Tenggara - Kisran Fadhil Dari Pemetaan Partisipatif Menuju Inisiasi Tata Ruang Kawasan Perdesaan - S. Diyantoro Terbit atas dukungan :
  • 3. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "3 Kebijakan satu peta (onemap policy) Indonesia mulai dimunculkan pada akhir tahun  2010 pada masa pemerintahan SBY. Tujuannya adalah untuk mewujudkan informasi geospasial Indonesia yang akurat, terpadu, sistematik dan berkelanjutan. Produk kebijakan satu peta ini diharapkan bisa menjadi referensi informasi geospasial terintegrasi yang diacu banyak pihak sebagai landasan dalam pengaturan dan pengambilan keputusan penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan ruang. Landasan pelaksanaan dan keterlaksanaan kebijakan satu peta, termuat dalam Undang- undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Undang-undang IG ini menetapkan Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai pelaksana penyelenggaraan Infomasi Geospasial Dasar (IGD) serta instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang, sebagai pelaksana Informasi Geospasial Thematik (IGT). Secara kelembagaan, BIG ditetapkan berdasarkan Perpres Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial, sebagai pengganti Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan tugas yang lebih luas. Mencari Posisi Peta Partisipatif Dalam JIGN di Daerah Amanat UU NO 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial termuat dalam tujuan IG yaitu 1). Menjamin ketersediaan dan akses IG yang dapat dipertanggung jawabkan 2). Mewujudkan kebergunaan dan keberhasilgunaan IG melalui kerjasama, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi 3).mendorong penggunaan IG dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat 4). Referensi tunggal dalam padunya IG di Indonesia Imam Hanafi Kepala Divisi Advokasi Sekretariat Nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
  • 4. S E Q U O I A C L U B " Nullam arcu leo, facilisis ut4 BIG sebagai pelaksana dan penangungjawab IG sekaligus merupakan penanggung jawab pelaksanaan kebijakan satu peta, telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial pada 28 Februari 2012 serta Rakornas Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) pada desember 2012 di Jakarta yang melahirkan roadmap pembangunan infrastruktur Informasi Geospasial (2013-2017). Penyelenggaraan IIG disandarkan pada pilar- pilar utama IIG yang terdiri dari kebijakan (perundang-undangan), kelembagaan (governance, institutional arrangement), data utama dan metadata, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sumberdaya manusia). Dalam roadmap IIG ini juga memasukkan pemetaan partisipatif sebagai salah satu metodologi dan produk peta yang diakomodir dalam roadmap IIG sebagai bagian dalam kebijakan satu peta.   Mekanisme yang dikembangkan dalam konteks onemap adalah berbagi pakai data. Data-data diserap dari semua kementerian dan lembaga; dihimpun, diverifikasi dan dipadukan sesuai standard BIG, disimpan dalam satu data base yang selanjutnya akan menjadi satu referensi bagi semua pihak yang ditampilkan melalui geoportal BIG untuk diserap dan dipakai oleh semua pihak. Standarisasi, legalitas dan formalisasi PP Kendati dalam UU IG no 4 tahun 2011 menyebutkan beberapa pihak yang boleh membuat peta (Informasi Geospasial), namun konsep satu data dan penyatuan data resmi geospasial harus melalui kementerian dan lembaga pemerintah, yang selanjutnya bertindak sebagai wali data. Sementara sampai saat ini, peta partisipatif yang dibuat oleh masyarakat dan CSO pendukungnya masih menjadi data “indikatif” yang mungkin bisa diadopsi oleh pemerintah jika memenuhi kualifikasi tematik, teknis dan metodologis. Untuk bisa masuk kedalam kebijakan satu peta, metodologi pemetaan partisipatif memerlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantaranya standarisasi metode pemetaan partisipatif, adanya kebijakan payung sebagai landasan legal metode pemetaan partisipatif, serta adanya kejelasan wali data bagi data pemetaan partisipatif.   Peta partisipatif merupakan data primer yang diproduksi oleh masyarakat menggunakan metode pemetaan partisipatif yang selama ini belum difasilitasi atau dibuat oleh instansi pemerintah maupun pemerintah daerah. Sampai saat ini metode ini hanya berkembang dan banyak digunakan oleh masyarakat dan CSO pendukungnya.     Peta partisipatif merupakan data primer yang diproduksi oleh masyarakat menggunakan metode pemetaan partisipatif yang selama ini belum difasilitasi atau dibuat oleh instansi pemerintah maupun pemerintah daerah.
  • 5. S E Q U O I A C L U B Nullam arcu leo, facilisis ut "5 Dalam beberapa hal, penggunaan metode pemetaan partisipatif dalam penyediaan data, pemuktahiran data dan data perencanaan desa/ wilayah adat, telah dikomunikasikan dan dikerjasamakan dengan pemerintah daerah. Di beberapa tempat, metode pemetaan partisipatif telah digunakan dalam pengajuan akses kelola masyarakat di dalam kawasan hutan, seperti penentuan ajuan wilayah Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD) serta penyediaan data peta sebagai alat bukti pendukung dalam proses pengadilan sengketa pertanahan. Namun demikian, dalam konteks penegasan hak dan pemantapan status kawasan, penggunaan metodologi pemetaan partisipatif masih banyak keraguan dan pertanyaan terkait keabsahan, kualitas, standar dan pengakuan terhadap data hasil pemetaan partisipatif khususnya oleh pemerintah. Sehingga terkadang ada keraguan dari pemerintah daerah untuk menggunakan dan mengadopsi data hasil pemetaan partisipatif ini. Untuk menjawab hal tersebut, metode pemetaan partisipatif membutuhkan jaminan keabsahan terhadap hasil dan metode, agar bisa digunakan oleh semua pihak tanpa keraguan. Beberapa kendala yang menjadi batu sandungan bagi keabsahan dan legalitas metode pemetaan partisipatif bisa dilihat dari sisi kendala metodologi, kendala teknis penyelenggaraan dan kendala birokratis. Tantangan lain diluar ketiga kendala diatas bagi peta partisipatif adalah, belum jelasnya kebijakan, mekanisme dan institusi yang bertanggung jawab untuk mengintegrasikan data dan peta dalam kebijakan satu peta. Mengingat, proses integrasi data dan peta bukan hanya sebatas menghimpun dan mengumpulkan banyak gambar peta dari banyak institusi dan diakses melalui satu lembaga. Melainkan lebih penting lagi adalah adanya proses identifikasi, klarifikasi dan verifikasi antar satu data peta dengan data peta yang lain yang saling tumpang tindih.       Tantangan lain diluar ketiga kendala diatas bagi peta partisipatif adalah, belum jelasnya kebijakan, mekanisme dan institusi yang bertanggung jawab untuk mengintegrasikan data dan peta dalam kebijakan satu peta.
  • 6. S E Q U O I A C L U B " Nullam arcu leo, facilisis ut6 Khususnya soal menempatkan data masyarakat sebagai salah satu landasan utama, mengingat konflik ruang yang terjadi dibanyak sektor hampir semuanya melibatkan masyarakat. Landasan legal dan wali data bagi metode pemetaan partisipatif Perpres no 27 tahun 2014 telah mengatur tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) yang menggantikan peraturan presiden no 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN). JIGN ada suatu sistem penyelenggaraan dan pengelolaan Informasi Geospasial (IG) secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan serta berdayaguna. Hal ini untuk menghindari adanya kekeliruan, kesalahan dan tumpang tindih informasi yang berakibat pada ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran pembangunan, dan inefektivitas informasi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu data spasial nasional. Sejauh ini, upaya membangun kesepahaman dan pengakuan terhadap peta dan metodologi pemetaan partisipatif telah dilakukan melalui Inisiatif membangun ruang dialogis terhadap pihak Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria Tata Ruang & Kepala BPN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, serta Badan Perencanaan Nasional. Output data dan penggunaan peta partisipatif dalam upaya resolusi konflik, memperjelas batas desa, wilayah kelola masyarakat dan perencanaan tata ruang masyarakat, mulai mendapat respon positif. Meskipun butuh waktu panjang dan diskusi intensif dan lebih mendalam untuk menemukan konteks dan strategi adopsi serta proses integrasinya. Harapannya, upaya bersinergi dengan pemerintah ini, tidak terjebak pada persoalan formalitas birokrasi yang cenderung menghambat, baik teknis maupun substansi. Kedepan, terkait partisipasi masyarakat dalam penyediaan data Informasi Geospasial serta peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang, diharapkan pemerintah dapat lebih ”legowo” untuk membuka ruang seluas- luasnya dan lebih fleksibel dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam penegasan hak sampai ke tingkat daerah. Hal ini dimungkinkan jika pemerintah, dengan kebijakannya bisa lebih mendorong dan mengakomodir peran serta masyarakat sebagai subyek prioritas dalam arah pembangunan kedepan. (IH)     Harapannya, upaya bersinergi dengan pemerintah ini, tidak terjebak pada persoalan formalitas birokrasi yang cenderung menghambat, baik teknis maupun substansi.
  • 7. K A B A R U T A M A Nullam arcu leo, facilisis ut "7 Pengalaman Mendorong HKm Sebagai Salah Satu Solusi Konflik dan Menjamin Keberlanjutan Sumber Daya Hutan di Egon Ilin Medo dan Wukuh Leworo Aku Sulu Samuel Sau Sabu Koordinator Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) NTT Kebanyakan suku-suku di Indonesia menganut sistem perkawinan patrilineal, dimana untuk dapat melangsungkan suatu perkawianan, pihak mempelai laki-laki wajib memenuhi syarat-syarat perkawinan berupa  mas kawin atau di komunitas Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan Kabupaten Sikka pada khususnya mengenalnya dengan nama Belis. Ketentuan belis sebagai syarat sebuah perkawinan berbeda-beda antara suatu komunitas dengan komunitas lainnya. Ada yang dianggap berat ada yang dianggap ringan. Berat dan ringan tergantung nilai belis, di Kabupaten Sikka misalnya pokok belis terdiri  dari sejumlah uang, emas, gading, dan kuda. Akumulasi  seluruhnya bisa ditaksirkan dengan uang maka jumlahnya bisa sampai ratusan juta. Setidaknya kami menggunakan terminologi yang sama dengan Belis dalam upaya meminang pemerintah agar bisa mengakses hutan dalam kerangka HKm. Walaupun banyak perdebatan soal terkait hal ini, sama halnya dengan kenyataan mengapa harus mengontrak ditanah milik sendiri. Tetapi lagi – lagi, Simpul NTT membaca ini sebagai strategi yang sedang dimainkan pihak laki-laki agar bisa mendapatkan seorang anak perempuan sebagai calon mepelai yang bakal menjadi permaisuri bagi anak laki-laki dan ibu bagi generasi atau anak-anak yang akan dilahirkan. Inilah yang dimaksudkan dengan sebuah perjuangan dengan menggunakan berbagai strategi untuk  mencapai kemenangan. Menggali Inspirasi Meminang Permaisuri “Tana Amin Moret Amin – Tanah kami hidup kami, Tanah adalah Ibu bagi kami, Ibu yang mengandung, melahirkan, membesarkan serta memberikan kehidupan”.
  • 8. S E Q U O I A C L U B " Nullam arcu leo, facilisis ut8 Pada tahun 1990, Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka  menetapkan tata batas kawasan hutan lindung Egon Ilin Medo RTK 107 seluas 19.456,80 Ha dengan sepihak tanpa ada surat keputusan penetapan secara formal. Hanya kawasan Wukoh Lewoloro RTK 126 dengan luas 3.200 Ha yang memiliki SK penetapan yaitu SK. 124/Kpts-II/1990 tanggal 23 Maret 1990. Akibat klaim kawasan hutan lindung ini, sebagian besar wilayah kelola masyarakat masuk dalam kawasan hutan lindung. Paska penunjukan sepihak dari pemerintah daerah, masyarakat tidak lagi bisa mengakses secara leluasa sumber daya hutan seperti sebelumnya. Akibatnya, agar dapat bertahan hidup masyarakat memilih menjadi penambang galian C disekitar daerah aliran sungai, menebang dan menjual hasil hutan berupa kayu bangunan dan menjadi buruh bangunan di daerah lain. Daerah aliran sungai pun mengalami kerusakan karena penambangan, erosi dan longsor tak terelakan. Efek lain, beberapa masyarakat yang merasa kecewa dengan pemerintah daerah tetap melakukan kegiatan dalam kawasan hutan dengan terus memperluas wilayah tanpa batas dan kontrol, beberapa menyebabkan kerusakan hutan. Beberapa upaya telah dilakukan dalam mengatasi masalah ini, diantaranya program studi banding dan lokakarya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi tetap tidak menemukan solusi yang terbaik. Masyarakat menjalani perjuangannya sendiri – sendiri sesuai dengan kemampuanya, hingga pada tahun 2000 masyarakat mulai mengorganisir perjuangannya. Namun perjuangan panjang yang ditempuh belum juga membuahkan hasil. Hingga pada akhirnya SLPP masuk pada bulan Desember 2006 dan menemani perjuangan masyarakat melalui pemetaan partisipatif dan perencanaan ruang untuk pengelolaan sumber daya alam hutan berdasarkan konsep hutan kemasyarakatan (HKm). Konsep yang ditawarkan merupakan strategi penyelesaian konflik keruangan antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini sebagai sebuah tawaran dari melihat sejarah konflik yang cukup panjang. Melalui pemetaan partisipatif semua potensi sumber daya alam dapat teridentifikasi dari aspek keselamatan maupun ancamannya. Pemetaan partisipatif dapat memberikan informasi detil tentang situasi dan kondisi sumber daya alam sebenarnya kepada masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan dan pihak lain yang berkepentingan dengan pengelolaan sumber daya alam. Pada tahun 1990, Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka  menetapkan tata batas kawasan hutan lindung Egon Ilin Medo RTK 107 seluas 19.456,80 Ha dengan sepihak tanpa ada surat keputusan penetapan secara formal.
  • 9. S E Q U O I A C L U B Nullam arcu leo, facilisis ut "9 Pemetaan partisipatif telah memberikan gambaran nyata bagi masyarakat untuk melihat betapa menurunnya kualitas sumber daya alam hutan. Pemetaan partisipatif di kawasan hutan Egon Ilin Medo dan Wuko Lewoloro dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; dari sosialisasi ide dan gagasan pemetaan partisipatif itu sendiri, menginisiasi pelatihan pemetaan partisipatif bersama masyarakat, survei indentifikasi potensi sumber daya alam oleh masyarakat, penggambaran peta, perencanaan kampung berbasis peta. Hasil pemetaan partisipatif kemudian dipakai sebagai alat perencanaan tata ruang wilayah atau pengelolaan ruang serta alat perencanaan pembangunan pada umumnya. Proses yang terpenting kemudian adalah negosiasi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  Kabupaten Sikka. Negosiasi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  Kabupaten Sikka. Peta hasil perencanaan kampung khususnya tentang pengelolaan kawasan disampaikan melalui tatap muka dengan DPRD Kabupaten Sikka untuk mendapat perhatian dan dukungan kepada masyarakat agar merancang kebijakan daerah yang memberikan perlindungan dan kenyamanan kelola masyarakat dalam kawasan hutan lindung. Selanjutnya peta-peta perencanaan pengelolaan dari masing-masing wilayah dipresentasikan di depan Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka dan menyerahkannya sebagai dokumen bersama untuk menjadi acuan pengelolaan kawasan hutan. Dialog dengan dinas kehutanan tersebut merupakan momentum rekonsiliasi masyarakat dengan Dinas Kehutanan selaku pihak yang paling bertanggung jawab atas kebijakan kehutanan. SLPP NTT bersama kelompok masyarakat juga telah menyerahkan dokumen Usulan IUPHKm Kepada Bupati melalui Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka. Melalui kebijakan HKm, Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka dan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan menyepakati untuk membuka akses pengelolaan hutan lindung melalui pola pengembangan HKm dengan mensinergikan  kearifan lokal masyarakat. Adapun pengembangan hutan kemasyarakat bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat pemegang ijin usaha pengelolaan hutan kemasyarakatan serta kelestarian hutan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 37/Menhut-II/2007. Pemetaan partisipatif telah memberikan gambaran nyata bagi masyarakat untuk melihat betapa menurunnya kualitas sumber daya alam hutan.
  • 10. S E Q U O I A C L U B " Nullam arcu leo, facilisis ut10 Peta-peta yang dihasilkan melalui pemetaan partisipatif telah dipakai sebagai acuan penetapan wilayah-wilayah sasaran penyelenggaraan hutan kemasyarakatan (HKm). Selanjutnya peta partisipatif yang difasilitasi melalui kerja sama SLPP-NTT telah disepakati untuk dipakai sebagai salah satu syarat dokumen usulan ke Bupati Sikka untuk mendapatkan Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm). Selain itu, peta perencanaan ruang menjadi media dalam menata ulang sistem tenurial masyarakat. Karena melalui pemetaan partisipatif dapat diketahui bahwa kesepakatan- kesepakatan adat berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam hutan sering kali terlupa bahkan  tidak lagi ditegakkan. Dalam proses pemetaan seorang tokoh adat di Desa Kloangpopot menyatakan bahwa “kami masuk garap dalam kawasan hutan karena kami tidak tahu resikonya, hari ini melalui pemetaan partisipatif baru kami tahu bahwa kami telah melakukan kesalahan dan kami merasa berdosa terhadap alam dan leluhur kami” (Tokoh Adat Desa Kloangpopot). Dan ada juga Tokoh masyarakat Egon yang menyatakan :  “Mulai saat ini kami harus menanam hutan di mata air kalau perlu buat dengan sumpah adat agar yang tidak tanam hutan dapat sangsi dari leluhur berupa sakit, penyakit dan kematian” (Tokoh masyarakat Egon) Hingga sampai dengan tulisan ini dibuat sudah ada 18 desa dari 30 desa yang telah mendapatkan IUPHKm Bupati Sikka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil pemetaan partisipatif telah menjadi media penyelesaian konflik penetapan tata batas hutan lindung serta menjadi alat perencanaan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan menggunakan pola HKm. Selain itu, peta partisipatif menjadi bagian kesepakatan dalam negosiasi belis antara pemerintah daerah dan masyarakat.  Salam Berdaulat atas Ruang. (SSS)
  • 11. S E Q U O I A C L U B Nullam arcu leo, facilisis ut "11 Istilah wewengkon dikenal komunitas Kasepuhan Banten Kidul sebagai bentuk penegasan batas wilayah adat yang menunjukkan ruang kelola dan ruang hidup masyarakat Kasepuhan, baik dalam fungsi sosial, ekonomi, maupun ekologi. Penegasan itu diwujudkan dalam bentuk tata ruang wewengkon, yakni Leuweung Leuwueng Kolot/Tutupan, Leuweung Titipan, dan Leuweung Bukaan/Sampalan yang dilengkapi dengan aturan adat serta kelembagaan adat yang mengaturnya.  Namun wewengkon sebagai titipan nenek moyang yang dikelola secara turun temurun itu pun diakui sebagai kawasan hutan negara dengan fungsi produksi sejak tahun 1978 (Perum Perhutani) dan fungsi konservasi sejak tahun 1992 serta perluasan wilayah konservasi di tahun 2003. Terjadi klaim antar para pihak, yang kemudian membawa dampak pada sengketa batas antara masyarakat Kasepuhan dan Kementrian Kehutanan. RMI (2014) mencatat terdapat 34 konflik, dan 90% nya berkonflik dengan kawasan hutan negara dibawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Perum Perhutani.  Sengketa batas serta ketidakpastian hak atas tanah dan sumberdaya alam ini lah yang menghantarkan masyarakat Kasepuhan berinsiasi untuk melakukan pemetaan partisipatif dalam upaya mempertegas batas wewengkon adat Kasepuhan serta memperjuangkan hak-hak sebagai masyarakat hukum adat. Peran Pemetaan Partisipatif Dalam Menjaga Wewengkon Menuju Lahirnya PERDA Kasepuhan di Kabupaten Lebak, Banten Nia Ramdhaniaty Direktur Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
  • 12. S E Q U O I A C L U B " Nullam arcu leo, facilisis ut12 Peta sebagai “amunisi” penegasan HAK atas Wilayah Ketidakjelasan batas menjadi sumber konflik tenurial di Indonesia dan bahkan di negara lainnya. Peta memberikan bukti data konkrit yang dituangkan secara visual terkait HAK atas teritori masyarakat adat. Seperti yang dijelaskan di dalam UU No. 41/1999 serta Permenag 5/1999, bahwa wilayah adat menjadi salah satu syarat pembuktian sebagai masyarakat hukum adat yang kemudian diakui keberadaannya melalui Peraturan Daerah (PERDA). Namun bagi masyarakat Kasepuhan, penegasan batas ini bukan sekedar coretan batas wilayah adat, namun terkait juga unsur penegasan dalam konteks jaminan keamanan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk keberlangsung penghidupan incu putu (pengikut/warga Kasepuhan) nya kelak. Seperti yang terjadi di Kasepuhan Karang yang secara administratif masuk kedalam Desa Jagaraksa. Dengan adanya peta partisipatif yang dimiliki saat ini, secara perlahan mampu mengembalikan “kebanggaan” warga Karang yang terekslusi atas pengelolaan sumberdaya alamnya maupun atas kepercayaan mereka. Rasa bangga ini pernah pudar akibat wilayah adat mereka dinyatakan masuk ke dalam kawasan TNGHS TAHUN 2003 dan mendapatkan serangan Ormas Front Pembela Islam (FPI) di tahun 2009 yang menganggap Kasepuhan Karang memiliki aliran kepercayaannya sendiri dan menyalahi ajaran Islam. Warga kasepuhan kemudian mengambil langkah untuk memetakan wilayah adat dan desa administrasi nya pada tahun 2014-2015 sebagai bentuk penegasan batas dan hak atas wewengkonnya. Hingga tahun 2014, seluas 18.055,263 Ha wewengkon Kasepuhan sudah terpetakan di Kabupaten Lebak, diantaranya di Kasepuhan Citorek, Cibedug, Karang, Cirompang, dan Cisitu yang menjadi korban atas ketidakpastian hak atas tanah dan sumberdaya alamnya. Hal serupa juga dialami oleh Kasepuhan Pasir Eurih, Sindang Agung, Cibarani, Ciptagelar, Cisungsang, dan kasepuhan lainnya yang saat ini tengah berproses memetakan wilayah adatnya. “Proses pemetaan ini adalah awal dari perjuangan menuju pengakuan hak kami selaku masyarakat adat” (Jaro Wahid, Kasepuhan Karang, 2014)
  • 13. S E Q U O I A C L U B Nullam arcu leo, facilisis ut "13 Peta sebagai alat perencanaan tata ruang adat/ desa Konsep tata ruang adat bagi Kasepuhan bukanlah hal yang baru. Secara ekologis, Kasepuhan meyakini Leuweung Tutupan/Kolot/ Paniisan/Geledegan merupakan areal yang difungsikan untuk menjaga keberlangsung mata air. Sedangkan Leuweung Titipan merupakan areal yang menjadi kawasan yang menjadi titipan karuhun, seperti situs, tugu, makam, mata air serta ada beberapa meyakini bahwa titipan karuhun ini atas “ijin karuhun” suatu saat bisa dibuka untuk dimanfaatkan oleh incu putu nya kelak. Sedangkan areal yang difungsikan untuk kebutuhan produksi masy.arakat disebut dengan Leuweung Bukaan/Sampalan. Konsep ini lah yang kemudian dituangkan ke dalam peta untuk menjadi bahan perencanaan bersama atas pembangunan yang terjadi di wilayah adat. Sepanjang pengakuan keberadaan masyarakat Kasepuhan belum diakui oleh pemerintah, maka menjadi tantangan besar bagi Lembaga adat Kasepuhan untuk mensinkronkan konsep pembangunan wilayah adat dengan konsep pembangunan desa administratif sebagai unit pemerintahan terkecil negara. Namun, mengingat staf yang duduk di pemeritahan desa merupakan incu putu dari Kasepuhan, maka setiap proses pembangunan yang akan berjalan di wilayah adat harus mendapatkan “restu” dari Kelembagaan Kasepuhan.  Alhasil peta wewengkon pun seringkali menjadi acuan dalam proses perencanaan pembangunan desa. Peta sebagai alat negosiasi pencapaian pengakuan dan perlindungan Kasepuhan Mengacu pada Gambar 1, terlihat bahwa posisi wewengkon di lima Kasepuhan tersebut hampir seluruhnya tumpang tindih dengan kawasan penunjukkan TNGHS yang keberadaannya dilegitimasi melalui SK Menhut No. 175/Kpts-II/ 2003 seluas 113.357 Ha. Tanah yang dikelola sejak lama oleh warga Kasepuhan secara turun temurun ini harus dihadapkan pada status yang lain, yaitu hutan negara di atas tanah negara! Ini menunjukkan bahwa masyarakat Kasepuhan belum berdaya di atas wewengkon (wilayah adat) nya sendiri. Peraturan Daerah (PERDA) yang seharusnya mengakui keberadaan Kasepuhan sebagai masyarakat hukum adat belum tersedia, baik di Kabupaten Lebak, Sukabumi maupun Bogor. Sebagai informasi bahwa Kabupaten Lebak menjadi pelopor dalam pengakuan Ulayat Masyarakat Baduy dalam bentuk Peraturan Daerah, No. 32 tahun 2001. Oleh karena nya bukan hal yang mustahil jika pengakuan Kasepuhan pun disahkan dalam bentuk PERDA di Kabupaten Lebak.  
  • 14. S E Q U O I A C L U B " Nullam arcu leo, facilisis ut14 Perjuangan Kasepuhan adalah perjuangan membuktikan bahwa Kasepuhan merupakan masyarakat hukum adat yang juga harus memiliki pengakuan dan perlindungan atas wilayah adat, keberadaan masyarakat beserta sumber penghidupan lainnya. Pengakuan keberadaan Kasepuhan saat ini tertuang di dalam SK Bupati Lebak No. 430/ Kep.298/Disdikbud-/2013 tentang Pengakuan Keberdaan Masyarakat Adat di Wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul. Namun, karena mandat peraturan perundang-undangan adalah PERDA, maka awal tahun 2015 warga Kasepuhan mendapatkan jawaban dari Pemerintah Kabupaten Lebak, bahwa PERDA Kasepuhan masuk menjadi Program Legislasi Daerah tahun 2015.  Secara prinsip PERDA yang dihasilkan harus memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga Kasepuhan yang pola penyebaran berdasarkan geneologis. Oleh karena itu salah satu substansi pokok dari PERDA tersebut yang perlu diperhatikan diantaranya adalah : a) pengakuan seluruh masyarakat kasepuhan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat; b) mengakui hak tradisional dan hak lainnya dari Masyarakat Kasepuhan sebagai warga negara; c) pengaturan pelaksanaan pemetaan wilayah adat yang kemudian peta wilayah adat ditetapkan dengan SK Bupati; d) pembentukan tim pemetaan wilayah adat; e) menjadikan masyarakat Kasepuhan sebagai unit dalam pembangunan daerah; dan lain-lain.  Baca lebih lanjut Policy Brief Vol. 01/2014 yang diterbitkan oleh Epistema, RMI, JKPP dan HuMa. Peta partisipatif yang saat ini sudah ada maupun yang sedang dalam tahap proses penatabatasan menjadi seharusnya dokumen penting bagi terwujudkannya prinsip PERDA pengakuan masyarakat hukum adat, yaitu kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Kasepuhan.  Namun faktanya peta partisipatif yang dihasilkan pun belum sanggup meyakinkan para pengambil kebijakan di daerah untuk diakui, karena belum ada legitimasi hukum positif yang mengakui itu. Peta partisipatif Kasepuhan harus diakui secara sah, jika negara akan mengakui keberadaan Kasepuhan dan masyarakat hukum adat lainnya! (NR) Sumber Bacaan: Hanafi, I., Nia Ramdhaniaty dan Budi Nurjaman. Nyoreang Alam Ka Tukang, Nyawang Anu Bakal Datang. Penelurusan Pergulatan di Kawasan Halimun, Jabar-Banten. 2004. Publikasi RMI Polycy Brief Vol. 01/2014. Menantikan Hadirnya Peraturan Daerah tentang Masyarakat Kasepuhan. Epistema, RMI, HuMa dan JKPP. 2014. Policy Brief Bol. 02/2014. Perda Masyarakat Kasepuhan: Solusi Konflik Tenurial Kehutanan di Lebak. Epistema dan RMI. 2014. Peta partisipatif Kasepuhan harus diakui secara sah, jika negara akan mengakui keberadaan Kasepuhan dan masyarakat hukum adat lainnya!
  • 15. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "15 Model SLUP Kecamatan Rampi Menuju Pembangunan yang Partisipatif untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Resolusi Konflik Hajaruddin Anshar Pengurus Perkumpulan Wallacea Palopo Idealnya masyarakat bukan hanya sebagai obyek dari perencaanaan pembanguan, semestinya masyarakat memiliki ruang yang cukup luas untuk terlibat dalam pembangunan. Selama ini, model perencanaan pembangunan yang teknokratis memandang masyarakat sebagai objek semata, menghilangkan ruang partisipasi masyarakat yang pada akhirnya menyebabkan konflik dan menghambat pembangunan itu sendiri.  Dalam upaya menjembatani berjalannya proses pembangunan serta mendorong keterlibatan masyarakat yang aktif dalam perencanaan, metode Sustainable Land Use Planning (SLUP) atau perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan menjadi salah satu pilihan. SLUP mengedepankan peran penting masyarakat sebagai subyek dan sekaligus obyek pembangunan. SLUP menegaskan perencanaan wilayah berdasarkan sistem kelola komunitas yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan fungsi layanan alam.  Khusus di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan, sejak 2014 sampai 2015 Pemerintah Kabupaten Luwu Utara bersama Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Tokalekaju, dan Perkumpulan Wallacea  menginisiasi  Sustainable Land Use Planning (SLUP) atau Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan yang bertujuan untuk mewujudkan penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif, khususnya bagi penyusunan tata ruang secara partisipatif di Luwu Utara.  
  • 16. S E Q U O I A C L U B " KABAR JKPP 1916 Belajar dari pengalaman Kecamatan Rampi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Daerah ini  memilki topografi berbukit-bukit dan berada pada 1.600 mdp. Secara adminstrasi, Kecamatan Rampi terdiri dari 6 desa yaitu (1) Sulaku, (2) Leboni, (3) Onondowa, (4) Dodolo, (5) Rampi, (6) Tedeboe. Rampi berada di Pegunungan Tokalekaju, pegunungan hutan purba yang masih tersisa di Sulawesi, berjarak sekitar 84 km dari Ibu Kota Luwu Utara. Wilayah ini juga dikenal sebagai jantung Sulawesi. Rampi merupakan salah satu kecamatan yang dapat dikatakan wilayah terpencil dan masih terisiolir. Perjalanan menuju Rampi dapat ditempuh dengan pesawat kecil atau perjalanan darat dengan medan sulit selama 2 hari. Sementara Rampi dalam arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Utara Kecamatan Rampi masuk dalam klaim kawasan hutan lindung dan kawasan budidaya. Dalam peta RTRW kawasan strategis Kabupaten Luwu Utara tahun 2009 – 2029, Kecamatan Rampi masuk dalam potensi pertambangan bersama dengan Kecamatan Seko dan Limbong. Sementara itu, Kecamatan Rampi juga masuk dalam wilayah yang rawan bencana, khususnya masuk dalam kategori rawan banjir, erosi dan sedimentasi. Didalam perda RTRW tertulis rencana perluasan kebun sawit hingga 23.388,13 Ha, dimana Rampi masuk didalamnya. Analisis SLUP menghasilkan ketidaksesuaian perencanaan yang dibuat oleh masyarakat  dengan RTRWK. Kesesuaian kawasan budidaya dalam perencanaan masyarakat dengan RTRWK Luwu Utara sebesar 20 % atau sekitar 4.598,6 Ha. Kategori sesuai dengan izin pemerintah sebanyak 35.5 %, wilayah ini mencakup area hutan produksi, sementara ketidaksesuaian kawasan budidaya masyarakat sebanyak 45.42 % yaitu wilayah budidaya yang masuk dalam hutan lindung dan kawasan potensi pertambangan dalam RTRWK. Sebaliknya wilayah lindung dalam peta perencanaan masyarakat Rampi yang dialokasikan sebagai kawasan budidaya dalam RTRWK seluas 52.62 % atau 61.409 Ha, sementara kawasan lindung masyarakat Rampi yang sesuai dengan lindung dalam RTWRK hanya sebanyak 47.38 % yaitu seluas 55,289.54 Ha. Sinergitas komunitas dan Pemerintah SLUP mensyaratkan kerja sinergi dengan pemerintah, karena dokumen yang dihasilkan oleh masyarakat diharapkan menjadi dokumen rujukan dalam RTRWK. Perjalanan menuju Rampi dapat ditempuh dengan pesawat kecil atau perjalanan darat dengan medan sulit selama 2 hari.
  • 17. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "17 Memastikan bagaimana pemerintah mengakomodir perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan komunitas dikerjakan dengan pelibatan pemerintah (Pemerintah Desa, Kecamatan hingga pemerintah Kabupaten) bersama dengan masyarakat. Inisiasi SLUP dengan berpegang peta perencanaan dilakukan tahap demi tahapan secara partisipatif seperti alur berikut ini. Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Kecamatan Rampi menjadikan masyarakat memahami apa saja kebutuhan mereka.   Masyarakat menuangkan perencanaan partisipatif dalam peta dengan mendiskusikan tidak saja soal kebutuhan saat ini melainkan kebutuhan masyarakat dimasa depan. Kesadaran masyarakat dalam mengenal wilayah kelolanya sendiri diharapkan mampu menumbuhkan rasa pemilikan serta memahami bagaimana merespon kemungkinan perkembangan kehidupan pada masa yang akan datang, misalnya dalam melihat perkembangan penduduk sehingga dibutuhkan perencaana soal perluasan tempat pemukiman, lahan pertanian, perkebunan dan kebutuhan lainnya. Peta ini yang didorong menjadi rujukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan pembangunan. Pengetahuan lokal mengenai penggunaan lahan yang tertuang dalam perencanaan berangkat dari pengalaman mereka yang telah lama berinteraksi dengan alam. Pengetahuan ini menjadi bagian penting dalam menentukan lokasi sawah, kebun, pemukiman dan lain-lain. Proses SLUP mendokumentasikan pengetahuan masyarakat sebagai modal utama dalam perencanaan penggunaan lahan yang paritsipatif. Seperti contohnya penentuan lokasi persawahan diketahui dengan jenis dari ciri tanah yang berwarna kehitaman, dataran serta memilih lahan dekat dengan sumber pengairan. Perkebunan dlihat dari jenis tanah yang berwarna kehitaman dan berada pada bukit juga dataran. Kolam ditentukan dari jenis tanah yang berlumpur dan berpasir, sementara pemukiman ditentukan karena posisi pemukiman yang datar, termasuk pertimbangan lembah yang luas dan jauh dari ancaman longsor. Masyarakat menuangkan perencanaan partisipatif dalam peta dengan mendiskusikan tidak saja soal kebutuhan saat ini melainkan kebutuhan masyarakat dimasa depan.
  • 18. S E Q U O I A C L U B " KABAR JKPP 1918 Kesesuaian Perencanaan Lahan Berdasarkan Pengetahuan Lokal yang ada di Masyarakat Rampi, seperti yang diperlihatkan dalam tabel dibawah ini : NO Penggunaan Lahan Kesesuaian Lahan Keterangan Cocok Tidak Cocok 1 Pertanian/ pesawahan tanah berwarna hitam atau kehitaman tanah padat tanah yang ditumbuhi alang-alang masih bisa dipakai untuk pesawahan jenis tanah dengan lumpur yang agak putih atau kekuningan tanaman padi hanya bertahan selama 3 kali panen atau selama 3 tahun lembab dan berlumpur letak sawah sebaiknya berada di daerah yang lebih rendah dari air 2 Perkebunan tanah berwarna hitam atau kehitaman tanah berpasir lokasinya di perbukitan/ dataran tinggi kadang ditemukan juga di wilayah dataran/tanah rata tanah merah tanah berwarna merah tidak begitu baik tetapi jenis tanah ini masih cocok untuk tanaman cengkeh. Hanya saja tidak ada tanaman cengkeh di Rampi Kolam kolam ikan yang bagus dengan tanah berpasir tanah yang mengandung unsur besi kadang di pesawahan ciri lumpur merah jika lahan tersebut difungsikan sebagai kolam ikan maka ikan di kolam tersebut akan susah untuk tumbuh besar Pemukiman penempatan pemukiman mengikuti pemukiman sebelumnya daerah yang memang tidak pernah dijadikan pemukiman sejak dulu wilayah lembah yang luas dan tidak rawan longsor rawan longsor Sumber : Diolah dari hasil wawancara masyarakat Rampi Pengetahuan lokal mengenai penggunaan lahan yang tertuang dalam perencanaan berangkat dari pengalaman mereka yang telah lama berinteraksi dengan alam. Pengetahuan ini menjadi bagian penting dalam menentukan lokasi sawah, kebun, pemukiman dan lain-lain. Proses SLUP mendokumentasikan pengetahuan masyarakat sebagai modal utama dalam perencanaan penggunaan lahan yang paritsipatif. Seperti contohnya penentuan lokasi persawahan diketahui dengan jenis dari ciri tanah yang berwarna kehitaman, dataran serta memilih lahan dekat dengan sumber pengairan.  Perkebunan dlihat dari jenis tanah yang berwarna kehitaman dan berada pada bukit juga dataran. Kolam ditentukan dari jenis tanah yang berlumpur dan berpasir, sementara pemukiman ditentukan karena posisi pemukiman yang datar, termasuk pertimbanganlembah yang luas dan jauh dari ancaman longsor.
  • 19. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "19 Saat ini, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara sedang menyiapkan pengajuan pelepasan kawasan hutan menjadi Areal Penggunaan Lahan (APL) seluas 9.419,15 Ha. Hasil tumpang susun pengusulan perubahan kawasan hutan dengan SK No. 8410 dengan  peta penggunaan lahan masyarakat Rampi ditemukan kesesuaian pengusulan seluas 5.536,61 Ha sementara ketidaksesuaian ditemukan pada wilayah hutan primer masyarakat atau yang disebut dengan wana seluas 2140,69 Ha. Oleh karenanya peta SLUP berfungsi mengkoreksi pengajuan pelepasan hutan menjadi APL. Dokumen SLUP telah diserahkan kepada Dinas Kehutanan Luwu Utara sebagai rujukan dalam pelepasan kawasan hutan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk menghindari konflik dimasa mendatang (HA) Sustainable Land Use Planning (SLUP, merupakan perencanaan penggunaan lahan dengan mengedepankan proses partisipatif, menggunakan metode pemetaan partisipatif dan perencanaan tata guna lahan yang lebih detil. Proses SLUP menekankan lima (5) dimensi yaitu, aspek sosial, budaya, lingkungan, ekonomi dan pemerintahan. JKPP bersama SLPP dalam proses ini berlaku sebagai fasilitator yang mendampingi proses perencanaan dan membangun kesepakatan, capaian serta hasil. Tahapan dalam proses SLUP ini diawali dengan membangun kesepakatan di level desa, kecamatan hingga kabupaten. Proses selanjutnya berupa pengumpulan dan pengolahan data serta analisa sehingga menghasilkan dokumen SLUP. Dokumen ini yang menjadi bahan diskusi dan acuan dalam proses integrasi dalam RTRWK
  • 20. S E Q U O I A C L U B " KABAR JKPP 1920 Krisis Ekologi dan Sosial Di Sulawesi Tenggara Kerusakan Lingkungan dan Penyingkiran Masyarakat di Bumi Anoa Kisran Fadhil Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tenggara Banyak kasus krisis ekologi dan upaya penyingkiran petani dari  tanahnya diakibatkan oleh  regulasi pemerintah daerah yang memberikan porsi lebih besar untuk investasi skala besar. Regulasi ini secara terstruktur dilakukan melalui pengalokasian ruang yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWK/P). Kemudian, masyarakat mengalami proses - proses penyingkiran secara masif karena kerusakan ekologis sebagai dampak dari industri ekstraktif. Seperti tercemarnya laut dan sungai sehingga tidak bisa lagi menghasilkan tangkapan yang baik serta terganggunya sawah pertanian masyarakat karena krisis air serta bencana banjir. Belum lagi efek penurunan kesehatan dan kerusakan tubuh manusia karena terinfeksi udara yang telah tercemar oleh perusahan tambang. Sengaja datang atau hanya kebetulan lewat, Bumi Anoa sebagai julukan Sulawesi Tenggara merupakanwilayah dengan basis keanekaragaman hayati terbesar ketiga di Indonesia dengan jenis flora dan fauna endemik (data IUNCH, 2001). Kini kekayaan sumberdaya alam yang mestinya dimanfaatkan secara arif dan bijaksana di Sulawesi Tenggara dihadapkan pada malapetaka yang mesti ditanggung oleh generasi yang akan datang. Penghancuran sistematis pranata sosial- budaya sangat nampak terjadi dibeberapa wilayah sumberdaya alam yang padat. Sebut saja Kolaka dan Konawe Utara, kedua daerah ini merupakan pusaka satu- satunya Kebudayaan Tolaki, melalui tanah dan hamparan benda alam kini tak satupun menjadi warisan leluhur.
  • 21. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "21 Kondisi ini muncul karena banyaknya persoalan yang bermula dari hulu yaitu ketika liberalisasi perizinan pertambangan dikeluarkan dengan semena-mena, tidak transparan, dan mengabaikan daya dukung lingkungan melalui sistem terstruktur dalam kebijakan ruang. Hal ini yang melahirkan beragam persoalan misalnya konflik tenurial, perambahan hutan, konflik sosial dan degradasi lingkungan. Dalam dokumen Rencana Pembengunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Tenggara, pada bagian analisa tentang isu strategis, selalu dikatakan bahwa permasalahan pokok adalah bagaimana mengembangkan potensi sumberdaya alam yang tersedia baik di darat maupun di laut. Melalui upaya peningkatan nilai tambah sumberdaya alam dengan mengembangkan kawasan  strategis  sebagai pusat  pertumbuhan baru. Dasar tersebut yang melandasi perumusan kebijakan daerah, rencana dan program di dalam RPJMD Sulawesi Tenggara periode 2008 – 2013 dan periode 2013 – 2018. Dengan target pertumbuhan ekonomi pada kedua periode tersebut berkisar antara 8% - 10% per tahunnya. Dalam grafik berikuth ini menunjukan bahwa alokasi ruang bagi tambang menjadi prioritas dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah pilihan tambang menjadi jalan yang tepat bagi kesejahteraan daerah, masyarakat serta keberlanjutan lingkungan? Gambar Alokasi Izin di Sulawesi Tenggara (RPJMD 2013 – 2018) Dalam dokumen RTRWP Sultra kawasan dengan status APL disebutkan diperuntukan untuk pemukiman dan perkebunan. Dalam kenyataannya sebagian besar lokasi tambang, lokasi perkebunan skala besar dan lokasi transmigrasi masuk dalam kawasan hutan dan suaka alam yang telah diturunkan statusnya menjadi APL.   Untuk periode 2013 – 2018 diprediksi akan terjadi perubahan luasan kawasan yang lebih besar berdasarkan perkiraan perluasan wilayah  investasi untuk pertambangan dan perkebunan, termasuk juga penerimaan transmigrasi. Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah pilihan tambang menjadi jalan yang tepat bagi kesejahteraan daerah, masyarakat serta keberlanjutan lingkungan?
  • 22. S E Q U O I A C L U B " KABAR JKPP 1922 Seperti yang terjadi di Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka dan Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe. Tercatat perusahaan tambang yang beroperasi di kecamatan ini adalah produksi PT. DRI, PT. SSB, PT. Akar Mas, PT. Wijaya Nikel, PT. Antam Tbk dan masih terdapat sejumlah aktivitas Pemegang IUP dan JO ikutannya.  Tambang telah merusak panen padi dan mencemari laut mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu ketua kelompok nelayan Desa Hakatutobu menceritakan bahwa tambang telah menyebabkan pendapatan dari laut menurun. Sebelum ada tambang  penghasilan nelayan di desanya berkisar 2 juta sampai 10 juta/ Kepala Keluarga/bulan (untuk budidaya teripang, rumput laut dan hasil tangkapan ikan). Hal ini diperkuat dengan salah satu nelayan yang menceritakan bahwa sebelum ada banjir karena tambang, kami biasa panen 500 kg sampai 1 ton, sekarang dengan adanya banjir, kami tidak dapat mengambil air aliran Kali Pesouha karena airnya keruh kemerah-merahan, sementara udang sangat sensitif terhadap air yang tidak steril. Sedangkan untuk persawahan kami selain karena langganan banjir juga karena akibat hama tikus dan babi, hal ini diakibatkan  karena hutan tidak ada lagi sehingga hama-hama tersebut masuk di perkampungan. Masyarakat Pomalaa bisa memanen padi hingga 40 – 70 sebelum ada tambang tetapi saat ini hanya sekitar 15 karung saja, itupun kami harus mengalami gagal panen pada tahun 2009 dan 2010. Akibatnya banyak petani yang tidak lagi mau menanam padi yang pada akhirnya banyak yang jadi pengangguran di desa. Perusahaan tambang yang membawa banjir  ke desa kami, karena pohon sudah habis digunduli. Hal serupa juga terjadi di Desa Tapunggaeya daerah Konawe utara, sejak ada aktivitas tambang, desa menjadi rawan longsor, dan setiap kali hujan pasti banjir karena banyak tutupan anak kali yang tersumbat oleh materil. Air banjir langsung menjulur ke laut, hal ini yang menyebabkan laut berubah menjadi merah.
  • 23. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "23 Belum lagi debu menjadi pemandangan sehari-hari yang dirasakan warga dan yang paling memprihatinkan adalah terganggunya para murid (SD dan SMP) yang sedang belajar di sekolah karena terus mendengar bising dari lalu lalang truk perusahaan tambang. Sempat para guru melakukan demo di kantor DPRD Konawe Utara, namun hasilnya hasilnya PT. Sriwijaya hanya memberikan “ganti rugi” atas kebisingan. Perusahaan memberikan insentif kepada guru, bantuan gorden jendela sekolah dan pakaian sekolah untuk siswa. Padahal masyarakat dan guru meminta untuk menghentikan aktivitas disekitar sekolah, selain karena gangguan kendaraan juga ada faktor debu. Bahkan perusahaan pernah ingin merelokasi SD dan SMP ke tempat lain. Berkurangnya luasan kawasan tutupan hutan serta dampak dari perubahan iklim di Sulawesi Tenggara pada gilirannya tentu berakibat pada meningkatnya resiko bencana. Dalam kurun waktu tahun 2009 - 2012 telah terjadi bencana banjir di Sulawesi Tenggara sebanyak 87 kasus. Untuk tahun 2013 saja telah terjadi sebanyak 15 kasus banjir, dengan rincian; 2 kali banjir di Kendari, 8 kali banjir Kolaka Utara, 3 kali banjir Kolaka, 1 kali banjir Muna dan 1 kali banjir Buton. (Sumber BPS Tahun 2014). Upaya Revisi RTRWP Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara (RTRWP Sultra) telah disahkan oleh DPRD Sultra pada Tahun 2014, melalui Perda No. 2 Tahun 2014 tentang RTRWP Sulawesi Tenggara. Oleh karenanya mendorong revisi RTRWP tersebut menjadi agenda utama. Kalangan Organisasi Masyarakat Sipil mempersoalkan tentang usulan revisi untuk substansi kehutanan yang terkait dengan penurunan status sebagian kawasan hutan menjadi Areal Peruntukan Lain dalam draft usulan revisi dengan luasan yang sangat besar.  Disebutkan dalam dokumen RTRWP Sultra kawasan dengan status APL diperuntukan untuk pemukiman dan perkebunan. Dalam kenyataannya sebagian besar lokasi tambang, lokasi perkebunan skala besar dan lokasi transmigrasi masuk dalam kawasan hutan dan suaka alam yang telah diturunkan statusnya menjadi APL. Dalam perjalanan proses revisi RTRWP Sultra banyak ditentang oleh berbagai elemen masyarakat sipil maupun kalangan pemerintah sendiri khususnyadari balai taman nasional. Gerakan penolakan revisi rencana tata ruang tersebut karena disinyalir ada kepentingan/ agenda besar dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk memuluskan jalan bagi masuknya investasi perkebunan skala besar dan pertambangan di Sultra. Namun demikian perjuangan akan terus dilakukan agar kerusakan lingkungan dan penyingkiran petani bisa terhenti. (KFM)
  • 24. S E Q U O I A C L U B " KABAR JKPP 1924 Dari Pemetaan Partisipatif Menuju Inisiasi Tata Ruang Kawasan S. Dyantoro SLPP Wonosobo Wonosobo terletak diantara gunung besar yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Dieng dan merupakan daerah tangkapan air. Sumber mata air terbesar yang mengaliri sungai di Jawa Tengah berasal dari kawasan dataran tinggi Dieng. Pertama adalah Sungai Serayu yang melintasi 5 kabupaten (Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap). Sementara Sungai Bogowonto mata airnya di lereng Gunung Sumbing yang melewati 3 kabupaten (Kabupaten Wonosobo, Kulonprogo dan Purworejo). Wonosobo memiliki kawasan hutan dengan luas 39.726,3 Ha.  Luas hutan tersebut terdiri dari hutan negara seluas 20.254,3 Ha, meliputi luas hutan produksi 13.675,2 Ha, hutan lindung 6.537, 1 Ha, hutan wisata 34,9 Ha dan hutan suaka alam 7,1 Ha serta hutan rakyat seluas 19.472 Ha. Sedangkan Hutan Rakyat pada tahun 2000-2001 pernah mendapat juara ke-2 tingkat Nasional. Pemerintah Wonosobo merupakan salah satu pemerintah daerah yang mendukung hadirnya Undang – Undang Desa No 6 Tahun 2014. Bupati Wonosobo telah menyelenggarakan sosialisasi paska Undang-Undang Desa disahkan mengenai pentingnya untuk segera mewujudkan peraturan tersebut. Dalam sosialisasi tersebut mensyaratkan adanya PR besar yang bernama Peta Desa. Peluang ini disambut oleh Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Wonosobo untuk menyiapkan peta administrasi desa dan inisiasi tata ruang desa yang akan didorong nantinya menjadi peraturan desa.
  • 25. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "25 UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa membawa paradigma baru dalam tata kelola desa dalam peyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Desa merupakan pemerintahan terbawah yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu desa haruslah menjadi bagian terdepan dalam gerakan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Salah satu tema strategis dalam konstruksi UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa ini adalah perencanaan pembangunan desa dan kawasan perdesaan. Undang-undang desa yang telah bergulir dari sejak tahun lalu, membutuhkan sebuah terobosan untuk mempersiapkan prasyarat penting di tingkat desa baik dalam implementasi desa dinas maupun desa adat. Salah satu prasyarat tersebut adanya peta desa secara administratif. Kondisinya hari ini, peta administrasi desa di Indonesia baru ada sekitar 19 %, ini dikuatkan dengan pernyataan Badan Informasi Geospasial (BIG). Hal ini menjadikan peran Pemetaan Partisipatif sangat menentukan dan penting, beberapa kebijakan turunan dari undang-undang desa membutuhkan dua peta pokok yakni peta tata ruang desa dan peta administrasi desa. Kemandirian desa terkait dengan prakarsa dan kewenangan desa untuk mengambil keputusan tentang kepentingan masyarakat setempat. Pencapaian tertinggi desa mandiri apabila desa mampu menyediakan sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakatnya, menyediakan lapangan pekerjaan serta pendapatan masyarakat dan pendapatan desa. Oleh sebab itu di masa depan, desa dapat melakukan perubahan wajah desa dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna serta pemberdayaan di wilayahnya. Peluang Undang – Undang Desa menjadi bagian penting dalam upaya mendorong Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk bisa mengakomodir Pemetaan Partisipatif. Tentunya untuk  perluasan pengakuan terhadap peta partisipatif yang telah dibuat oleh kawan-kawan di beberapa desa sebelum ada Undang – Undang Desa.Oleh karena itu desa haruslah menjadi bagian terdepan dalam gerakan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
  • 26. S E Q U O I A C L U B " KABAR JKPP 1926 Selain itu, penting dalam mengintegrasikan peta pemetaan partisipatif dengan kebijakan pemerintah daerah, mendorong wali data peta partisipatif kepada pemerintah daerah menjadi bagian advokasi pengakuan tersebut.  Beberapa kali diskusi dengan Bappeda Wonosobo, mereka merespon baik dan siap untuk menjadi wali data sekaligus hasil-hasil pemetaan partisipatif akan didorong untuk dibuatkan semacam SK Bupati (terutama Peta Tata ruang Desa dan Peta Administrasi Desa). Hasil komunikasi dan advokasi selama ini menghasilkan kesepakatan bersama antara SLPP Wonosobo dengan Pemerintah Daerah Wonosobo dalam inisiasi pelaksanaan pemetaan partisipatif dan inisiasi dokumen tata ruang desa.  Pemetaan partisipatif akan dilakukan di 23 desa yang meliputi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Wadaslintang, Sapuran, Mojotengah, Watumalang, Kejajar, Kaliwiro, Selomerto, Kepil dan Wonosobo. Proses pemetaan dan penyusunan tata ruang desa yang sedang dilakukan pada tahap awal ini mencakup di 3 desa di Kecamatan Wadaslintang yaitu, Lancar, Plunjaran dan 3 desa di Banyumudal, Ngadikerso, Talun Ombo, dan Kumejing.  Pendanaan akan didukung oleh pemerintah daerah dan SLPP Wonobo akan membantu menjadi bagian tim sebagai sharing kontribusi. Keterlibatan pemerintah daerah yaitu Bapeda serta Bapermasdes hingga tingkatan teknis. Bappeda pun telah menyatakan siap menjadi wali data dari peta yang akan dihasilkan. Tata ruang desa yang sedang dalam proses saat ini akan berusaha mengakomodir seluruh komunitas di desa dan bersama-sama menyusun langkah-langkah strategis, dari pembangunan fisik maupun manusianya. Musrenbangdes akan menjadi sarana demokratis di tingkat desa untuk mengembangkan seluruh potensi desa menuju desa yang mandiri. Seluruh proses pembangunan setiap penggunaan tanah akan menjadi rencana detail dari desa tersebut. Sehingga hal ini akan memberikan terobosan baru dari pembangunan dan perencanaan desa yang berbasis pada data spasial. Peta administratif desa saat ini di wilayah Wonosobo belum ada, sehingga SLPP Wonosobo juga berinisiasi untuk membuat Peta tata batas desa yang sesuai dengan Permendagri No 27 tahun 2006. Upaya ini juga sebagai upaya untuk mendorong pemerintah kabupaten untuk bisa mengakui keberadaan dari Peta Partisipatif yang telah lama dirumuskan oleh JKPP.  
  • 27. S E Q U O I A C L U B KABAR JKPP 19 "27 Karena peta yang telah dibuat harus bisa mendapat pengakuan atau legalisasi dari pemerintah, baik dari pemerintah desa sampai ke pemerintah pusat. Proses penyelenggaraan Pemetaan Partisipatif ini juga mendapat respon baik dari BIG, dimana BIG sebagai supervisor dari pembuatan peta ini. Hasil dari pengawasan BIG di lapangan terkait dengan PP yang dilakukan oleh kawan-kawan SLPP Wonosobo yakni walaupun saat ini masih butuh beberapa penyelarasan tentang teknis pemetaan, secara umum yang dilakukan oleh kawan- kawan sudah benar hanya terkendala oleh alat. BIG menawarkan untuk mengikuti pelatihan tata ruang yang diselenggarakan oleh BIG sebagai upaya penyelarasan tersebut. SLPP Wonosobo mencoba menjalankan SOP yang telah dibuat dan disepakati seluruh anggota JKPP, sehingga wasit dari kegiatan ini adalah SOP. Dua proses Peta diatas nantinya akan dikembangkan menjadi peta-peta tematik sesuai dengan kebutuhan dari desa, misal : peta potensi desa, peta kemiskinan, dll. Metodologi Pemetaan Partisipatif yang sudah dirumuskan harus mampu menjawab kebutuhan dari masyarakat lokal sebagai upaya pengakuan terhadap kedaulatan atas ruang rakyat. Kawan-kawan SLPP yang sudah banyak berkembang diseluruh negeri harus mampu mengembangkan inisiasi dan terobosan baru untuk mengembangkan Pemetaan Partisipatif. Upaya yang dilakukan oleh kawan-kawan SLPP Wonosobo hanya sebagian kecil sekali perjuangan dalam mengambil peluang dari kebijakan pemerintah.  Pengembangan dari peta adminitratif desa dan peta tata ruang desa bisa digunakan untuk langkah awal advokasi ditingkatan lokal. Berbagai refleksi (kendala & kelemahan) dari proses pemetaan partisiapatif  bisa menjadi pembelajaran berharga untuk penyempurnaan. (Dyan) Proses penyelenggaraan Pemetaan Partisipatif ini juga mendapat respon baik dari BIG, dimana BIG sebagai supervisor dari pembuatan peta ini. KABAR SIMPUL Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Sulawesi Utara Seperti halnya permasalahan di wilayah lain di Indonesia, teman – teman aktivis Sulawesi Utara menghadapi konflik ruang yang melibatkan sektor perkebunan, tambang serta kehutanan.  Sementara konflik penguasaan sumber daya alam di Sulawesi Utara tidak saja terjadi pada wilayah daratan tetapi juga pesisir dan laut. Sulawesi Utara terkenal dengan lautnya yang luas dan indah. Pemerintah Sulawesi Utara melakukan reklamasi pantai yang berdampak pada tersingkirnya nelayan karena tempat pelabuhan nelayan dan mencari ikan yang ada di sekitar pantai kini menjadi hilang. Bahkan pemerintah telah memindahkan rumah – rumah nelayan dengan mekanisme tukar guling. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi lokasi rumah baru yang tidak strategis seperti lokasi lama. Rumah baru ini jauh dari lokasi penangkapan ikan, tidak seperti dahulu yang cukup hanya disekitar pantai. Hal ini memaksa nelayan untuk mencari ikan di tengah lautan yang secara operasional membutuhkan biaya yang lebih besar.
  • 28. K A B A R G E O S P A S I A L " KABAR JKPP 1928 Pendapatan nelayan pun menurun drastis, bahkan banyak diantaranya tidak berprofesi lagi sebagai nelayan karena tidak sanggup menanggung biaya operasional yang terlalu tinggi. Selama ini pemetaan partisipatif belum menjadi bagian dari kerja – kerja advokasi ruang khususnya bagi para penggiat aktivis di Sulawesi Utara. Peta komunitas yang bisa menunjukan klaim wilayah kelolanya belum digunakan sebagai dokumen yang kuat dalam proses negosiasi, perencanaan wilayah dan penyelesaian konflik. Hingga pada bulan November 2014, beberapa aktivis yang tergabung dalam beberapa lembaga yaitu Walhi Sulut, LP2S Manado, AMAN Sulut, LBH Sulut, Telapak Sulut, Swara Parangpuan Sulut, Jaringan Kampung DAS Tondano, KSM Arakan- Wawontulap, KPA Rajawali Tomohon, KPPLH Wori, Yayasan ASPISIA, Yayasan Bumi Tangguh, Yayasan Rumah Ganeca Sulut, KPA Green Eksplorer Lahendong, Komunitas Bambu Kota Tomohon, KEKER Sulut, Komunitas Adat Tanjung Merah, dan Perkumpulan Peduli Lipu Bolaang Mongondow Utara. Mereka berdiskusi dan bersepakat untuk membentuk Simpul Layanan Pemetaan Partsipatif (SLPP) untuk mendukung kerja advokasi kedepannya. Forum juga menyepakati Walhi Sulawesi Utara yang akan menjadi host SLPP. Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Sulawesi Barat Sulawesi Barat merupakan propinsi pemekaran dari Sulawesi Selatan pada tahun 2004. Hampir 10 tahun pemekaran tersebut, tetapi nyatanya secara administrasi proses penataan batas wilayah belum juga selesai. Selain itu, jauh lebih penting adalah soal belum adanya RTRWK Propinsi Sulawesi Barat. Dokumen RTRWK yang ada masih mengacu pada dokumen Propinsi Sulawesi Selatan, hal ini menimbulkan banyak gap antara rencana yang disusun oleh pemerintah dengan kondisi di lapang yang bertolak belakang dengan kebutuhan masyarakat. Ditambah lagi soal pernyataan pemerintah daerah yang menyebutkan bahwa propinsi Sulawesi Barat tidak mengakui adanya masyarakat adat di wilayahnya. Sementara pemerintah daerah terus memberikan izin konsensi kepada perusahaan sawit. Berdasar pada kondisi tersebut, Walhi Sulbar, Lembaga Perang, perwakilan mahasiswa dan SLPP Makasar menginisiasi pembentukan SLPP di Sulawesi Barat. Peta pemetaan partisipatif dianggap menjadi salah satu jalan dalam upaya menunjukan penguasaan wilayah kelola oleh masyarakat, membenahi permasalahan batas wilayah serta menunjukan eksistensi masyarakat adat di Sulawesi Barat yang secara turun menurun sudah hidup di wilayah tersebut.