SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
MODUL VII RESPIRASI (PERNAFASAN)

                                            SKENARIO-4

                                         NAPAS BERBUNYI
                                                 D

                                                 I

                                                 S

                                                 U

                                                 S

                                                 U

                                                 N

                                           OLEH : SGD 22

Ketua           : Nahrisyah                                 (7111080155)

Sekretaris      : Mima Nasution                             (7111080210)

Anggota         : Ridiarno Jamelau                          (7111080326)

                 Berrlan Saputra                            (7111080180)

                 Ima Arum Lestari                           (7111080134)

                 Herman Zuhdi Rambe                         (7111080082)

                 Muhammad Fadli                             (7111080174)

                 Anditha Fellywavinska                      (7111080351)

                 Desi Mayank Sari                           (7111080214)

                 Ditha Aulia Susanto                        (7111080115)

                 Fatia Dinasya                              (7111080126)

                 Agus Santoso                               (7111080118)

Tutor           : dr. Indri Maharani Nasution




             FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

                                   TAHUN AJARAN 2011/2012
LEMBAR PENILAIAN


PARAF                      NILAI
KATA PENGANTAR



       Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segenap rahmat
dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kita panjatkan
keharibaan nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.

       Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk membantu mahasiswa dalam menghadapi
proses belajar mengajar di fakultas kedokteran UISU dan membantu proses pemahaman tentang
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma serta berbagai hubungan yang terkandung
didalamnya.

       Dalam penyusunan tugas ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan
baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha
sebisa mungkin menyelesaikan tugas ini meskipun tersusun sangat sederhana.

       Demikian, semoga tulisan makalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma
dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para pembaca pada umumnya. Kami
mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.




                                                                        Medan, 10 Mei 2012

                                                                             Tim Penyusun




                                                                               SGD 22




                                              i
Daftar isi


Kata pengantar.................................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan.........................................................................................................................1
           Definisi…………………………………………………………………………………….1
           Penyebab…………………………………………………………………………………..2
Bab II Pembahasan………………………………………………………………………………..4
           Skenario...............................................................................................................................4
           Klarifikasi Data……………………………………………………………………………4
           Problem List……………………………………………………………………………….4
           Problem Solution………………………………………………………………………….5
           Skema……………………………………………………………………………………...6
           Learning Objective………………………………………………………………………...6
Bab III Kesimpulan………………………………………………………………………………19
Daftar pustaka……………………………………………………………………………………20




                                                                          ii
BAB I

   1. PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

       Telah lama diketahui bahwa penyakit pada saluran pernafasan atas dan bawah yang
sebelumnya diperlakukan berbeda ternyata memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain.
Berbagai penelitian mengenai hubungan antara penyakit-penyakit saluran pernafasan atas dan
bawah telah dilakukan, namun, penelitian mendalam baru dilakukan dalam beberapa tahun
terakhir. Berbagai konsep dan istilah pun digunakan untuk menggambarkan hubungan erat antara
penyakit yang melibatkan saluran pernafasan atas dan bawah. Asma merupakan manifestasi
alergi berat yang melibatkan saluran pernafasan bawah. Prevalensi asma terus meningkat dari
tahun ke tahun. Asma menimbulkan masalah biaya dan dapat mengganggu tumbuh kembang
anak. Asma juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat dan menurunkan kualitas hidup
penderitanya. Sebagaimana manifestasi alergi lainnya, asma juga dapat diderita seumur hidup
dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan
derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.
       Pengertian asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
(Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
       Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Asma merupakan suatu keadaan di mana saluran
nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Kata asma (asthma) berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates

                                                1
menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernapasan yang pendek-pendek
(shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan
apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardial dan asma
bronkial. Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National
Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai
penyakit inflamasi kronik pada paru.
          Sedangkan PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan
udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema
dan Asthma Bronkiale. Di Indonesia menurut Departemen Kesehatan 2008 Angka penderita
PPOK Mencapai 12 % dengan angka kematian 2 %, hal itu menjadi suatu perhatian tersendiri
dimana penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik ) merupakan suatu penyakit yang
cukup tinggi menyerang masyarakat di Indonesia.
          Oleh Karena itu peningkatan pelayanan kesehatan mengenai penyakit tersebut perlu di
tingkat baik dalam bentuk preventif,kuratif maupun rehabilitative. Penyakit Obstruksi Kronik
(PPOK ) merupakan suatu penyakit dimana merupakan suatu kondisi dimana aliran udara pada
paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau
3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan
suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer. (Enggram, B.
2006).
          Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) mermpunyai tanda dan gejala yakni Batuk
(mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat, Mengi saat inspirasi
maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop, Pernafasan cuping hidung, Ketakutan
dan diaforesis, Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya
terjadi    pada    pagi   hari,   Inspirasi   ronkhi   kasar   dan   whezzing,   Sesak    nafas.
(JaapCATrappenburg,2008)




                                                 2
BAB II

                                    PEMBAHASAN

                                         SKENARIO-4

                                   NAPAS BERBUNYI

       Seorang pasien usia 55 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan sesak napas disertai
mengi dan batuk 2 hari ini. Menurut pasien sudah 3 tahun ini ia sering mengalami batuk dan
sesak napas. Hasil pemeriksaan auskultasi didapat suara pernapasan ekspirasi memanjang
disertai wheezing. Riwayat keluarga yang menderita penyakit sesak napas (-). Riwayat merokok
2 bungkus/hari sejak pasien masih muda dijumpai. Setelah dilakukan foto rontgen toraks kesan
emphysematous. Dokter yang memeriksa menganjurkan pasien menjalani tes fungsi paru.




1. Klarifikasi Data

   1. Emphysematous           : Berkumpulnya udara secara patologis dalam jaringan atau organ
   2. Mengi/wheezing          : Suara bersiul yang dibuat dalam bernapas

2. Problem List

   1. Pasien usia 55 tahun, sesak napas + mengi + 2 hari batuk → 3 tahun
   2. Auskultasi : wheezing
   3. Merokok (+)
   4. RPK sesak napas (-)
   5. Rontgen : emphysematous
   6. Tes fungsi paru

   3. Problem Solution

   1. Mengapa pasien mengalami sesak napas?

                                               3
2. Apa hubungan sesak napas dengan kebiasaan merokok?
  3. Mengapa dilakukan foto toraks?
  4. Mengapa bisa terjadi emphysematous pada foto toraks?
  5. Mengapa dilakukan tes fungsi paru?
  6. Mengapa terdengar wheezing pada pemeriksaan auskultasi?
  7. Penyakit apa yang diderita oleh pasien?
  8. Bagaimana gambaran emphysematous pada foto rontgen?
  9. Adakah pemeriksaan penunjang lainnya?
  10. Apakah kebiasaan merokok dapat memperberat keluhan?
  11. Apa saja yang menyebabkan pasien mengalami keluhan?



Jawab :

  1. Mungkin dikarenakan ada gangguan atau ketidaknormalan pada saluran pernapasannya
  2. Hubungan nya terletak pada asap rokok, dimana asap rokok ini mengandung suatu zat-zat
     kimia berbahaya yang dapat merusak saluran pernpasan
  3. Untuk mendukung diagnosa, menegakkan diagnosa, dan mengukur tingkat keparahan
     suatu penyakit yang dialami pasien
  4. Karena terjadi penumpukan udara pada paru yang mengakibatkan gambaran foto toraks
     menjadi emphysematous (hiperluscent)
  5. - Mengukur volume paru
     - Mengukur volume udara masuk dan keluar
     - Mengukur kecepatan udara masuk dan keluar
     - Mengukur perfusi oksigen COPD/PPOK
  6. Karena adanya kelainan pada saluran pernafasan, terjadinya hambatan pada jalan nafas
     pasien
  7. Kemungkinan Asma atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
  8. Berwarna hitam pekat
  9. Ada, contoh nya uji faal paru
  10. Dapat. Karena merokok biasanya juga termasuk factor pencetus timbulnya penyakit pada
     paru
  11. Udara dingin, debu, stress dll.

                                               4
4. Skema



                          PPOK                                         ASMA
              (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)




                                          Definisi
                                          Etiologi
                                          Klasifikasi
                                          Patofisiologi
                                          Symptom & Signs
                                          Pemeriksaan
                                          Penunjang
                                          Penatalaksanaan
                                          Diagnosa




5. Learning Objective

  1. Mengetahui, memahami dan menjelaskan definisi PPOK dan Asma


  PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
  Disease) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala
  berupa terhambat nya arus udara pernafasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus
  udara tersebut bias terletak pada saluran pernafasan maupun pada parenkim paru.
  Penyakit   Paru   Obstruktif   Kronik    (PPOK)     atau   Chronic   Obstructive   Pulmonary
  Disease/COPD adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan
  oleh emfisema atau bronkitis kronis.
                                                  5
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas
   yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
   kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.


a. Bronkitis kronik

   Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

b. Emfisema

   Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

   Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia)



   Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki
   berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu (Smeltzer, 2006)
   Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
   inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001)
   Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
   Elemen nya. Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang
   menimbulkan gejala epidosik berulang berupa sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk
   terutama malam dan atau dini hari. Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
   nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.




                                                6
2.    Mengetahui, memahami dan menjelaskan Etiologi dari PPOK dan Asma


         Etiologi PPOK :
     Asap Rokok
     Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap sendiri secara langsung
     (perokok aktif) maupun karena menghisap asap rokok orang lain (perokok pasif). Asap rokok
     dapat menekan sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas
     makrofag alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran
     napas.
     Polusi Udara
     Berbagai macam debu, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai pengaruh
     merugikan pada sistem pernapasan. Selain itu hasil sampingan bahan bakar seperti minyak
     tanah, batu bara, kayu bakar, dan diesel dapat menjadi faktor resiko PPOK.
     Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang
     Status Sosial Ekonomi

         Etiologi Asma :

         Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)

     Reaksi antigen-antibodi
     Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)

         Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)

     Infeksi            : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasma
     Fisik              : cuaca dingin, perubahan temperatur
     Iritan             : kimia
     Polusi udara       : CO, asap rokok, parfum
     Emosional          : takut, cemas dan tegang
     Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus

(Suriadi, 2001)




                                                7
3. Mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi PPOK dan Asma


       Pada PPOK :
Berdasarkan gejala klinis & pemeriksaan faal paru, PPOK diklasifikasikan ke dalam 4 stadium :

a.Stadium 1 : Ringan

       Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Padaderajat ini pasien
sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil spirometri menunjukkan
VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 ≥80% nilai prediksi.

b.Stadium 2 : Sedang

       Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulaimemeriksakan kesehatannya. Hasil
spirometri menunjukkan VEP1/ KVP <70% dan VEP1 50% - 80 % nilai prediksi.

c.Stadium 3 : Berat

       Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan seranganeksaserbasi semakin
sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP <
70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi.

d.Stadium 4 : Sangat Berat

       Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa. Hasil spirometrimenunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 < 30% nilai
prediksi atau VEP1 < 50% nilai prediksi disertai gagal napas kronik.


       Pada Asma :

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)
       Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
                                                8
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas,
   maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
   2. Intrinsik (non alergik)
           Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetusyang tidak
   spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkanoleh adanya infeksi
   saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
   berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
   pasien akan mengalami asma gabungan.
   3. Asma gabungan
           Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
   dan non-alergik.


           Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnyaserangan
   asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
           Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
   bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
   keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
   mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
   hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisaditurunkan.
2. Faktor presipitasia.
   a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
   •   Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,serbuk bunga, spora
       jamur, bakteri dan polusi)
   •   Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
   •   Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
   b. Perubahan cuaca
       Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhiasma. Atmosfir yang
   mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
   berhubungan dengan musim, sepertimusim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
   berhubungan dengan arahangin serbuk bunga dan debu.



                                                   9
c. Stress

      Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selainitu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul haru untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja
      Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya seranganasma. Hal ini berkaitan
      dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
      tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.


e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
      Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukanaktifitas jasmani atau
      olahraga yang berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma
      karena aktifitas biasanya terjadisegera setelah selesai aktifitas tersebut.




4. Mengetahui, memahami dan menjelaskan patofisiologi PPOK dan Asma

Patofisiologi PPOK :
      Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara
anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
•     Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
      mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
•     Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
      pada paru bagian bawah
•     Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
      sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural
pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas.

                                                    10
Konsep Patogenesis PPOK



                                       Inhalasi Bahan Berbahaya




                                               Inflamasi

          Mekanisme                                                        Mekanisme
         Perlindungan                                                      Perbaikan

                                        Kerusakan Jaringan Paru




     Penyempitan Saluran                 Destruksi Parenkim                Hipersekresi
      Nafas dan Fibrosis                                                      Mukus



Patofisiologi asma :


   Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda- benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronchus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.



                                               11
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sanga tmeningkat.
   Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan
ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi
dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.


Perbedaan Patogenesis PPOK dan Asma



                          PPOK                                Asma




                  Bahan Berbahaya                         Bahan Sensitif




                 Mediator Inflamasi                     Mediator Inflamasi

                 CD4 + T-Limposit                       CD4 + T-Limposit

                Makrofag Neutrofil                            Eosinopil




                    Ireversibel       Hambatan Aliran Udara    Reversibel




                                               12
5. Mengetahui, memahami dan menjelaskan symptom & signs PPOK dan Asma


   Pada Asma :
         Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi dansesak nafas. Pada periode
awal gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering
disertai bersin-bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya
terjadi sekret yang berwarna mukoid sampai dengan purulen. Pada sebagian penderita gejala
klinis hanya batuk tanpa disertai mengi atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini
muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau
ujiprovokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergenik sering tidak jelas adanya hubungan
antara paparan alergen dengan gejala asma yang timbul. Terlebih pada penderita yang
memberikan respon terhadap pencetus non alergenik sperti factor cuaca, asap rokok ataupun
infeksi saluran pernafasan atas.Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa dijumpai adanya keluhan batuk, sesak, mengi
dan rasa tidak enak pada dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri
penderita sendiri seperti rinitis alergi, dermatitis alergi. Gejala asma sering timbul pada malam
hari tetapi dapat muncul pada setiap waktu tergantung pada ada tidak nya faktor pencetus.


Pada PPOK :

Klasifikasi Penyakit    Gejala                                        Spirometri
Ringan                  • Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila VEP > 80% prediksi
                          eksersais                                  VEP/KVP < 75%
                        • Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
                          gejala ringan pada latihan sedang
                          (mis : berjalan cepat, naik tangga)
                        • Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
                          mulai terasa pada latihan / kerja ringan
                          (mis : berpakaian)
Sedang                  • Gejala ringan pada istirahat               VEP 30 - 80%
                                                                     prediksi VEP/KVP <
                                                                     75%
Berat                   • Gejala sedang pada waktu istirahat          VEP1<30% prediksi
                        • Gejala berat pada saat istirahat            VEP1/KVP < 75%
                        • Tanda-tanda korpulmonal



                                               13
6. Mengetahui, memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang pada PPOK & Asma


   Pada PPOK :

a. Pemeriksaan rutin

   1. Faal paru

       • Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
          a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
              Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
          b. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
              PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
          c. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
              walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
              variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
       • Uji bronkodilator
          a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
          b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
              kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
              20% nilai awal dan < 200 ml.
          c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil


   2. Darah rutin
      Hb, Ht, leukosit


   3. Radiologi
      Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
      Pada emfisema terlihat gambaran :
       - Hiperinflasi
       - Hiperlusen
       - Ruang retrosternal melebar
       - Diafragma mendatar
       - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

                                               14
Pada bronkitis kronik :
   - Normal
   - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus


c. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
   1. Faal paru
       - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT)
       - VR/KRF, VR/KPT meningkat
       - DLCO menurun pada emfisema
       - Raw meningkat pada bronkitis kronik, Sgaw meningkat
       - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
   2. Uji latih kardiopulmoner
       - Sepeda statis (ergocycle)
       - Jentera (treadmill)
       - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
   3. Uji provokasi bronkus
       Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
       hipereaktiviti, bronkus derajat ringan
   4. Uji coba kortikosteroid
       Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
       metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
       pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
       kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
   5. Analisis gas darah
       Terutama untuk menilai :
       - Gagal napas kronik stabil
       - Gagal napas akut pada gagal napas kronik
   6. Radiologi
       - CT Scan resolusi tinggi
       - Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
        terdeteksi oleh foto toraks polos


                                                15
- Scan ventilasi perfusi
        Mengetahui fungsi respirasi paru
   7. Elektrokardiografi
      Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
      ventrikel kanan.
   8. Ekokardiografi
      Menilai funfsi jantung kanan
   9. bakteriologi
      Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
      untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
      napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
      Indonesia.

   10. Kadar alfa-1 antitripsin

      Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
      defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Pada Asma :

   1. Evaluasi laboratorium
      Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada penderita asma. Eosinofilia darah > 250-
      400sel/mm³. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan keputih-putihan.
   2. Skin prick test
      Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik. Timbulnya urtikaria di
      sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas alergen. Pajanan terhadap alergen yang
      teridentifikasi harus segera diminimalkan.
   3. Tes faal paru
      Bemanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada mereka yang
      diketahui menderita asma, tes faal paru berguna dalam menilai tingkat penyumbatan jalan
      nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian fungsi paru pada asma paling bermanfaat
      bila dibuat sebelum dan sesudah diberikan aerosol bronkodilator. Kenaikan PFR atau
      FEV1, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma.
      Kriteria obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang : FEV1 40-
      60%, dan berat : FEV1 < 40%.
                                               16
4. Rontgen thoraksRontgen digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis
   lainnya ataupunkomplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia.Pada asma akan
   didapatkan gambaran paru yang lebih lucent akibat gangguan ekspirasi sehingga banyak
   udara tertinggal di paru. Selain itu, bertambahnya volume udara di paru juga
   menyebabkan diafragma terdorong ke bawah, sehingga jantung terlihat seperti
   menggantung (tear drops).
5. Penentuan gas dan pH darah arterial
   Penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerlukan
   perawatan di rumah sakit. Selama masa perbaikan (remisi), tekanan parsial O2 (PO2),
   tekanan parsial karbondioksida (PCO2), dan pH mungkin normal.


        Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
   beratatau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
   lazimdiberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya
   hanyasingkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.

   Gambaran klinis status asmatikus

   • Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

   • Sesak nafas, bicara terputus-putus.

   • Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah
   jatuh dalam dehidrasi berat.

   • Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun
   dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam
   koma.




                                           17
7. Mengetahui, memahami dan menjelaskan penatalaksanaan PPOK dan Asma

Pada PPOK :

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

a.Edukasi

b.Obat – obatan

c.Terapi oksigen

d.Ventilasi mekanik

e.Nutrisi

f.Rehabilitasi

.

a.Edukasi

       Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu menyesuaikan keterbatasan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat
mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan
dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisiekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikanadalah:

1). Pengetahuan dasar tentang PPOK

2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3). Cara pencegahan perburukan penyakit

4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5). Penyesuaian aktivitas.


                                              18
2. Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan

dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan

inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat

diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long

acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan

untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

                                                 19
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi

menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk

inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu

terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin

makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat

sefalosporin

kuinolon

makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit :

dapat dipilih

- Amoksilin dan klavulanat

                                                 20
- Sefalosporin generasi II & III injeksi

- Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas

- Aminoglikose per injeksi

- Kuinolon per injeksi

- Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.

Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai

pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati – hati

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan

sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -

organ lainnya.




                                              21
4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal

napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas

kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

- ventilasi mekanik dengan intubasi

- ventilasi mekanik tanpa intubasi

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi

akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

6. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup

penderita PPOK

Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :

- Simptom pernapasan berat

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

- Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang

                                              22
terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.

Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan

pernapasan.

Pada Asma :

Obat pengontrol membantu meminimalkan peradangan yang menyebabkan serangan asma akut.

•   Beta agonis kerja panjang:
    obat kelas ini secara kimia berhubungan dengan adrenalin, hormon yang diproduksi oleh
    kelenjar adrenal. Beta agonis kerja panjang untuk inhalasi bekerja untuk menjaga saluran
    pernapasan terbuka selama 12 jam atau lebih. Obat asma ini mengendurkan otot-otot saluran
    pernapasan, melebarkan saluran dan mengurangi resistensi terhadap aliran udara yang
    dihembuskan, sehingga lebih mudah untuk bernapas. Mereka juga dapat membantu untuk
    mengurangi peradangan, tetapi obat asma ini tidak berpengaruh pada penyebab yang
    mendasari serangan asma. Efek samping obat asma ini termasuk detak jantung yang lebih
    cepat dan kegoyahan. Formoterol , Salmeterol , Arformoterol adalah obat asma beta agonis
    kerja panjang.
•   Kortikosteroid inhalasi adalah obat utama untuk obat pengontrol asma. Steroid hirup ini
    bertindak lokal dengan berkonsentrasi pada efek langsung dalam saluran pernapasan, dengan
    efek samping yang sangat sedikit di luar paru-paru. Ciclesonide , Beclomethasone ,
    Fluticasone , Budesonide , Mometasone , Triamcinolone , Flunisolide , adalah obat asma
    kortikosteroid yang dihirup.
•   Inhibitor leukotriene adalah kelompok lain obat pengontrol asma. Leukotrien adalah zat
    kimia kuat yang menyebabkan respon inflamasi yang terlihat selama serangan asma akut.
    Dengan menghalangi bahan kimia ini, inhibitor leukotriene mengurangi peradangan.
    Inhibitor leukotriene dianggap sebagai lini kedua pertahanan terhadap asma dan biasanya
    digunakan untuk asma yang tidak memerlukan kortikosteroid oral. Zileuton, zafirkulast dan
    montelukast adalah contoh inhibitor leukotriene.




                                                   23
• Methylxanthine adalah kelompok lain obat pengontrol yang berguna dalam pengobatan asma.
  Kelompok obat asma ini secara kimiawi berkaitan dengan kafein. Methylxanthine bekerja
  sebagai bronkodilator kerja panjang, dahulu obat asma ini umum digunakan untuk mengobati
  asma. Saat ini, karena efek samping yang signifikan seperti kafein, obat asma sering
  digunkaan untk pengobatan asma rutin. Teofilin dan aminofilin adalah contoh obat asma
  golongan methylxanthine.
• Obat asma lain adalah Natrium kromolin yang dapat mencegah pelepasan bahan kimia yang
  menyebabkan peradangan pada asma. Obat asma ini terutama bermanfaat bagi orang yang
  mengalami serangan asma akibat respon penyebab alergi. Bila diminum secara teratur
  sebelum terkena allergen, natrium kromolin dapat mencegah perkembangan serangan asma.
  Namun, obat asma ini tidak ada gunanya setelah serangan asma tercetus.
• Omalizumab adalah kelas baru obat asma yang bekerja dalam system kekebalan tubuh.
  Penderita asma yang memiliki kadar immunoglobulin E (Ig E) tinggi, sebuah antibody alergi,
  obat ini diberikan melalui suntikan yang dapat membantu gejala yang sulit dikontrol. Obat
  asma ini menghambat pengikatan IgE pada sel-sel yang melepaskan bahan kimia yang
  memperburuk gejala asma. Pengikatan ini mencegah pelepasan mediator ini, sehingga
  membantu dalam mengendalikan penyakit.
      Obat penyelamat digunakan setelah serangan asma telah terjadi. Obat asma ini tidak
  menggantikan obat pengontrol asma. Jangan hentikan obat pengontrol asma selama serangan
  asma.
      Obat Agonis beta kerja cepat adalah obat penyelamat yang paling sering digunakan. Beta
  agonis kerja cepat bekerja cepat, dalam beberapa menit, untuk membuka saluran pernapasan,
  dan memberi efek biasanya selama empat jam. Salbutamol Sulfat adalah obat asma kerja cepat
  yang paling sering digunakan dari golongan obat agonis beta.
      Antikolinergik adalah golongan lain obat asma yang berguna sebagai obat penyelamat
  selama serangan asma. Obat antikolinergik inhalasi membuka saluran pernapasan, mirip
  dengan aksi agonis beta. Antikolinergik mempunyai efek sedikit di bawah agonis beta, tetapi
  efeknya berlangsung lebih lama daripada agonis beta. Obat antikolinergik sering digunakan
  bersama dengan obat agonis beta untuk menghasilkan efek yang lebih besar daripada efek
  tunggalnya. Ipratropium bromide dalah obat antikolinergik inhalasi saat ini yang digunakan
  sebagai obat asma penyelamat.



                                             24
8. Mengetahui, memahami dan menjelaskan diagnosa PPOK dan Asma


  Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
  Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
  Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
  A. Gambaran klinis
    a. Anamnesis
      - Keluhan
      - Riwayat penyakit
      - Faktor predisposisi
      b. Pemeriksaan fisik
  B. Diagnosis Banding


  A. Gambaran Klinis
    a. Anamnesis
      - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
      - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
      - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
      - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
      (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
      - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
      - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
    b. Pemeriksaan fisis
  PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
    • Inspeksi
      - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
      - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
      - Penggunaan otot bantu napas
      - Hipertropi otot bantu napas
      - Pelebaran sela iga
      - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
      tungkai
      - Penampilan pink puffer atau blue bloater
                                              25
• Palpasi
      Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
  • Perkusi
      Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
      terdorong ke bawah
  • Auskultasi
      - suara napas vesikuler normal, atau melemah
      - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
      - ekspirasi memanjang
      - bunyi jantung terdengar jauh
  Pink puffer
      Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
      pursed lips breathing
  Blue bloater
      Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
      dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
  Pursed - lips breathing
      Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
      memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
      yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada
      gagal napas kronik.



B. Diagnosis Banding
                  •    Asma
                  •    SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
                       Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
                       pascatu berculosis dengan lesi paru yang minimal.
                       Pneumotoraks
                       Gagal jantung kronik
                       Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
                       destroyed lung.


                                               26
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia,
karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.


                                                   Asma          PPOK           SPOT
        Timbul pada usia muda                       ++              -             +
        Sakit mendadak                              ++              -             -
        Riwayat Merokok                             +/-           +++             -
        Riwayat atopi                               ++             +              -
        Sesak dan Mengi berulang                   +++             +              +
        Batuk kronik berdahak                        +             ++             +
        Hipereaktiviti bronkus                     +++             +             +/-
        Reversibiliti obstruksi                     ++             _              -
        Variabiliti harian                          ++             +              -
        Eosinofil sputum                             +              -             ?
        Neutrofil sputum                             -             +              ?
        Makrofag sputum                              +             _              ?




                                              27
BAB 3
KESIMPULAN

   Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.

   Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial
yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat
dilakukan dengan :

     a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

     b. Menghindari kelelahan

     c. Menghindari stress psikis

     d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

     e. Olahraga renang, senam asma




                                                28
DAFTAR PUSTAKA



Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto,
et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan
Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Djojodibroto, R. Darmonto. 2012. Respirologi (Respiratoty Medicine). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paruobstrukrif Kronik, dalam Ahmad H.
Asdie. Editor bahasaIndonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi13.
Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.

Swierzewski,    SJ.   2007.    Chronic     Obstructive   Pulmonary    Disease.    (online)
http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complication.shtml Diakses 10 Mei 2012

GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, andPrevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. USA:2007 http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
Diakses 10 Mei 2012




                                          29

More Related Content

What's hot (20)

Perdarahan Saluran Cerna
Perdarahan Saluran CernaPerdarahan Saluran Cerna
Perdarahan Saluran Cerna
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
Tuberkulosis ppt
Tuberkulosis pptTuberkulosis ppt
Tuberkulosis ppt
 
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
Pemeriksaan fisik sistem perkemihanPemeriksaan fisik sistem perkemihan
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
 
Pengkajian b1 b6
Pengkajian b1 b6Pengkajian b1 b6
Pengkajian b1 b6
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Pemeriksaan keadaan umum pasien
Pemeriksaan keadaan umum pasienPemeriksaan keadaan umum pasien
Pemeriksaan keadaan umum pasien
 
Gonorrhea
GonorrheaGonorrhea
Gonorrhea
 
Kolesistitis
KolesistitisKolesistitis
Kolesistitis
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Patofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasanPatofisiologi sistem pernapasan
Patofisiologi sistem pernapasan
 
Patofisiologi hipertensi
Patofisiologi hipertensiPatofisiologi hipertensi
Patofisiologi hipertensi
 
Metodologi penelitian, desain studi &
Metodologi penelitian, desain  studi &Metodologi penelitian, desain  studi &
Metodologi penelitian, desain studi &
 
Muntah pada Anak
Muntah pada AnakMuntah pada Anak
Muntah pada Anak
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Shock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi CairanShock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi Cairan
 
Perkeni dm 2019
Perkeni dm 2019Perkeni dm 2019
Perkeni dm 2019
 
232593414 atelektasis-radiologi-ppt
232593414 atelektasis-radiologi-ppt232593414 atelektasis-radiologi-ppt
232593414 atelektasis-radiologi-ppt
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Ppt ppom
Ppt ppomPpt ppom
Ppt ppom
 
PPOK
PPOKPPOK
PPOK
 
Laporan kasus ppok
Laporan kasus ppokLaporan kasus ppok
Laporan kasus ppok
 
ppok
ppokppok
ppok
 
Asma & ppok
Asma & ppokAsma & ppok
Asma & ppok
 
Ppt penyakit paru obstruktif menahun (ppom)
Ppt penyakit paru obstruktif menahun (ppom)Ppt penyakit paru obstruktif menahun (ppom)
Ppt penyakit paru obstruktif menahun (ppom)
 
PPOK
PPOKPPOK
PPOK
 
Ppok
PpokPpok
Ppok
 
Laporan pendahuluan dan askep ppok
Laporan pendahuluan dan askep ppokLaporan pendahuluan dan askep ppok
Laporan pendahuluan dan askep ppok
 
Penyakit paru obstruktif copy
Penyakit paru obstruktif   copyPenyakit paru obstruktif   copy
Penyakit paru obstruktif copy
 
Penyakit paru obstruktif
Penyakit paru obstruktifPenyakit paru obstruktif
Penyakit paru obstruktif
 
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMADefinisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
 
Ppt Asma Bronkhiale
Ppt Asma BronkhialePpt Asma Bronkhiale
Ppt Asma Bronkhiale
 
Respirasi
RespirasiRespirasi
Respirasi
 
Tugas baru pak yadi
Tugas baru pak yadiTugas baru pak yadi
Tugas baru pak yadi
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis Makalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Nutrisi ppok
Nutrisi ppokNutrisi ppok
Nutrisi ppok
 
PEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAKPEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAK
 
Ringkasan gagal ginjal akut
Ringkasan gagal ginjal akutRingkasan gagal ginjal akut
Ringkasan gagal ginjal akut
 

Similar to PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) & Asma

Laringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosaLaringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosaYarah Azzilzah
 
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaGagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaJemirda Sundari
 
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1Fhyter DrifacHy DrimeTana
 
Edukasi postural drainage
Edukasi postural drainageEdukasi postural drainage
Edukasi postural drainageAnisa Zuhrotul
 
Satuan acara pembelajaran batuk rejan
Satuan acara pembelajaran batuk rejanSatuan acara pembelajaran batuk rejan
Satuan acara pembelajaran batuk rejanMJM Networks
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep MastoiditisSri Nala
 
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 erekeSelasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 erekeOperator Warnet Vast Raha
 
ppt drk anak.pptx
ppt drk anak.pptxppt drk anak.pptx
ppt drk anak.pptxcutfatma145
 
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...sofian.alfarisi
 
Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Penulisan Proposal & Tinjauan Pustaka
Penulisan Proposal & Tinjauan PustakaPenulisan Proposal & Tinjauan Pustaka
Penulisan Proposal & Tinjauan PustakaMimaNasution
 

Similar to PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) & Asma (20)

Laringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosaLaringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosa
 
KEL 3 ASMA KELAS C-1.docx
KEL 3 ASMA KELAS C-1.docxKEL 3 ASMA KELAS C-1.docx
KEL 3 ASMA KELAS C-1.docx
 
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumoniaGagal napas e.c ppok dan pneumonia
Gagal napas e.c ppok dan pneumonia
 
Indry punyaa AKPER PEMKAB MUNA
Indry  punyaa AKPER PEMKAB MUNAIndry  punyaa AKPER PEMKAB MUNA
Indry punyaa AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Askep pada pasien ppok Akper pemkab muna
Askep pada pasien ppok   Akper pemkab munaAskep pada pasien ppok   Akper pemkab muna
Askep pada pasien ppok Akper pemkab muna
 
Systema digestivus
Systema  digestivusSystema  digestivus
Systema digestivus
 
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
Makalah Konsep Dasar Oksigenasi Kebutuhan Dasar Manusia 1
 
Edukasi postural drainage
Edukasi postural drainageEdukasi postural drainage
Edukasi postural drainage
 
Satuan acara pembelajaran batuk rejan
Satuan acara pembelajaran batuk rejanSatuan acara pembelajaran batuk rejan
Satuan acara pembelajaran batuk rejan
 
Sap omsk
Sap omskSap omsk
Sap omsk
 
Bab i..
Bab i..Bab i..
Bab i..
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
 
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 erekeSelasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
 
ppt drk anak.pptx
ppt drk anak.pptxppt drk anak.pptx
ppt drk anak.pptx
 
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
 
Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep tonsilitis dan laringitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep tonsilitis dan laringitis
Askep tonsilitis dan laringitisAskep tonsilitis dan laringitis
Askep tonsilitis dan laringitis
 
Penulisan Proposal & Tinjauan Pustaka
Penulisan Proposal & Tinjauan PustakaPenulisan Proposal & Tinjauan Pustaka
Penulisan Proposal & Tinjauan Pustaka
 

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) & Asma

  • 1. MODUL VII RESPIRASI (PERNAFASAN) SKENARIO-4 NAPAS BERBUNYI D I S U S U N OLEH : SGD 22 Ketua : Nahrisyah (7111080155) Sekretaris : Mima Nasution (7111080210) Anggota : Ridiarno Jamelau (7111080326) Berrlan Saputra (7111080180) Ima Arum Lestari (7111080134) Herman Zuhdi Rambe (7111080082) Muhammad Fadli (7111080174) Anditha Fellywavinska (7111080351) Desi Mayank Sari (7111080214) Ditha Aulia Susanto (7111080115) Fatia Dinasya (7111080126) Agus Santoso (7111080118) Tutor : dr. Indri Maharani Nasution FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA TAHUN AJARAN 2011/2012
  • 3. KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segenap rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kita panjatkan keharibaan nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya. Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk membantu mahasiswa dalam menghadapi proses belajar mengajar di fakultas kedokteran UISU dan membantu proses pemahaman tentang PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma serta berbagai hubungan yang terkandung didalamnya. Dalam penyusunan tugas ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin menyelesaikan tugas ini meskipun tersusun sangat sederhana. Demikian, semoga tulisan makalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Medan, 10 Mei 2012 Tim Penyusun SGD 22 i
  • 4.
  • 5. Daftar isi Kata pengantar.................................................................................................................................i Daftar Isi.........................................................................................................................................ii Bab I Pendahuluan.........................................................................................................................1 Definisi…………………………………………………………………………………….1 Penyebab…………………………………………………………………………………..2 Bab II Pembahasan………………………………………………………………………………..4 Skenario...............................................................................................................................4 Klarifikasi Data……………………………………………………………………………4 Problem List……………………………………………………………………………….4 Problem Solution………………………………………………………………………….5 Skema……………………………………………………………………………………...6 Learning Objective………………………………………………………………………...6 Bab III Kesimpulan………………………………………………………………………………19 Daftar pustaka……………………………………………………………………………………20 ii
  • 6.
  • 7. BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diketahui bahwa penyakit pada saluran pernafasan atas dan bawah yang sebelumnya diperlakukan berbeda ternyata memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain. Berbagai penelitian mengenai hubungan antara penyakit-penyakit saluran pernafasan atas dan bawah telah dilakukan, namun, penelitian mendalam baru dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai konsep dan istilah pun digunakan untuk menggambarkan hubungan erat antara penyakit yang melibatkan saluran pernafasan atas dan bawah. Asma merupakan manifestasi alergi berat yang melibatkan saluran pernafasan bawah. Prevalensi asma terus meningkat dari tahun ke tahun. Asma menimbulkan masalah biaya dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Asma juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat dan menurunkan kualitas hidup penderitanya. Sebagaimana manifestasi alergi lainnya, asma juga dapat diderita seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab. Pengertian asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Kata asma (asthma) berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates 1
  • 8. menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernapasan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardial dan asma bronkial. Menurut National Asthma Education and Prevetion Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru. Sedangkan PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. Di Indonesia menurut Departemen Kesehatan 2008 Angka penderita PPOK Mencapai 12 % dengan angka kematian 2 %, hal itu menjadi suatu perhatian tersendiri dimana penyakit PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik ) merupakan suatu penyakit yang cukup tinggi menyerang masyarakat di Indonesia. Oleh Karena itu peningkatan pelayanan kesehatan mengenai penyakit tersebut perlu di tingkat baik dalam bentuk preventif,kuratif maupun rehabilitative. Penyakit Obstruksi Kronik (PPOK ) merupakan suatu penyakit dimana merupakan suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer. (Enggram, B. 2006). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) mermpunyai tanda dan gejala yakni Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti terikat, Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa stetoskop, Pernafasan cuping hidung, Ketakutan dan diaforesis, Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari, Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing, Sesak nafas. (JaapCATrappenburg,2008) 2
  • 9. BAB II PEMBAHASAN SKENARIO-4 NAPAS BERBUNYI Seorang pasien usia 55 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan sesak napas disertai mengi dan batuk 2 hari ini. Menurut pasien sudah 3 tahun ini ia sering mengalami batuk dan sesak napas. Hasil pemeriksaan auskultasi didapat suara pernapasan ekspirasi memanjang disertai wheezing. Riwayat keluarga yang menderita penyakit sesak napas (-). Riwayat merokok 2 bungkus/hari sejak pasien masih muda dijumpai. Setelah dilakukan foto rontgen toraks kesan emphysematous. Dokter yang memeriksa menganjurkan pasien menjalani tes fungsi paru. 1. Klarifikasi Data 1. Emphysematous : Berkumpulnya udara secara patologis dalam jaringan atau organ 2. Mengi/wheezing : Suara bersiul yang dibuat dalam bernapas 2. Problem List 1. Pasien usia 55 tahun, sesak napas + mengi + 2 hari batuk → 3 tahun 2. Auskultasi : wheezing 3. Merokok (+) 4. RPK sesak napas (-) 5. Rontgen : emphysematous 6. Tes fungsi paru 3. Problem Solution 1. Mengapa pasien mengalami sesak napas? 3
  • 10. 2. Apa hubungan sesak napas dengan kebiasaan merokok? 3. Mengapa dilakukan foto toraks? 4. Mengapa bisa terjadi emphysematous pada foto toraks? 5. Mengapa dilakukan tes fungsi paru? 6. Mengapa terdengar wheezing pada pemeriksaan auskultasi? 7. Penyakit apa yang diderita oleh pasien? 8. Bagaimana gambaran emphysematous pada foto rontgen? 9. Adakah pemeriksaan penunjang lainnya? 10. Apakah kebiasaan merokok dapat memperberat keluhan? 11. Apa saja yang menyebabkan pasien mengalami keluhan? Jawab : 1. Mungkin dikarenakan ada gangguan atau ketidaknormalan pada saluran pernapasannya 2. Hubungan nya terletak pada asap rokok, dimana asap rokok ini mengandung suatu zat-zat kimia berbahaya yang dapat merusak saluran pernpasan 3. Untuk mendukung diagnosa, menegakkan diagnosa, dan mengukur tingkat keparahan suatu penyakit yang dialami pasien 4. Karena terjadi penumpukan udara pada paru yang mengakibatkan gambaran foto toraks menjadi emphysematous (hiperluscent) 5. - Mengukur volume paru - Mengukur volume udara masuk dan keluar - Mengukur kecepatan udara masuk dan keluar - Mengukur perfusi oksigen COPD/PPOK 6. Karena adanya kelainan pada saluran pernafasan, terjadinya hambatan pada jalan nafas pasien 7. Kemungkinan Asma atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) 8. Berwarna hitam pekat 9. Ada, contoh nya uji faal paru 10. Dapat. Karena merokok biasanya juga termasuk factor pencetus timbulnya penyakit pada paru 11. Udara dingin, debu, stress dll. 4
  • 11. 4. Skema PPOK ASMA (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Definisi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Symptom & Signs Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Diagnosa 5. Learning Objective 1. Mengetahui, memahami dan menjelaskan definisi PPOK dan Asma PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambat nya arus udara pernafasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bias terletak pada saluran pernafasan maupun pada parenkim paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. 5
  • 12. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. a. Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. b. Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu (Smeltzer, 2006) Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001) Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan Elemen nya. Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala epidosik berulang berupa sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 6
  • 13. 2. Mengetahui, memahami dan menjelaskan Etiologi dari PPOK dan Asma Etiologi PPOK : Asap Rokok Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap sendiri secara langsung (perokok aktif) maupun karena menghisap asap rokok orang lain (perokok pasif). Asap rokok dapat menekan sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas makrofag alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran napas. Polusi Udara Berbagai macam debu, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai pengaruh merugikan pada sistem pernapasan. Selain itu hasil sampingan bahan bakar seperti minyak tanah, batu bara, kayu bakar, dan diesel dapat menjadi faktor resiko PPOK. Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang Status Sosial Ekonomi Etiologi Asma : Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi) Reaksi antigen-antibodi Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang) Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi) Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasma Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur Iritan : kimia Polusi udara : CO, asap rokok, parfum Emosional : takut, cemas dan tegang Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus (Suriadi, 2001) 7
  • 14. 3. Mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi PPOK dan Asma Pada PPOK : Berdasarkan gejala klinis & pemeriksaan faal paru, PPOK diklasifikasikan ke dalam 4 stadium : a.Stadium 1 : Ringan Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Padaderajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 ≥80% nilai prediksi. b.Stadium 2 : Sedang Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulaimemeriksakan kesehatannya. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP <70% dan VEP1 50% - 80 % nilai prediksi. c.Stadium 3 : Berat Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan seranganeksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi. d.Stadium 4 : Sangat Berat Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Hasil spirometrimenunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 < 30% nilai prediksi atau VEP1 < 50% nilai prediksi disertai gagal napas kronik. Pada Asma : Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap 8
  • 15. alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetusyang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkanoleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnyaserangan asma bronkhial. 1. Faktor predisposisi Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisaditurunkan. 2. Faktor presipitasia. a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : • Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi) • Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan) • Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan) b. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhiasma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, sepertimusim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arahangin serbuk bunga dan debu. 9
  • 16. c. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selainitu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul haru untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. d. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya seranganasma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukanaktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadisegera setelah selesai aktifitas tersebut. 4. Mengetahui, memahami dan menjelaskan patofisiologi PPOK dan Asma Patofisiologi PPOK : Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: • Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama • Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah • Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas. 10
  • 17. Konsep Patogenesis PPOK Inhalasi Bahan Berbahaya Inflamasi Mekanisme Mekanisme Perlindungan Perbaikan Kerusakan Jaringan Paru Penyempitan Saluran Destruksi Parenkim Hipersekresi Nafas dan Fibrosis Mukus Patofisiologi asma : Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda- benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronchus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. 11
  • 18. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sanga tmeningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. Perbedaan Patogenesis PPOK dan Asma PPOK Asma Bahan Berbahaya Bahan Sensitif Mediator Inflamasi Mediator Inflamasi CD4 + T-Limposit CD4 + T-Limposit Makrofag Neutrofil Eosinopil Ireversibel Hambatan Aliran Udara Reversibel 12
  • 19. 5. Mengetahui, memahami dan menjelaskan symptom & signs PPOK dan Asma Pada Asma : Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi dansesak nafas. Pada periode awal gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering disertai bersin-bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya terjadi sekret yang berwarna mukoid sampai dengan purulen. Pada sebagian penderita gejala klinis hanya batuk tanpa disertai mengi atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau ujiprovokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma alergenik sering tidak jelas adanya hubungan antara paparan alergen dengan gejala asma yang timbul. Terlebih pada penderita yang memberikan respon terhadap pencetus non alergenik sperti factor cuaca, asap rokok ataupun infeksi saluran pernafasan atas.Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa dijumpai adanya keluhan batuk, sesak, mengi dan rasa tidak enak pada dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri penderita sendiri seperti rinitis alergi, dermatitis alergi. Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat muncul pada setiap waktu tergantung pada ada tidak nya faktor pencetus. Pada PPOK : Klasifikasi Penyakit Gejala Spirometri Ringan • Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila VEP > 80% prediksi eksersais VEP/KVP < 75% • Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga) • Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada latihan / kerja ringan (mis : berpakaian) Sedang • Gejala ringan pada istirahat VEP 30 - 80% prediksi VEP/KVP < 75% Berat • Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30% prediksi • Gejala berat pada saat istirahat VEP1/KVP < 75% • Tanda-tanda korpulmonal 13
  • 20. 6. Mengetahui, memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang pada PPOK & Asma Pada PPOK : a. Pemeriksaan rutin 1. Faal paru • Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP) a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. b. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. c. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% • Uji bronkodilator a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil 2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit 3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) 14
  • 21. Pada bronkitis kronik : - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus c. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) 1. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT) - VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik, Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % 2. Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal 3. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti, bronkus derajat ringan 4. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid 5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik 6. Radiologi - CT Scan resolusi tinggi - Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos 15
  • 22. - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru 7. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. 8. Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan 9. bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. 10. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. Pada Asma : 1. Evaluasi laboratorium Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada penderita asma. Eosinofilia darah > 250- 400sel/mm³. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan keputih-putihan. 2. Skin prick test Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik. Timbulnya urtikaria di sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas alergen. Pajanan terhadap alergen yang teridentifikasi harus segera diminimalkan. 3. Tes faal paru Bemanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada mereka yang diketahui menderita asma, tes faal paru berguna dalam menilai tingkat penyumbatan jalan nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian fungsi paru pada asma paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah diberikan aerosol bronkodilator. Kenaikan PFR atau FEV1, sekurang-kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kriteria obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang : FEV1 40- 60%, dan berat : FEV1 < 40%. 16
  • 23. 4. Rontgen thoraksRontgen digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya ataupunkomplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia.Pada asma akan didapatkan gambaran paru yang lebih lucent akibat gangguan ekspirasi sehingga banyak udara tertinggal di paru. Selain itu, bertambahnya volume udara di paru juga menyebabkan diafragma terdorong ke bawah, sehingga jantung terlihat seperti menggantung (tear drops). 5. Penentuan gas dan pH darah arterial Penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Selama masa perbaikan (remisi), tekanan parsial O2 (PO2), tekanan parsial karbondioksida (PCO2), dan pH mungkin normal. Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang beratatau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazimdiberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanyasingkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam. Gambaran klinis status asmatikus • Penderita tampak sakit berat dan sianosis. • Sesak nafas, bicara terputus-putus. • Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat. • Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma. 17
  • 24. 7. Mengetahui, memahami dan menjelaskan penatalaksanaan PPOK dan Asma Pada PPOK : Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : a.Edukasi b.Obat – obatan c.Terapi oksigen d.Ventilasi mekanik e.Nutrisi f.Rehabilitasi . a.Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisiekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikanadalah: 1). Pengetahuan dasar tentang PPOK 2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya 3). Cara pencegahan perburukan penyakit 4). Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5). Penyesuaian aktivitas. 18
  • 25. 2. Obat - obatan a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ). Macam - macam bronkodilator : - Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). - Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. - Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. - Golongan xantin 19
  • 26. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. b. Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin makrolid - Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon makrolid baru Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih - Amoksilin dan klavulanat 20
  • 27. - Sefalosporin generasi II & III injeksi - Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas - Aminoglikose per injeksi - Kuinolon per injeksi - Sefalosporin generasi IV per injeksi d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. f. Antitusif Diberikan dengan hati – hati 3. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. 21
  • 28. 4. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara : - ventilasi mekanik dengan intubasi - ventilasi mekanik tanpa intubasi 5. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah 6. Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : - Simptom pernapasan berat - Beberapa kali masuk ruang gawat darurat - Kualiti hidup yang menurun Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang 22
  • 29. terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. Pada Asma : Obat pengontrol membantu meminimalkan peradangan yang menyebabkan serangan asma akut. • Beta agonis kerja panjang: obat kelas ini secara kimia berhubungan dengan adrenalin, hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Beta agonis kerja panjang untuk inhalasi bekerja untuk menjaga saluran pernapasan terbuka selama 12 jam atau lebih. Obat asma ini mengendurkan otot-otot saluran pernapasan, melebarkan saluran dan mengurangi resistensi terhadap aliran udara yang dihembuskan, sehingga lebih mudah untuk bernapas. Mereka juga dapat membantu untuk mengurangi peradangan, tetapi obat asma ini tidak berpengaruh pada penyebab yang mendasari serangan asma. Efek samping obat asma ini termasuk detak jantung yang lebih cepat dan kegoyahan. Formoterol , Salmeterol , Arformoterol adalah obat asma beta agonis kerja panjang. • Kortikosteroid inhalasi adalah obat utama untuk obat pengontrol asma. Steroid hirup ini bertindak lokal dengan berkonsentrasi pada efek langsung dalam saluran pernapasan, dengan efek samping yang sangat sedikit di luar paru-paru. Ciclesonide , Beclomethasone , Fluticasone , Budesonide , Mometasone , Triamcinolone , Flunisolide , adalah obat asma kortikosteroid yang dihirup. • Inhibitor leukotriene adalah kelompok lain obat pengontrol asma. Leukotrien adalah zat kimia kuat yang menyebabkan respon inflamasi yang terlihat selama serangan asma akut. Dengan menghalangi bahan kimia ini, inhibitor leukotriene mengurangi peradangan. Inhibitor leukotriene dianggap sebagai lini kedua pertahanan terhadap asma dan biasanya digunakan untuk asma yang tidak memerlukan kortikosteroid oral. Zileuton, zafirkulast dan montelukast adalah contoh inhibitor leukotriene. 23
  • 30. • Methylxanthine adalah kelompok lain obat pengontrol yang berguna dalam pengobatan asma. Kelompok obat asma ini secara kimiawi berkaitan dengan kafein. Methylxanthine bekerja sebagai bronkodilator kerja panjang, dahulu obat asma ini umum digunakan untuk mengobati asma. Saat ini, karena efek samping yang signifikan seperti kafein, obat asma sering digunkaan untk pengobatan asma rutin. Teofilin dan aminofilin adalah contoh obat asma golongan methylxanthine. • Obat asma lain adalah Natrium kromolin yang dapat mencegah pelepasan bahan kimia yang menyebabkan peradangan pada asma. Obat asma ini terutama bermanfaat bagi orang yang mengalami serangan asma akibat respon penyebab alergi. Bila diminum secara teratur sebelum terkena allergen, natrium kromolin dapat mencegah perkembangan serangan asma. Namun, obat asma ini tidak ada gunanya setelah serangan asma tercetus. • Omalizumab adalah kelas baru obat asma yang bekerja dalam system kekebalan tubuh. Penderita asma yang memiliki kadar immunoglobulin E (Ig E) tinggi, sebuah antibody alergi, obat ini diberikan melalui suntikan yang dapat membantu gejala yang sulit dikontrol. Obat asma ini menghambat pengikatan IgE pada sel-sel yang melepaskan bahan kimia yang memperburuk gejala asma. Pengikatan ini mencegah pelepasan mediator ini, sehingga membantu dalam mengendalikan penyakit. Obat penyelamat digunakan setelah serangan asma telah terjadi. Obat asma ini tidak menggantikan obat pengontrol asma. Jangan hentikan obat pengontrol asma selama serangan asma. Obat Agonis beta kerja cepat adalah obat penyelamat yang paling sering digunakan. Beta agonis kerja cepat bekerja cepat, dalam beberapa menit, untuk membuka saluran pernapasan, dan memberi efek biasanya selama empat jam. Salbutamol Sulfat adalah obat asma kerja cepat yang paling sering digunakan dari golongan obat agonis beta. Antikolinergik adalah golongan lain obat asma yang berguna sebagai obat penyelamat selama serangan asma. Obat antikolinergik inhalasi membuka saluran pernapasan, mirip dengan aksi agonis beta. Antikolinergik mempunyai efek sedikit di bawah agonis beta, tetapi efeknya berlangsung lebih lama daripada agonis beta. Obat antikolinergik sering digunakan bersama dengan obat agonis beta untuk menghasilkan efek yang lebih besar daripada efek tunggalnya. Ipratropium bromide dalah obat antikolinergik inhalasi saat ini yang digunakan sebagai obat asma penyelamat. 24
  • 31. 8. Mengetahui, memahami dan menjelaskan diagnosa PPOK dan Asma Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan : A. Gambaran klinis a. Anamnesis - Keluhan - Riwayat penyakit - Faktor predisposisi b. Pemeriksaan fisik B. Diagnosis Banding A. Gambaran Klinis a. Anamnesis - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan - Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga - Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara - Batuk berulang dengan atau tanpa dahak - Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi b. Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan • Inspeksi - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai - Penampilan pink puffer atau blue bloater 25
  • 32. • Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar • Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah • Auskultasi - suara napas vesikuler normal, atau melemah - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa - ekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. B. Diagnosis Banding • Asma • SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatu berculosis dengan lesi paru yang minimal. Pneumotoraks Gagal jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung. 26
  • 33. Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Asma PPOK SPOT Timbul pada usia muda ++ - + Sakit mendadak ++ - - Riwayat Merokok +/- +++ - Riwayat atopi ++ + - Sesak dan Mengi berulang +++ + + Batuk kronik berdahak + ++ + Hipereaktiviti bronkus +++ + +/- Reversibiliti obstruksi ++ _ - Variabiliti harian ++ + - Eosinofil sputum + - ? Neutrofil sputum - + ? Makrofag sputum + _ ? 27
  • 34. BAB 3 KESIMPULAN Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan. Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan : a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi b. Menghindari kelelahan c. Menghindari stress psikis d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin e. Olahraga renang, senam asma 28
  • 35. DAFTAR PUSTAKA Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Djojodibroto, R. Darmonto. 2012. Respirologi (Respiratoty Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paruobstrukrif Kronik, dalam Ahmad H. Asdie. Editor bahasaIndonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi13. Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran EGC. Swierzewski, SJ. 2007. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (online) http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complication.shtml Diakses 10 Mei 2012 GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, andPrevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA:2007 http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp Diakses 10 Mei 2012 29