SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
NAMA : AMIRULLAH YUSUF LATARISSA 
NIM : 10.03.049 
KELAS : A 
STIKES PANAKUKKANG MAKASSAR 
2012/2013 
ABLASIO RETINA
KATA PENGANTAR 
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ABLASIO RETINA “ 
Tak lupa penulis hanturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing penulis guna menyelesaikan tugas ini. 
Mungkin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam tugas ini, tapi penulis selalu berusaha agar tugas yang dibuat bisa terima dan bisa bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun orang lain. 
Penulis sangat berharap kepada siapa saja yang bisa memberikan kritik dan saran agar kedepannya penulis bisa membuat perbaikan yang lebih baik lagi. 
Makassar, 9 Januari 2013 
Penyusun
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang. 
Dalam Epedemiologi yang berbicara tentang distribusi dan perkembangan penyakit baik yang penyakit infeksi dan penyakit non infeksi,maka dalam tugas ini penulis menjelaskan tentang penyakit non infeksi atau tidak menular yaitu “ ABLASIO RETINA”,melalui pendekatan Epidemiologi deskriptif. 
Dalam pendekatan epidemiologi deskriptif di kenal beberapa point penting yang masing- masing memiliki karakteristik dalam fungsionalnya terhadap analisis epidemiologi deskriptif : 
. 5 W ( What,Who,Where,When,and Why ) 
. Time,Place,Person. 
. Host,agent,Enveriotmen 
Dimana kesemuanya akan di jelaskan lebih lanjut dalam bab pembahasan. 
1.2 Tujuan. 
Inti dari tujuan pembuatan makalah ini adala tugas dimana akan mencangkup beberapa point : 
1. Menjelaskan Defenisi Ablasio. 
2. Mengetahui Diagnosa dan Manifestasi Klinik Ablasio Retina. 
3. Menjelaskan Klasifikasi Ablasio Retina. 
4. Menjelaskan Penatalaksanaan Ablasio Retina. 
5. Menjelaskan Komplikasi dari Ablasio Retina. 
6. Guna Mengetahui secara rinci tentang Ablasio Retina dan Pencegahan,serta Penanganannya. 
Untuk lebih lanjut semua akan di jabarkan dalam bab pembahasan.
BAB II 
PEMBAHASAN 
2.1 Retina dan Ablasio Retina. 
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2 
Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3 
2.1.2 Apa itu Ablasio Retina ? 
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1 
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1 
Sudah di ketahui bahwa sesuatu di katakana Ablasio retina bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002). 
keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.Ablasio
retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. 
Dan secara garis besar penyebabnya : 
1. Malformasi congenital 
2. Kelainan metabolism 
3. Penyakit vaskuler 
4. Inflamasi intraokuler 
5. Neoplasma 
6. Trauma 
7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina 
(C. Smelzer, Suzanne, 2002). 
2.2 EPIDEMIOLOGI 
Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.2 
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%.Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun. 
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.4 
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang: 

 Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus; 
 
 Baru mengalami trauma mata berat.5 
2.3 ANATOMI 
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.7 
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.7 
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7 
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7 
1. Tidak ada serat saraf; 
2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada; 
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut. 
Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi, yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya
lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. 
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7 
A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7 
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan1 : 
1) Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada retina kecuali di perifer(ora serata). 
2) Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut. 
3) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi. 
4) Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid. 
5) Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 
6) Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel Muller.Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 
7) Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion. 
8) Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua. 
9) Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 
10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.
2.4 PATOFISIOLOGI 
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :5 
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa). 
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional). 
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif) 
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.12 
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.12 
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12
2.5 KLASIFIKASI 
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1 
2.5.1 . Ablasio retina regmatogenosa 
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. 
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. 
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea. 
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. 
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama. 
2.5.2. Ablasio retina tarikan atau traksi 
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. 
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. 
2.5.3. Ablasio retina eksudatif 
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
2.6 DIAGNOSIS 
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut : 
2.6.1. Anamnesis 
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah: 
- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. 
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. 
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. 
2.6.2. Pemeriksaan oftalmologi 
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. 
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia. 
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas. 
2.6.3. Pemeriksaan Penunjang 
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah. 
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga
digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis. 
- Scleral indentation 
- Fundus drawing 
- Goldmann triple-mirror 
- Indirect slit lamp biomicroscopy 
2.7 Penatalaksanaan 
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11 
2.7.1. Retinopeksi pneumatik 
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. 
2.7.2.Scleral buckle 
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Pertama- tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 
2.7.3.Vitrektomi 
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum
melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. 
2.8 . Diagnosis Banding 
- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11 
- Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas.10 
2.9. Komplikasi 
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4 
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5 
Berdasarkan waktu maka : 
1. Komplikasi awal setelah pembedahan 
a. Peningkatan TIO 
b. Glaukoma 
c. Infeksi 
d. Ablasio koroid 
e. Kegagalan pelekatan retina 
f. Ablasio retina berulang 
2. Komplikasi lanjut 
a. Infeksi 
b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata 
c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina) 
d. Diplopia 
e. Kesalahan refraksi
f. astigmatisme 
2.10. Prognosis 
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.12 
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5
BAB III 
PENUTUP 
3.1 Keseimpulan dan Saran : 
Ablasio adalah salah satu penyakit fatal pada Mata,karna itu jagalah kesehatan mata kita ,Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.Ablasio bukan penyakit penular tapi bisa terjadi pada semua umur dan kapan saja waktunya.
DAFTAR PUSTAKA 
1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6. 
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika. Jakarta; 2006:197, 207-9. 
3. Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2nd ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6. 
4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from : http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . Accessed: 15/4/2008 
5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121. 
6. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior segment. In: Review of ophthalmology. Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342. 
7. Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. 154-6. 
8. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5th ed. Lippicott Williams & Wilkins. Philadelphia; 2002: 187-91. 
9. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ketiga jilid pertama. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius 
10. Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5th ed. Butterworth Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89. 
11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource 2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-2004. 
12. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269. 
13. Lihteh Wu. Tractional Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from : 
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Tractional.htm .Accessed: 15/4/2008. 
14. Lihteh wu. Exudative Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from : 
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Exudative.htm .Accessed: 15/4/2008.

More Related Content

What's hot

uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatNovi Vie Opie
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilAgus Gunardi
 
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisDefinisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisBrenda Panjaitan
 
Ppt jurnal reading mata
Ppt jurnal reading mataPpt jurnal reading mata
Ppt jurnal reading mataEcye Tuhusula
 
Muscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesiaMuscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesiaNur Hajriya
 
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran Ade Wijaya
 
Referat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mataReferat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mataevafar
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)Adam Muhammad
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergijelly hariyati
 
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeKesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeAulia Amani
 
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu HatiAspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hatiandikabudiarto
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothoraxListiana Dewi
 
Oksigenasi [pmi] untuk umum
Oksigenasi [pmi] untuk umumOksigenasi [pmi] untuk umum
Oksigenasi [pmi] untuk umumArnas Pamungkas
 

What's hot (20)

uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referat
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektil
 
Gangguan lapang pandang by Gabriella
Gangguan lapang pandang by GabriellaGangguan lapang pandang by Gabriella
Gangguan lapang pandang by Gabriella
 
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisDefinisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
 
Ppt jurnal reading mata
Ppt jurnal reading mataPpt jurnal reading mata
Ppt jurnal reading mata
 
Muscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesiaMuscle relaxants in anesthesia
Muscle relaxants in anesthesia
 
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
 
Hematothorax
HematothoraxHematothorax
Hematothorax
 
Referat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mataReferat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mata
 
Stilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafasStilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafas
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeKesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
 
Acute limb ischemia
Acute limb ischemiaAcute limb ischemia
Acute limb ischemia
 
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu HatiAspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Luka bakar
Luka bakarLuka bakar
Luka bakar
 
Oksigenasi [pmi] untuk umum
Oksigenasi [pmi] untuk umumOksigenasi [pmi] untuk umum
Oksigenasi [pmi] untuk umum
 
3. lensa
3. lensa3. lensa
3. lensa
 

Similar to ABLASI RETINA (20)

Hipertensi okuli
Hipertensi okuliHipertensi okuli
Hipertensi okuli
 
asuhan keperawatan ablasio retina
asuhan keperawatan ablasio retinaasuhan keperawatan ablasio retina
asuhan keperawatan ablasio retina
 
Anatomi mata
Anatomi mataAnatomi mata
Anatomi mata
 
TIPUS 1 draft.docx
TIPUS 1 draft.docxTIPUS 1 draft.docx
TIPUS 1 draft.docx
 
ablasio retina
ablasio retinaablasio retina
ablasio retina
 
Bab ii 2
Bab ii 2Bab ii 2
Bab ii 2
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
Presentasi mata
Presentasi mataPresentasi mata
Presentasi mata
 
Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1
 
Makalah pengobatan mata
Makalah pengobatan mataMakalah pengobatan mata
Makalah pengobatan mata
 
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
 
Tugas 2 tuti
Tugas 2 tutiTugas 2 tuti
Tugas 2 tuti
 
5 indera
5 indera5 indera
5 indera
 
Anatomi fisiologi retina
Anatomi fisiologi retinaAnatomi fisiologi retina
Anatomi fisiologi retina
 
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatanMakalah anatomi dan fisiologi indra  penglihatan
Makalah anatomi dan fisiologi indra penglihatan
 
Makalah pengobatan mata
Makalah pengobatan mataMakalah pengobatan mata
Makalah pengobatan mata
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
Makalah alat indra
Makalah alat indraMakalah alat indra
Makalah alat indra
 
ANFIS_Mata_pptx.pptx
ANFIS_Mata_pptx.pptxANFIS_Mata_pptx.pptx
ANFIS_Mata_pptx.pptx
 
Preskas ablasio
Preskas ablasio Preskas ablasio
Preskas ablasio
 

More from Amirullah Latarissa

Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10
Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10
Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10Amirullah Latarissa
 
Habiburrahman ketika cinta_berbuah_surga
Habiburrahman ketika cinta_berbuah_surgaHabiburrahman ketika cinta_berbuah_surga
Habiburrahman ketika cinta_berbuah_surgaAmirullah Latarissa
 
Kumpulan kode icd10 yang paling sering di temukan
Kumpulan kode icd10 yang paling sering di temukanKumpulan kode icd10 yang paling sering di temukan
Kumpulan kode icd10 yang paling sering di temukanAmirullah Latarissa
 
Tugas psrm iii analisis kuantitatif brm
Tugas psrm iii  analisis kuantitatif brmTugas psrm iii  analisis kuantitatif brm
Tugas psrm iii analisis kuantitatif brmAmirullah Latarissa
 
Tugas psrm ii - register rawat inap
Tugas   psrm ii - register rawat inapTugas   psrm ii - register rawat inap
Tugas psrm ii - register rawat inapAmirullah Latarissa
 
Tokoh Rekam Medis - Profil john graunt
Tokoh Rekam Medis - Profil john grauntTokoh Rekam Medis - Profil john graunt
Tokoh Rekam Medis - Profil john grauntAmirullah Latarissa
 
Struktur icd10 tenth revision volume 1
Struktur icd10 tenth revision volume 1Struktur icd10 tenth revision volume 1
Struktur icd10 tenth revision volume 1Amirullah Latarissa
 
Langkah instalasi-android-x86 di Vmware
Langkah instalasi-android-x86 di VmwareLangkah instalasi-android-x86 di Vmware
Langkah instalasi-android-x86 di VmwareAmirullah Latarissa
 
Anton memaksimalkan-performa-android
Anton memaksimalkan-performa-androidAnton memaksimalkan-performa-android
Anton memaksimalkan-performa-androidAmirullah Latarissa
 
Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis
Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis
Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis Amirullah Latarissa
 
Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )
Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )
Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )Amirullah Latarissa
 
Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)
Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)
Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)Amirullah Latarissa
 

More from Amirullah Latarissa (20)

Buku pedoman rekam medis
Buku pedoman rekam medisBuku pedoman rekam medis
Buku pedoman rekam medis
 
Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10
Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10
Istilah dan petunjuk pengkodean dalam menggunakan ICD 10
 
Habiburrahman ketika cinta_berbuah_surga
Habiburrahman ketika cinta_berbuah_surgaHabiburrahman ketika cinta_berbuah_surga
Habiburrahman ketika cinta_berbuah_surga
 
7konsepdasarwebdesign
7konsepdasarwebdesign7konsepdasarwebdesign
7konsepdasarwebdesign
 
7 jam membuat web dari nol
7 jam membuat web dari nol7 jam membuat web dari nol
7 jam membuat web dari nol
 
Farmakologi pengertian obat.pdf
Farmakologi   pengertian obat.pdfFarmakologi   pengertian obat.pdf
Farmakologi pengertian obat.pdf
 
Contoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rmContoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rm
 
Kumpulan kode icd10 yang paling sering di temukan
Kumpulan kode icd10 yang paling sering di temukanKumpulan kode icd10 yang paling sering di temukan
Kumpulan kode icd10 yang paling sering di temukan
 
Tugas psrm iii analisis kuantitatif brm
Tugas psrm iii  analisis kuantitatif brmTugas psrm iii  analisis kuantitatif brm
Tugas psrm iii analisis kuantitatif brm
 
Tugas psrm ii - register rawat inap
Tugas   psrm ii - register rawat inapTugas   psrm ii - register rawat inap
Tugas psrm ii - register rawat inap
 
Tokoh Rekam Medis - Profil john graunt
Tokoh Rekam Medis - Profil john grauntTokoh Rekam Medis - Profil john graunt
Tokoh Rekam Medis - Profil john graunt
 
Struktur icd10 tenth revision volume 1
Struktur icd10 tenth revision volume 1Struktur icd10 tenth revision volume 1
Struktur icd10 tenth revision volume 1
 
Langkah instalasi-android-x86 di Vmware
Langkah instalasi-android-x86 di VmwareLangkah instalasi-android-x86 di Vmware
Langkah instalasi-android-x86 di Vmware
 
Buku praktis-android-a-z
Buku praktis-android-a-zBuku praktis-android-a-z
Buku praktis-android-a-z
 
Anton memaksimalkan-performa-android
Anton memaksimalkan-performa-androidAnton memaksimalkan-performa-android
Anton memaksimalkan-performa-android
 
Juknis sirs 2011
Juknis sirs 2011Juknis sirs 2011
Juknis sirs 2011
 
Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis
Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis
Aplikasi komputerisasi di unit rekam medis
 
Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )
Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )
Bab ii pembahasan ( aplikasi komputerisasi di unit rekam medis )
 
Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)
Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)
Bab i pendahuluan (aplikasi komputerisasi RM)
 
Babi ngesot ac zzz.blogspot.com
Babi ngesot ac zzz.blogspot.comBabi ngesot ac zzz.blogspot.com
Babi ngesot ac zzz.blogspot.com
 

Recently uploaded

VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxghinaalmiranurdiani
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfMeboix
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptTriUmiana1
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 

Recently uploaded (16)

VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 

ABLASI RETINA

  • 1. NAMA : AMIRULLAH YUSUF LATARISSA NIM : 10.03.049 KELAS : A STIKES PANAKUKKANG MAKASSAR 2012/2013 ABLASIO RETINA
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ABLASIO RETINA “ Tak lupa penulis hanturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing penulis guna menyelesaikan tugas ini. Mungkin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam tugas ini, tapi penulis selalu berusaha agar tugas yang dibuat bisa terima dan bisa bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun orang lain. Penulis sangat berharap kepada siapa saja yang bisa memberikan kritik dan saran agar kedepannya penulis bisa membuat perbaikan yang lebih baik lagi. Makassar, 9 Januari 2013 Penyusun
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam Epedemiologi yang berbicara tentang distribusi dan perkembangan penyakit baik yang penyakit infeksi dan penyakit non infeksi,maka dalam tugas ini penulis menjelaskan tentang penyakit non infeksi atau tidak menular yaitu “ ABLASIO RETINA”,melalui pendekatan Epidemiologi deskriptif. Dalam pendekatan epidemiologi deskriptif di kenal beberapa point penting yang masing- masing memiliki karakteristik dalam fungsionalnya terhadap analisis epidemiologi deskriptif : . 5 W ( What,Who,Where,When,and Why ) . Time,Place,Person. . Host,agent,Enveriotmen Dimana kesemuanya akan di jelaskan lebih lanjut dalam bab pembahasan. 1.2 Tujuan. Inti dari tujuan pembuatan makalah ini adala tugas dimana akan mencangkup beberapa point : 1. Menjelaskan Defenisi Ablasio. 2. Mengetahui Diagnosa dan Manifestasi Klinik Ablasio Retina. 3. Menjelaskan Klasifikasi Ablasio Retina. 4. Menjelaskan Penatalaksanaan Ablasio Retina. 5. Menjelaskan Komplikasi dari Ablasio Retina. 6. Guna Mengetahui secara rinci tentang Ablasio Retina dan Pencegahan,serta Penanganannya. Untuk lebih lanjut semua akan di jabarkan dalam bab pembahasan.
  • 4. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Retina dan Ablasio Retina. Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2 Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3 2.1.2 Apa itu Ablasio Retina ? Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1 Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1 Sudah di ketahui bahwa sesuatu di katakana Ablasio retina bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002). keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.Ablasio
  • 5. retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. Dan secara garis besar penyebabnya : 1. Malformasi congenital 2. Kelainan metabolism 3. Penyakit vaskuler 4. Inflamasi intraokuler 5. Neoplasma 6. Trauma 7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina (C. Smelzer, Suzanne, 2002). 2.2 EPIDEMIOLOGI Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.2 Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%.Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun. Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.4 Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang: 
  • 6.  Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus;   Baru mengalami trauma mata berat.5 2.3 ANATOMI Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.7 Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.7 Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7 Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7 1. Tidak ada serat saraf; 2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada; 3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut. Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi, yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya
  • 7. lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7 A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7 Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan1 : 1) Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada retina kecuali di perifer(ora serata). 2) Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut. 3) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi. 4) Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid. 5) Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 6) Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel Muller.Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 7) Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion. 8) Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua. 9) Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.
  • 8. 2.4 PATOFISIOLOGI Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :5 1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa). 2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional). 3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif) Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.12 Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.12 Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12
  • 9. 2.5 KLASIFIKASI Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1 2.5.1 . Ablasio retina regmatogenosa Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama. 2.5.2. Ablasio retina tarikan atau traksi Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. 2.5.3. Ablasio retina eksudatif Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
  • 10. 2.6 DIAGNOSIS Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang, sebagai berikut : 2.6.1. Anamnesis Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah: - Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. - Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. - Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. 2.6.2. Pemeriksaan oftalmologi - Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat. - Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia. - Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas. 2.6.3. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah. - Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga
  • 11. digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis. - Scleral indentation - Fundus drawing - Goldmann triple-mirror - Indirect slit lamp biomicroscopy 2.7 Penatalaksanaan Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11 2.7.1. Retinopeksi pneumatik Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. 2.7.2.Scleral buckle Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Pertama- tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2.7.3.Vitrektomi Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum
  • 12. melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. 2.8 . Diagnosis Banding - Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11 - Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas.10 2.9. Komplikasi Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4 Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5 Berdasarkan waktu maka : 1. Komplikasi awal setelah pembedahan a. Peningkatan TIO b. Glaukoma c. Infeksi d. Ablasio koroid e. Kegagalan pelekatan retina f. Ablasio retina berulang 2. Komplikasi lanjut a. Infeksi b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina) d. Diplopia e. Kesalahan refraksi
  • 13. f. astigmatisme 2.10. Prognosis Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.12 Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5
  • 14. BAB III PENUTUP 3.1 Keseimpulan dan Saran : Ablasio adalah salah satu penyakit fatal pada Mata,karna itu jagalah kesehatan mata kita ,Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.Ablasio bukan penyakit penular tapi bisa terjadi pada semua umur dan kapan saja waktunya.
  • 15. DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6. 2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika. Jakarta; 2006:197, 207-9. 3. Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2nd ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6. 4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from : http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . Accessed: 15/4/2008 5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121. 6. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior segment. In: Review of ophthalmology. Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342. 7. Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. 154-6. 8. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5th ed. Lippicott Williams & Wilkins. Philadelphia; 2002: 187-91. 9. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ketiga jilid pertama. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : Media Aesculapius 10. Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5th ed. Butterworth Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89. 11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource 2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-2004. 12. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269. 13. Lihteh Wu. Tractional Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from : http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Tractional.htm .Accessed: 15/4/2008. 14. Lihteh wu. Exudative Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from : http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Exudative.htm .Accessed: 15/4/2008.