SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                                      Oleh : Idrus Abidin, Lc., MA.
                                  Sumber : idrusabidin.blogspot.com
1. PENDAHULUAN.
           Pendidikan Islam adalah sebuah sistem pengajaran yang berupaya membekali peserta
didik dengan nilai-nilai keislaman sehingga diharapkan mampu menjadi pribadi muslim yang kokoh
secara prinsip (akidah) dan berkualitas dari segi intlektual. Hal ini berdasarkan pada kesadaran
penuh manusia muslim sebagai khalifah di bumi Allah. Landasan utama tugas kekhalifaan adalah
keimanan kepada Allah Swt. sebagai Sang Pemberi Amanah. Keimanan ini kemudian melahirkan
sikap yang benar tentang bagaimana mengelola alam dengan amanah dan profesional.
Karenanya, kapasitas intelektual sangat penting, mengingat Alam ini diciptakan oleh Allah Swt., di
samping sebagai tanda kemahakuasaan-Nya, juga merupakan lapangan penelitian yang
menjanjikan. Allah Swt. telah meletakkan ketetapan yang mendasar terhadap alam berupa
sunnatullah. Sementara, di sisi lain Allah menetapkan hubungan manusia degan alam dalam
wilayah taskhir. Sejauh mana manusia mampu memahami alam maka sejauh itu pula mereka
mampu menundukkan dan memberdayakannya sebagai sarana ibadah kepada allah Swt.1
           Mengingat bahwa dunia pendidikan saat ini berlandaskan pada nilai-nilai filosofis Barat
yang tentunya juga lahir dari pandangan hidup mereka yang material, maka sangat penting untuk
menegaskan kembali urgensi filsafat Islam dalam ranah pendidikan. Belum lagi jika kita menyadari
bahwa dunia modern saat ini sedang dilanda kebingungan mendasar dalam menghadapi krisis
ekonomi yang terus menghimpit. Padahal, filsafat pendidikan yang mereka rumuskan lahir dari
pandangan meterialis-ekonomis. Maka tidaklah mengherankan ketika konsep ekonomi syari’ah,
sekalipun dari sisi umur dan pengalaman masih terbatas, telah dilirik sebagai sebuah konsep
ekonomi yang komprehensif dan tahan krisis. Jika manusia modern sadar dengan krisis ekonomi
ini, maka tentu filsafat pendidikan Islam yang juga merupakan nilai filosofis ekonomi syari’ah akan
menjadi alternatif yang baik dan mencerahkan di masa mendatang.
           Selain urgensi filsafat pendidikan Islam di atas, juga secara ringkas dapat dipaparkan
pula urgensitas lain berikut :


       1 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat :
Ciputat Press ), Cet.2, th.2005, hal.18-19.

                                                           0
Posisi strategis filsafat pendidikan dalam proses belajar mengajar secara menyeluruh.
           Terjadinya ambiguitas dalam memandang filsafat pendidikan dalam ranah pemikiran
           Barat dan dunia modern.
           Perlunya merumuskan sebuah filsafat pendidikan yang dapat membebaskan manusia
           modern dari problematika yang sedang di alami saat ini.
           Kebutuhan sistem pendidikan yang sedang berjalan di dunia Islam terhadap filsafat
           pendidikan Islam yang jelas.2
           Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang beriman dan amanah, sebagiamana
disebutkan di awal, maka dibutuhkan seperangkat nilai-nilai filosofis yang dapat menjadi acuan
pendidikan Islam. Sehingga proses belajar mengajar berhasil menyadarkan peserta didik tentang
dasar keberadaannya dalam alam raya ini (ibadah). Secara filosofis, keberhasilan pendidikan
diukur berdasarkan kemampuannya untuk merealisasikan dua tujuan mendasar berikut :
     1.    Menjaga eksistensi manusia secara penuh.
     2.    Meningkatkan kafasitas manusia secara berkala hingga level kekekalan dengan
           mengatur pola hubungan manusia dengan semua unsur-unsur yang ada di alam raya.
Dalam rangka terwujudnya ke dua tujuan tersebut, secara otomatis membutuhkan terwujudnya
dua tujuan lain berikut :
     1.    Menentukan pilar-pilar utama bagi keberlangsungan eksistensi manusia dan
           merumuskan karakteristik yang menjadi titik utama keunggulan manusia yang
           berpengetahuan.
     2.    Pengembangan berbagai sarana yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut di atas.3
Makalah sederhana ini berusaha menjabarkan, bagaimana Filsafat pendidikan Islam dapat
mewujudkan kedua tujuan mendasar di atas.


2.   MENJAGA EKSISTENSI MANUSIA.
           Dalam rangka menjaga eksistensi manusia, pendidikan Islam berusaha memperkokoh
hubungan manusia dengan alam secara kokoh. Hubungan manusia dengan alam menurut
pendidikan Islam adalah hubungan taskhir. Yang mana, alam telah dibekali oleh Allah Swt. dengan
beragam kebutuhan manusia. Dan dalam kerangka ini, Islam juga mengatur pola hubungan

       2 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Makkah Mukarramah : Maktabah Hadi), cet. 1,

Th.1988. hal. 21.
       3 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah, hal. 371.


                                                          1
manusia dengan sesamanya. Hubungan di level ini dibingkai dengan landasan keadilan dan nilai-
nilai ihsan. Selain itu, Islam juga mengatur hubungan manusia dengan kehidupan dalam bentuk
ujian. Yang mana, kehidupan ini adalah satuan waktu yang digunakan manusia dalam
mewujudkan perkembangan dan kemajuan fisik dan psikisnya. Kesemuanya dipandang sebagai
ujian dari Allah Swt. dalam rangka mencapai prestasi ubudiyah yang tinggi.


2.A. Hubungan Manusia Dengan Alam (Taskhir).
           Makna taskhir secara bahasa adalah bekerja dan mengabdi tanpa mengharapkan
imbalan. Sedang dari segi agama, ia berarti pemberian lisensi bagi manusia untuk memanfaatkan
alam secara gratis dalam rangka mendukung proses kehidupannya pada segala sektor tanpa
harus membayar harga tertentu. Hanya saja, alam tidak bisa mengabdikan dirinya secara gratis
manakala manusia tidak memahami hukum yang berlaku padanya. Tujuan dari taskhir adalah agar
manusia menyadari kekuasaan dan keilmuan Allah (rububiyatullah)yang meliputi segala sesuatu.4
Sedang wilayah taskhir berporos pada dua wilayah utama : al-afaaq (alam) dan al-anfus (jiwa).
Jika wilayah taskhir alam dielaborasi lebih jauh maka akan muncul area berikut : langit yang
tampak, darat yang teraba dan air yang mengisi lautan luas (QS Luqman : 20). Pada wilayah langit
ada panorama bintang, panorama angin dan panorama cuaca. Sedang pada wilayah laut terdapat
dunia ikan, dunia mutiara, dunia trumbu karang dll.
           Demi terwujudnya taskhir, manusia perlu memaksimalkan segala potensinya serta
memaksimalkan segala sarana taskhir dan mengikuti prosedur yang berlaku padanya. Secara
global, hubunga itu berupa :
1.     Memperbaiki cara memaksimalkan segala potensi manusia.
       Potensi manusia berupa : (1). Kemampuan untuk belajar untuk menganalisa sistem yang
       bekerja di alam, (2). Kemampuan akal dan kafasitas fisik untuk mengarahkan sistem menuju
       pengembangan industri, (3). Kemampuan akal dan jiwa yang dapat menghubungkan antara
       potensi taskhir dengan ibadah kepada Allah Swt.
2.     Sarana-sarana taskhir.
       Terdapat tiga sarana taskhir, yaitu : (1). Mata, telinga dan akal, (2). Pengamatan yang
       cermat terhadap unsur-unsur pembentukan alam, (3). Cara pengolalaan ilmu pengetahuan


       4   Al-Syaibani, Umar Muhammad al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bulan Bintang ), th.1979,
hal.

                                                          2
yang diperoleh melalui observasi dengan mengarahkannya kepada tujuan utama wujud ini,
       berupa kesyukuran kepada Allah Swt. terhadap nikmat-Nya dan tidak menggunakannya
       untuk maksiat kepada-Nya.


2.B. Hubungan Manusia Dengan Sesama Manusia (Adil dan Ihsan).
       Makna adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang pantas. Adil
merupakan sikap proporsional dalam berbagai hal. Ia merupakan antonim dari kezhaliman.
Keadilan merupakan standar minimal pola kemasyarakatan dalam Islam.5 Keadilan terbagi dua,
yaitu keadilan yang bersifat mutlak dan keadilan dalam pandangan syara’. Keadilan pertama
berwujud pada hal-hal yang dipandang baik oleh akal dan tidak akan terhapus sifatnya sebagai
keadilan sepanjang masa serta tidak bisa dipandang sebagai kezhaliman. Sebagai contohnya
adalah bersikap baik terhadap orang yang berlaku baik kepada kita dan menjauhkan bahaya dari
orang yang pernah menyelamatkan kita dari bahaya. Sedang adil yang kedua adalah adil
berdasarkan syara’. Abdul Rahman al-Sa’di menjelaskan, semua yang diperintahkan oleh Allah
terhadap hamba-Nya melalui al-Qur’an dan melalui lisan Rasul-Nya berupa keadilan dalam
muamalah masuk kategori ini.6 keadilan Jenis ini bisa saja terhapus pada waktu-waktu tertentu
berdasarkan pada kondisi, terutama terkait dengan pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah
masalah. Misalnya, masalah qisas dalam Islam. Jika seseorang diperlakukan tidak senonoh,
bahkan hingga tindak pembunuhan, maka pengadilan berhak menetapkan hukum bunuh terhadap
pelaku. Dan itu adalah bentuk keadilan dalam Islam. Tetapi jika wali korban memaafkan tersangka
maka tentu dibolehkan dan itu merupakan bentuk ihsan darinya. Karena haknya direlakan
walaupun hukum asalnya adalah prinsip keadilan dengan menghukum tersangka sesuai dengan
tindakannya.7 Wilayah keadilan mencakup wilayah pribadi (an-Nisa : 35), wilayah keluarga (an-
Nisaa : 3), wilayah kerabat (al-An’am : 152), wialayah ummat Islam ( al-Hujurat : 49), dan wilayah
kemasyarakatan secara umum (an-Nisaa : 52).
       Sedang ihsan, dari segi kebahasaan adalah lawan dari kata isa’ah yang mengandung
makna menguasai bidang yang digeluti dan profesional dalam pekerjaan. Sedang dari segi istilah


        5 Ulyan, Syaukat Muhammad, al-Tsaqafah al-Islamiyah wa Tahaddiyat al-Ashr, ( Riyadh : Dar al-Rasyid), cet.1,

th.1981/1401, hal. 335.
        6 al-Sa’di, Abdul Rahman Nashir, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (Kairo : Markaz Fajr li

al-Thiba’ah), cet.1, th.2000, hal.446.
        7 al-Alma’I, Zahid bin Iwadh, Dirasaat fi al-Tafsir al-Maudhu’I li al-Qur’an al-Karim, (Riyadh : Maktabah al-

Rusyd), cet.2, th.2001.

                                                         3
syara’, ihsan adalah sikap profesional dalam ketaatan kepada Allah Swt., baik profesional tersebut
dari sisi kualitas, ataupun profesional dalam segi jumlah berupa melaksanakan tugas melebihi
kadar yang diwajibkan dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah.
       Dari sisi agama, ihsan diwujudkan dalam dua kategori :
      Bersikap profesional terhadap manusia. Bagian ini terdiri dari dua tingkatan :
      1.    Wajib. Yaitu memberikan hak-hak mereka secara sempurna, seperti berbuat baik
            terhadap kedua orang tua, silaturrahmi, dan adil dalam semua bentuk transaksi. Masuk
            pula dalam kategori ini sikap berbuat baik terhadap hewan dan binatang, terutama ketika
            dalam masalah penyembelihan. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah :
            Sungguh Allah mewajibkan ihsan terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka
            perbaikilah proses pembunuhan. Jika kalian menyembelih maka pebaikilah cara
            penyembelihan. Hendaklah kalian mempertajam pisau dan membuat sembelihan kalian
            merasa tenang. (HR Muslim).
      2.    Sunnah. Yaitu hal-hal yang dilakukan melebihi kadar yang dituntut berupa bantuan
            tenaga, harta, ataupun ilmu. Level ihsan tertinggi adalah jika seseorang mampu berbuat
            baik terhadap orang yang bersikap buruk terhadapnya.
      Ihsan dalam beribadah kepada Allah Swt.
      Ihsan seperti inilah yang disebutkan oleh Rasulullah berupa penyembahan terhadap Allah
      seolah-olah melihatnya (raja’). Kalau tidak, cukuplah menyembah Allah dengan kesadaran
      penuh bahwa Ia melihatnya (khauf). Jika kita memaklumi bahwa terma Islam mewakili
      gambaran lahiriah seorang muslim dan terma iman menunjukkan gamabaran batiniahnya,
      maka ihsan merupakan sikap profesional dalam masalah lahiriah dan batiniah sekaligus. 8
      Secara ringkas Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa adil adalah sikap proporsional,
      sedang ihsan adalah mengusai bidang yang digeluti dan melakukan amalan-amalan sunnah,
      membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih besar dan membalas kejahatan dengan
      kejahatan yang seminimal mungkin.9
      Wilayah ihsan beredar seputar : wilayah pribadi (al-Israa : 7), keluarga (al-Israa : 23), kerabat,
ummat Islam dan seluruh masyarakat manusia (al-Baqarah : 83). Sedang ihsan, sebagaimana


       8 al-Utaibi, Sahl bin Rifa’ Suhail al-Riqi, A’mal al-Qulub ; Haqiqatuha wa Ahkamuha Inda Ahlussunna wal

Jama’ah wa Inda Mukhalifiihim, (Riyadh : Jami’ah Imam Muhammad Ibn Su’ud ) cet.1, th.2005, hal.53-60.
       9 az-Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah, wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, ( Bairut : Dar al-Fikr), cet.1,

th.1991, vol. 13-14, hal.212

                                                            4
halnya keadilan, dibutuhkan pada segala kondisi (al-baqarah : 178), seperti, ketika susah ((hud :
115), peperangan dan jihad (al-Ankabut : 69), diskusi pemikiran dan hubungan
wawasan/kebudayaan (al-Israa : 53), ketika ikatan keluarga berakhir dengan perceraian (al-
Baqarah : 229), pertengkaran dan permusuhan (Fusshilat : 34), debat pemikiran dengan non
muslim (al-Ankabut : 46), menjawab salam (an-Nisaa : 34), berinteraksi dengan kaum marjinal (al-
Israa : 34), hubungan politik (al-Kahfi : 76-77) hubungan ekonomi ( al-Qasas : 77). Ihsan seperti
inilah yang menjadi ukuran keberhasilan manusia dalam sektor kehidupan (hubungan sebagai
ujian) pada level manusia, SDA dan segala bentuk nikmat lainnya.
    Sementara itu, hubungan antara kedilan dan ihsan dalam wilayah pendidikan terwujud pada
eksistensi manusia dan perkembangannya yang menyeluruh. Keadilan berperan dalam menjaga
eksistensi manusia, sedang ihsan berperan pada tingkat perkembangan manusia dari dunia
hingga sorga kelak. Dengan keadilan maka urusan berujung pada teratasinya segala permaslahan
dan hilangnya potensi fitnah di tengah masyarakat. Sementara, di sisi lain, ihsan mengokohkan
hubungan dan menumbuhkan peluang kerjasama antara berbagai level masyarakat yang nantinya
berkontribusi dalam mengembangkan tingkat kemanusiaan mereka secara total.


2.C. Hubungan Manusia dengan Kehidupan (Ujian).
    Ujian berperan untuk menguji makna ibadah (kecintaan yang sempurna yang melahirkan
ketaatans cara menyeluruh) pada ke-3 wilayah ibadah : agama, masyarakat dan alam. Kehidupan
ini merupakan satuan waktu yang ditetapkan sebagai jadwal ujian (al-Mulk : 2). Sedang bumi ini
adalah merupakan ruang tempat ujian berlangsung. Sedang materi dan alat ujiannnya adalah
segala yang ada di alam ini berupa sumber daya, hasil dan perhiasan yang ada (al-Kahfi : 7).
Wilayah ujiannya adalah dua hal : 1. Materi dan segala bentuk hak milik, serta 2. Jiwa manusia.
    Adapun bentuk-bentuk ujian terbagi ke dalam dua bagian : 1, kebaikan dan ke-2, keburukan
(al-A’raf : 168).10 Pertama : Ujian dengan keburukan meliputi, ketakutan, kelaparan, kurangnya
harta, kurangnya tingkat kesehatan, kurangnya hasil panen, terjadinya peperangan, kekalahan di
medan perang dan penghancuran massal. Kedua : Ujian berupa kebaikan berupa, jabatan, anak,
kendaraan (al-Mukminun : 28-30), harta (al-Maidah : 94), pengikut, kemenangan, kekuatan dan
kekuasaan (an-Naml : 40), kesehatan dan ketampanan/kecantikan.



      10   Ghunaim, Hani Sa’ad, Seni Menikmati Ujian, ( Solo : Aqwam ), cet.2, th.2008, hal.23.

                                                           5
Ujian yang menimpa manusia secara pribadi dan berkelompok selalu berada pada dua sisi
(kebaikan dan keburukan) jika diukur berdasarkan waktu terjadinya ujian. Pada ke dua sisi itu,
mereka harus menunjukkan ubudiyahnya kepada Allah Swt. Dalam kerangka inilah Allah
mengoreksi kesalahpahaman manusia memandang ujian. Ketika diberi kebaikan seolah itu adalah
kemuliaan dan ketika diuji dengan keburukan seolah itu adalah penghinaan (al-fajr : 15-16).
Padahal ujian dengan kebaikan dan keburukan pada prinsipnya adalah ujian ketaatan. Yakni,
apakah manusia mampu taat pada kedua kondisi tersebut. Ujian merupakan pelatihan untuk
medapatkan pengalaman merasakan sesuatu secara psikologis. Tujuannya agar peserta
memahami kebaikan dan merasakan keindahannya serta merasakan keburukan dan berupaya
menghindar darinya. Dengan adanya ujian ini, manusia berupaya mengikuti prosedur syari’at-Nya
sehingga mampu keluar sebagai manusia yang sukses. Walhasil, manusia makin meningkat
pemahaman dan pengalamannya.
    Semantara itu, teradapat beberapa karakter ujian, di antaranya :
        A. Demi sukses dari cobaan berupa kebaikan dan keburukan, manusia memilih salah
            satu dari tiga hal, (1). Memilih yang buruk, (2). Memilih yang baik, (3). Memilih yang
            baik demi menghindari yang buruk. Dalam hal ini, Islam berupaya mengarahkan
            seseorang kepada sikap ketiga dengan tindakan berupa : menghilangkan kekafiran
            dengan segala manifestasinya dengan iman dan prakteknya di lapangan,
            menghilangkan sakit dengan obat dan memerangi kezhaliman dengan keadilan.
        B. Setiap ujian, kebaikan ataupun keburukan, pasti ada masa berakhirnya. Sehingga
            bagi yang menderita agar ia bersabar hingga waktu menyampaikannya kepada masa
            sehat dan diharapkan jangan berkeluh-kesah. Sedang yang mendapatkan kebaikan
            agar jangan berbangga karena akan ada masa akhir yang melindas kebahagiaanya.
        C. Bahwasanya tenggang waktu dalam menghilangkan keburukan bukanlah ketundukan
            kepada keburukan itu sendiri. Karenanya Allah memuji mereka yang bersabar dalam
            menghadapi masalah dan berupaya mencari obatnya.
        D. Batasan ujian selalu disesuaiakan dengan kadar kemampuan manusia yang diuji.
        E. Terkadang manusia tidak pandai untuk memilih sarana yang tepat untuk menghindari
            keburukan. Sehingga terkadang manusia memilih keburukan demi mengobati




                                               6
keburukan. Terkadang mereka memilih menyerah kepada keburukan atau memilih
               kebaikan yang tidak berpengaruh terhadap keburukan itu sedikit pun.11
3.   MENGEMBANGKAN POTENSI MANUSIA SECARA SIMULTAN (DUNIA AKHIRAT).
            Selain menjaga eksistensi manusia, pendidikan Islam juga berupaya mengembangkan
potensi mereka dengan mengokohkan hubungannya dengan Sang Pencipta dalam bentuk
ubudiyah. Manifestasi ubudiyah ini dapat dilihat dari tiga fenomena ibadah : (1). Fenomena
keagamaan, (2) : Fenomena alam, dan ke-(3) : Fenomena sosial kemasyarakatan.


3.A.Hubungan Manusia Dengan Sang Pencipta (Ubudiyah).
           Ibadah sebagai landasan semua bentuk kehidupan manusia, jika dilihat dari segi
kebahasaan bermakna ketaatan secara menyeluruh sebagai wujud dari kecintaan yang
sempurna. 12 Sedang secara terminologis, ibadah dipandang sebagai sebuah nama yang
mencakup semua hal yang dicintai dan diridha’i oleh Allah, baik berupa perkataan dan perbuatan,
yang bersifat eksternal (lahiriah) maupun yang bersifat internal (batiniyah).13
           Fenomena ibadah ini kemudian dapat dilihat pada tiga aspek : aspek keagamaan, aspek
kemasyarakatan dan aspek alam. Berdasarkan pada makna ibadah yang memiliki sisi perasaan
berupa kecintaan yang berujung pada ketundukan tanpa reserve, maka seseorang tidak akan
mencintai sesuatu dengan mendalam kecuali jika ia melihat yang dicintainya memiliki sifat yang
baik dan sempurna serta memiliki kafasitas yang maha luas. Setelah itu, untuk menjaga keutuhan
cintanya setiap saat, ia harus bisa merasakan kebahagiaan dan memetik buah dari kecintaannya
tersebut.
           Dalam aspek keagamaan, ibadah diwujudkan dalam bentuk penegakan syiar-syiar agama
berdasarkan pada kecintaan dan ketaatan yang menjadi unsur utama ibadah. Untuk mewujudkan
tujuan ini, pendidikan Islam diharapkan membekali peserta didik dengan rincian praktek ibadah
setelah sebelumnya diawali dengan pembekalan teoritis. Sedang dari segi kemasyarakatan,
pendidikan Islam mengatur hubungan peserta didik dengan tokoh-tokoh dan organisasi
masyarakat secara menyeluruh. Baik dari segi sejarah masa lalu, masa sekarang maupun
harapan-harapannya pada masa mendatang. Dalam kerangka ini, pendidikan Islam diharapkan
mampu membekali peserta dengan seperangkat kecakapan hidup bermasyarakat dan

      11 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah,. hal.173.
      12 Qardhawi, Yusuf, al-Ibadah Fii al-Islam, ( Bairut : Muassasah al-Risalah), cet. 18, 1986/1406, hal.27.
      13 Ibnu Taimiyah, Abdul Halim, al-Ubudiyah, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1991. hal.5


                                                          7
kemampuan untuk mempelajari sejarah untuk dapat memetik rumusan tentang konsep
jatuhbangunnya sebuah masyarakat. Dari sanalah ia mampu merumuskan aturan-aturan
kemasyarakatan yang telah ditetapkan oleh Allah (sunnatulah dalam kehidupan masyarakat) dan
melihat hasil akhir dari pola kehidupannya. Dan dari sana pula seorang pembelajar mampu melihat
keterlibatan Allah secara langsung dengan berusaha memahami efek dari jauh-dekatnya sebuah
tatanan masyarakat dari konsep Allah Swt.
           Adapun dari sisi alam, maka fokus-utamanya berkisar pada bagaimana manusia mampu
berinteraksi dengan alam. Pada wilayah ini, pendidikan Islam bekerja dalam rangka membekali
peserta dengan pengetahuan tentang proses dan unsur utama terbentuknya alam. Pendidik
sebaiknya mengarahkan peserta untuk memasuki laboratorium alam ini dengan harapan, mereka
dapat menemukan formulasi ilmu yang aksiomatik, terukur dan ilmiah. Penemuan ini kemudian
dipatenkan dan dijadikan sebagai sarana untuk meneguhkan peran ibadah yang menjadi tugasnya
di alam ini. Di samping itu, kesadaranya tentang kemahakuasaan Allah dalam berbagai fenomena
alam yang mampu mengasah kecintaan dan ketundukannya secara mendalam kepada-Nya.
Berangkat dari pemahaman inilah sehingga terlahir istilah ilmu agama, ilmu sosial, ilmu alam dll.
Semua produk ilmu itu menghasilkan out put berupa ulama yang beriman dan amanah.
           Ketiga aspek di atas menyatu secara ajeg dalam ruang lingkup ibadah. Karena jika salah
satu dari ketiga aspek tersebut terpisah maka terjadi kelemahan dan bisa meghilangkan daya
pengaruhnya dalam membentuk peradaban. 14 Pemisahan antara masing-masing aspek di atas
bisa berefek pada keruntuhan dan kehancuran sebuah masyarakat karena beberapa faktor :
1.   Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja maka wilayah kemasyarakatan dan
     ilmu alam akan bekerja sendiri sesuai dengan hawa nafsu pengaksesnya. Jika demikian,
     maka terjadi carut marut antar masing-masing aspek.
2.   Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja maka akan lahir agamawan dan
     ilmuwan yang tidak searah. Agamawan akan malas, kurang produktif dan cenderung tidak
     berdaya. Sedang ilmuawan kehilangan arah tujuan.
3.   Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja maka wilayah kemasyarakatan dan
     sains akan jauh dari kucuran nilai-nilai ibadah sehingga mereka tidak bisa mematuhi norma-
     norma yang berlaku dalam agama, terutama dalam merumuskan konsep-konsep
     kemasyarakatan dan sains.

      14
           Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah, hal.87-92..

                                                              8
4.    Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja, maka peran agama dalam rangka
      menegakkan keadilan dalam masyarakat akan lemah. Demikian pula kelemahnnya dalam
      rangka meminimalisir keburukan di tengah masyarakat. Inilah penyebab kenapa kaum berduit
      selalu memisahkan diri dari agama.
5.    Jika sains jauh dari nuansa ibadah maka agama hanya akan menjadi fenomena sejarah pada
      waktu dan tempat tertentu. Jika ini terjadi, agama akan jauh dari bukti-bukti ilmiah yang
      merupakan sumbangan ayat al-afaq dan ayat al-anfus yang pada prinsipnya akan
      memberikan nuansa baru dan menegaskan peranannya dalam bidang pemikiran, nilai-nilai
      dan lapangan praktis.
3.B. Hubungan Manusia Dengan Akhirat (Tanggung-jawab dan Hasil)
          Di samping kokohnya hubungan manusia dengan Tuhan di atas, pendidikan Islam juga
mengembangkan potensi manusia melalui pengokohan hubungan dengan negeri akhirat.
Hubungan pada wilayah ini ditetapkan sebagai hubungan tanggung jawab dan penerimaan out put
ubudiyah (pahala dan dosa). Yakni pendidikan Islam memacu segala potensi manusia untuk maju
sebagai bukti adanya lompatan-lompatan yang diperolah selama berada di ruang ujian (dunia).
Lalu kemudian menjadi kekal dalam surga bagi yang berkembang secara baik dalam lingkup
ubudiyah. Dan dalam kerangka kekelan ini pula, terjadi pembersihan dan penyiksaan massal di
dalam neraka bagi mereka yang tidak berkembang secara benar dalam wilayah ubudiyah ini.
            Untuk ke dua tujuan di atas, filsafat pendidikan Islam menentukan sarana-sarana
pengetahuan yang dibutuhkan. Sarana pendidikan tersebut berkisar pada wilayah wahyu (al-
Qur’an dan Sunnah), akal dan indera dalam rangka mencapai pengetahuan yang benar tentang
bagaimana mengelola pola hubungan manusia dengan segala wujud yang telah disebutkan
sebelumnya. 15 Setelah pengetahuan yang benar tentang pola hubungan tersebut diperoleh,
diupayakanlah memperaktekkannya di lapangan dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki.
Tentunya dengan tetap memberikan evaluasi (penilaian) dan pengembangan lanjutan jika memang
hal itu dibutuhkan.
            Tujuan dan sarana yang disebutkan di sini terformulasikan secara baik dengan
mempertimbangkan pengaruh dari empat faktor, (1). Faktor keyakinan (akidah). Yaitu penetapan
hubungan antara Tuhan dengan manusia sebagai mahluk. (2). Faktor sosial. Yaitu menundukkan

         15 Al-Zunaidi, Abdul Rahman Zaid, Mashadir al-Ma’rifah, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1992. Lihat

pula : Uqaili, Ibrahim, Takamul Manahij al-Ma’rifah inda Ibnu Taimiyah, ( U.S.A : al-Ma’ha al-Alami li al-Fikr al-Islami ),
cet.1, th.1994.

                                                             9
pola hubungan dan nila-nila etika ke dalam bingkai kemanusiaan yang merupakan identitas bagi
peserta didik. Yang mana, hal ini mencakup semua anggota masyarakat. (3). Faktor wilayah. Yaitu
tata cara hidup di dalam wilayah tugas manusia sebagai khalifah. Hal ini mencakup semua penjuru
bumi ini. (4). Faktor waktu. Yaitu dengan memperhatikan waktu yang akan dilalui oleh manusia.
Faktor waktu ini diawali dari semenjak di dunia ini hingga ke akhirat kelak yang tidak
berpenghujung (rihlah al-khulud).
            Al-Qur’an sebagai sumber utama pendidikan Islam membahas tema-tema di atas
dengan menyeluruh dan komprehensif. Secara global, al-Qur’an membahas empat tema utama :
Allah, alam, manusia dan hari akhir. Allah merupakan pencipta manusia dan alam. Ia menugaskan
manusia sebagai khalifah di bumi ini dan akan meminta pertanggungjawaban terhadap amanah
tersebut. Alam merupakan bukti kekuasaan Allah Swt. dan ditundukkan bagi manusia jika mereka
memahami aturan-aturan yang berlaku padanya (sunnatulah). Manusia adalah hamba yang
menjadi wakil Allah di bumi. Alam ini ditundukkan baginya dengan bekal hidayah dan kemampuan
untuk memilih dan berkehendak. Hari akhir adalah tempat penerimaan hasil penugasan, baik
berupa pahala maupun dosa yang berujung pada penyiksaan. Jika kemudian surah-surah yang
tergabung dalam lingkup Makkiyah terpokus pada tema : Allah, alam dan hari akhir, maka surah
Madaniyah membahas secara tuntas dan fokus pada tema kemanusian. Secara ringkas, al-Qur’an
berupaya merancang bangunan pemikiran dan norma-norma yang memperkokoh hubungan
manusia yang produktif dengan Allah, manusia dan alam. Hubungan dengan Allah adalah
ubudiyah, sedang dengan sesama manusia adalah adil dan ihsan dan dengan alam berupa
taskhir. Hubungan inilah yang membedakan Islam dengan segala bentuk pemikiran dan nilai etika
laiinya. Sejauh mana manusia mampu berkomitmen dengan prinsip ini maka sejauh itu pula ia
akan mendapatkan kesuksesan (keselamatan), seniorotas dan pionir dalam lautan kehidupan,
ditambah dengan pahala yang berlipat ganda di akhirat kelak.16


KESIMPULAN.
Berdasarkan paparan di atas, kesimpulan yang bisa ditarik adalah :
           Pendidikan Islam menjamin eksistensi manusia secara utuh. Baik dari sisi keduniaan
           dengan memperkokoh hubungannya dengan alam sebagai tempat berlangsungnya
           kehidupan, maupun dari sisi akhirat dengan menegaskan hubungannya dengan Allah Swt.

      16   Lahham, Hanan, Min Hadyi Surah al-Baqarah, ( Riyadh : Dar al-Hudaa), cet, 1, th1989 M/1409 M, hal.9.

                                                         10
dan kehidupan akhirat sebagai tempat penerimaan prestasi ubudiyah. Bahkan dengan
        hubungannya dengan Allah dan akhirat, pendidikan Islam berupaya mengembangkan
        potensi manusia secara maksimal sehingga menjadi khalifah yang amanah dan
        profesional.

DAFTAR PUSTAKA

Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah, (Makkah Mukarramah : Maktabah
           Hadi), cet. 1, th.1988.
Ulyan, Syaukat Muhammad, al-Tsaqafah al-Islamiyah wa Tahaddiyat al-Ashr, (Riyadh : Dar al-
           Rasyid), cet.1, th.1981/1401.
al-Sa’di, Abdul Rahman Nashir, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (Kairo :
           Markaz Fajr li al-Thiba’ah), cet.1, th.2000.
al-Alma’i, Zahid bin Iwadh, Dirasaat fi al-Tafsir al-Maudhu’I li al-Qur’an al-Karim, (Riyadh :
           Maktabah al-Rusyd), cet.2, th.2001.
al-Utaibi, Sahl bin Rifa’ Suhail al-Riqi, A’mal al-Qulub ; Haqiqatuha wa Ahkamuha Inda
           Ahlussunna wal Jama’ah wa Inda Mukhalifiihim, (Riyadh                    : Jami’ah Imam
           Muhammad Ibn Su’ud ) cet.1, th.2005.
al-Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah, wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Bairut : Dar
           al-Fikr), cet.1, th.1991, vol. 13-14.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan
           Islam, (Ciputat : Ciputat Press ), Cet.2, th.2005.
Al-Zunaidi, Abdul Rahman Zaid, Mashadir al-Ma’rifah fi al-Fikri al-Dini wa al-Falsafi, ( KSA : Maktabah
           al-Muayyid ), cet.1, th.1992.
Uqaili, Ibrahim, Takamul Manahij al-Ma’rifah Inda Ibnu Taimiyah, ( U.S.A : al-Ma’ha al-Alami li
           al-Fikr al-Islami ), cet.1, th.1994.
Ghunaim, Hani Sa’ad, Seni Menikmati Ujian, ( Solo : Aqwam ), cet.2, th.2008, hal.23.
Lahham, Hanan, Min Hadyi Surah al-Baqarah, (Riyadh : Dar al-Hudaa), cet.1, th.1989 M/1409 M.
Ibnu Taimiyah, Abdul Halim, al-Ubudiyah, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1991.
Qardhawi, Yusuf, al-Ibadah Fii al-Islam, (Bairut : Muassasah al-Risalah), cet. 18, 1986/1406.




                                                   11

More Related Content

What's hot

MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)
MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)
MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)Mimi Mokhtar
 
Sumber dan Karakteristik Islam
Sumber dan Karakteristik IslamSumber dan Karakteristik Islam
Sumber dan Karakteristik Islamazzahracaem
 
Konsep asas tamadun islam
Konsep asas tamadun islamKonsep asas tamadun islam
Konsep asas tamadun islamIzzat Najmi
 
Eksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusia
Eksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusiaEksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusia
Eksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusiaDodyk Fallen
 
Ilmu pendidikan dan pendidikan islam
Ilmu pendidikan dan pendidikan islamIlmu pendidikan dan pendidikan islam
Ilmu pendidikan dan pendidikan islamZURYATI1
 
Kemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam meresponKemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam merespondiktum2015
 
Pendidikan masa nabi saw
Pendidikan masa nabi sawPendidikan masa nabi saw
Pendidikan masa nabi sawDodyk Fallen
 
Bab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islam
Bab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islamBab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islam
Bab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islamwahyudinia112
 
Peran pendidikan agama islam bagi peserta didik
Peran pendidikan agama islam  bagi peserta didikPeran pendidikan agama islam  bagi peserta didik
Peran pendidikan agama islam bagi peserta didikOperator Warnet Vast Raha
 
Fungsi agama bagi kehidupam manusia
Fungsi agama bagi kehidupam manusiaFungsi agama bagi kehidupam manusia
Fungsi agama bagi kehidupam manusiaMas Amam Udink
 
9.Syariah Dalam Tamadun Islam1
9.Syariah Dalam Tamadun Islam19.Syariah Dalam Tamadun Islam1
9.Syariah Dalam Tamadun Islam1WanBK Leo
 
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-haripjj_kemenkes
 
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)Novia Senja
 
Bab 1 Pengenalan Tamadun Islam
Bab 1 Pengenalan Tamadun IslamBab 1 Pengenalan Tamadun Islam
Bab 1 Pengenalan Tamadun Islamajaknordin
 
Islam sebagai ad din
Islam sebagai ad dinIslam sebagai ad din
Islam sebagai ad dinsafwanpbs
 

What's hot (20)

MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)
MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)
MPW1143 - Bab 2 pandangan semesta islam (mum)
 
Sumber dan Karakteristik Islam
Sumber dan Karakteristik IslamSumber dan Karakteristik Islam
Sumber dan Karakteristik Islam
 
Konsep asas tamadun islam
Konsep asas tamadun islamKonsep asas tamadun islam
Konsep asas tamadun islam
 
Eksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusia
Eksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusiaEksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusia
Eksistensi pendidikan dalam pengembangan fitrah manusia
 
Ilmu pendidikan dan pendidikan islam
Ilmu pendidikan dan pendidikan islamIlmu pendidikan dan pendidikan islam
Ilmu pendidikan dan pendidikan islam
 
Kemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam meresponKemampuan hukum islam dalam merespon
Kemampuan hukum islam dalam merespon
 
Pendidikan masa nabi saw
Pendidikan masa nabi sawPendidikan masa nabi saw
Pendidikan masa nabi saw
 
Bab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islam
Bab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islamBab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islam
Bab 1 konsep fikih dan ibadah dalam islam
 
Peran pendidikan agama islam bagi peserta didik
Peran pendidikan agama islam  bagi peserta didikPeran pendidikan agama islam  bagi peserta didik
Peran pendidikan agama islam bagi peserta didik
 
Bab 3 ctu 211
Bab 3 ctu 211Bab 3 ctu 211
Bab 3 ctu 211
 
Ulang Kaji Ujian TITAS
Ulang Kaji Ujian TITAS Ulang Kaji Ujian TITAS
Ulang Kaji Ujian TITAS
 
Fungsi agama bagi kehidupam manusia
Fungsi agama bagi kehidupam manusiaFungsi agama bagi kehidupam manusia
Fungsi agama bagi kehidupam manusia
 
9.Syariah Dalam Tamadun Islam1
9.Syariah Dalam Tamadun Islam19.Syariah Dalam Tamadun Islam1
9.Syariah Dalam Tamadun Islam1
 
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hariPeran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
Peran dan Fungsi Agama dalam kehidupan sehari-hari
 
Konsep Tamadun islam
Konsep Tamadun islamKonsep Tamadun islam
Konsep Tamadun islam
 
Tugas filsafat khrs
Tugas filsafat khrsTugas filsafat khrs
Tugas filsafat khrs
 
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)
Makalah (pentingnya pendidikan dalam perspektif islam)
 
Sumber ilmu
Sumber ilmuSumber ilmu
Sumber ilmu
 
Bab 1 Pengenalan Tamadun Islam
Bab 1 Pengenalan Tamadun IslamBab 1 Pengenalan Tamadun Islam
Bab 1 Pengenalan Tamadun Islam
 
Islam sebagai ad din
Islam sebagai ad dinIslam sebagai ad din
Islam sebagai ad din
 

Similar to Filsafat pendidikan islam

sistem pendidikan islam
sistem pendidikan islamsistem pendidikan islam
sistem pendidikan islamRasyidiAli
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposalAbie Tomy
 
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Khairunnisa Nazhifah
 
Peranan manusia dalam lingkungan perspektif islam
Peranan manusia dalam lingkungan perspektif islamPeranan manusia dalam lingkungan perspektif islam
Peranan manusia dalam lingkungan perspektif islamNizar Syamsi
 
Pengertian Psi ( pengantar studi islam )
Pengertian Psi ( pengantar studi islam )Pengertian Psi ( pengantar studi islam )
Pengertian Psi ( pengantar studi islam )Maulana Arief
 
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sinaAfi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sinaDr. Afi Parnawi, M.Pd
 
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sinaAfi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sinaDr. Afi Parnawi, M.Pd
 
hakikat dan tujuan pend.islam
hakikat dan tujuan pend.islam hakikat dan tujuan pend.islam
hakikat dan tujuan pend.islam Ainina Sa'id
 
Sumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan IslamSumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan IslamAmeilya P P
 
Karakteristik Ajaran Islam (1).pptx
Karakteristik Ajaran Islam (1).pptxKarakteristik Ajaran Islam (1).pptx
Karakteristik Ajaran Islam (1).pptxsophia356221
 
Urgensi tarbiyah islamiyah
Urgensi tarbiyah islamiyahUrgensi tarbiyah islamiyah
Urgensi tarbiyah islamiyahdela aristi
 
Iptek dan seni dalam islam
Iptek dan seni dalam islamIptek dan seni dalam islam
Iptek dan seni dalam islamMoch Hafidz Ftr
 
IPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptx
IPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptxIPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptx
IPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptxLuluAinaWulandari
 

Similar to Filsafat pendidikan islam (20)

Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Pengertian islam
Pengertian islamPengertian islam
Pengertian islam
 
Peran agama islam bagi anak didik
Peran agama islam bagi anak didikPeran agama islam bagi anak didik
Peran agama islam bagi anak didik
 
sistem pendidikan islam
sistem pendidikan islamsistem pendidikan islam
sistem pendidikan islam
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposal
 
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
Pengaruh islam dalam kebudayaan masa kini (iptek dan media sosial)
 
Ilmu pendidikan islam
Ilmu pendidikan islamIlmu pendidikan islam
Ilmu pendidikan islam
 
Peranan manusia dalam lingkungan perspektif islam
Peranan manusia dalam lingkungan perspektif islamPeranan manusia dalam lingkungan perspektif islam
Peranan manusia dalam lingkungan perspektif islam
 
Ipi
IpiIpi
Ipi
 
Pengertian Psi ( pengantar studi islam )
Pengertian Psi ( pengantar studi islam )Pengertian Psi ( pengantar studi islam )
Pengertian Psi ( pengantar studi islam )
 
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sinaAfi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
 
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sinaAfi parnawi.  makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
Afi parnawi. makalah. lingkungan sekolah.stai ibnu sina
 
hakikat dan tujuan pend.islam
hakikat dan tujuan pend.islam hakikat dan tujuan pend.islam
hakikat dan tujuan pend.islam
 
Nota bab-2
Nota bab-2Nota bab-2
Nota bab-2
 
Sumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan IslamSumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan Islam
 
Kumpulan peta konsep.docx
Kumpulan peta konsep.docxKumpulan peta konsep.docx
Kumpulan peta konsep.docx
 
Karakteristik Ajaran Islam (1).pptx
Karakteristik Ajaran Islam (1).pptxKarakteristik Ajaran Islam (1).pptx
Karakteristik Ajaran Islam (1).pptx
 
Urgensi tarbiyah islamiyah
Urgensi tarbiyah islamiyahUrgensi tarbiyah islamiyah
Urgensi tarbiyah islamiyah
 
Iptek dan seni dalam islam
Iptek dan seni dalam islamIptek dan seni dalam islam
Iptek dan seni dalam islam
 
IPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptx
IPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptxIPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptx
IPTEK Dan Seni Dalam Pandangan Islam.docx.pptx
 

More from Idrus Abidin

Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia DebatRasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia DebatIdrus Abidin
 
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.Idrus Abidin
 
Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Idrus Abidin
 
LGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama MazhabLGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama MazhabIdrus Abidin
 
Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam Idrus Abidin
 
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51Idrus Abidin
 
Tafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ahTafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ahIdrus Abidin
 
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)Idrus Abidin
 
Tafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-NaasTafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-NaasIdrus Abidin
 
Tafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-MaunTafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-MaunIdrus Abidin
 
Tafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laaTafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laaIdrus Abidin
 
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Idrus Abidin
 
Urgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam IslamUrgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam IslamIdrus Abidin
 
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Idrus Abidin
 
Keberanian dalam Islam
Keberanian dalam IslamKeberanian dalam Islam
Keberanian dalam IslamIdrus Abidin
 
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernMakna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernIdrus Abidin
 
Semangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan SunnahSemangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan SunnahIdrus Abidin
 
Keistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'anKeistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'anIdrus Abidin
 

More from Idrus Abidin (20)

Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia DebatRasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
 
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
 
Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.
 
LGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama MazhabLGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
 
Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam
 
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
 
Tafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ahTafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ah
 
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
 
Tafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-NaasTafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-Naas
 
Tafsir Ayat Puasa
Tafsir Ayat PuasaTafsir Ayat Puasa
Tafsir Ayat Puasa
 
Tafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-MaunTafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-Maun
 
Tafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laaTafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laa
 
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
 
Urgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam IslamUrgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam Islam
 
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
 
Keberanian dalam Islam
Keberanian dalam IslamKeberanian dalam Islam
Keberanian dalam Islam
 
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernMakna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
 
Semangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan SunnahSemangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan Sunnah
 
Tujuan al-Qur'an
Tujuan al-Qur'anTujuan al-Qur'an
Tujuan al-Qur'an
 
Keistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'anKeistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'an
 

Filsafat pendidikan islam

  • 1. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Idrus Abidin, Lc., MA. Sumber : idrusabidin.blogspot.com 1. PENDAHULUAN. Pendidikan Islam adalah sebuah sistem pengajaran yang berupaya membekali peserta didik dengan nilai-nilai keislaman sehingga diharapkan mampu menjadi pribadi muslim yang kokoh secara prinsip (akidah) dan berkualitas dari segi intlektual. Hal ini berdasarkan pada kesadaran penuh manusia muslim sebagai khalifah di bumi Allah. Landasan utama tugas kekhalifaan adalah keimanan kepada Allah Swt. sebagai Sang Pemberi Amanah. Keimanan ini kemudian melahirkan sikap yang benar tentang bagaimana mengelola alam dengan amanah dan profesional. Karenanya, kapasitas intelektual sangat penting, mengingat Alam ini diciptakan oleh Allah Swt., di samping sebagai tanda kemahakuasaan-Nya, juga merupakan lapangan penelitian yang menjanjikan. Allah Swt. telah meletakkan ketetapan yang mendasar terhadap alam berupa sunnatullah. Sementara, di sisi lain Allah menetapkan hubungan manusia degan alam dalam wilayah taskhir. Sejauh mana manusia mampu memahami alam maka sejauh itu pula mereka mampu menundukkan dan memberdayakannya sebagai sarana ibadah kepada allah Swt.1 Mengingat bahwa dunia pendidikan saat ini berlandaskan pada nilai-nilai filosofis Barat yang tentunya juga lahir dari pandangan hidup mereka yang material, maka sangat penting untuk menegaskan kembali urgensi filsafat Islam dalam ranah pendidikan. Belum lagi jika kita menyadari bahwa dunia modern saat ini sedang dilanda kebingungan mendasar dalam menghadapi krisis ekonomi yang terus menghimpit. Padahal, filsafat pendidikan yang mereka rumuskan lahir dari pandangan meterialis-ekonomis. Maka tidaklah mengherankan ketika konsep ekonomi syari’ah, sekalipun dari sisi umur dan pengalaman masih terbatas, telah dilirik sebagai sebuah konsep ekonomi yang komprehensif dan tahan krisis. Jika manusia modern sadar dengan krisis ekonomi ini, maka tentu filsafat pendidikan Islam yang juga merupakan nilai filosofis ekonomi syari’ah akan menjadi alternatif yang baik dan mencerahkan di masa mendatang. Selain urgensi filsafat pendidikan Islam di atas, juga secara ringkas dapat dipaparkan pula urgensitas lain berikut : 1 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat : Ciputat Press ), Cet.2, th.2005, hal.18-19. 0
  • 2. Posisi strategis filsafat pendidikan dalam proses belajar mengajar secara menyeluruh. Terjadinya ambiguitas dalam memandang filsafat pendidikan dalam ranah pemikiran Barat dan dunia modern. Perlunya merumuskan sebuah filsafat pendidikan yang dapat membebaskan manusia modern dari problematika yang sedang di alami saat ini. Kebutuhan sistem pendidikan yang sedang berjalan di dunia Islam terhadap filsafat pendidikan Islam yang jelas.2 Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang beriman dan amanah, sebagiamana disebutkan di awal, maka dibutuhkan seperangkat nilai-nilai filosofis yang dapat menjadi acuan pendidikan Islam. Sehingga proses belajar mengajar berhasil menyadarkan peserta didik tentang dasar keberadaannya dalam alam raya ini (ibadah). Secara filosofis, keberhasilan pendidikan diukur berdasarkan kemampuannya untuk merealisasikan dua tujuan mendasar berikut : 1. Menjaga eksistensi manusia secara penuh. 2. Meningkatkan kafasitas manusia secara berkala hingga level kekekalan dengan mengatur pola hubungan manusia dengan semua unsur-unsur yang ada di alam raya. Dalam rangka terwujudnya ke dua tujuan tersebut, secara otomatis membutuhkan terwujudnya dua tujuan lain berikut : 1. Menentukan pilar-pilar utama bagi keberlangsungan eksistensi manusia dan merumuskan karakteristik yang menjadi titik utama keunggulan manusia yang berpengetahuan. 2. Pengembangan berbagai sarana yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut di atas.3 Makalah sederhana ini berusaha menjabarkan, bagaimana Filsafat pendidikan Islam dapat mewujudkan kedua tujuan mendasar di atas. 2. MENJAGA EKSISTENSI MANUSIA. Dalam rangka menjaga eksistensi manusia, pendidikan Islam berusaha memperkokoh hubungan manusia dengan alam secara kokoh. Hubungan manusia dengan alam menurut pendidikan Islam adalah hubungan taskhir. Yang mana, alam telah dibekali oleh Allah Swt. dengan beragam kebutuhan manusia. Dan dalam kerangka ini, Islam juga mengatur pola hubungan 2 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Makkah Mukarramah : Maktabah Hadi), cet. 1, Th.1988. hal. 21. 3 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah, hal. 371. 1
  • 3. manusia dengan sesamanya. Hubungan di level ini dibingkai dengan landasan keadilan dan nilai- nilai ihsan. Selain itu, Islam juga mengatur hubungan manusia dengan kehidupan dalam bentuk ujian. Yang mana, kehidupan ini adalah satuan waktu yang digunakan manusia dalam mewujudkan perkembangan dan kemajuan fisik dan psikisnya. Kesemuanya dipandang sebagai ujian dari Allah Swt. dalam rangka mencapai prestasi ubudiyah yang tinggi. 2.A. Hubungan Manusia Dengan Alam (Taskhir). Makna taskhir secara bahasa adalah bekerja dan mengabdi tanpa mengharapkan imbalan. Sedang dari segi agama, ia berarti pemberian lisensi bagi manusia untuk memanfaatkan alam secara gratis dalam rangka mendukung proses kehidupannya pada segala sektor tanpa harus membayar harga tertentu. Hanya saja, alam tidak bisa mengabdikan dirinya secara gratis manakala manusia tidak memahami hukum yang berlaku padanya. Tujuan dari taskhir adalah agar manusia menyadari kekuasaan dan keilmuan Allah (rububiyatullah)yang meliputi segala sesuatu.4 Sedang wilayah taskhir berporos pada dua wilayah utama : al-afaaq (alam) dan al-anfus (jiwa). Jika wilayah taskhir alam dielaborasi lebih jauh maka akan muncul area berikut : langit yang tampak, darat yang teraba dan air yang mengisi lautan luas (QS Luqman : 20). Pada wilayah langit ada panorama bintang, panorama angin dan panorama cuaca. Sedang pada wilayah laut terdapat dunia ikan, dunia mutiara, dunia trumbu karang dll. Demi terwujudnya taskhir, manusia perlu memaksimalkan segala potensinya serta memaksimalkan segala sarana taskhir dan mengikuti prosedur yang berlaku padanya. Secara global, hubunga itu berupa : 1. Memperbaiki cara memaksimalkan segala potensi manusia. Potensi manusia berupa : (1). Kemampuan untuk belajar untuk menganalisa sistem yang bekerja di alam, (2). Kemampuan akal dan kafasitas fisik untuk mengarahkan sistem menuju pengembangan industri, (3). Kemampuan akal dan jiwa yang dapat menghubungkan antara potensi taskhir dengan ibadah kepada Allah Swt. 2. Sarana-sarana taskhir. Terdapat tiga sarana taskhir, yaitu : (1). Mata, telinga dan akal, (2). Pengamatan yang cermat terhadap unsur-unsur pembentukan alam, (3). Cara pengolalaan ilmu pengetahuan 4 Al-Syaibani, Umar Muhammad al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bulan Bintang ), th.1979, hal. 2
  • 4. yang diperoleh melalui observasi dengan mengarahkannya kepada tujuan utama wujud ini, berupa kesyukuran kepada Allah Swt. terhadap nikmat-Nya dan tidak menggunakannya untuk maksiat kepada-Nya. 2.B. Hubungan Manusia Dengan Sesama Manusia (Adil dan Ihsan). Makna adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang pantas. Adil merupakan sikap proporsional dalam berbagai hal. Ia merupakan antonim dari kezhaliman. Keadilan merupakan standar minimal pola kemasyarakatan dalam Islam.5 Keadilan terbagi dua, yaitu keadilan yang bersifat mutlak dan keadilan dalam pandangan syara’. Keadilan pertama berwujud pada hal-hal yang dipandang baik oleh akal dan tidak akan terhapus sifatnya sebagai keadilan sepanjang masa serta tidak bisa dipandang sebagai kezhaliman. Sebagai contohnya adalah bersikap baik terhadap orang yang berlaku baik kepada kita dan menjauhkan bahaya dari orang yang pernah menyelamatkan kita dari bahaya. Sedang adil yang kedua adalah adil berdasarkan syara’. Abdul Rahman al-Sa’di menjelaskan, semua yang diperintahkan oleh Allah terhadap hamba-Nya melalui al-Qur’an dan melalui lisan Rasul-Nya berupa keadilan dalam muamalah masuk kategori ini.6 keadilan Jenis ini bisa saja terhapus pada waktu-waktu tertentu berdasarkan pada kondisi, terutama terkait dengan pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah masalah. Misalnya, masalah qisas dalam Islam. Jika seseorang diperlakukan tidak senonoh, bahkan hingga tindak pembunuhan, maka pengadilan berhak menetapkan hukum bunuh terhadap pelaku. Dan itu adalah bentuk keadilan dalam Islam. Tetapi jika wali korban memaafkan tersangka maka tentu dibolehkan dan itu merupakan bentuk ihsan darinya. Karena haknya direlakan walaupun hukum asalnya adalah prinsip keadilan dengan menghukum tersangka sesuai dengan tindakannya.7 Wilayah keadilan mencakup wilayah pribadi (an-Nisa : 35), wilayah keluarga (an- Nisaa : 3), wilayah kerabat (al-An’am : 152), wialayah ummat Islam ( al-Hujurat : 49), dan wilayah kemasyarakatan secara umum (an-Nisaa : 52). Sedang ihsan, dari segi kebahasaan adalah lawan dari kata isa’ah yang mengandung makna menguasai bidang yang digeluti dan profesional dalam pekerjaan. Sedang dari segi istilah 5 Ulyan, Syaukat Muhammad, al-Tsaqafah al-Islamiyah wa Tahaddiyat al-Ashr, ( Riyadh : Dar al-Rasyid), cet.1, th.1981/1401, hal. 335. 6 al-Sa’di, Abdul Rahman Nashir, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (Kairo : Markaz Fajr li al-Thiba’ah), cet.1, th.2000, hal.446. 7 al-Alma’I, Zahid bin Iwadh, Dirasaat fi al-Tafsir al-Maudhu’I li al-Qur’an al-Karim, (Riyadh : Maktabah al- Rusyd), cet.2, th.2001. 3
  • 5. syara’, ihsan adalah sikap profesional dalam ketaatan kepada Allah Swt., baik profesional tersebut dari sisi kualitas, ataupun profesional dalam segi jumlah berupa melaksanakan tugas melebihi kadar yang diwajibkan dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah. Dari sisi agama, ihsan diwujudkan dalam dua kategori : Bersikap profesional terhadap manusia. Bagian ini terdiri dari dua tingkatan : 1. Wajib. Yaitu memberikan hak-hak mereka secara sempurna, seperti berbuat baik terhadap kedua orang tua, silaturrahmi, dan adil dalam semua bentuk transaksi. Masuk pula dalam kategori ini sikap berbuat baik terhadap hewan dan binatang, terutama ketika dalam masalah penyembelihan. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah : Sungguh Allah mewajibkan ihsan terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka perbaikilah proses pembunuhan. Jika kalian menyembelih maka pebaikilah cara penyembelihan. Hendaklah kalian mempertajam pisau dan membuat sembelihan kalian merasa tenang. (HR Muslim). 2. Sunnah. Yaitu hal-hal yang dilakukan melebihi kadar yang dituntut berupa bantuan tenaga, harta, ataupun ilmu. Level ihsan tertinggi adalah jika seseorang mampu berbuat baik terhadap orang yang bersikap buruk terhadapnya. Ihsan dalam beribadah kepada Allah Swt. Ihsan seperti inilah yang disebutkan oleh Rasulullah berupa penyembahan terhadap Allah seolah-olah melihatnya (raja’). Kalau tidak, cukuplah menyembah Allah dengan kesadaran penuh bahwa Ia melihatnya (khauf). Jika kita memaklumi bahwa terma Islam mewakili gambaran lahiriah seorang muslim dan terma iman menunjukkan gamabaran batiniahnya, maka ihsan merupakan sikap profesional dalam masalah lahiriah dan batiniah sekaligus. 8 Secara ringkas Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa adil adalah sikap proporsional, sedang ihsan adalah mengusai bidang yang digeluti dan melakukan amalan-amalan sunnah, membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih besar dan membalas kejahatan dengan kejahatan yang seminimal mungkin.9 Wilayah ihsan beredar seputar : wilayah pribadi (al-Israa : 7), keluarga (al-Israa : 23), kerabat, ummat Islam dan seluruh masyarakat manusia (al-Baqarah : 83). Sedang ihsan, sebagaimana 8 al-Utaibi, Sahl bin Rifa’ Suhail al-Riqi, A’mal al-Qulub ; Haqiqatuha wa Ahkamuha Inda Ahlussunna wal Jama’ah wa Inda Mukhalifiihim, (Riyadh : Jami’ah Imam Muhammad Ibn Su’ud ) cet.1, th.2005, hal.53-60. 9 az-Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah, wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, ( Bairut : Dar al-Fikr), cet.1, th.1991, vol. 13-14, hal.212 4
  • 6. halnya keadilan, dibutuhkan pada segala kondisi (al-baqarah : 178), seperti, ketika susah ((hud : 115), peperangan dan jihad (al-Ankabut : 69), diskusi pemikiran dan hubungan wawasan/kebudayaan (al-Israa : 53), ketika ikatan keluarga berakhir dengan perceraian (al- Baqarah : 229), pertengkaran dan permusuhan (Fusshilat : 34), debat pemikiran dengan non muslim (al-Ankabut : 46), menjawab salam (an-Nisaa : 34), berinteraksi dengan kaum marjinal (al- Israa : 34), hubungan politik (al-Kahfi : 76-77) hubungan ekonomi ( al-Qasas : 77). Ihsan seperti inilah yang menjadi ukuran keberhasilan manusia dalam sektor kehidupan (hubungan sebagai ujian) pada level manusia, SDA dan segala bentuk nikmat lainnya. Sementara itu, hubungan antara kedilan dan ihsan dalam wilayah pendidikan terwujud pada eksistensi manusia dan perkembangannya yang menyeluruh. Keadilan berperan dalam menjaga eksistensi manusia, sedang ihsan berperan pada tingkat perkembangan manusia dari dunia hingga sorga kelak. Dengan keadilan maka urusan berujung pada teratasinya segala permaslahan dan hilangnya potensi fitnah di tengah masyarakat. Sementara, di sisi lain, ihsan mengokohkan hubungan dan menumbuhkan peluang kerjasama antara berbagai level masyarakat yang nantinya berkontribusi dalam mengembangkan tingkat kemanusiaan mereka secara total. 2.C. Hubungan Manusia dengan Kehidupan (Ujian). Ujian berperan untuk menguji makna ibadah (kecintaan yang sempurna yang melahirkan ketaatans cara menyeluruh) pada ke-3 wilayah ibadah : agama, masyarakat dan alam. Kehidupan ini merupakan satuan waktu yang ditetapkan sebagai jadwal ujian (al-Mulk : 2). Sedang bumi ini adalah merupakan ruang tempat ujian berlangsung. Sedang materi dan alat ujiannnya adalah segala yang ada di alam ini berupa sumber daya, hasil dan perhiasan yang ada (al-Kahfi : 7). Wilayah ujiannya adalah dua hal : 1. Materi dan segala bentuk hak milik, serta 2. Jiwa manusia. Adapun bentuk-bentuk ujian terbagi ke dalam dua bagian : 1, kebaikan dan ke-2, keburukan (al-A’raf : 168).10 Pertama : Ujian dengan keburukan meliputi, ketakutan, kelaparan, kurangnya harta, kurangnya tingkat kesehatan, kurangnya hasil panen, terjadinya peperangan, kekalahan di medan perang dan penghancuran massal. Kedua : Ujian berupa kebaikan berupa, jabatan, anak, kendaraan (al-Mukminun : 28-30), harta (al-Maidah : 94), pengikut, kemenangan, kekuatan dan kekuasaan (an-Naml : 40), kesehatan dan ketampanan/kecantikan. 10 Ghunaim, Hani Sa’ad, Seni Menikmati Ujian, ( Solo : Aqwam ), cet.2, th.2008, hal.23. 5
  • 7. Ujian yang menimpa manusia secara pribadi dan berkelompok selalu berada pada dua sisi (kebaikan dan keburukan) jika diukur berdasarkan waktu terjadinya ujian. Pada ke dua sisi itu, mereka harus menunjukkan ubudiyahnya kepada Allah Swt. Dalam kerangka inilah Allah mengoreksi kesalahpahaman manusia memandang ujian. Ketika diberi kebaikan seolah itu adalah kemuliaan dan ketika diuji dengan keburukan seolah itu adalah penghinaan (al-fajr : 15-16). Padahal ujian dengan kebaikan dan keburukan pada prinsipnya adalah ujian ketaatan. Yakni, apakah manusia mampu taat pada kedua kondisi tersebut. Ujian merupakan pelatihan untuk medapatkan pengalaman merasakan sesuatu secara psikologis. Tujuannya agar peserta memahami kebaikan dan merasakan keindahannya serta merasakan keburukan dan berupaya menghindar darinya. Dengan adanya ujian ini, manusia berupaya mengikuti prosedur syari’at-Nya sehingga mampu keluar sebagai manusia yang sukses. Walhasil, manusia makin meningkat pemahaman dan pengalamannya. Semantara itu, teradapat beberapa karakter ujian, di antaranya : A. Demi sukses dari cobaan berupa kebaikan dan keburukan, manusia memilih salah satu dari tiga hal, (1). Memilih yang buruk, (2). Memilih yang baik, (3). Memilih yang baik demi menghindari yang buruk. Dalam hal ini, Islam berupaya mengarahkan seseorang kepada sikap ketiga dengan tindakan berupa : menghilangkan kekafiran dengan segala manifestasinya dengan iman dan prakteknya di lapangan, menghilangkan sakit dengan obat dan memerangi kezhaliman dengan keadilan. B. Setiap ujian, kebaikan ataupun keburukan, pasti ada masa berakhirnya. Sehingga bagi yang menderita agar ia bersabar hingga waktu menyampaikannya kepada masa sehat dan diharapkan jangan berkeluh-kesah. Sedang yang mendapatkan kebaikan agar jangan berbangga karena akan ada masa akhir yang melindas kebahagiaanya. C. Bahwasanya tenggang waktu dalam menghilangkan keburukan bukanlah ketundukan kepada keburukan itu sendiri. Karenanya Allah memuji mereka yang bersabar dalam menghadapi masalah dan berupaya mencari obatnya. D. Batasan ujian selalu disesuaiakan dengan kadar kemampuan manusia yang diuji. E. Terkadang manusia tidak pandai untuk memilih sarana yang tepat untuk menghindari keburukan. Sehingga terkadang manusia memilih keburukan demi mengobati 6
  • 8. keburukan. Terkadang mereka memilih menyerah kepada keburukan atau memilih kebaikan yang tidak berpengaruh terhadap keburukan itu sedikit pun.11 3. MENGEMBANGKAN POTENSI MANUSIA SECARA SIMULTAN (DUNIA AKHIRAT). Selain menjaga eksistensi manusia, pendidikan Islam juga berupaya mengembangkan potensi mereka dengan mengokohkan hubungannya dengan Sang Pencipta dalam bentuk ubudiyah. Manifestasi ubudiyah ini dapat dilihat dari tiga fenomena ibadah : (1). Fenomena keagamaan, (2) : Fenomena alam, dan ke-(3) : Fenomena sosial kemasyarakatan. 3.A.Hubungan Manusia Dengan Sang Pencipta (Ubudiyah). Ibadah sebagai landasan semua bentuk kehidupan manusia, jika dilihat dari segi kebahasaan bermakna ketaatan secara menyeluruh sebagai wujud dari kecintaan yang sempurna. 12 Sedang secara terminologis, ibadah dipandang sebagai sebuah nama yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridha’i oleh Allah, baik berupa perkataan dan perbuatan, yang bersifat eksternal (lahiriah) maupun yang bersifat internal (batiniyah).13 Fenomena ibadah ini kemudian dapat dilihat pada tiga aspek : aspek keagamaan, aspek kemasyarakatan dan aspek alam. Berdasarkan pada makna ibadah yang memiliki sisi perasaan berupa kecintaan yang berujung pada ketundukan tanpa reserve, maka seseorang tidak akan mencintai sesuatu dengan mendalam kecuali jika ia melihat yang dicintainya memiliki sifat yang baik dan sempurna serta memiliki kafasitas yang maha luas. Setelah itu, untuk menjaga keutuhan cintanya setiap saat, ia harus bisa merasakan kebahagiaan dan memetik buah dari kecintaannya tersebut. Dalam aspek keagamaan, ibadah diwujudkan dalam bentuk penegakan syiar-syiar agama berdasarkan pada kecintaan dan ketaatan yang menjadi unsur utama ibadah. Untuk mewujudkan tujuan ini, pendidikan Islam diharapkan membekali peserta didik dengan rincian praktek ibadah setelah sebelumnya diawali dengan pembekalan teoritis. Sedang dari segi kemasyarakatan, pendidikan Islam mengatur hubungan peserta didik dengan tokoh-tokoh dan organisasi masyarakat secara menyeluruh. Baik dari segi sejarah masa lalu, masa sekarang maupun harapan-harapannya pada masa mendatang. Dalam kerangka ini, pendidikan Islam diharapkan mampu membekali peserta dengan seperangkat kecakapan hidup bermasyarakat dan 11 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah,. hal.173. 12 Qardhawi, Yusuf, al-Ibadah Fii al-Islam, ( Bairut : Muassasah al-Risalah), cet. 18, 1986/1406, hal.27. 13 Ibnu Taimiyah, Abdul Halim, al-Ubudiyah, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1991. hal.5 7
  • 9. kemampuan untuk mempelajari sejarah untuk dapat memetik rumusan tentang konsep jatuhbangunnya sebuah masyarakat. Dari sanalah ia mampu merumuskan aturan-aturan kemasyarakatan yang telah ditetapkan oleh Allah (sunnatulah dalam kehidupan masyarakat) dan melihat hasil akhir dari pola kehidupannya. Dan dari sana pula seorang pembelajar mampu melihat keterlibatan Allah secara langsung dengan berusaha memahami efek dari jauh-dekatnya sebuah tatanan masyarakat dari konsep Allah Swt. Adapun dari sisi alam, maka fokus-utamanya berkisar pada bagaimana manusia mampu berinteraksi dengan alam. Pada wilayah ini, pendidikan Islam bekerja dalam rangka membekali peserta dengan pengetahuan tentang proses dan unsur utama terbentuknya alam. Pendidik sebaiknya mengarahkan peserta untuk memasuki laboratorium alam ini dengan harapan, mereka dapat menemukan formulasi ilmu yang aksiomatik, terukur dan ilmiah. Penemuan ini kemudian dipatenkan dan dijadikan sebagai sarana untuk meneguhkan peran ibadah yang menjadi tugasnya di alam ini. Di samping itu, kesadaranya tentang kemahakuasaan Allah dalam berbagai fenomena alam yang mampu mengasah kecintaan dan ketundukannya secara mendalam kepada-Nya. Berangkat dari pemahaman inilah sehingga terlahir istilah ilmu agama, ilmu sosial, ilmu alam dll. Semua produk ilmu itu menghasilkan out put berupa ulama yang beriman dan amanah. Ketiga aspek di atas menyatu secara ajeg dalam ruang lingkup ibadah. Karena jika salah satu dari ketiga aspek tersebut terpisah maka terjadi kelemahan dan bisa meghilangkan daya pengaruhnya dalam membentuk peradaban. 14 Pemisahan antara masing-masing aspek di atas bisa berefek pada keruntuhan dan kehancuran sebuah masyarakat karena beberapa faktor : 1. Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja maka wilayah kemasyarakatan dan ilmu alam akan bekerja sendiri sesuai dengan hawa nafsu pengaksesnya. Jika demikian, maka terjadi carut marut antar masing-masing aspek. 2. Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja maka akan lahir agamawan dan ilmuwan yang tidak searah. Agamawan akan malas, kurang produktif dan cenderung tidak berdaya. Sedang ilmuawan kehilangan arah tujuan. 3. Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja maka wilayah kemasyarakatan dan sains akan jauh dari kucuran nilai-nilai ibadah sehingga mereka tidak bisa mematuhi norma- norma yang berlaku dalam agama, terutama dalam merumuskan konsep-konsep kemasyarakatan dan sains. 14 Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah, hal.87-92.. 8
  • 10. 4. Jika ibadah hanya berada pada wilayah keagamaan saja, maka peran agama dalam rangka menegakkan keadilan dalam masyarakat akan lemah. Demikian pula kelemahnnya dalam rangka meminimalisir keburukan di tengah masyarakat. Inilah penyebab kenapa kaum berduit selalu memisahkan diri dari agama. 5. Jika sains jauh dari nuansa ibadah maka agama hanya akan menjadi fenomena sejarah pada waktu dan tempat tertentu. Jika ini terjadi, agama akan jauh dari bukti-bukti ilmiah yang merupakan sumbangan ayat al-afaq dan ayat al-anfus yang pada prinsipnya akan memberikan nuansa baru dan menegaskan peranannya dalam bidang pemikiran, nilai-nilai dan lapangan praktis. 3.B. Hubungan Manusia Dengan Akhirat (Tanggung-jawab dan Hasil) Di samping kokohnya hubungan manusia dengan Tuhan di atas, pendidikan Islam juga mengembangkan potensi manusia melalui pengokohan hubungan dengan negeri akhirat. Hubungan pada wilayah ini ditetapkan sebagai hubungan tanggung jawab dan penerimaan out put ubudiyah (pahala dan dosa). Yakni pendidikan Islam memacu segala potensi manusia untuk maju sebagai bukti adanya lompatan-lompatan yang diperolah selama berada di ruang ujian (dunia). Lalu kemudian menjadi kekal dalam surga bagi yang berkembang secara baik dalam lingkup ubudiyah. Dan dalam kerangka kekelan ini pula, terjadi pembersihan dan penyiksaan massal di dalam neraka bagi mereka yang tidak berkembang secara benar dalam wilayah ubudiyah ini. Untuk ke dua tujuan di atas, filsafat pendidikan Islam menentukan sarana-sarana pengetahuan yang dibutuhkan. Sarana pendidikan tersebut berkisar pada wilayah wahyu (al- Qur’an dan Sunnah), akal dan indera dalam rangka mencapai pengetahuan yang benar tentang bagaimana mengelola pola hubungan manusia dengan segala wujud yang telah disebutkan sebelumnya. 15 Setelah pengetahuan yang benar tentang pola hubungan tersebut diperoleh, diupayakanlah memperaktekkannya di lapangan dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki. Tentunya dengan tetap memberikan evaluasi (penilaian) dan pengembangan lanjutan jika memang hal itu dibutuhkan. Tujuan dan sarana yang disebutkan di sini terformulasikan secara baik dengan mempertimbangkan pengaruh dari empat faktor, (1). Faktor keyakinan (akidah). Yaitu penetapan hubungan antara Tuhan dengan manusia sebagai mahluk. (2). Faktor sosial. Yaitu menundukkan 15 Al-Zunaidi, Abdul Rahman Zaid, Mashadir al-Ma’rifah, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1992. Lihat pula : Uqaili, Ibrahim, Takamul Manahij al-Ma’rifah inda Ibnu Taimiyah, ( U.S.A : al-Ma’ha al-Alami li al-Fikr al-Islami ), cet.1, th.1994. 9
  • 11. pola hubungan dan nila-nila etika ke dalam bingkai kemanusiaan yang merupakan identitas bagi peserta didik. Yang mana, hal ini mencakup semua anggota masyarakat. (3). Faktor wilayah. Yaitu tata cara hidup di dalam wilayah tugas manusia sebagai khalifah. Hal ini mencakup semua penjuru bumi ini. (4). Faktor waktu. Yaitu dengan memperhatikan waktu yang akan dilalui oleh manusia. Faktor waktu ini diawali dari semenjak di dunia ini hingga ke akhirat kelak yang tidak berpenghujung (rihlah al-khulud). Al-Qur’an sebagai sumber utama pendidikan Islam membahas tema-tema di atas dengan menyeluruh dan komprehensif. Secara global, al-Qur’an membahas empat tema utama : Allah, alam, manusia dan hari akhir. Allah merupakan pencipta manusia dan alam. Ia menugaskan manusia sebagai khalifah di bumi ini dan akan meminta pertanggungjawaban terhadap amanah tersebut. Alam merupakan bukti kekuasaan Allah Swt. dan ditundukkan bagi manusia jika mereka memahami aturan-aturan yang berlaku padanya (sunnatulah). Manusia adalah hamba yang menjadi wakil Allah di bumi. Alam ini ditundukkan baginya dengan bekal hidayah dan kemampuan untuk memilih dan berkehendak. Hari akhir adalah tempat penerimaan hasil penugasan, baik berupa pahala maupun dosa yang berujung pada penyiksaan. Jika kemudian surah-surah yang tergabung dalam lingkup Makkiyah terpokus pada tema : Allah, alam dan hari akhir, maka surah Madaniyah membahas secara tuntas dan fokus pada tema kemanusian. Secara ringkas, al-Qur’an berupaya merancang bangunan pemikiran dan norma-norma yang memperkokoh hubungan manusia yang produktif dengan Allah, manusia dan alam. Hubungan dengan Allah adalah ubudiyah, sedang dengan sesama manusia adalah adil dan ihsan dan dengan alam berupa taskhir. Hubungan inilah yang membedakan Islam dengan segala bentuk pemikiran dan nilai etika laiinya. Sejauh mana manusia mampu berkomitmen dengan prinsip ini maka sejauh itu pula ia akan mendapatkan kesuksesan (keselamatan), seniorotas dan pionir dalam lautan kehidupan, ditambah dengan pahala yang berlipat ganda di akhirat kelak.16 KESIMPULAN. Berdasarkan paparan di atas, kesimpulan yang bisa ditarik adalah : Pendidikan Islam menjamin eksistensi manusia secara utuh. Baik dari sisi keduniaan dengan memperkokoh hubungannya dengan alam sebagai tempat berlangsungnya kehidupan, maupun dari sisi akhirat dengan menegaskan hubungannya dengan Allah Swt. 16 Lahham, Hanan, Min Hadyi Surah al-Baqarah, ( Riyadh : Dar al-Hudaa), cet, 1, th1989 M/1409 M, hal.9. 10
  • 12. dan kehidupan akhirat sebagai tempat penerimaan prestasi ubudiyah. Bahkan dengan hubungannya dengan Allah dan akhirat, pendidikan Islam berupaya mengembangkan potensi manusia secara maksimal sehingga menjadi khalifah yang amanah dan profesional. DAFTAR PUSTAKA Al-kailani, Majid Irsan, Falsafah al-tarbiyah al-Islamiyah, (Makkah Mukarramah : Maktabah Hadi), cet. 1, th.1988. Ulyan, Syaukat Muhammad, al-Tsaqafah al-Islamiyah wa Tahaddiyat al-Ashr, (Riyadh : Dar al- Rasyid), cet.1, th.1981/1401. al-Sa’di, Abdul Rahman Nashir, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, (Kairo : Markaz Fajr li al-Thiba’ah), cet.1, th.2000. al-Alma’i, Zahid bin Iwadh, Dirasaat fi al-Tafsir al-Maudhu’I li al-Qur’an al-Karim, (Riyadh : Maktabah al-Rusyd), cet.2, th.2001. al-Utaibi, Sahl bin Rifa’ Suhail al-Riqi, A’mal al-Qulub ; Haqiqatuha wa Ahkamuha Inda Ahlussunna wal Jama’ah wa Inda Mukhalifiihim, (Riyadh : Jami’ah Imam Muhammad Ibn Su’ud ) cet.1, th.2005. al-Zuhaili, Wahbah, Al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah, wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Bairut : Dar al-Fikr), cet.1, th.1991, vol. 13-14. Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat : Ciputat Press ), Cet.2, th.2005. Al-Zunaidi, Abdul Rahman Zaid, Mashadir al-Ma’rifah fi al-Fikri al-Dini wa al-Falsafi, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1992. Uqaili, Ibrahim, Takamul Manahij al-Ma’rifah Inda Ibnu Taimiyah, ( U.S.A : al-Ma’ha al-Alami li al-Fikr al-Islami ), cet.1, th.1994. Ghunaim, Hani Sa’ad, Seni Menikmati Ujian, ( Solo : Aqwam ), cet.2, th.2008, hal.23. Lahham, Hanan, Min Hadyi Surah al-Baqarah, (Riyadh : Dar al-Hudaa), cet.1, th.1989 M/1409 M. Ibnu Taimiyah, Abdul Halim, al-Ubudiyah, ( KSA : Maktabah al-Muayyid ), cet.1, th.1991. Qardhawi, Yusuf, al-Ibadah Fii al-Islam, (Bairut : Muassasah al-Risalah), cet. 18, 1986/1406. 11