1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal memang tidak menular, tetapi menimbulkan kematian dan
dibutuhkan biaya mahal untuk pengobatan yang terus berlangsung seumur hidup pasien.
Karenanya peningkatan kesadaran dan deteksi dini akan mencegah komplikasi penyakit ini
menjadi kronis. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan
sehingga terjadi gagal ginjal yang merupakan stadium terberat penyakit ginjal kronik. Jika
sudah sampai stadium ini, pasien memerlukan terapi pengganti ginjal berupa cuci darah
(hemodialisis) atau cangkok ginjal yang biayanya mahal.
Berat ginjal yang kita miliki memang hanya 150 gram atau sekitar separuh
genggaman tangan kita. Tetapi fungsi ginjal sangat strategis dan mempengaruhi semua
bagian tubuh. Selain mengatur keseimbangan cairan tubuh, eletrolit, dan asam basa, ginjal
juga akan membuang sisa metabolisme yang akan meracuni tubuh, mengatur tekanan darah
dan menjaga kesehatan tulang.
Penyakit ginjal sering tanpa keluhan sama sekali, tidak jarang seseorang kehilangan
90 persen fungsi ginjalnya sebelum mulai merasakan keluhan. Pasien sebaiknya waspada jika
mengalami gejala-gejala seperti: tekanan darah tinggi, perubahan jumlah kencing, ada darah
dalam air kencing, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, rasa lemah serta sulit tidur, sakit
kepala, sesak, dan merasa mual dan muntah.
Setiap orang dapat terkena penyakit ginjal, namun mereka yang disarankan
melakukan pemeriksaan dini adalah orang yang memilik faktor risiko tinggi, yakni mereka
yang memiliki riwayat darah tinggi di keluarga, diabetes, penyakit jantung, serta ada anggota
keluarga yang dinyatakan dokter sakit ginjal.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah CRF / CKD
b. Membuat Asuhan Keperawatan CRF
2. 2
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi ginjal
b. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CRF
c. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi CRF
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CRF
e. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis CRF
f. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada CRF
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis pada CRF
h. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan CRF
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terjadi dari 4 bab yang disusun secara sistematika dengan urutan sebagai
berikut :
BAB I : Pendahuluan
yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, dan Sitematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan.
BAB III : Penutup
yang terdiri dari kesimpulan dan saran
3. 3
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Konsep dasar
Chronic Renal Failure (CRF) atau Gagal Ginjal Kronik
I. Anatomi fisiologi
1. Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis,
kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior)
ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di
sekitar vertebra T12 hingga L3.
Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3
cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1%
berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Bentuknya seperti biji
kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
4. 4
panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus
oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini
yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul
2. Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga
terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian
dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
5. 5
3. Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk
arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus
(Price, 1995).
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular.
Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena
selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis
untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah
permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari
90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen
mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap
perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
4. Persarafan Pada Ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor),
saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah ”menyaring/membersihkan” darah. Aliran
darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi
cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
6. 6
Fungsi :
1. Bertugas sebagai sistem filter.
2. Menjaga keseimbangan cairan tubuh.
3. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
4. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
II. Pengertian
CRF adalah Suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronik adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak
dapat pulih, dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolik, cairan dan
elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia (Brunner dan Suddart,
2001).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun ,berlangsung progresif dan cukup lama
sehingga kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
Pasien dianggap telah masuk dalam stadium gagal ginjal kronik bila hasil tes
kreatinin klirens (CCT) kurang dari 25 ml/menit atau kreatinin darah lebih dari 5 mg/dl.
Berdasarkan hasil CCT, gagal ginjal kronik dibagi atas:
• 100-75 ml/menit disebut cadangan ginjal menurun
• 75-26 ml/menit disebut gagal ginjal kronik
• kurang dari 5 ml/menit disebut gagal ginjal terminal
Menurunnya faal ginjal pada CRF umumnya progresif, berlangsung beberapa
bulan sampai beberapa tahun dan melampaui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap decrease renal reserve
Pada tahap ini ginjal berfungsi antara 40-75 % dari fungsi ginjal normal. Kadar ureum
dan kreatinin masih dalam batas normal dan belum menunjukkan adanya gejala
akumulasi sisa metabolisme. Sekitar 50-60% jaringan ginjal mengalami kerusakan.
2. Tahap renal insufisiensi
7. 7
Ginjal masih berfungsi 20-40%. Telah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus,
gangguan ekskresi dan non ekskresi sehingga kadar ureum dan kreatinin plasma
meningkat. Terjadi gangguan dalam buang air kecil dan anemia.
3. Tahap end stage renal disease
Fungsi ginjal menurun sampai kurang dari 15%. Pengaturan hormone dan
pengeluaran sisa metabolisme mengalami gangguan berat, terjadi gangguan
homeostasis sehingga kadar ureum dan kreatinin meningkat, gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, perubahan Ph dan gejala lainnya. Pada tahap ini sudah
memerlukan tindakan dialysis.
III.Etiologi
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca
infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fifiologis utamanya dapat
mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul
edema dan azotemia, penigkatan aldoeteron menyebabkan retensi air dan natrium.
Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara
progresif lambat, akan nampak ginjal mengkerut, berat lebig kurang dengan
permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia,
karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Sebaiknya GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme. Retensi Na dan
H2O, pengaruh vasopresor dari system rennin, angiotensin dan defisiensi
prostaclandin, keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama GGK, terutama
pada populasi bukan orang kulit putih.
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi
H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang mamadai
tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic.
8. 8
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
IV.Patofisiologi
Pada saat fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein tidak dapat
dikeluarkan melalui urin dan terakumulasi dalam darah dan terjadi uremia sehingga
mempengaruhi berbagai system dalam tubuh. Semakin tinggi kadar ureum dalam darah
gejala yang ditimbulkan semakin berat. Penurunan laju filtrasi glomerulus semakin
meningkatkan kadar ureum dan kreatinin darah serta menurunkan hasil CCT.
Ginjal cenderung menahan natrium dan air sehingga menimbulkan edema,
hipertensi dan congestive heart failure. Peningkatan tekanan darah terjadi oleh aktivasi
system rennin-angiotensin dan sekresi aldosteron oleh ginjal.
Pada beberapa pasien terjadi kecenderungan kehilangan natrium sehingga
memungkinkan terjadinya hipotensi dan hipovolemi. Keadaan muntah dan diare dapat
mengurangi produksi sodium dan air yang semakin memperburuk kondisi uremia.
Asidosis metabolic terjadi jika ginjal tidak mampu mengeluarhan peningkatan
jumlah asam (ion H) karena ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengeluarkan
ammonia dan reabsorbsi bicarbonate. Tingkat calsium dan fosfat dalam serum
berbanding terbalik karena menurunnya laju filtrasi glomerulus.
Anemia terjadi karena produksi eritropoietin oleh ginjal tidak mencukupi, usia
sel darh merah yang memendek, atau kurang nutrisi. Eritropoietin normal diproduksi
oleh ginjal dan diperlukan oleh sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah.
Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan produksi sel darah merah dan menimbulkan
anemia sehingga mengakibatkan kelemahan, angina, dan nafas pendek.
Penyakit tulang karena uremia (renal osteo distropy) timbul akibat perubahan
calsium, fosfat, dan hormone yang tidak seimbang, juga menurunnya aktivitas
metabolisme vitamin d secara berangsur-angsur. Kadang-kadang proses kalsifikasi dalam
tulang mengalmi gangguan sehingga mengakibatkan osteomalasia.
Komplikasi neurologist dapat terjadi karena hipertensi berat, ketidakseimbangan
elektrolit, intoksikasi air, efek obat-obatan serta gagal ginjal itu sendiri. Manifestasi yang
timbul bisa berupa gangguan fungsi mental, perubahan kepribadian dan tingkah laku,
kejang dan koma.
9. 9
V. PATHWAYS CRF
Glomerulonefritis
Pielonefritis, Hidronefrosis
Sindroma Nefrotik
Tumor Ginjal
GFR menurun
GGK
Sekresi protein
terganggu
Sindrom uremik
Retensi natrium
CES
Tekanan kapiler
Volume interstisial
Edema
Kelebihan voleme
cairan
Sekresi eritropoietin
Produksi Hb turun
Suplai oksigen ke
jaringan
Gangguan perfusi
jaringan
Hiperphospatemia
Pruritus
Gangguan integritas
kulit
Gangguan
keseimbangan
asam basa
Produksi asam
Asidosis metabolik
Urokrom tertimbun di
kulit
Perubahan warna kulit
10. 10
VI.Manifestasi klinik
Pada gagal gimjal kronik terjadi gangguan mekanisme homeostasis sehingga
menimbulkan gangguan pada berbagai system tubuh, di antaranya:
a. Gejala kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
renin – angiotensin – aldosteron yang bisa menyebabkan gagal jantung.
2) Edema akibat tertahannya cairan natrium yang disebabkan penurunan laju
filtrasi gloumerulus.
3) Perikarditis akibat tertahannya uremia atau zat toksik dalam lapisan jantung
4) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini.
5) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini dan gangguan elektrolit.
b. Gejala Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein dalam usus, terbentuknya zat toksik akibat metabolisme bakteri usus,
seperti amonia serta sembabnya mukosa usus.
2) Ureum yang berlebihan pada air liur dirubah oleh bakteri dimulut seperti
amonia sehingga nafas berbau amonia akibat yang lain yaitu stomatitis
3) Gastritis
c. Gejala Dermatologi
1) Pruritus akibat ekskoriasi toksin uremik dan pengendapannya di pori-pori.
2) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom.
d. Sistem saraf dan otot
1) Restless leg syndrome
Pasien selalu merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan
2) Burning feet syndrome
Rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki
3) Ensefalopati metabolic
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang
4) Miopati : kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal
11. 11
e. Hematologi
1) Anemia dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
Kurangnya hormone eritropoeitin sehingga pembentukan eritrosit disum-sum
tulang menurun, defisiensi zat besi, asam folat akibat nafsu makan berkurang,
perdarahan biasanya terjadi pada saluran pencernaan
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia yang mengakibatkan
pendarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang
3) Gangguan fungsi leukosit menyebabkan lemfositopeni dan atrofi struktur
limfoid sehingga produk netrofil kemotaksis berkurang dimana fungsinya
menurunkan reaksi inflamasi akut.
f. Pernafasan
Asidosis metabolik akibat akumulasi asam organik sebagai hasil metabolik
g. Perkemihan
Nokturia (BAK pada malam hari) akibat kegagalan pemekatan perkemihan sampai
tingkat tertentu pada malam hari
h. Reproduksi
Penurunan libido, impotensi akibat produksi testosterone dan spermatogenesis
menurun dan gangguan menstruasi dan ovulasi pada wanita
VII. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi pada gagal ginjal kronik (Suzanne C Smeltzer, 2001.)
a. Asidosis Metabolik
Ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+
) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
mensekresi ammonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3).
b. Anemia
Terjadi akibat dari eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal
c. Penyakit tulang uremik
Terjadi dari perubahan kompleks kalium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
d. Pankreatitis
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
12. 12
VIII.Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes darah
Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mEg/dl di duga tahap akhir. Ureum :
meningkat (20-40 mg/dl). Hitung darah lengkap : Hb biasanya < 7-8 gr/ dl. Sel darah
merah kurang dari 120 hari karena defisiensi eritropoetin. Anlisa gas darah :
penurunan asidosis metabolik (PH < 7,2 mmHg), terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mensekresi hidrogen dan ammonia atau hasil katabolisme
protein. Natrium serum : mungkin rendah < 135-147 mEg/ 1. Kalium : meningkat
sehubungan dengan retensi cairan (6,5 mEg/ 1 atau >). Magnesium/ fosfat :
meningkat (3-4,5 mg/ dl). Kalsium : menurun (9-11 mg/ dl). Protein (khususnya
albumin) : kadar serum menurun dapat mununjukan kehilangan protein melalui urine.
2. Tes urin
Volume : biasanya < 400ml / 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria). Warna :
secara abnormal keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid,
fosfat. Sediment kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin, berat jenis : < 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal
berat). Klirens kreatinin : mungkin agak menurun (normal 85-135 ml/ menit).
Natrium > 40 mEg/l karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium. Protein :
derajat tinggi proteinuria (+3-4) yang mengidikasikan kerusakan glomerulus.
3. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
4. Rontgen dada
5. Biopsi Ginjal
Menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
IX.Penatalaksanaan
1. Terapi
Beberapa pengobatan pada ginjal yaitu :
a. Pemberian vitamin D yang umumnya dipakai untuk mengendalikan
penyerapan kalsium dari usus, aluminium hidroksida, kalsium karbonat.
13. 13
b. Apabila terjadi hiperkalemia maka akan diberikan natrium bikarbonat,
resinpolisteren, kalsium.
c. Pengendalian tekanan darah adalah aspek penting dalam penatalaksanaan semua
bentuk ginjal. Obat anti hipertensi yang umumnya dipakai adalah penyekat-beta
dan agens pemblok saluran kalsium, vasodilator dan inhibitor ACE
(Angiotensin Converting Enzime).
d. Zat besi tambahan diperlukan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi
e. Pemberian diuretik untuk pengeluaran retensi cairan dan natrium serta
pembatasan cairan 500-600cc/ 24 jam.
2. Diit pada gagal ginjal kronik diberikan dengan tujuan memberikan makanan
secukupnya tanpa memberatkan faal ginjal, menurunkan kadar ureum dan kreatinin
darah dan mencegah atau mengurangi retensi garam atau air di dalam tubuh. Macam
diit dan indikasi pemberian diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a. Diit rendah protein I (20 gram protein)
Diberikan kepada penderita kegagalan faal ginjal berat dengan CCT besar 5-20
ml/ menit dan kadar ureum darah diatas 100%. Bentuk makanan tergantung
keadaan penderita : dapat berupa cair, saring atau lunak. Makanan ini kurang
dalam kalori, protein, kalsium, besi dan thiamin.
b. Diit rendah protein II (40 gram protein)
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diit rendah protein I atau pada
keadaan gagal ginjal kronis yang tidak terlalu berat ( CCT 20-30 ml/menit) atau
pada penderita kegagalan faal ginjal dengan pengobatan konservatif. (tanpa
dialisa).
c. Diit protein sedang III (60 gram protein)
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diit rendah protein II atau pada
penderita kegagalan faal ginjal kronis ringan (CCT 30-50 ml/ menit) atau pada
penderita yang mengalami dialisa.
14. 14
3. Tindakan medis untuk pengobatan
a. Hemodialisa (HD)
Hemodialisa adalah suatu proses pemisahan metabolisme dan kelebihan cairan
tubuh melalui membran semipermiabel. Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal
kronik yaitu:
1) Hemodialisa pasti dilakukan bila kreatinin tes <5ml/menit
2) Gejala-gejala klinik dan labolatorium yang sama seperti gagal ginjal akut (
ureum > 200mg %, kalium > 200 mEg/l.
CCT (laki-laki) = (140-umur) xberat badan (Kg)
72 x kreatinin serum
Wanita = 0,85 x CCT (laki-laki)
b. Transpaltasi ginjal
Transpaltasi ginjal merupakan satu alternatif untuk mengembalikan fungsi ginjal.
Hipertensi
I. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari
pada 160/95 mmHg, sedangkan menurut WHO (Buku Ilmu penyakit Dalam, hal 453)
apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun.
Dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun.
a) Menurut WHO (Buku Ilmu Penyakit Dalam) :
Tekanan darah normal : Sistolik adalah 140 mmHg
Diastolik adalah : 90 mmHg
Borderline hipertensi : Sistolik adalah 140-160 mmHg
Diastolik adalah : 90-94 mmHg
Hipertensi Ringan : Sistolik adalah lebih dari 160 mmHg
Diastolik adalah : Lebih dari 95 mmHg
b) Menurut Kaplan (Buku Ilmu Penyakit Dalam) :
Pembagian hipertensi digolongkan menurut usia dan jenis kelamin. Pada laki-laki
usia kurang dari 45 tahun tekanan darah saat berbaring adalah kurang dari 130/90
15. 15
mmHg dan pada usia lebih dari 45 tahun tekanan darah berbaring adalah lebih dari
145/95 mmHg. Pada wanita usia lebih dari 45 tahun tekanan darah saat berbaring
adalah lebih dari 160/95 mmHg.
c) Menurut Buku Ilmu Patologi :
Hipertensi adalah peningkatan tekanan arteri akibat peninggian kardiak output dan
atau peningkatan resistensi perifer. Hipertensi dapat berbentuk primer bila
penyebabnya tak jelas atau sekunder bila penyebabnya adalah suatu penyakit
primer.
d) Menurut JNC VII (Join National Comitte)
Kategori Sistolik Diastolik
Normal
Normal tinggi
< 120 mmHg
120-129 mmHg
< 80 mmHg
81-84 mmHg
Hipertensi
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
140-159 mmHg
160-179 mmHg
180-209 mmHg
> 210 mmHg
90-99 mmHg
100-109 mmHg
110-119 mmHg
> 120 mmHg
II. Klasifikasi Jenis Hipertensi
Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
e) Hipertensi Primer (Esensial)
Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh
ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak
diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi
f) Hipertensi Sekunder
Hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial.
Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus
16. 16
hipertensi Contoh hipertensi vaskular renal dan hipertensi pada kehamilan/Pregnancy-
Induced Hypertension, PIH.
Berdasarkan bentuk hipertensi, yaitu hipertensi diastolik dan sistolik
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda.Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu
peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated
systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki
lebih tinggi dari perempuan) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit
putih).
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau
makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum
alcohol, minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
II. Patofisiologi Hipertensi
a) Etiologi
Banyak faktor yang mempengaruhi penyebab dari penyakit hipertensi diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Hipertensi esensial yang sebagian besar tidak diketahui penyebabnya dengan
jelas
17. 17
2. Efek stress, emosional susunan saraf pusat
3. Obesitas
4. Diabetes Mellitus
5. Faktor Genetik
6. Peningkatan kecepatan denyut jantung
7. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
8. Peningkatan TPR (Total Peripheral Resistance) yang berlangsung lama
9. Gangguan mekanisme pompa Na
10. Faktor renin Angiotensin dan Aldosteron
b) Tanda dan Gejala
Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami bertahun-tahun, dan
berupa :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah dan filtrasi glomerolus
5. Edema depeden dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
c) Proses Penyakit
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
18. 18
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal (kelenjar
penghasil hormon yang terdapat diatas ginjal) mengeluarkan epinefrin (adrenalin),
yang menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal, sehingga menyebabkan pelepasan rennin oleh ginjal.
Mekanisme terjadinya hipertensi diawali dengan terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh ACE (Angiotensin Converting Enzym). ACE memegang
peranan penting dalam tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, rennin (diproduksi oleh ginjal) akan
diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II, angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci
dalam menaikan tekanan darah. Angiotensin II adalah zat yang terjadi secara alami
yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah melalui vasokontriksi
pembuluh darah dan retensi garam dan air.
Mekanisme kerja dari angiotensin II adalah sebagai berikut, aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dab bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang disekresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi tinggi
osmolalitasnya (pekat). Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
ditingkatkan dengan cara menraik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya
volume darah meningkat yang pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan estraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi
NACI (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulu sginjal. Naiknya
konsentrasi NACI akan diencerkan kemali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
19. 19
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (
Brunner & Suddarth, 2002 ).
Saraf Simpatis Meningkat
Renin Meningkat
Angiotensinogen (hati)
Angiotensin I (paru)
ACE (Angiotensin Converting
Enzim)
Angiotensin II
Rangsang saraf Vasokontriksi Aldosteron meningkat
Pusat haus
20. 20
ADH meningkat Retensi Na
Over volume Tekanan Darah Over Volume
d) Komplikasi
1. CVA/Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan
terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara
mendadak.
2. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium
di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi
koma serta kematian.
3. Infark miokardium
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertrofi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen niokardium mungkin tidak dapat dipenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
21. 21
hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan.
4. Heart failure
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sehingga peningkatan beban ventrikel saat
dipaksa berkontriksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila
jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat
terjadi gagal jantung kiri
5. Gagal ginjal
Karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal,
glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar,
melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan
edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik
6. Retinopati hipertensi
Aliran darah retina meningkat sedangkan pembuluh darah diretina menebal
karena proses arteriosklerosis sehingga pembuluh darah dan retina terdesak dan
pecah
III. Faktor-faktor Resiko Hipertensi
1. Faktor usia
Sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia
kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian premature.
2. Jenis kelamin
Sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada
masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki
22. 22
dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami menopause.
3. Riwayat keluarga
Merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi
hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari
orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita
memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi.
4. Garam dapur
Merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram
perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang
peka sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi
cairan dan peningkatan tekanan darah.
Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi
gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman
yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram
sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam
5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%.
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih
atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan
tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berkebih atau makanan
yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama
sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi.
5. Merokok
Merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan
merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan
tekana darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam
paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan
23. 23
bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas efinefrin (Adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokokmenggantikan
iksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekanan darah karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
kedalam organ dan jaringan tubuh.
6. Aktivitas
Sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang
yang kurang aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada
tiap kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin
besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
7. Stress
Sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi
dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan
pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
IV. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal
dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertrofi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
24. 24
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan
V. Penatalaksanaan Hipertensi
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Lima prinsip pengelolaan
penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi:
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
f) Diet tinggi kalium
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat
prinsip yaitu:
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
c) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik
25. 25
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220 – umur
d) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan
e) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
f) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
b) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks
c) Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat.
26. 26
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committe On Detection, Evaluation And Treatment
Of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika,
penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan
sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita
Pengobatannya meliputi :
a. Hipertensi tanpa komplikasi : diuretic, beta blocker.
b. Hipertensi dengan indikasi penyakit tertentu : inhibitor ACE, penghambat
reseptor angiotensin II, alfa blocker, alfa-beta-blocker, beta blocker,
antagonis Ca dan diuretic
c. Indikasi yang sesuai Diabetes Mellitus tipe I dengan proteinuria diberikan
inhibitor ACE.
d. Pada penderita dengan gagal jantung diberikan inhibitor ACE dan diuretic.
e. Hipertensi sistolik terisolasi : diuretic, antagonis Ca dihidropiridin kerja
sama.
f. Penderita dengan infark miokard : beta blocker (non ISA), inhibitor ACE
(dengan disfungsi sistolik).
VI. Usia Yang Sering Mengalami Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang paling sering ditemui pada orang lanjut usia
dan menjadi faktor risiko utama insiden penyakit kardiovaskular. Karenanya, kontrol
tekanan darah menjadi perawatan utama orang-orang lanjut usia. . Jose Roesma, dari
divisi nefrologi ilmu penyakit dalam FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
mengungkapkan bahwa pada orang tua umumnya terjadi hipertensi dengan sistolik
terisolasi yang berhubungan dengan hilangnya elastisitas arteri atau bagian dari
penuaan.
Seperti telah disebutkan, para lansia ternyata lebih sering mengalami hipertensi
sistolik dan pengobatan hipertensi sampai saat ini masih banyak yang terfokus pada
tekanan diastolik <90 mmHg tanpa memikirkan angka sistoliknya, sehingga banyak
lansia yang tidak terdeteksi menderita hipertensi sistolik. Penelitian juga menyebutkan
27. 27
bahwa menurunnya tekanan sistolik dapat menyebabkan penurunan curah jantung,
risiko infark miokard, serta penyakit kardiovaskular lainnya. Tekanan sistolik juga
menjadi prediktor yang lebih sensitif dibanding tekanan diastolik.
Hipertensi juga menjadi faktor utama terjadinya penyakit jantung koroner, yang
terutama menyerang di atas usia 75 tahun. Sebagai konsekuensinya, kontrol tekanan
darah merupakan kunci utama menjaga kesehatan kardiovaskular. Dokter juga harus
melakukan edukasi terus-menerus untuk menghindari terjadinya hipertensi sistolik.
Tidak ada standar tertentu untuk menentukan kategori umur yang dikatakan tua,
namun pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia di atas usia 60 tahun. Berdasarkan
Global Risk Assesment Scoring Chart dari penelitian Framingham, berat badan seiring
usia juga akan meningkatkan risiko terjadinya PJK setiap kenaikan lima tahun.
Isolated systolic hypertension (ISH) didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik di atas sama dengan 140 mmHg pada tekanan diastolik kurang dari sama
dengan 90 mmHg. Keadaan ini terjadi karena hilangnya elastisitas arteri atau akibat
penuaan. Dalam keadaan ini aorta menjadi kaku dan akhirnya menyebabkan
meningkatnya tekanan sistolik dan penurunan volume aorta, yang pada akhirnya akan
menurunkan volume dan tekanan diastolik. Pada orang-orang tua, pengukuran tekanan
sistolik yang meningkat ini lebih signifikan karena dapat menunjukkan terjadinya
kekakuan arteri besar, terutama aorta, efeknya bisa membuat kerusakan jantung, ginjal,
serta otak.
Manajemen dan pencegahan. Beberapa penelitian, misalnya dari Syst-Eur 1 dan
2 dan penelitian lain di Jepang dan Australia menunjukkan bahwa tata laksana
hipertensi sistolik yang optimal ialah penggunaan diuretik, penyekat beta, dan
Angiotensin-receptor blockers (ARB). Bekerja di sistem renin-angiotensin-aldosteron,
ARB akan meningkatkan volume sirkulasi dan merangsang sintesis kolagen akibat
peningkatan jumlah sel otot polos pada pembuluh darah.
Valsartan dan Losartan telah terbukti mampu menurunkan tekanan sistolik
pembuluh darah, mencegah akumulasi kolagen aorta, menurunkan kekakuan arteri
karotis, serta menurunkan tekanan dinding pembuluh darah pada diet rendah garam.
ARB yang dikombinasi dengan diuretik juga telah terbukti memiliki efek yang sangat
baik, menyerupai pemberian Ca blocker. Pada orang tua, sering ditemui gangguan
28. 28
pada sistem kardiovaskular berupa gagal jantung, sehingga pengobatannya harus fokus
untuk proteksi kardiovaskular secara umum, tidak sekadar menurunkan tekanan darah.
Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun. Kontrol
tekanan darah yang ketat pada pasien diabetes berhubungan dengan pencegahan
terjadinya hipertensi yang tak terkendali dan beberapa penyakit lainnya, misalnya
diabetes mellitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular perifer. Hal
ini dapat dicapai dengan menjaga tekanan darah di angka kurang dari 150/85 mmHg
(kontrol ketat) atau kurang dari 180/105 mmHg (kontrol tidak terlalu ketat). Kontrol
ketat dilakukan pada pasien yang memiliki risiko besar untuk memiliki komplikasi
penyakit lainnya, misalnya retinopati diabetik, pengurangan kemampuan penglihatan,
atau diabetes yang berat.
B. Asuhan keperawatan
I. Pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, DJJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak tangan disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning. Kecendrungan perdarahan.
3) Integritas Ego
Gejala : factor setres, contoh tinansial, hubungan, perasaan tidak berdaya, tidak ada
kekuatan.
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare,atau konstipasi.
29. 29
Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan / Cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia)
Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan turgor kulit, edema, ulserasi
gusi, perdarahan gusi / lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan
tidak bertenaga.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang sindrom “kaki gelisah”
kebas rasa terbakar pada telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, kejang, rambut tipis,kuku rapuh dan tipis.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaku (memburuk saat malam
hari).
Tanda : perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah.
8) Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dyspepsia nocturnal paroksismal, batuk dengan tanpa sputum
kental dan banyak.
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalam (pernafasan kusmaul),
batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
9) Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada / berulangnya infeksi
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara actual terjadi
penigkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek
GGK / depresi respon imun), ptekie, area ekimosis pada kulit.
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11) Interaksi social
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja,
memepertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
30. 30
12) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyalit polikistik,
nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh
obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
II. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.
III.Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder
: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Intervensi:
31. 31
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
32. 32
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
33. 33
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
34. 34
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jilid 2.
Jakarta: EGC
Marylin E. Doengoes. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC
Medicastore. 2008. Info Penyakit Saluran Kemih. Kumpulan Gangguan Sistem
Tubuh. Jakarta
NANDA, 2002-2003, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
Sarwono. 2004.Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Price, S. A. & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
Jakarta: EGC
Pearce, Efelin C. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedic.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Syaifuddin. 2003. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC
35. 35
PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 8Juli 2013
Tanggal masuk : 8 Juli 2013
Ruang/kelas : Unit HD
Nomor register : 69 28 64
Diagnosa medis : CKD
A. IDENTITAS KLIEN
Nama klien : Tn. S
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 66 tahun
Status perkawinan : menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bintaro
Sumber biaya : Pribadi
Sumber informasi : Pasien/keluarga/status pasien
B. RIWAYAT KEPERWATAN
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Keluhan utama : sesak nafas, mual, nafsu makan menurun, lemas
b. Kronologis keluhan
- Faktor pencetus : pada saat beraktifitas
- Timbulnya keluhan : mendadak
- Lamanya : > 1 menit
- Upaya mengatasi : Istirahat
36. 36
2. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat alergi : tidak ada
b. Riwayat penyakit lain : Hipertensi
c. Riwayat kecelakaan : tidak ada
d. Riwayat di rawat di RS : tidak ada
e. Riwayat penggunaan obat-obatan: tidak ada
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga : tidak ada
5. Riwayat psikososial dan spiritual
a. Adakah orang terdekat dengan pasien : istri
b. Interaksi dalam komunikasi
- Pola komunikasi : dua arah/ terbuka
- Pembuat keputusan : klien (kepala keluarga)
- Kegiatan kemasyarakatan : tidak ada
c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga : keluarga cemas memikirkan
penyakitnya
d. Masalah yang mempengaruhi pasien : pasien takut penyakitnya tidak dapat
sembuh total
e. Mekanisme koping terhadap stress : pemecahan masalah
f. Persepsi pasien terhadap penyakit
- Hal yang sangat dipikirkan saat ini : ingin cepat sembuh dan segera pulang
- Harapan setelah menjalani perawatan : bisa bekerja kembali dan kumpul
dengan keluarga
- Perubahan yang di rasakan setelah jatuh sakit : tidak dapat berkumpul dengan
keluarga
g. Sistem nilai kepercayaan
- Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan : tidak ada
- Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan : berdoa dan sholat 5 waktu
6. Kondisi lingkungan rumah :
37. 37
7. Pola kebiasaan sehari-hari
Pola kebiasaan Sebelum sakit Sesudah sakit
Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi/hari
- Nafsu makan
- Gangguan makan
- Porsi makanan
- Jenis makanan
- Makanan yang di sukai
- Makanan yang tidak di sukai
- Makanan pantangan
- Penggunaan alat bantu
b. Minum
- Kualitas (liter/hari)
- Jenis minuman
- Minuman yang di sukai
- Minuman yang tidak di sukai
- Minuman pantangan
3 x 1/hari
Baik
Tidak ada
1 porsi
Nasi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2500 ml
Air mineral
Tidak ada
Tidak ada
Minuman bersoda
3 x 1/hari
Berkurang
Tidak ada
½ porsi
Nasi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2500 ml
Air mineral
Tidak ada
Tidak ada
Minuman bersoda
Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi / hari
- Waktu
- Warna
2 x / hari 2 x / hari
38. 38
- Kosistensi
- Keluhan
- Penggunaan pencahar
b. BAK
- Frekuensi / hari
- Warna
- Keluhan
- Penggunaan alat bantu
Pagi dan sore
Kuning
Padat lunak
Tidak ada
Tidak ada
7 – 8 x / hari
Kuning jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak menentu
Kuning cokelat
Padat lunak
Tidak ada
Tidak ada
7 x 1 / hari
Kuning jernih
Tidak ada
Tidak ada
Personal hygiene
a. Mandi
- Frekuensi / hari
- Penggunaan sabun mandi
- Cara
- Waktu
b. Oral hygiene
- Frekuensi / hari
- Penggunaan pasta gigi
- Cara
c. Cuci rambut
- Frekuensi / hari
- Penggunaan shampo
- Cara
d. Perawatan kuku
- Frekuensi / hari
- Cara
- Alat yang digunakan
2 x 1 / hari
Ya
Mandiri
Pagi dan sore
3 x 1 / hari
Ya
Mandiri
3 x 1 / minggu
2 x 1 / hari
Ya
Mandiri
Pagi dan sore
3 x 1 / hari
Ya
Mandiri
3 x 1 / minggu
39. 39
Ya
Mandiri
1 x 1 / minggu
Mandiri
Gunting kuku
Ya
Mandiri
1 x 1 / minggu
Mandiri
Gunting kuku
Istirahat dan Tidur
a. Istirahat
- Kegiatan saat istirahat
- Waktu istirahat
- Orang yang menemani waktu
istirahat
b. Tidur
- Lama tidur siang
- Lama tidur malam
- Kebiasaan sebelum tidur
- Gangguan tidur
Nonton tv
1 jam
Istri
Tidak tidur siang
5 jam
Nonton tv
Tidak ada
Nonton tv dan
membaca
2 jam
Istri
3 jam
7 jam
Tidak ada
Tidak ada
Aktivitas dan latihan
Waktu bekerja
Lama bekerja
Aktif olahraga
Pagi
07.00-15.00
8 jam
Ya
Jarang melakukan
aktifitas olahraga
40. 40
Jenis olahraga
Frekuensi olahraga
Keluhan ketika beraktifitas
Lari dan jalan
1 x 1 / minggu
Tidak ada
Kegiatan yang mempengaruhi kesehatan
a. Merokok
b. NAPZA
Tidak merokok dan
tidak menggunakan
NAPZA
Tidak merokok dan
tidak menggunakan
NAPZA
C. PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan fisik umum
a. Berat badan : 57 kg sebelum sakit : 58,2 kg
b. Tinggi badan : 168 cm
c. Tekanan darah : 216/103 mmHg
d. Nadi : 85 x/menit
e. Frekuensi napas : 24x/menit
f. Suhu tubuh : 36,9º C
g. Keadaan umum : sakit sedang
h. Pembesaran kelenjar getah bening: tidak
2. Sistem penglihatan
a. Posisi mata : simetris
b. Kelopak mata : normal
c. Pergrakan bola mata : normal
d. Konjunctiva : anemis (pucat)
e. Kornea : merah muda
f. Sclera : anisokor
g. Pupil : anikterik
h. Otot-otot mata : tidak ada kelainan
i. Fungsi penglihatan : baik
j. Tanda-tanda radang : tidak ada
k. Pemakaian kaca mata : tidak
l. Pemakaian kontak lensa : tidak
41. 41
m. Reaksi terhadap cahaya : normal
3. Sistem pendengaran
a. Daun telinga : normal
b. Kondisi telinga tengah : normal
c. Cairan dari telinga : tidak
d. Perasaan penuh di telinga : tidak
e. Tinitus : tidak
f. Fungsi pendengaran : normal
g. Gangguan keseimbangan : tidak
h. Pemakaian alat bantu : tidak
4. Sistem wicara : normal
5. Sistem pernafasan
a. Jalan napas : bersih
b. Pernapasan : sesak
c. Penggunaan otot bantu : tidak
d. Frekuensi : 24 x / menit
e. Irama : cepat
f. Jenis pernafasan : spontan
g. Kedalaman : dangkal
h. Batuk : tidak
i. Sputum : tidak
j. Terdapat darah : tidak
k. Suara nafas : vesikuler
l. Nyeri saat bernafas : tidak
m. Penggunaan alat bantu nafas : tidak
6. Sistem kardiovaskular
a. Sirkulasi perifer
- Nadi : 85 x / menit
Irama : tidak teratur
Denyut : kuat
- Tekanan darah: 216/103 mmHg
- Distensi vena jugularis
Kanan : tidak kiri : tidak
- Temperature kulit : hangat
42. 42
- Warna kulit : kemerahan
- Pengisian kapiler : 2 detik
- Edema : tidak ada
b. Sirkulasi jantung
- Kecepatan denyut apical : 100 x / menit
- Irama : teratur
- Kelainan bunyi jantung : tidak
- Sakit dada : tidak ada
7. Sistem hematologi
Gangguan hematologi
- Pucat : ya
- Perdarahan : tidak
8. Sistem saraf pusat
- Keluhan sakit kepala : tidak ada
- Tingkat kesadaran : Compos Mentis
- Glasgow Coma Scale : E: 4 M : 6 V : 5
- Tanda-tanda peningkatan TIK : tidak
- Gangguan sistem persyarafan : tidak ada
- Pemeriksaan refleks
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ada
9. Sistem saraf pusat
a. Keadaan mulut
- Karies : tidak
- Gigi berlubang : tidak
- Penggunaan gigi palsu : tidak
- Stomatitis : tidak
- Lidah kotor : tidak
- Salifa : normal
b. Muntah : tidak
c. Nyeri daerah perut: tidak
d. Bising usus : 18 x / menit
e. Diare : tidak
f. Warna feses : kuning coklat
43. 43
g. Konsistensi feses : setengah padat
h. Konstipasi : tidak
i. Hepar : tidak teraba
j. Abdomen : tidak asites / normal
10. Sistem endokrin
- Pembesaran kelenjar tiroid : tidak
- Nafas bau keton : tidak
- Luka gangren : tidak
11. Sistem urogenital
a. Balance cairan
Intake : 1200 ml output : 800 ml
b. Perubahan pola kemih : tidak ada
c. BAK
Warna : kuning jernih
d. Distensi kandung kemih : tidak ada
e. Sakit pinggang : tidak
f. Skala nyeri : tidak
12. Sistem integument
- Turgor kulit : tidak elastis
- Temperature kulit : 36,9º C
- Warna : kemerahan
- Keadaan kulit : tidak ada
- Kelainan kulit : tidak ada
- Kondisi kulit daerah pemasangan infus : tidak ada tanda-tanda infeksi dan
flebitis
- Keadaan rambut : baik dan bersih
- Keadaan kuku : normal
13. Sistem musculoskeletal
- Kelainan dalam pergerakan : tidak
- Sakit pada tulang, sendi, kulit: tidak
- Fraktur : tidak
- Keadaan tonus otot : baik
44. 44
- Kekuatan otot
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
D. DATA PENUNJANG
Hasil lab 04-07-2013
1. Hematologi
Hb : 10,5
Ht : 31,9
Leokosit : 7100
2. Kimia
Ureum : 85 mg/dl
Kreatinin : 5,9 mg/dl
Natrium : 130 mmol/l potasium : 3,2
3. Nilai GFR : 9,92 (stadium 5)
E. PENATALAKSAAN
Cordaron
Catapres
F. RESUME
Pasien datang dengan dari rumah ke Unit HD RS Pondok Indah untuk melakukan HD
rutin, klien mengatakan merasa badan lemas, kepala pusing dan sedikit sesak,
napsumakan berkurang.
DATA TAMBAHAN
45. 45
DATA FOKUS
Nama Klien : Tn. S. S / 66 thn
No RM : 68 29 64
Diagnosa : CKD stg V
Data Subjektif Data Objektif
Klien mengatakan sesak nafas
Klien mengatakan badan lemas
Klien mengatakan mual
Klien mengatakan nafsu makan
berkurang
Klien tampak lemas
TTV
TD : 216/103 mmHg N : 85 x/menit
S : 36,9
o
C Rr : 24 x/menit
Terpasang cemino brachialis sinitra
BB kering : 57 Kg
BB pre HD : 58,2 Kg
TB : 168 cm
USG Ginjal 22/11/2013
Kesan : menyokong adanya tanda – tanda
chronic parenchyma renale diasease
bilateral.
Hasil lab 04-07-2013
Chemistry
Calcium : 1,07 mmol/L
Magnesium : 1,40 mg/dl
Hematologi
GDs : 81 mg/dl
Hb : 10,5
Ht : 31,9
Leokosit : 7100
Kimia
Ureum : 85 mg/dl
Kreatinin : 5,9 mg/dl
Albumin 3,7
Natrium : 130 mmol/l
47. 47
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. S. S / 66 thn
No RM : 68 29 64
Diagnosa : CKD
No Data Fokus Masalah Etiologi
1 Ds :
Do :
BB kering : 57 kg
BB pre HD : 58,2 kg
Lebih 1200 cc
Hasil lab kimia :
Ureum : 85 mg/dl
Kreatinin : 5,9 mg/dl
Natrium : 130 mmol/l
Kelebihan volume
cairan
Retensi cairan
dan natrium,
ureum
2 Ds :
Klien mengatakan nafsu makan
berkurang
Klien mengatakan badan lemas
Do :
Hasil lab 25-11-2012
Hematologi
Hb : 10,5
Ht : 31,9
Albumin 3,7
Klien tampak lemas
BB kering : 57 kg
BB pre HD : 58,2 kg
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Mual, muntah,
anoreksia
48. 48
TB : 168 cm
3 Ds :
Klien mengatakan sesak nafas
Do :
TTV :
TD : 216/103 mmHg N : 85 x/menit
S : 36,9
o
C Rr : 24 x/menit
SPO2 : 98%
Terpasang nasal oksigen 3 liter/menit
Bunyi nafas : vaskuler
Irama nafas : cepat
Kedalaman nafas : dangkal
Ketidak efektifan pola
nafas
Hiperventilasi
49. 49
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn. S. S / 66 thn
No RM : 68 29 64
Diagnosa : CKD
No
dx
Tujuan Dan keriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam,
mendemonstrasikan kelebihan
cairan tidak terjadi dengan
keriteria hasil:
Kadar elektrolit dalam batas
normal
Penurunan edema perifer dan
sakral
Tanda – tanda vital normal
Observasi tanda – tanda
vital
Kaji tanda – tanda hidrasi
Observasi balance cairan
Monitoring elektrolit dan
AGD
Kolaborasi hemodialisis
Kolaborasi pemberian
transfusi
Mengetahui tindakan efektif
Menentukan indikator tanda
hidrasi
Mengidentifikasi kebutuhan
cairan
Menunjang identifikasi
masalah
Menarik cairan tubuh atau
sampah yang tidak diperlukan
tubuh
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam, asupan
nutrisi terpenuhi dengan
keriteria hasil:
BB stabil
Menunjukan tingkat energi
Mual, muntah tidak ada
Monitor BB
Anjurkan klien untuk
makan sedikit tapi sering
Monitor kadar GDs, Hb
dan Ht
Kolaborasi dengan
pemberian albumin
Mengkaji pemasukan yang
adekuat
Mempertahan masukan yang
adekuat
Mengidentifikasi intervensi
lebih kanjut
Mengidentifikasi kekurangan
dan penyimpangan dari
kebutuhan traupetik
3 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam, klien
dapat terbebas sesak dengan
keriteria hasil:
Klien tidak sesak
Irama teratur
Tanda – tanda vital normal
Askultasi bunyi nafas
Ajarkan klien batuk
efektif dan nafas dalam
Atur posisi senyaman
mungkin
Kolaborasi pemberian
oksigen sesuai indikasi
Menyatakan adanya
penumpukan skret
Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran O2
Mencegah terjadinya sesak
nafas
Memberikan adekuat
oksigenisasi dalam tubuh
50. 50
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Tn. S. S/ 66 thn
No RM : 68 29 64
Diagnosa : CKD
No
dx
Tgl Wkt IMPLEMENTASI Paraf
1 08-07-13 Mengobservasi tanda – tanda vital tiap 1 jam
Hasil : TD : 191/92 mmHg N : 77 x/menit
S : 36,9
o
C Rr : 24 x/menit
Mengkaji tanda – tanda hidrasi
Hasil : membran mukosa kering, tugor kulit tidak
elastis
Mengkolaborasi hemodialisis
Hasil : UF Goal : 1500 cc
UF Vol : 893 cc
2 08-07-13 Memonitor BB
Hasil : BB kering : 57 kg
BB pre HD : 58,2 Kg
BB post HD :
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering
Hasil : klien tampak mengemil dan memakan
snack yang disediakan.
Memonitor kadar GDs
Hasil : GDs : 81 mg/dl
3 08-07-13 Mengaskultasi bunyi nafas
Hasil : vaskuler, dangkal, Rr : 20 x/ menit
Mengajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
Hasil : klien tampak mempraktekan tehnik yang
diajarkan oleh perawat
Mengatur posisi senyaman mungkin
Hasil : Posisi semi fowler, klien tampak nyaman
51. 51
Mengkolaborasi pemberian oksigen sesuai
indikasi
Hasil : nasal canul 3 L, klien mengatakan tidak
sesak
Observasi selama Hemodialisis
Jam QB QD Na
conc
AP VP UF UF
vol
TD N S SP
O2
KET prf
7.20 100
153 500 140 -60 100 1,5 - 191/92 77 - - Sesak +, oksigen 3
lt
8.30 253 500 140 -140 240 1,5 480 199/91
9.30 253 500 140 -140 260 1,5 838 196/95
9.40 112 500 140 -20 100 0 893 GDs :81 mg/dl,
keluhan nyeri dada,
lapor dokter
cataper 150 mg 1
tab, HR naik,
cordaron 200 mg 1
tab, lakukan EKG
:aritmia, dr. Dwi
rawat di ICCU
9.50 112 500 140 -20 100 0 893 216/126 155
10.10 112 500 140 -20 100 0 893 193/115 127
52. 52
EVALUASI
Nama Klien : Tn. S / 66 thn
No RM : 69 28 64
Diagnosa : CKD stg V
No
dx
Tgl Wkt EVALUASI Paraf
1 08-07-13 S :
O :
TD : 171/125 mmHg N : 145 x/menit
S : 36,5
o
C Rr : 20 x/menit
SPO2 : 99%
Membran mukosa kering, tugorkulit tidak elastis
Balance cairan
Hasil : intake :400cc
Out put: 893cc
A : Masalah belum teratasi, tujuan teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Pasien dirawat di ICCU
Observasi TTV /8 jam
Cito hasil Ureum, kreatinin, elektrolit
2 08-07-13 S :
Klien mengatakan kurang nafsu makan
Klien mengatakan lemas
Klien mengatakan mual hilang
O:
BB sebelum sakit : 57 kg
BB sekarang : 58,2 kg
Klien tampak mengemil saat HD
53. 53
Gds : 81 mg/dl
A: Masalah belum teratasi, tujuan teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
HD hari kamis jam 12 tgl 11-07-2013
Anjurkan makan sedikit tapi sering
3 08-07-13 S :
Klien mengatakan sesak berkurang
O :
Vaskuler, dangkal, Rr : 20 x/ menit
Klien tampak mempraktekan tehnik yang
diajarkan oleh perawat
Posisi semi fowler, klien tampak nyaman
Nasal canul oksigen 3 L, klien mengatakan sesak
berkurang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
54. 54
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan tentang tinjauan kasus
dengantinjauan teori. Kelompok akan mengungkapkan beberapa kesenjangan yang akan
ditemukan pada pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut mulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pengumpulan data sampai dengan tahap pengolahan data
pada klien dan merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Dalam proes pengkajian
ini meliputi data biografi, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat keluarga, riwayat psikososial, aktivitas sehari-hari dan istirahat, pola nutrisi, pola
eleminasi, gaya hidup, dan pemeriksaan fisik.
Masalah utama yang didapatkan oleh kelompok dengan kasus CRF pada Tn.S
meliputi, Kesadaran CM, klien mengatakan sesak nafas, klien mengatakan mual, klien
mengatakan nafsu makan menurun. Faktor pencetus timbulnya keluhan saat klien
beraktifitas, keluhan timbul secara mendadak dan keluhan muncul selama > 1 menit.
Berdasarkan dari hasil pengkajian secara teoritis menyatakan bahwa klien dengan
diagnosa CRF memiliki gejala yang timbul meliputi :
1. Aktifitas / istiraha : gejala kelemahan ekstremitas, gangguan tidur (gelisah,
insomnia/ somnolen),
2. Sirkulasi : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi, nyeri
dada
3. Integritas Ego : perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan.
4. Eleminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal
tahap lanjut), abdomen kembung, diare,atau
konstipasi.
5. Makanan / cairan : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati,
mual / muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia)
55. 55
6. Neurosensori : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang
sindrom “kaki gelisah” kebas rasa terbakar pada
telapak kaki
7. Nyeri / Kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaku
(memburuk saat malam hari).
8. Pernafasan : nafas pendek, dyspepsia nocturnal paroksismal, batuk
dengan tanpa sputum kental dan banyak
9. Keamanan : kulit gatal, ada / berulangnya infeksi
Dari semua data yang didapat saat pengkajian secara garis besar tanda dan gejala
yang terdapat pada teori juga ditemukan pada kasus kelompok Dengan diagnosa CRF
pada Tn.S. Kelompok tidak mendapatkan kesulitan dalam mengumpulkan data dalam
melakukan pengkajian pada klien dan keluarga karena klien dan keluarga sangat
kooperatif.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang didapatkan secara teoritis dengan kasus CRF adalah :
7. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
8. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
9. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
10. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
11. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
12. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang di temukan oleh kelompok dalam kasus
CRF pada Tn.S meliputi :
1. kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium, ureum
2. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia
3. ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
56. 56
C. Intervensi
Semua intervensi dari diagnosa yang dibuat sudah disesuaikan secara teoritis
berdasarkan kondisi pasien saat itu.
D. Implementasi
Pada semua intervensi sesuai dengan teori telah dilaksanakan karena sudah
disesuaikan dengan kondisi pasien yang saat itu memungkinkan untuk dilakukan
implementasi sesuai intervensi yang dibuat.
Faktor pendukung : adanya kerjasama yang baik antara perawat dengan klien dan
keluarga dan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kami dalam melakukan
implementasi. Pemecahan masalah : dalam melakukan implementasi, perawat harus
menyesuaikan dengan kondisi klien. Memberikan motivasi pada klien agar implementasi
dapat berjalan dengan baik.
E. Evaluasi
Metode evaluasi yang digunakan telah sesuai dengan teori yaitu menggunakan metode
S.O.A.P. ( Subjektif, Objektif, Analisa, Planning)
57. 57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengumpulan data atau pengkajian terhadap pasien yang
selanjutnya dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam dan di analisa terhadap
pasien S didapatkan tiga masalah keperawatan atau 3 diagnosa keperawatan utama.
Masalah keperawatan yang didapatkan terdiri dari diagnosa utama yaitu kelebihan
volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium, ureum dengan keluhan
berat badan kering 57 kg, berat badan Pre HD : 58,2 kg, balance cairan intake : 1200
cc dan out put : 800 cc. Diagnosa kedua yaitu perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia dengan keluhan klien
mengatakan mual, klien mengatakan tidak nafsu makan, klien mengatakan badannya
lemas, hasil lab HB : 10,5. HT : 31,9. Dan diagnosa ketiga yaitu ketidak efektifan pola
nafas berhubungan dengan hiperventilasi dengan keluhan klien mengatakan sesak
nafas, irama nafas cepat, Rr : 24x/menit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam pasein semakin
membaik dan keluhan pasien berkurang.. Diagnosa utama yaitu kelebihan volume
cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium, ureum didapatkan hasil klien
membrane mukosa lembab, turgor kulit elastic, balance cairan intake : 400 cc out put :
893 cc,. Masalah keperawatan teratasi sebagian, dengan planning : intervensi
keperawatan dilanjutkan. Dan diagnosa kedua yaitu perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia didapatkan hasil klien
mengatakan pusing, klien mengatakan mual hilang, klien mengatakan nafsu makan
baik. Masalah keperawatan teratasi sebagian, dengan planning : intervensi
keperawatan dilanjutkan. Diagnosa ketiga pasien yaitu ketidak efektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x8 jam didaptkan hasil klien mengatakan sudah tidak sesak, bunyi nafas vesikuler,
Rr 20x/menit
B. Saran
1. Bagi institusi Rumah Sakit dan Perawat
Dalam melakukan pelayanan kesehatan di harapkan institusi rumah sakit lebih
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi.
58. 58
Dalam melakukan tindakan dan asuhan keperawatan di harapkan para perawat lebih
mengutamakan prinsip – prinsip tindakan sesuaii dengan Standar SOP yang telah
ada.
2. Bagi institusi pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan dapat mendukung jalannya praktek klinik
lapangan dengan lebih menekankan pembekalan dalam praktikum di laboraturium.
Disarankan institusi pendidik meningkatkan penyediaan alat alat praktikum di
laboraturium yang sudah lengkap menjadi lebih lengkap dan mencukupi agar
menunjang jalannya proses praktikum.
3. Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu lebih terampil dalam mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD).