SlideShare a Scribd company logo
1 of 41
Bagian Ilmu Bedah                                        Referat
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman




                      APENDISITIS




                               Disusun oleh
                           Octaviyanie Ayu Nissa
                            03.37455.00111.09




                                Pembimbing
                      Dr. Anthony Simangungsong, Sp. B




      Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada
                    Laboratorium Ilmu Bedah
                      Fakultas Kedokteran
                    Universitas Mulawarman
                           Samarinda
                              2011




Referat_Apendisitis                                                0
BAB I
                             PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
       Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering2. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.3. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan
salah satu penyebab timbulnya appendisits.
       Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
Insidensinya meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada usia
remaja dan pada usia 20 tahun. Insiden terbanyak appendisitis akut berada
pada kelompok usia 20-40 tahun. Namun angka kejadian perforasi dari kasus
apendisitis justru lebih sering terjadi pada kelompok usia <12 tahun dan > 65
tahun. Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
berdasarkan     gambaran     klinis.    Keadaan   ini   menghasilkan    angka
appendektomi negatif sebesar 20 % dan angka perforasi sebesar 20-30 %.
       Di Amerika Serikat terjadi penurunan jumlah kasus appendisitis dari
100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100.000 penduduk dari tahun 1985 -
2001. Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi,
konsekuensi beban sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan
produktivitas. Berdasarkan US Census Bureau, International Data Base tahun
2004, di benua Asia negara Cina dan India masih menempati urutan pertama
dan kedua insidensi terbanyak kasus appendisitis akut, sedangkan Indonesia
menempati urutan ketiga. Insiden appendisitis akut di Indonesia masih
sangat tinggi. Pada Tahun 2004 terdapat 596.132 insiden dari 283.452.952
populasi masyarakat Indonesia.



Referat_Apendisitis                                                              1
Tingkat akurasi diagnosis appendisitis akut berkisar 76 - 92 %.
Pemakaian laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan), merupakan upaya untuk meningkatkan akurasi diagnosis
appendisitis akut amupun kronis. Beberapa pemeriksaan laboratorium dasar
masih banyak digunakan dalam diagnosis penunjang appendisitis akut.
Jumlah sel leukosit, dan hitung jenis neutrofil (differential count) adalah
penanda yang sensitif bagi proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah,
cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah.
       Tidak ada gejala dan tanda maupun tes diagnostik tunggal yang dapat
mengkonfirmasi diagnosis appendisitis secara akurat pada semua kasus.
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat,
salah satunya adalah dengan skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem
skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan tidak
invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan
pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini
berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai derajat keparahan
appendisitis. Instrumen lain yang sering dipakai pada apendisitis akut anak
adalah klasifikasi klinikopatologi dari Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada
temuan gejala klinis dan temuan durante operasi.




Referat_Apendisitis                                                               2
BAB II
                          TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi
       Appendisitis adalah infeksi bakterial pada appendiks vermiformis.
karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan
limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
Appendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk. Jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum,
abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.




                         Gambar 1. Apendisitis Akut




Referat_Apendisitis                                                               3
2.2 Anatomi dan Fisiologi

       Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum
terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica).
Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya
merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan
terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3,10

       Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu
mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan
sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari
bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding
dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding
luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai
pegangan untuk mencari apendiks.3

       Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi
minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal
dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 2

       Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada


Referat_Apendisitis                                                            4
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,
di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.7

       Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangrene. 7
       Menurut Wakeley (1997) lokasi appendiks adalah sebagai berikut:
retrosekal (65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan
postileal serta parakolika kanan (0,4%).




                        Gambar 2. Anatomi appendiks



Referat_Apendisitis                                                             5
Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan
appendiks memungkinkannya bergerak dalam ruang geraknya tergantung
pada panjangnya mesoapendiks. Pada kasus selebihnya appendiks terletak
retroperitoneal yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon asenden atau tepi
lateral kolon asenden. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak dari
apendiks. Pada posisi retrosekal, terkadang appendiks menjulang kekranial
ke arah ren dekstra, sehingga keluhan penderita adalah nyeri di regio flank
kanan. Terkadang diperlukan palpasi yang agak dalam pada keadaan tertentu
karena appendiks yang mengalami inflamasi ini secara kebetulan terlindungi
oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi. Letak appendiks
mungkin juga di regio kiri bawah, hal ini dipakai untuk penanda
kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai
melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang
mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi
usus, appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster
atau hepar lobus kanan.
      Letak basis appendiks berada pada posteromedial sekum pada
pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga
taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda
untuk mencari basis appendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan,
bila diproyeksikan ke dinding abdomen, terletak di kuadran kanan bawah
yang disebut dengan titik Mc Burney.
      Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila
terjadi peradangan apendiks adalah omentum, yang merupakan salah satu
alat pertahanan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk
apendiks. Pada anak-anak appendiks lebih panjang dan lebih tipis daripada
dewasa. Oleh karena itu, pada peradangan akan lebih mudah mengalami
perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis,
pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan atau
pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena
appendisitis akut lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa.
Appendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal,


Referat_Apendisitis                                                             6
mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi appendiks berbentuk
kerucut. Lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini
kemungkinan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur
tersebut.
       Appendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing,
dan apeksnya menempel pada sekum. Diameter lumen appendiks antara 0,5 -
15 mm. Lapisan epitel lumen appendiks seperti pada epitel kolon tetapi
kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Appendiks mempunyai
lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang
merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar
berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 taenia koli
diperbatasan antara sekum dan appendiks. Appendiks vermiformis (umbai
cacing) terletak pada puncak caecum ,pada pertemuan ke-3 tinea coli yaitu:
              Taenia libra
              Taenia omentalis
              Taenia mesokolika
       Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan
limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua
minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai
puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan
menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada
usia 60 tahun. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus
yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena
itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus.
       Vaskularisasi apendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika,
yang merupakan cabang a. mesenterika superior, yaitu a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga apabila terjadi trombus pada
apendisitis akut akan berakibat terbentuknya gangren, dan bahkan perforasi
dari apendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri
ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang
pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak pada dinding sekum.

Referat_Apendisitis                                                             7
Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir
(immobile).




                      Gambar 3. Vaskularisasi appendiks


      Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna
termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi
bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan
dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh




Referat_Apendisitis                                                             8
Gambar 4. Posisi Apendiks


2.3 Etiologi & Faktor Resiko
      Penyebab belum diketahui secara pasti. Berikut ini adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi :
2.3.1 Obstruksi
         Hiperplasi kelenjar getah bening (60%)
         Fekalit (35%), masa feses yang membatu
         Corpus alienum (4%), biji - bijian
         Striktur lumen (1%), kinking, karena mesoappendiks pendek, adesi.


2.3.2 Infeksi
      Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misalnya pneumonia,
tonsillitis, dsb. Jenis kuman yang sering menginfeksi antara lain E. Coli dan
Streptococcus.
      Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi
terjadinya apendisitis akut diantaranya obstruksi lumen apendiks, obstruksi
bagian distal kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat. Pada
keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 60 - 70% kasus, 60%




Referat_Apendisitis                                                             9
obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35%
disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain.
       Diperkirakan pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan
faktor resiko yang utama, sedangkan pada umur muda adalah pembengkakan
sistim limfatik apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan
konsentrasi flora usus dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar.


2.4 Patofisiologi dan Patogenesis.
       Apendiks   juga   berperan    sebagai   sistem   imun   pada   sistem
gastrointestinal. Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated
Lymphoid Tissues (GALT) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA.
Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah
penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Tetapi peran apendiks
sebagai sistem imun tidak begitu penting. Hal ini dapat dibuktikan pada
pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada sistem imunologi.
       Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan
ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang
terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan
kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis
sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama
Escherichia coli banyak ditemukan. Ketika gejala memberat banyak
organisme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas
dapat ditemukan. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforasi ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides
fragilis. Bakteri ini menginvasi mukosa, submukosa, dan muskularis, yang
menyebabkan oedem, hiperemis dan kongesti lokal vaskuler, dan hiperplasi
kelenjar limfe. Kadang-kadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis
dan perforasi.
       Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu:
akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi
sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, dan hipoksia
jaringan, serta terjadinya infeksi anaerob. Keadaan obstruksi berakibat


Referat_Apendisitis                                                            10
terjadinya proses inflamasi. Obstruksi pada bagian distal kolon akan
meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks
akan   terhambat       keluar,   sehingga   tekanan   intra lumen   meningkat
mengakibatkan gangguan drainage pada:
              Limfe
              Terjadi oedem, jika terjadi invasi bakteri maka akan terjadi
              ulserasi mukosa mengakibatkan terjadinya apendisitis akut.
              Vena
              Terjadi      trombus-iskemi      dan    invasi   bakteri   dapat
              mengakibatkan timbulnya pus hingga menjadi apendisitis
              supuratif.
              Arteri
              Terjadi nekrosis hingga invasi kuman dapat mengakibatkan
              terjadinya apendisitis gangrenosa ataupun perforasi yang
              mengakibatkan terjadinya peritonitis umum.
       Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
sekum, yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Penyebab utama konstipasi
adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses
memadat, lebih lengket dan makin membesar, sehingga membutuhkan
proses transit dalam kolon yang lebih lama. Diet tinggi serat tidak hanya
memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi juga dapat mengubah
kandungan bakteri.
       Appendiks menghasilkan mukus 1-2 ml perhari. Mukus itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang
sempit dan secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks
yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya
suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan
valvula Gerlach.




Referat_Apendisitis                                                              11
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1

        Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada
bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari
mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut
makin    banyak,    namun     elastisitas   dinding   appendiks    mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat
meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan
salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan
sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2

        Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap
pasien karena ditentukan banyak faktor. 1,9

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1

        Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis




Referat_Apendisitis                                                                12
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. 1

       Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.1

       Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat. 7

       Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.1

       Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar
istirahat (bedrest). 3


Referat_Apendisitis                                                             13
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 7
       Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut
sehingga dapat terjadi keadaan-keadaan seperti apendisitis rekurens dan
apendisitis kronis. Apendisitis rekurens adalah apendisitis yang secara klinis
memberikan serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks
terdapat peradangan dan pada pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda
peradangan akut. Sedangkan apendisitis kronis digambarkan sebagai
apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2 minggu,
pendapatan     durante   operasi    maupun     pemeriksaan     histopatologis
menunjukkan tanda inflamasi kronis, dan serangan menghilang setelah
dilakukan apendektomi.
       Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante operasi, dimana
apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan-perlekatan yang banyak. Dan
kadang-kadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks keorgan
lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi
kinking, kadang-kadang terdapat stenosis parsial atau ada bagian yang
mengalami distensi dan berisi mukus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi
fragmentasi dari apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan oleh
pita-pita jaringan parut. Gambaran ini merupakan gross pathology dari suatu
apendisitis kronik.
       Pada teori sumbatan dikatakan bahwa terjadinya apendisitis diawali
adanya sumbatan dari lumen apendiks. Apendisitis yang berhubungan
dengan obstruksi yang disebabkan hiperplasia jaringan limfoid submukosa
disebutkan lebih banyak terjadi pada anak-anak, sementara obstruksi karena
fekalit atau benda asing lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Adanya
fekalit dihubungkan dengan hebatnya perjalanan penyakitnya. Bila terdapat
fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien dengan gejala akut kemungkinan
apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren.


Referat_Apendisitis                                                              14
Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting.
Pada penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan
terjadi reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi
sehingga mengakibatkan penyumbatan lumen apendiks.
       Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang
sebelumnya telah terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat infeksi
karena terjadinya peningkatan tekanan intraluminar apendiks. Ada
kemungkinan lain yang menyokong teori infeksi enterogen ini adalah
kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu fokus di hidung atau
tenggorokan sehingga dapat menyebabkan proses peradangan pada
apendiks. Secara hematogen dikatakan mungkin saja dapat terjadi karena
apendiks dianggap tonsil abdomen.
       Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai
penyebab dan mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Penggunaan
yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus konstipasi akan
memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana flora usus
dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hiperemia usus yang merupakan
permulaan dari proses inflamasi. Bila sakit perut yang dialami disebabkan
apendisitis maka pemberian purgative akan merangsang peristaltik yang
merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis.


2.5 Klasifikasi Apendisitis
2.5.1 Apendisitis akut tanpa komplikasi (cataral appendicitis)
       Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa saja.
Appendiks kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendiks
tersebut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan
kemerahan. Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limfoid ke
dalam dinding appendiks. Karena lumen appendiks tak tersumbat, maka hal
ini hanya menyebabkan peradangan biasa (simple appendicitis) ataupun
dapat menjadi appendisitis supuratif jikaterjadi infeksi dari bakteri piogenik .
       Bila jaringan limfoid di dinding apendiks mengalami oedema, maka
akan mengakibatkan obstruksi lumen apendiks, yang akan mempengaruhi


Referat_Apendisitis                                                                15
vaskularisasi sehingga terjadi gangren, atau hanya mengalami perforasi
(mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan dilapisi eksudat fibrin
post apendisitis akut, kadang-kadang terbentuk adesi yang mengakibatkan
kinking, dan kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula.


2.5.2 Appendisitis akut dengan komplikasi
      Komplikasi      dapat   berupa   peritonitis,   infiltrat,   atau   abses
periapendikular. Merupakan apendisitis yang berbahaya, karena appendiks
menjadi lingkaran tertutup yang berisi fecal material, yang telah mengalami
dekomposisi. Perubahan setelah terjadinya surnbatan lumen appendiks
tergantung dari isi sumbatan. Bila lumen appendiks kosong, appendiks hanya
mengalami distensi yang berisi cairan mukus dan terbentuklah mucocele.
Sedangkan bakteria penyebab biasanya merupakan flora normal lumen usus
berupa bakteri aerob (gram positif dan atau gram negatif) dan anaerob.
      Appendiks yang telah menjadi gangren dapat mengalami perforasi
ataupun ruptur. Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan
dikompensasi dengan proses pembentukan dinding oleh jaringan sekitar,
misal omentum dan jaringan viscera lain, terjadilah infiltrat (mass), atau
proses pustulasi yang mengakibatkan abses periapendiks.
2.5.3 Apendisitis Periapendikular

      Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis
akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran
kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual
dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif.1




Referat_Apendisitis                                                               16
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.7

       Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan
atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal. 7

       Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. 7

       Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga
tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut
pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi. 7




Referat_Apendisitis                                                             17
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja,
tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru
dapat didiagnosis setelah perforasi. 7

       Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual,
dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester
pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum
dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7



2.5.4 Klasifikasi Klinikopatologi Cloud
       Klasifikasi apendisitis pada anak yang sampai saat ini banyak dianut
adalah klasifikasi yang berdasarkan pada stadium klinikopatologis dari
Cloud, klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan
durante operasi :
    Apendisitis Simpel (grade I): Stadium ini meliputi apendisitis dengan
    apendiks tampak normal atau hiperemi ringan dan edema, belum
    tampak adatya eksudat serosa.
    Apendisitis Supurativa (grade Il): Sering didapatkan adanya obstruksi,
    apendiks dan mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh darah,
    mungkin     didapatkan    adanya     petekhie   dan   terbentuk    eksudat
    fibrinopurulen pada serosa serta terjadi kenaikan jumlah cairan
    peritoneal. Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses
    walling off oleh omentum, usus dan mesenterium didekatnya.
    Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda
    supurasi didapatkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna
    keunguan, kecoklatan atau merah kehitaman (area gangren). Pada
    stadium ini sudah terjadi adanya mikroperforasi, kenaikan cairan
    peritoneal yang purulen dengan bau busuk.




Referat_Apendisitis                                                              18
Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur
    apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak
    obstruksi. Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk.
    Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur,
    abses terbentuk disekitar apendiks yang rupture biasanya di fossa iliaka
    kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga
    pelvis bahkan mungkin seluruh rongga abdomen.


         Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud, apendisitis akut grade I dan
II belum terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut
grade III, IV, dan V telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata).


2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis
     Variasi pada posisi appendiks, usia pasien, dan derajat inflamasi
menjadikan presentasi klinis dari appendisitis menjadi tidak konsisten.
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi
nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul tumpul dengan sifat
nyeri ringan sampai berat, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten.
Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai
persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di
daerah epigastrium dan periumbilikal. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh
karena adanya hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, distensi dari
lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding appendiks yang mengalami
peradangan. Apabila telah terjadi inflamasi (>6 jam), nyeri akan beralih dan
menetap di kuadran kanan bawah. Pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal
dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir, serta nyeri akan lebih hebat
bila batuk ataupun berjalan. Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine
dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan meningkatkan
nyeri.


Referat_Apendisitis                                                                19
Muntah merupakan rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal
ini tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir
75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi
berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga
timbul apabila peradangan appendiks dekat dengan vesika urinaria.
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya
pada letak appendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Obstipasi
dapat pula terjadi karena penderita takut mengejan.
      Variasi lokasi anatomi appendiks akan menjelaskan keluhan nyeri
somatik yang beragam. Sebagai contoh appendiks yang panjang dengan
ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan
nyeri di daerah tersebut, nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila
appendiks yang meradang terletak di anterior, appendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank area atau punggung, appendiks pelvikal akan
menyebabkan nyeri pada suprapubik dan appendiks retroileal bias
menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika
dan ureter. Urutan kejadian gejala mempunyai kemaknaan diagnosis banding
yang besar, lebih dari 95% appendisitis akut, anoreksia merupakan gejala
pertama, diikuti oleh nyeri abdomen dan baru diikuti oleh vomitus.
      Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperatur jarang lebih
dari 1oC, yaitu antara 37,50 - 38.50C. Frekuensi nadi normal atau sedikit
meninggi. Adanya perubahan atau peninggian yang besar menunjukkan telah
terjadi komplikasi seperti perforasi atau diagnosis lain yang perlu
diperhatikan.
      Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10,
T11, Tl2, meskipun bukan penyerta yang konstan tetapi sering didapatkan
pada appendisitis akut.



Referat_Apendisitis                                                             20
2.6.2 Pemeriksaan fisik
       Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak
pada tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah.
2.6.2.1 Inspeksi
       Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang
sakit. Perut kembung bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah
terlihat pada appendikuler abses. Pasien tidur miring ke sisi yang sakit
sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi
meningkatkan nyeri.
2.6.2.2 Palpasi
       Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit
tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri, kemudian secara
perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Status lokalis
abdomen kuadran kanan bawah, antara lain:
       Nyeri tekan Mc. Burney
       Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan maksimal pada kuadran
kanan bawah atau titik Mc.Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Oleh Mc.Burney titik ini dinyatakan terletak antara 1,5 - 2 inchi dari spina
iliaca anterior superior (SIAS) pada garis lurus yang ditarik dari SIAS ke
umbilikus.
       Rebound tenderness
       Nyeri lepas adalah rasa nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc. Burney karena rangsangan
atau iritasi peritoneum.
       Defans muskuler
       Defans muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale pada m.Rektus
abdominis. Tahanan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan
derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunter seiring
dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot,
sehingga kemudian terjadi secara involunter.

Referat_Apendisitis                                                            21
Rovsing sign
       Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah. Hal ini dikarenakan
tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan
peritoneum sekitar appendik yang meradang (iritasi peritoneal).
       Psoas sign
       Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator
sign. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks letak retrocaecal.
       Ada 2 cara pemeriksaan :
      o Aktif: Pasien posisi supine, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
           pasien diminta memfleksikan articulatio coxae kanan, dikatakan
           positif jika menimbulkan nyeri perut kanan bawah.
      o Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiper-ekstensikan oleh
           pemeriksa, dikatakan positif jika timbul nyeri perut kanan bawah.
       Obturator Sign
       Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut    menunjukkan     peradangan    apendiks   terletak   pada   daerah
hipogastrium.




2.6.2.3 Perkusi
Nyeri ketok abdomen positif


2.6.2.4 Auskultasi
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
Peristaltik biasanya normal, tetapi jika sudah terjadi peritonitis generalisata
akibat appendisitis perforata maka bunyi usus menurun ataupun tidak
terdengar bunyi peristaltik usus.


2.6.2.5 Rectal Toucher

Referat_Apendisitis                                                               22
Nyeri tekan pada arah jam 9 sampai 12


2.6.2.6 Gejala dan tanda pada komplikasi appendisitis
       Untuk apendisitis akut yang telah mengalami kornplikasi, misalnya
perforasi, peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya yaitu sebagai
berikut:
    Perforasi
       Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Perforasi apendiks
paling sering terjadi di distal obstruksi lumen apendiks sepanjang tepi
antimesenterium. Oleh sebab itu pada perforasi appendiks jarang didapatkan
gambaran udara bebas ekstralumen pada pemeriksaan foto polos abdomen.
Appendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi
dengan gejaladan tanda sebagai berikut:
        Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam. Rasa nyeri
           bertambah hebat dan mulai dirasakan menyebar.
        Demam tinggi > 38,50C
        Leukositosis (leukosit > 14.000)
        Dehidrasi dan asidosis
        Distensi
        Menghilangnya bising usus
        Nyeri tekan kuadran kanan bawah
        Rebound tenderness sign
        Rovsing sign
    Peritonitis
    Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari apendisitis
yang telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum merupakan
kelanjutan dari peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans
muskuler yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik merupakan
gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-
gejala sepsis menunjukkan peritonitis yang makin berat.
    Abses atau Infiltrat



Referat_Apendisitis                                                               23
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke
massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan
pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan
dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma
maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis
intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci
diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7

    Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan
dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang
sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis
tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat
disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat
timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan
rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 3

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

          1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
             tinggi;
          2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih
             jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;
          3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
             terdapat pergeseran ke kiri.

   Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan
ditandai dengan

   1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
      tidak tinggi lagi;



Referat_Apendisitis                                                           24
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda
       peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri
       tekan ringan
   3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13
    Pada 2-6% penderita dengan apendisitis menunjukkan adanya massa di
kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukkan inflamasi
abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang mengalami
inflamasi.


2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
2.6.3.1 Laboratorium
       Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting dalam
menegakkan diagnosis appendisitis akut. Pada pasien dengan appendisitis
akut, 70-90% menunjukkan peningkatan jumlah leukosit terutama neutrofil
(shift to the left), walaupun hal ini tidak spesifik untuk appendisitis. Penyakit
infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran
laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendisitis akut.
       Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik
appendisitis akut, akan ditemukan adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3.
Jika jumlah leukosit >18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi
dan peritonitis. Namun beberapa penderita dengan apendisitis akut
terkadang memiliki jumlah leukosit dan granulosit normal.
       Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan
menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
Urinalisa sangat penting pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen untuk
menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing.
Apendisitis yang menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada
pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan jumlah sel leukosit 10-15
sel/lapangan pandang.




Referat_Apendisitis                                                                 25
2.6.3.7 Sistem skor Alvarado
          Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara
untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah
dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring
sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat, dan kurang invasif.
Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada
tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini
berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan
apendisitis.
          Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam
sistem skor Alvarado maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap
gejala,    tanda    dan    pemeriksaan     laboratorium      yang   muncul   atau
keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin mendekati 10, dan
ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi.
Demikian pula sebaliknya jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado
semakin mendekati 1, ini mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan
apendisitis. Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada
semua pasien dengan skor ≥ 7 dan melakukan observasi untuk pasien dengan
skor 5 atau 6.


Tabel 1. Skor Alvarado untuk diagnosis apendisitis akut:
                   Gejala dan tanda                                 Skor
            Nyeri berpindah                                         1
            Anoreksia                                               1
            Mual-muntah                                             1
            Nyeri fossa iliaka kanan                                2
            Rebound tenderness                                      1
            Peningkatan suhu tubuh                                  1
            Leukositosis > 10.000 sel/mm3                           2
            Shift to the left (persentase neutrofil > 75%)          1



Referat_Apendisitis                                                                 26
2.6.3.8 Sistem skor Appendicitis akut Kalesaran
       Telah diketahui lebih dari 1000 penyakit bedah dan non bedah
sebagai penyebab akut abdomen. Dari sekian banyak penyebab,appendicitis
akut masih merupakan penyebab tertinggi sedang berkembang seperti
negara indonesia.
       Ramirez dan Deus (1994) telah mengemukakan sistem skor untuk
diagnosis appendicitis akut,yang terbukti dapat menekan appendektomi
negatif. Beberapa hal yang menjadi kritik pada penelitian tersebut, sebagai
berikut : 1. Salah satu parameter yang dipakai adalah foto polos abdomen,
yang sebenarnya bukan merupakan pemeriksaan utama dan rutin untuk
menegakkan diagnosa appendicitis akut, selain bahwa pemeriksaan ini tidak
mungkin dijadikan pemeriksaan rutin di rumah sakit di indonesia bagi
penderita dengan keluhan nyeri perut kanan bawah akut 2. Masih ada
parameter klinik lainnya yang perlu diperhitungkan , khususnya pada wanita
tentang adannya kelainan atau infeksi organ genital dalam , seperti riwayat
keputihan ,riwayat pendarahan per vaginam di luar haid,riwayat nyeri hebat
saat haid.
       Di indonesia untuk penggunaan sarana diagnostik seperti laparoskopi
dan Ultrasonografi masih banyak kendala , yaitu pengadaan alat yang
tergolong mahal dan membutuhkan keahlian untuk menginterprestaikan
hasil pemeriksaan, sehingga belum dijadikan pemeriksaan rutin di rumah
sakit tingkat kabupaten. Pertimbangan lainnya bahwa dengan melakukan
pemeriksaan tersebut akan berakibat dengan perpanjangan waktu dalam
pengelolaan penderita.
       Oleh karena itu dr.Laurens B kalesaran seorang peneliti dari Undip
semarang, melaukan penelitian dimana parameter klinik yang sederhana dan
murah untuk bisa dipakai dengan mudah dan akurasi tinggi dalam
mendiagnosis    appendicitis   akut,   sehinnga   dapat   menekan    angka
appendektomi negatif, menurunkan angka kesakitan karena pembedahan
yang sebebenarnya tidak perlu, menekan biaya penderita.



Referat_Apendisitis                                                           27
NO Pemeriksaan                 Nilai ( + )   Nilai ( - )   Skor
     1    Riwayat Demam                    9           -7
     2    Riwayat Anoreksia                26         -20
     3    “Cough Sign”                     27         -91
     4    Demam (≥ 37,3 º C)               19         -18
     5    Tanda                            18         -13
          “ReboundTenderness”
     6    Tanda Rovsing                    16          -9
     7    Tanda Psoas                      20          -6
     8    Leukositosis                     19         -24
          (≥ 9000/mm3
     9    Neutrofil ≥ 70%                  20         -26
                                           JUMLAH SKOR


      Jika Jumlah skor
             Lebih dari 10 : diagnosis appendicitis akut dan segera harus
             dilakukan tindakan operatif
             Antara -7 sampai 10 : tindakan “observasi” dan
             Kurang dari -7 bukan appendicitis akut
             Kasus dengan skor -7 sampai 10 , penderita harus rawat inap
             untuk di evaluasi lebih lanjut , yaitu dengan penghitungan skor
             berulang sampai ditegakkan dengan diagnosis appendicitis
             akut atau bukan appendicitis akuy
2.7 Diagnosis Banding

Gastroenteritis

—Pada terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium
biasanya normal karena hitung normal.1,4



Referat_Apendisitis                                                            28
Limfedenitis Mesenterika

—Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit
perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut
samar terutama kanan.4




Demam Dengue

—Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil
positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat.4

Infeksi Panggul

—Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan
infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan colok vagina jika perlu untuk
diagnosis banding. Rasa nyeri pada colok vagina jika uterus diayunkan.4

Gangguan alat kelamin perempuan

—Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa
hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama
dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. 4

Kehamilan di luar kandungan

—Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan
maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok
hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada
pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis.4


Referat_Apendisitis                                                             29
Divertikulosis Meckel

—Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan
sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel
dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut dan
diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.1

Divertikulosis Meckel

—Ini harus dibedakan dengan apendisiit akut karena pengobatan berbeda
umur pasien sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun
sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2
tahun.1

Ulkus Peptikum yang Perforasi

—Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik
mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum).

Batu Ureter

—Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis
retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau
demam     atau   leukosotosis   membantu.     Pielography   biasanya    untuk
mengkofirmasi diagnosa.1



2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Tindakan Umum
       Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena
perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan
pasien sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah,
sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Pasien memerlukan
perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan



Referat_Apendisitis                                                              30
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar
mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah dan pasien dipuasakan.
          Jika pasien dalam keadaan syok hipovolemik akibat dehidrasi ataupun
sepsis maka diberikan cairan ringer laktat 20 mg/kgBB secara intravena,
kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi.
Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan
dan kekurangan cairan, serta pantau output urin.

          Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti    peritonitis   purulenta   generalisata.   Oleh   karena   itu,   massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan
massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna,
dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu
tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang
dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7

          Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa
perforasi. 13



Referat_Apendisitis                                                                 31
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,
tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 13

       Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada
anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya. 7

   Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :

   1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
   2. Diet lunak bubur saring
   3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
       aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan
       tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi.
       Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi
       dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
       keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
       laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
       dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7


       Untuk menurunkan demam diberikan antipiretik. Jika suhu di atas
380C pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan
untuk mengontrol demam. Berikan pula analgesik dan antiemetik parenteral
untuk kenyamanan pasien. Tetapi tidak dianjurkan pemberian analgetik pada
pasien dengan akut abdomen yang penyebabnya belum diketahui karena
dapat mengaburkan penegakkan diagnosis. Berikan pula antibiotik intravena



Referat_Apendisitis                                                            32
pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda sepsis dan pada pasien yang
akan menjalani prosedur pembedahan laparotomi.


2.8.2 Appendektomi
      Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Apendektomi dapat dicapai melalui insisi Mc Burney. Tindakan
pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa
apendektomi yang dicapai melalui laparotomi. Pembedahan darurat (cito),
dilakukan pada kasus apendisitis akut, abses, dan perforasi, sedangkan
pembedahan elektif dilakukan pada apendisitis kronik.
      Indikasi dari apendektomi antara lain:
      1.     Appendisitis akut (apendektomi Chaud)
      2.     Appendisitis kronis (apendektomi Froid)
      3.     Peri-appendikular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
      4.     Appendiks terbawa pada laparotomi operasi kandung empedu
      5.     Appendisitis perforasi




Referat_Apendisitis                                                         33
Gambar 5. Titik McBurnay


      Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :
   1. Kutis
   2. Subkutis
   3. Fascia Scarfa
   4. Fascia Camfer
   5. Aponeurosis M. Obliqus Eksternus
   6. M. Obliqus Internus
   7. M. Transversus
   8. Fascia Transversalis
   9. Pre-peritoneum
   10. Peritoneum


      Macam insisi pada appendektomi:



Referat_Apendisitis                                   34
1.      Insisi Gridiron (Mc Burney), yaitu insisi tegak lurus garis Mc Burney.
        Keuntungannya adalah caecum lebih mudah dipegang dan kontaminasi
        kuman minimal.
2.      Incisi Paramedian kanan, terutama digunakan pada wanita, karena dapat
        sekaligus melakukan eksplorasi adneksa, genitalia interna, khususnya
        pada kasus-kasus yang meragukan. Kerugiannya yaitu caecum lebih
        sukar dipegang dan kontaminasi lebih besar.


          Padaappendisitis infiltrat, dilakukan konservatif terlebih dahulu
kemudian operasi elekfif dalam masa tenang, terapi konservatifnya antara
lain:
                 Bed rest total posisi Fowler (anti Trendelenburg)
                 Diet rendah serat
                 Antibiotika spektrum luas
                 Metronidazol
                 Monitor tanda - tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam,
                 LED, leukosit. Bila keadaan membaik dianjurkan untuk
                 mobilisasi dan selanjutnya dipulangkan.


2.8.3 Terapi medikamentosa
          Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua pasien
dengan apendisitis. Antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi
infeksi apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai
pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum
ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat
berguna untuk kasus-kasus perforasi apendisitis. Antibiotika diberikan
selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita.
          Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan
anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan.
Kombinasi ampisilin (100 mg/kgBB), gentamisin (7,5 mg/kgBB) dan
klindamisin (40 mg/kgBB) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif
untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi apendisitis

Referat_Apendisitis                                                                35
perforasi.   Metronidazol   aktif   terhadap   bakteri   gram   negatif   dan
didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan..




2.9 Komplikasi dan Penyulit
       Bila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis akut dapat
mengalami perforasi dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada bagian apendiks yang telah mengalami
pendindingan (Walling off) sehingga berupa massa yang terdiri dari
kumpulan mesoapendiks, apendiks, sekum dan lengkung usus yang disebut
sebagai massa periapendikuler.
       Terjadinya massa periapendikuler bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum dan lengkung usus.
Pada massa periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum saat terjadi perforasi,
akibatnya akan terjadi peritonitis umum.
       Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu
trombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan infeksi
apendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan
abses hepatik.
       Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya
adalah infeksi. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada apendisitis
perforasi atau gangrenosa. Meskipun infeksi bisa terjadi di sejumlah lokasi,
infeksi yang terletak di lokasi pembedahan adalah yang paling sering, yaitu
pada luka subkutan dan dalam rongga abdominal. Insidensi kedua
komplikasi ini bervariasi tergantung pada derajat apendisitis, umur
penderita, kondisi fisiologis dan tipe penutupan luka. Obstruksi intestinal
bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini disebabkan
oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi. Infertilitas dapat terjadi
pada perempuan dengan apendisitis perforasi.
       Komplikasi lain, di antaranya:


Referat_Apendisitis                                                             36
Nekrosis dinding appendiks
             Perforasi dinding appendiks dan pus masuk ke kavum peritonii
             General peritonitis
             Periappendikular      infiltrat   atau   Phlegmon       atau
             Periappendicular abses
             Sepsis
             Appendisitis kronis


      Penyulit Appendektomi :
      1. Pre Operasi
             Perdarahan dari a. mesenterium atau omentum
             Robekan sekum atau usus lain
      2. Pasca Operasi
             Perdarahan
             Infeksi
             Hematom
             Paralitik ileus
             Peritonitis
             Fistel usus
             Streng Ileus karena band
             Hernia sikatrik




Referat_Apendisitis                                                         37
DAFTAR PUSTAKA



   1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
      Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
      Indonesia. Jakarta.
   2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
      edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies.
      Enigma an Enigma Electronic Publication.
   3. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas
      Kedokteran UNAIR. Surabaya.
   4. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update.
      Vol.23 No.03 September 2004.

   5. Sedlak M, Wagner OJ, Wild B, Papagrigoriades S, Exadaktylos AK. Is
      there still a role for rectal examination in suspected appendicitis in
      adults?. Am J Emerg Med. Mar 2008;26(3):359-60.

   6. Shakhatreh HS. The accuracy of C-reactive protein in the diagnosis of
      acute appendicitis compared with that of clinical diagnosis. Med
      Arh. 2000;54(2):109-10.

   7. Yang HR, Wang YC, Chung PK, Chen WK, Jeng LB, Chen RJ. Laboratory
      tests   in   patients    with   acute   appendicitis. ANZ   J   Surg. Jan-
      Feb 2006;76(1-2):71-4.

   8. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
      Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
      Aksara. Jakarta.

   9. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
      Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science
      Center, Temple, Texas




Referat_Apendisitis                                                                38
10. Tundidor Bermudez AM, Amado Dieguez JA, Montes de Oca Mastrapa
      JL. Urological     manifestations     of   acute     appendicitis. Arch     Esp
      Urol. Apr 2005;58(3):207-12.

   11. Harswick C, Uyenishi AA, Kordick MF, Chan SB. Clinical guidelines,
      computed tomography scan, and negative appendectomies: a case
      series. Am J Emerg Med. Jan 2006;24(1):68-72

   12. Malone AJ Jr, Wolf CR, Malmed AS, Melliere BF. Diagnosis of acute
      appendicitis:       value      of      unenhanced        CT. AJR    Am        J
      Roentgenol. Apr 1993;160(4):763-6.

   13. Poortman P, Oostvogel HJ, Bosma E, Lohle PN, Cuesta MA, de Lange-de
      Klerk ES, et al. Improving diagnosis of acute appendicitis: results of a
      diagnostic pathway with standard use of ultrasonography followed by
      selective use of CT. J Am Coll Surg. Mar 2009;208(3):434-41.

   14. Tzanakis NE, Efstathiou SP, Danulidis K, et al. A new approach to
      accurate         diagnosis     of       acute       appendicitis. World       J
      Surg. Sep 2005;29(9):1151-6, discussion 1157.

   15. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute
      appendicitis. Ann Emerg Med. May 1986;15(5):557-64.

   16. Eriksson   S,     Granstrom        L. Randomized     controlled    trial    of
      appendicectomy versus antibiotic therapy for acute appendicitis. Br J
      Surg. Feb 1995;82(2):166-9.

   17. Bickell NA, Aufses AH, Rojas M. How time affects the risk of rupture in
      appendicitis. J Am Coll Surg. Mar 2006;202(3):401-6.

   18. Abou-Nukta F, Bakhos C, Arroyo K, et al. Effects of delaying
      appendectomy for acute appendicitis for 12 to 24 hours. Arch
      Surg. May 2006;141(5):504-6; discussioin 506-7.

   19. Liang MK, Lo HG, Marks JL. Stump appendicitis: a comprehensive
      review of literature. Am Surg. Feb 2006;72(2):162-6.




Referat_Apendisitis                                                                     39
20. Bresciani C, Perez RO, Habr-Gama A, et al. Laparoscopic versus
      standard appendectomy outcomes and cost comparisons in the
      private sector. J Gastrointest Surg. Nov 2005;9(8):1174-80; discussion
      1180-1.

   21. Liberman MA, Greason KL, Frame S, et al. Single-dose cefotetan or
      cefoxitin versus multiple-dose cefoxitin as prophylaxis in patients
      undergoing appendectomy for acute nonperforated appendicitis. J Am
      Coll Surg. Jan 1995;180(1):77-80.

   22. Lin HF, Wu JM, Tseng LM, et al. Laparoscopic versus open
      appendectomy         for      perforated      appendicitis. J   Gastrointest
      Surg. Jun 2006;10(6):906-10.

   23. Orr RK, Porter D, Hartman D. Ultrasonography to evaluate adults for
      appendicitis:   decision      making       based   on   meta-analysis   and
      probabilistic reasoning. Acad Emerg Med. Jul 1995;2(7):644-50.

   24. Rao PM, Rhea JT, Rao JA, et al. Plain abdominal radiography in
      clinically suspected appendicitis: diagnostic yield, resource use, and
      comparison with CT. Am J Emerg Med. Jul 1999;17(4):325-8.

   25. Schwerk WB, Wichtrup B, Rothmund M, et al. Ultrasonography in the
      diagnosis       of         acute     appendicitis:        a     prospective
      study. Gastroenterology. Sep 1989;97(3):630-9.

   26. Thomas SH, Silen W. Effect on diagnostic efficiency of analgesia for
      undifferentiated abdominal pain. Br J Surg. Jan 2003;90(1):5-9.

   27. Webster DP, Schneider CN, Cheche S, et al. Differentiating acute
      appendicitis from pelvic inflammatory disease in women of
      childbearing age. Am J Emerg Med. Nov 1993;11(6):569-72.

   28. Kalesaran, Laurens. Diagnosis Sistem Skoring pada appendicitis akut.
      Undip Semarang. Nov 1996




Referat_Apendisitis                                                                  40

More Related Content

What's hot

222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahitDafid Rozi
 
Dr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis asDr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis asMuhammad Nugroho
 
Soal ileus
Soal ileusSoal ileus
Soal ileusrakkas
 
Stroke Basic Knowledge Bhs Indonesia
Stroke Basic Knowledge Bhs IndonesiaStroke Basic Knowledge Bhs Indonesia
Stroke Basic Knowledge Bhs IndonesiaSholihul Muhibbi
 
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.BMakalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.Bkoerniaso
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroidhomeworkping3
 
Ppt apendisitis ppt
Ppt apendisitis pptPpt apendisitis ppt
Ppt apendisitis pptkas mulyadi
 
Myoglobinuria pada luka bakar listrik combustio
Myoglobinuria pada luka bakar listrik combustioMyoglobinuria pada luka bakar listrik combustio
Myoglobinuria pada luka bakar listrik combustioAzis Aimaduddin
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
 
Hydrocele hidrokel anak optek aai
Hydrocele hidrokel  anak optek aaiHydrocele hidrokel  anak optek aai
Hydrocele hidrokel anak optek aaiAzis Aimaduddin
 
7. peritonitis
7. peritonitis7. peritonitis
7. peritonitisPradasary
 
Referat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalReferat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalKharima SD
 

What's hot (20)

Case hernia putri
Case hernia putriCase hernia putri
Case hernia putri
 
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
 
Dr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis asDr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis as
 
Soal ileus
Soal ileusSoal ileus
Soal ileus
 
Appendicitis)
Appendicitis)Appendicitis)
Appendicitis)
 
Stroke Basic Knowledge Bhs Indonesia
Stroke Basic Knowledge Bhs IndonesiaStroke Basic Knowledge Bhs Indonesia
Stroke Basic Knowledge Bhs Indonesia
 
Hernia 2
Hernia 2Hernia 2
Hernia 2
 
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.BMakalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
 
Prolaps Rektum
Prolaps RektumProlaps Rektum
Prolaps Rektum
 
Prolaps hemoroid
Prolaps hemoroidProlaps hemoroid
Prolaps hemoroid
 
193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid193897174 case-bedah-hemoroid
193897174 case-bedah-hemoroid
 
Ppt apendisitis ppt
Ppt apendisitis pptPpt apendisitis ppt
Ppt apendisitis ppt
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Myoglobinuria pada luka bakar listrik combustio
Myoglobinuria pada luka bakar listrik combustioMyoglobinuria pada luka bakar listrik combustio
Myoglobinuria pada luka bakar listrik combustio
 
Ca recti
Ca rectiCa recti
Ca recti
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
Hydrocele hidrokel anak optek aai
Hydrocele hidrokel  anak optek aaiHydrocele hidrokel  anak optek aai
Hydrocele hidrokel anak optek aai
 
Cairan infuse
Cairan infuseCairan infuse
Cairan infuse
 
7. peritonitis
7. peritonitis7. peritonitis
7. peritonitis
 
Referat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur GinjalReferat Ruptur Ginjal
Referat Ruptur Ginjal
 

Viewers also liked

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDFASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDFBaskoro Abdiansyah
 
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisAsuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisArif Al-Amin
 
appendisitis
appendisitisappendisitis
appendisitisninno22
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITISASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITISBaskoro Abdiansyah
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitisWarnet Raha
 
Diagnosa keperawatan stikes harapan bangsa
Diagnosa keperawatan stikes harapan bangsaDiagnosa keperawatan stikes harapan bangsa
Diagnosa keperawatan stikes harapan bangsaJinan Bachri
 
Asuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisAsuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisArief Yanto
 
Salpingitis
SalpingitisSalpingitis
Salpingitispie-pien
 
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...Pangestu S
 
Biologi sistem pencernaan
Biologi sistem pencernaanBiologi sistem pencernaan
Biologi sistem pencernaanAdnan Dwinanto
 
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanpjj_kemenkes
 
Dermoid & Epidermoid Cysts
Dermoid & Epidermoid CystsDermoid & Epidermoid Cysts
Dermoid & Epidermoid Cystsmeducationdotnet
 

Viewers also liked (20)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDFASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS PDF
 
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisAsuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitis
 
Bab 2 new
Bab 2 newBab 2 new
Bab 2 new
 
Apendisitis
ApendisitisApendisitis
Apendisitis
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 
appendisitis
appendisitisappendisitis
appendisitis
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITISASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APENDISITIS
 
Laporan kasus
Laporan kasusLaporan kasus
Laporan kasus
 
Askep apendisitis
Askep apendisitisAskep apendisitis
Askep apendisitis
 
APPENDISITIS
APPENDISITISAPPENDISITIS
APPENDISITIS
 
amenore
amenoreamenore
amenore
 
Diagnosa keperawatan stikes harapan bangsa
Diagnosa keperawatan stikes harapan bangsaDiagnosa keperawatan stikes harapan bangsa
Diagnosa keperawatan stikes harapan bangsa
 
Asuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitisAsuhan keperawatan apendisitis
Asuhan keperawatan apendisitis
 
Salpingitis
SalpingitisSalpingitis
Salpingitis
 
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
Askep klien dengan apendik by Kelompok 4 Poltekes Tanjungpinang Keperawatan K...
 
Biologi sistem pencernaan
Biologi sistem pencernaanBiologi sistem pencernaan
Biologi sistem pencernaan
 
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
 
Ppt kelompok iii
Ppt kelompok iiiPpt kelompok iii
Ppt kelompok iii
 
Diagnosa Nanda
Diagnosa NandaDiagnosa Nanda
Diagnosa Nanda
 
Dermoid & Epidermoid Cysts
Dermoid & Epidermoid CystsDermoid & Epidermoid Cysts
Dermoid & Epidermoid Cysts
 

Similar to Apendisitis: Penyebab, Gejala, Diagnosis dan Pengobatan

LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docxSaniaJunianti
 
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINALLAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINALAnggini Fz
 
39107183 appendicitis
39107183 appendicitis39107183 appendicitis
39107183 appendicitisNdan Permana
 
82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitis82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitisDavid Suhendra
 
Apendisitis Akut Pada Kehamilan
Apendisitis Akut Pada KehamilanApendisitis Akut Pada Kehamilan
Apendisitis Akut Pada KehamilanPhil Adit R
 
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptxASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptxjanghyun4
 
Leaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda munaLeaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda munaWarnet Raha
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxririaja1
 
Leaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda munaLeaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda munaSeptian Muna Barakati
 
PPT KEL 3.pptx
PPT KEL 3.pptxPPT KEL 3.pptx
PPT KEL 3.pptxAdheliaSya
 
0914028208 3-bab 2
0914028208 3-bab 20914028208 3-bab 2
0914028208 3-bab 2afni asmar
 
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutPresentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutTenri Ashari Wanahari
 

Similar to Apendisitis: Penyebab, Gejala, Diagnosis dan Pengobatan (20)

LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS.docx
 
Apendisitis
ApendisitisApendisitis
Apendisitis
 
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINALLAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
LAPORAN PATOLOGI ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL
 
39107183 appendicitis
39107183 appendicitis39107183 appendicitis
39107183 appendicitis
 
Appendititis
AppendititisAppendititis
Appendititis
 
82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitis82894087 makalah-jadi-apendisitis
82894087 makalah-jadi-apendisitis
 
usulan penelitian.docx
usulan penelitian.docxusulan penelitian.docx
usulan penelitian.docx
 
Apendisitis Akut Pada Kehamilan
Apendisitis Akut Pada KehamilanApendisitis Akut Pada Kehamilan
Apendisitis Akut Pada Kehamilan
 
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptxASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
ASKEP APPENDISITIS KELOMPOK 6.pptx
 
apendisitis.pptx
apendisitis.pptxapendisitis.pptx
apendisitis.pptx
 
Appendiks kmb
Appendiks kmbAppendiks kmb
Appendiks kmb
 
Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA
Askep apendisitis AKPER PEMKAB MUNA
 
BAB 2.pdf
BAB 2.pdfBAB 2.pdf
BAB 2.pdf
 
Leaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda munaLeaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda muna
 
App.pptx
App.pptxApp.pptx
App.pptx
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
 
Leaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda munaLeaflet apendisitis akper pemda muna
Leaflet apendisitis akper pemda muna
 
PPT KEL 3.pptx
PPT KEL 3.pptxPPT KEL 3.pptx
PPT KEL 3.pptx
 
0914028208 3-bab 2
0914028208 3-bab 20914028208 3-bab 2
0914028208 3-bab 2
 
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutPresentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
 

Recently uploaded

obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionolivia371624
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfSuryani549935
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxgastroupdate
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 

Recently uploaded (17)

obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung function
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdfD3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
D3_FITKES_FAKTOR KHASIAT OBAT Dalam Penggunaan Obat.pdf
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 

Apendisitis: Penyebab, Gejala, Diagnosis dan Pengobatan

  • 1. Bagian Ilmu Bedah Referat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman APENDISITIS Disusun oleh Octaviyanie Ayu Nissa 03.37455.00111.09 Pembimbing Dr. Anthony Simangungsong, Sp. B Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Laboratorium Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2011 Referat_Apendisitis 0
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering2. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.3. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Insidensinya meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada usia remaja dan pada usia 20 tahun. Insiden terbanyak appendisitis akut berada pada kelompok usia 20-40 tahun. Namun angka kejadian perforasi dari kasus apendisitis justru lebih sering terjadi pada kelompok usia <12 tahun dan > 65 tahun. Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis. Keadaan ini menghasilkan angka appendektomi negatif sebesar 20 % dan angka perforasi sebesar 20-30 %. Di Amerika Serikat terjadi penurunan jumlah kasus appendisitis dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100.000 penduduk dari tahun 1985 - 2001. Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sosial-ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas. Berdasarkan US Census Bureau, International Data Base tahun 2004, di benua Asia negara Cina dan India masih menempati urutan pertama dan kedua insidensi terbanyak kasus appendisitis akut, sedangkan Indonesia menempati urutan ketiga. Insiden appendisitis akut di Indonesia masih sangat tinggi. Pada Tahun 2004 terdapat 596.132 insiden dari 283.452.952 populasi masyarakat Indonesia. Referat_Apendisitis 1
  • 3. Tingkat akurasi diagnosis appendisitis akut berkisar 76 - 92 %. Pemakaian laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan), merupakan upaya untuk meningkatkan akurasi diagnosis appendisitis akut amupun kronis. Beberapa pemeriksaan laboratorium dasar masih banyak digunakan dalam diagnosis penunjang appendisitis akut. Jumlah sel leukosit, dan hitung jenis neutrofil (differential count) adalah penanda yang sensitif bagi proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah. Tidak ada gejala dan tanda maupun tes diagnostik tunggal yang dapat mengkonfirmasi diagnosis appendisitis secara akurat pada semua kasus. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat, salah satunya adalah dengan skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan tidak invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai derajat keparahan appendisitis. Instrumen lain yang sering dipakai pada apendisitis akut anak adalah klasifikasi klinikopatologi dari Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan durante operasi. Referat_Apendisitis 2
  • 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Appendisitis adalah infeksi bakterial pada appendiks vermiformis. karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis Appendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk. Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. Gambar 1. Apendisitis Akut Referat_Apendisitis 3
  • 5. 2.2 Anatomi dan Fisiologi Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3,10 Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.3 Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal. 2 Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada Referat_Apendisitis 4
  • 6. kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.7 Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene. 7 Menurut Wakeley (1997) lokasi appendiks adalah sebagai berikut: retrosekal (65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan postileal serta parakolika kanan (0,4%). Gambar 2. Anatomi appendiks Referat_Apendisitis 5
  • 7. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan appendiks memungkinkannya bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya mesoapendiks. Pada kasus selebihnya appendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon asenden atau tepi lateral kolon asenden. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks. Pada posisi retrosekal, terkadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekstra, sehingga keluhan penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Terkadang diperlukan palpasi yang agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi. Letak appendiks mungkin juga di regio kiri bawah, hal ini dipakai untuk penanda kemungkinan adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai melintasi linea mediana abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi usus, appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster atau hepar lobus kanan. Letak basis appendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis appendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen, terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc Burney. Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi peradangan apendiks adalah omentum, yang merupakan salah satu alat pertahanan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada anak-anak appendiks lebih panjang dan lebih tipis daripada dewasa. Oleh karena itu, pada peradangan akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan atau pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena appendisitis akut lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Appendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal, Referat_Apendisitis 6
  • 8. mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut. Lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini kemungkinan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut. Appendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya menempel pada sekum. Diameter lumen appendiks antara 0,5 - 15 mm. Lapisan epitel lumen appendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Appendiks mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 taenia koli diperbatasan antara sekum dan appendiks. Appendiks vermiformis (umbai cacing) terletak pada puncak caecum ,pada pertemuan ke-3 tinea coli yaitu: Taenia libra Taenia omentalis Taenia mesokolika Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus. Vaskularisasi apendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika, yang merupakan cabang a. mesenterika superior, yaitu a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga apabila terjadi trombus pada apendisitis akut akan berakibat terbentuknya gangren, dan bahkan perforasi dari apendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak pada dinding sekum. Referat_Apendisitis 7
  • 9. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir (immobile). Gambar 3. Vaskularisasi appendiks Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh Referat_Apendisitis 8
  • 10. Gambar 4. Posisi Apendiks 2.3 Etiologi & Faktor Resiko Penyebab belum diketahui secara pasti. Berikut ini adalah faktor- faktor yang mempengaruhi : 2.3.1 Obstruksi Hiperplasi kelenjar getah bening (60%) Fekalit (35%), masa feses yang membatu Corpus alienum (4%), biji - bijian Striktur lumen (1%), kinking, karena mesoappendiks pendek, adesi. 2.3.2 Infeksi Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misalnya pneumonia, tonsillitis, dsb. Jenis kuman yang sering menginfeksi antara lain E. Coli dan Streptococcus. Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut diantaranya obstruksi lumen apendiks, obstruksi bagian distal kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat. Pada keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 60 - 70% kasus, 60% Referat_Apendisitis 9
  • 11. obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain. Diperkirakan pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan faktor resiko yang utama, sedangkan pada umur muda adalah pembengkakan sistim limfatik apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan konsentrasi flora usus dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar. 2.4 Patofisiologi dan Patogenesis. Apendiks juga berperan sebagai sistem imun pada sistem gastrointestinal. Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid Tissues (GALT) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Tetapi peran apendiks sebagai sistem imun tidak begitu penting. Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada sistem imunologi. Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak ditemukan. Ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis. Bakteri ini menginvasi mukosa, submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan oedem, hiperemis dan kongesti lokal vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-kadang terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi. Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, dan hipoksia jaringan, serta terjadinya infeksi anaerob. Keadaan obstruksi berakibat Referat_Apendisitis 10
  • 12. terjadinya proses inflamasi. Obstruksi pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan terhambat keluar, sehingga tekanan intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada: Limfe Terjadi oedem, jika terjadi invasi bakteri maka akan terjadi ulserasi mukosa mengakibatkan terjadinya apendisitis akut. Vena Terjadi trombus-iskemi dan invasi bakteri dapat mengakibatkan timbulnya pus hingga menjadi apendisitis supuratif. Arteri Terjadi nekrosis hingga invasi kuman dapat mengakibatkan terjadinya apendisitis gangrenosa ataupun perforasi yang mengakibatkan terjadinya peritonitis umum. Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses memadat, lebih lengket dan makin membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lebih lama. Diet tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi juga dapat mengubah kandungan bakteri. Appendiks menghasilkan mukus 1-2 ml perhari. Mukus itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach. Referat_Apendisitis 11
  • 13. Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1 Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.2 Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 1,9 Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1 Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis Referat_Apendisitis 12
  • 14. gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 1 Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1 Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 7 Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1 Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 3 Referat_Apendisitis 13
  • 15. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 7 Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat terjadi keadaan-keadaan seperti apendisitis rekurens dan apendisitis kronis. Apendisitis rekurens adalah apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis kronis digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2 minggu, pendapatan durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis menunjukkan tanda inflamasi kronis, dan serangan menghilang setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan-perlekatan yang banyak. Dan kadang-kadang terdapat pita-pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang terdapat stenosis parsial atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi mukus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi fragmentasi dari apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan parut. Gambaran ini merupakan gross pathology dari suatu apendisitis kronik. Pada teori sumbatan dikatakan bahwa terjadinya apendisitis diawali adanya sumbatan dari lumen apendiks. Apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan hiperplasia jaringan limfoid submukosa disebutkan lebih banyak terjadi pada anak-anak, sementara obstruksi karena fekalit atau benda asing lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Adanya fekalit dihubungkan dengan hebatnya perjalanan penyakitnya. Bila terdapat fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien dengan gejala akut kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren. Referat_Apendisitis 14
  • 16. Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan terjadi reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi sehingga mengakibatkan penyumbatan lumen apendiks. Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang sebelumnya telah terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat infeksi karena terjadinya peningkatan tekanan intraluminar apendiks. Ada kemungkinan lain yang menyokong teori infeksi enterogen ini adalah kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu fokus di hidung atau tenggorokan sehingga dapat menyebabkan proses peradangan pada apendiks. Secara hematogen dikatakan mungkin saja dapat terjadi karena apendiks dianggap tonsil abdomen. Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai penyebab dan mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Penggunaan yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus konstipasi akan memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana flora usus dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hiperemia usus yang merupakan permulaan dari proses inflamasi. Bila sakit perut yang dialami disebabkan apendisitis maka pemberian purgative akan merangsang peristaltik yang merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis. 2.5 Klasifikasi Apendisitis 2.5.1 Apendisitis akut tanpa komplikasi (cataral appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa saja. Appendiks kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendiks tersebut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan kemerahan. Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limfoid ke dalam dinding appendiks. Karena lumen appendiks tak tersumbat, maka hal ini hanya menyebabkan peradangan biasa (simple appendicitis) ataupun dapat menjadi appendisitis supuratif jikaterjadi infeksi dari bakteri piogenik . Bila jaringan limfoid di dinding apendiks mengalami oedema, maka akan mengakibatkan obstruksi lumen apendiks, yang akan mempengaruhi Referat_Apendisitis 15
  • 17. vaskularisasi sehingga terjadi gangren, atau hanya mengalami perforasi (mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan dilapisi eksudat fibrin post apendisitis akut, kadang-kadang terbentuk adesi yang mengakibatkan kinking, dan kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula. 2.5.2 Appendisitis akut dengan komplikasi Komplikasi dapat berupa peritonitis, infiltrat, atau abses periapendikular. Merupakan apendisitis yang berbahaya, karena appendiks menjadi lingkaran tertutup yang berisi fecal material, yang telah mengalami dekomposisi. Perubahan setelah terjadinya surnbatan lumen appendiks tergantung dari isi sumbatan. Bila lumen appendiks kosong, appendiks hanya mengalami distensi yang berisi cairan mukus dan terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria penyebab biasanya merupakan flora normal lumen usus berupa bakteri aerob (gram positif dan atau gram negatif) dan anaerob. Appendiks yang telah menjadi gangren dapat mengalami perforasi ataupun ruptur. Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensasi dengan proses pembentukan dinding oleh jaringan sekitar, misal omentum dan jaringan viscera lain, terjadilah infiltrat (mass), atau proses pustulasi yang mengakibatkan abses periapendiks. 2.5.3 Apendisitis Periapendikular Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1 Referat_Apendisitis 16
  • 18. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.7 Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 7 Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. 7 Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 7 Referat_Apendisitis 17
  • 19. Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 7 Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 7 2.5.4 Klasifikasi Klinikopatologi Cloud Klasifikasi apendisitis pada anak yang sampai saat ini banyak dianut adalah klasifikasi yang berdasarkan pada stadium klinikopatologis dari Cloud, klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan durante operasi : Apendisitis Simpel (grade I): Stadium ini meliputi apendisitis dengan apendiks tampak normal atau hiperemi ringan dan edema, belum tampak adatya eksudat serosa. Apendisitis Supurativa (grade Il): Sering didapatkan adanya obstruksi, apendiks dan mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh darah, mungkin didapatkan adanya petekhie dan terbentuk eksudat fibrinopurulen pada serosa serta terjadi kenaikan jumlah cairan peritoneal. Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses walling off oleh omentum, usus dan mesenterium didekatnya. Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda supurasi didapatkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna keunguan, kecoklatan atau merah kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya mikroperforasi, kenaikan cairan peritoneal yang purulen dengan bau busuk. Referat_Apendisitis 18
  • 20. Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak obstruksi. Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk. Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses terbentuk disekitar apendiks yang rupture biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin seluruh rongga abdomen. Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud, apendisitis akut grade I dan II belum terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut grade III, IV, dan V telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata). 2.6 Diagnosis 2.6.1 Anamnesis Variasi pada posisi appendiks, usia pasien, dan derajat inflamasi menjadikan presentasi klinis dari appendisitis menjadi tidak konsisten. Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul tumpul dengan sifat nyeri ringan sampai berat, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding appendiks yang mengalami peradangan. Apabila telah terjadi inflamasi (>6 jam), nyeri akan beralih dan menetap di kuadran kanan bawah. Pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir, serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan. Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan meningkatkan nyeri. Referat_Apendisitis 19
  • 21. Muntah merupakan rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan appendiks dekat dengan vesika urinaria. Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak appendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Obstipasi dapat pula terjadi karena penderita takut mengejan. Variasi lokasi anatomi appendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh appendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila appendiks yang meradang terletak di anterior, appendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank area atau punggung, appendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada suprapubik dan appendiks retroileal bias menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter. Urutan kejadian gejala mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari 95% appendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdomen dan baru diikuti oleh vomitus. Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperatur jarang lebih dari 1oC, yaitu antara 37,50 - 38.50C. Frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian yang besar menunjukkan telah terjadi komplikasi seperti perforasi atau diagnosis lain yang perlu diperhatikan. Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, Tl2, meskipun bukan penyerta yang konstan tetapi sering didapatkan pada appendisitis akut. Referat_Apendisitis 20
  • 22. 2.6.2 Pemeriksaan fisik Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. 2.6.2.1 Inspeksi Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit. Perut kembung bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. Pasien tidur miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri. 2.6.2.2 Palpasi Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri, kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah, antara lain: Nyeri tekan Mc. Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan maksimal pada kuadran kanan bawah atau titik Mc.Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Oleh Mc.Burney titik ini dinyatakan terletak antara 1,5 - 2 inchi dari spina iliaca anterior superior (SIAS) pada garis lurus yang ditarik dari SIAS ke umbilikus. Rebound tenderness Nyeri lepas adalah rasa nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc. Burney karena rangsangan atau iritasi peritoneum. Defans muskuler Defans muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale pada m.Rektus abdominis. Tahanan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunter seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter. Referat_Apendisitis 21
  • 23. Rovsing sign Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah. Hal ini dikarenakan tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendik yang meradang (iritasi peritoneal). Psoas sign Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator sign. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks letak retrocaecal. Ada 2 cara pemeriksaan : o Aktif: Pasien posisi supine, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien diminta memfleksikan articulatio coxae kanan, dikatakan positif jika menimbulkan nyeri perut kanan bawah. o Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiper-ekstensikan oleh pemeriksa, dikatakan positif jika timbul nyeri perut kanan bawah. Obturator Sign Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium. 2.6.2.3 Perkusi Nyeri ketok abdomen positif 2.6.2.4 Auskultasi Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Peristaltik biasanya normal, tetapi jika sudah terjadi peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata maka bunyi usus menurun ataupun tidak terdengar bunyi peristaltik usus. 2.6.2.5 Rectal Toucher Referat_Apendisitis 22
  • 24. Nyeri tekan pada arah jam 9 sampai 12 2.6.2.6 Gejala dan tanda pada komplikasi appendisitis Untuk apendisitis akut yang telah mengalami kornplikasi, misalnya perforasi, peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya yaitu sebagai berikut: Perforasi Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Perforasi apendiks paling sering terjadi di distal obstruksi lumen apendiks sepanjang tepi antimesenterium. Oleh sebab itu pada perforasi appendiks jarang didapatkan gambaran udara bebas ekstralumen pada pemeriksaan foto polos abdomen. Appendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan gejaladan tanda sebagai berikut:  Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam. Rasa nyeri bertambah hebat dan mulai dirasakan menyebar.  Demam tinggi > 38,50C  Leukositosis (leukosit > 14.000)  Dehidrasi dan asidosis  Distensi  Menghilangnya bising usus  Nyeri tekan kuadran kanan bawah  Rebound tenderness sign  Rovsing sign Peritonitis Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari apendisitis yang telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum merupakan kelanjutan dari peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans muskuler yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala- gejala sepsis menunjukkan peritonitis yang makin berat. Abses atau Infiltrat Referat_Apendisitis 23
  • 25. Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7 Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 3 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan: 1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi; 2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis; 3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan 1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi; Referat_Apendisitis 24
  • 26. 2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan 3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.13 Pada 2-6% penderita dengan apendisitis menunjukkan adanya massa di kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukkan inflamasi abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang mengalami inflamasi. 2.6.3 Pemeriksaan Penunjang 2.6.3.1 Laboratorium Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting dalam menegakkan diagnosis appendisitis akut. Pada pasien dengan appendisitis akut, 70-90% menunjukkan peningkatan jumlah leukosit terutama neutrofil (shift to the left), walaupun hal ini tidak spesifik untuk appendisitis. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendisitis akut. Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik appendisitis akut, akan ditemukan adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3. Jika jumlah leukosit >18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Namun beberapa penderita dengan apendisitis akut terkadang memiliki jumlah leukosit dan granulosit normal. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendisitis yang menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan jumlah sel leukosit 10-15 sel/lapangan pandang. Referat_Apendisitis 25
  • 27. 2.6.3.7 Sistem skor Alvarado Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat, dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor Alvarado maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin mendekati 10, dan ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado semakin mendekati 1, ini mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis. Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien dengan skor ≥ 7 dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau 6. Tabel 1. Skor Alvarado untuk diagnosis apendisitis akut: Gejala dan tanda Skor Nyeri berpindah 1 Anoreksia 1 Mual-muntah 1 Nyeri fossa iliaka kanan 2 Rebound tenderness 1 Peningkatan suhu tubuh 1 Leukositosis > 10.000 sel/mm3 2 Shift to the left (persentase neutrofil > 75%) 1 Referat_Apendisitis 26
  • 28. 2.6.3.8 Sistem skor Appendicitis akut Kalesaran Telah diketahui lebih dari 1000 penyakit bedah dan non bedah sebagai penyebab akut abdomen. Dari sekian banyak penyebab,appendicitis akut masih merupakan penyebab tertinggi sedang berkembang seperti negara indonesia. Ramirez dan Deus (1994) telah mengemukakan sistem skor untuk diagnosis appendicitis akut,yang terbukti dapat menekan appendektomi negatif. Beberapa hal yang menjadi kritik pada penelitian tersebut, sebagai berikut : 1. Salah satu parameter yang dipakai adalah foto polos abdomen, yang sebenarnya bukan merupakan pemeriksaan utama dan rutin untuk menegakkan diagnosa appendicitis akut, selain bahwa pemeriksaan ini tidak mungkin dijadikan pemeriksaan rutin di rumah sakit di indonesia bagi penderita dengan keluhan nyeri perut kanan bawah akut 2. Masih ada parameter klinik lainnya yang perlu diperhitungkan , khususnya pada wanita tentang adannya kelainan atau infeksi organ genital dalam , seperti riwayat keputihan ,riwayat pendarahan per vaginam di luar haid,riwayat nyeri hebat saat haid. Di indonesia untuk penggunaan sarana diagnostik seperti laparoskopi dan Ultrasonografi masih banyak kendala , yaitu pengadaan alat yang tergolong mahal dan membutuhkan keahlian untuk menginterprestaikan hasil pemeriksaan, sehingga belum dijadikan pemeriksaan rutin di rumah sakit tingkat kabupaten. Pertimbangan lainnya bahwa dengan melakukan pemeriksaan tersebut akan berakibat dengan perpanjangan waktu dalam pengelolaan penderita. Oleh karena itu dr.Laurens B kalesaran seorang peneliti dari Undip semarang, melaukan penelitian dimana parameter klinik yang sederhana dan murah untuk bisa dipakai dengan mudah dan akurasi tinggi dalam mendiagnosis appendicitis akut, sehinnga dapat menekan angka appendektomi negatif, menurunkan angka kesakitan karena pembedahan yang sebebenarnya tidak perlu, menekan biaya penderita. Referat_Apendisitis 27
  • 29. NO Pemeriksaan Nilai ( + ) Nilai ( - ) Skor 1 Riwayat Demam 9 -7 2 Riwayat Anoreksia 26 -20 3 “Cough Sign” 27 -91 4 Demam (≥ 37,3 º C) 19 -18 5 Tanda 18 -13 “ReboundTenderness” 6 Tanda Rovsing 16 -9 7 Tanda Psoas 20 -6 8 Leukositosis 19 -24 (≥ 9000/mm3 9 Neutrofil ≥ 70% 20 -26 JUMLAH SKOR Jika Jumlah skor Lebih dari 10 : diagnosis appendicitis akut dan segera harus dilakukan tindakan operatif Antara -7 sampai 10 : tindakan “observasi” dan Kurang dari -7 bukan appendicitis akut Kasus dengan skor -7 sampai 10 , penderita harus rawat inap untuk di evaluasi lebih lanjut , yaitu dengan penghitungan skor berulang sampai ditegakkan dengan diagnosis appendicitis akut atau bukan appendicitis akuy 2.7 Diagnosis Banding Gastroenteritis —Pada terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal karena hitung normal.1,4 Referat_Apendisitis 28
  • 30. Limfedenitis Mesenterika —Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut samar terutama kanan.4 Demam Dengue —Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat.4 Infeksi Panggul —Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan colok vagina jika perlu untuk diagnosis banding. Rasa nyeri pada colok vagina jika uterus diayunkan.4 Gangguan alat kelamin perempuan —Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. 4 Kehamilan di luar kandungan —Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis.4 Referat_Apendisitis 29
  • 31. Divertikulosis Meckel —Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut dan diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.1 Divertikulosis Meckel —Ini harus dibedakan dengan apendisiit akut karena pengobatan berbeda umur pasien sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2 tahun.1 Ulkus Peptikum yang Perforasi —Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum). Batu Ureter —Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam atau leukosotosis membantu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa.1 2.8 Penatalaksanaan 2.8.1 Tindakan Umum Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan pasien sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Pasien memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan Referat_Apendisitis 30
  • 32. pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah dan pasien dipuasakan. Jika pasien dalam keadaan syok hipovolemik akibat dehidrasi ataupun sepsis maka diberikan cairan ringer laktat 20 mg/kgBB secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan kekurangan cairan, serta pantau output urin. Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 13 Referat_Apendisitis 31
  • 33. Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. 13 Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 7 Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat : 1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi. 2. Diet lunak bubur saring 3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7 Untuk menurunkan demam diberikan antipiretik. Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam. Berikan pula analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien. Tetapi tidak dianjurkan pemberian analgetik pada pasien dengan akut abdomen yang penyebabnya belum diketahui karena dapat mengaburkan penegakkan diagnosis. Berikan pula antibiotik intravena Referat_Apendisitis 32
  • 34. pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda sepsis dan pada pasien yang akan menjalani prosedur pembedahan laparotomi. 2.8.2 Appendektomi Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Apendektomi dapat dicapai melalui insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi. Pembedahan darurat (cito), dilakukan pada kasus apendisitis akut, abses, dan perforasi, sedangkan pembedahan elektif dilakukan pada apendisitis kronik. Indikasi dari apendektomi antara lain: 1. Appendisitis akut (apendektomi Chaud) 2. Appendisitis kronis (apendektomi Froid) 3. Peri-appendikular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid) 4. Appendiks terbawa pada laparotomi operasi kandung empedu 5. Appendisitis perforasi Referat_Apendisitis 33
  • 35. Gambar 5. Titik McBurnay Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi : 1. Kutis 2. Subkutis 3. Fascia Scarfa 4. Fascia Camfer 5. Aponeurosis M. Obliqus Eksternus 6. M. Obliqus Internus 7. M. Transversus 8. Fascia Transversalis 9. Pre-peritoneum 10. Peritoneum Macam insisi pada appendektomi: Referat_Apendisitis 34
  • 36. 1. Insisi Gridiron (Mc Burney), yaitu insisi tegak lurus garis Mc Burney. Keuntungannya adalah caecum lebih mudah dipegang dan kontaminasi kuman minimal. 2. Incisi Paramedian kanan, terutama digunakan pada wanita, karena dapat sekaligus melakukan eksplorasi adneksa, genitalia interna, khususnya pada kasus-kasus yang meragukan. Kerugiannya yaitu caecum lebih sukar dipegang dan kontaminasi lebih besar. Padaappendisitis infiltrat, dilakukan konservatif terlebih dahulu kemudian operasi elekfif dalam masa tenang, terapi konservatifnya antara lain: Bed rest total posisi Fowler (anti Trendelenburg) Diet rendah serat Antibiotika spektrum luas Metronidazol Monitor tanda - tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, leukosit. Bila keadaan membaik dianjurkan untuk mobilisasi dan selanjutnya dipulangkan. 2.8.3 Terapi medikamentosa Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua pasien dengan apendisitis. Antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi apendisitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin (100 mg/kgBB), gentamisin (7,5 mg/kgBB) dan klindamisin (40 mg/kgBB) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi apendisitis Referat_Apendisitis 35
  • 37. perforasi. Metronidazol aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan.. 2.9 Komplikasi dan Penyulit Bila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis akut dapat mengalami perforasi dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada bagian apendiks yang telah mengalami pendindingan (Walling off) sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan mesoapendiks, apendiks, sekum dan lengkung usus yang disebut sebagai massa periapendikuler. Terjadinya massa periapendikuler bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum dan lengkung usus. Pada massa periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum saat terjadi perforasi, akibatnya akan terjadi peritonitis umum. Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu trombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan infeksi apendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan abses hepatik. Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya adalah infeksi. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada apendisitis perforasi atau gangrenosa. Meskipun infeksi bisa terjadi di sejumlah lokasi, infeksi yang terletak di lokasi pembedahan adalah yang paling sering, yaitu pada luka subkutan dan dalam rongga abdominal. Insidensi kedua komplikasi ini bervariasi tergantung pada derajat apendisitis, umur penderita, kondisi fisiologis dan tipe penutupan luka. Obstruksi intestinal bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini disebabkan oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi. Infertilitas dapat terjadi pada perempuan dengan apendisitis perforasi. Komplikasi lain, di antaranya: Referat_Apendisitis 36
  • 38. Nekrosis dinding appendiks Perforasi dinding appendiks dan pus masuk ke kavum peritonii General peritonitis Periappendikular infiltrat atau Phlegmon atau Periappendicular abses Sepsis Appendisitis kronis Penyulit Appendektomi : 1. Pre Operasi Perdarahan dari a. mesenterium atau omentum Robekan sekum atau usus lain 2. Pasca Operasi Perdarahan Infeksi Hematom Paralitik ileus Peritonitis Fistel usus Streng Ileus karena band Hernia sikatrik Referat_Apendisitis 37
  • 39. DAFTAR PUSTAKA 1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication. 3. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya. 4. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03 September 2004. 5. Sedlak M, Wagner OJ, Wild B, Papagrigoriades S, Exadaktylos AK. Is there still a role for rectal examination in suspected appendicitis in adults?. Am J Emerg Med. Mar 2008;26(3):359-60. 6. Shakhatreh HS. The accuracy of C-reactive protein in the diagnosis of acute appendicitis compared with that of clinical diagnosis. Med Arh. 2000;54(2):109-10. 7. Yang HR, Wang YC, Chung PK, Chen WK, Jeng LB, Chen RJ. Laboratory tests in patients with acute appendicitis. ANZ J Surg. Jan- Feb 2006;76(1-2):71-4. 8. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta. 9. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas Referat_Apendisitis 38
  • 40. 10. Tundidor Bermudez AM, Amado Dieguez JA, Montes de Oca Mastrapa JL. Urological manifestations of acute appendicitis. Arch Esp Urol. Apr 2005;58(3):207-12. 11. Harswick C, Uyenishi AA, Kordick MF, Chan SB. Clinical guidelines, computed tomography scan, and negative appendectomies: a case series. Am J Emerg Med. Jan 2006;24(1):68-72 12. Malone AJ Jr, Wolf CR, Malmed AS, Melliere BF. Diagnosis of acute appendicitis: value of unenhanced CT. AJR Am J Roentgenol. Apr 1993;160(4):763-6. 13. Poortman P, Oostvogel HJ, Bosma E, Lohle PN, Cuesta MA, de Lange-de Klerk ES, et al. Improving diagnosis of acute appendicitis: results of a diagnostic pathway with standard use of ultrasonography followed by selective use of CT. J Am Coll Surg. Mar 2009;208(3):434-41. 14. Tzanakis NE, Efstathiou SP, Danulidis K, et al. A new approach to accurate diagnosis of acute appendicitis. World J Surg. Sep 2005;29(9):1151-6, discussion 1157. 15. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute appendicitis. Ann Emerg Med. May 1986;15(5):557-64. 16. Eriksson S, Granstrom L. Randomized controlled trial of appendicectomy versus antibiotic therapy for acute appendicitis. Br J Surg. Feb 1995;82(2):166-9. 17. Bickell NA, Aufses AH, Rojas M. How time affects the risk of rupture in appendicitis. J Am Coll Surg. Mar 2006;202(3):401-6. 18. Abou-Nukta F, Bakhos C, Arroyo K, et al. Effects of delaying appendectomy for acute appendicitis for 12 to 24 hours. Arch Surg. May 2006;141(5):504-6; discussioin 506-7. 19. Liang MK, Lo HG, Marks JL. Stump appendicitis: a comprehensive review of literature. Am Surg. Feb 2006;72(2):162-6. Referat_Apendisitis 39
  • 41. 20. Bresciani C, Perez RO, Habr-Gama A, et al. Laparoscopic versus standard appendectomy outcomes and cost comparisons in the private sector. J Gastrointest Surg. Nov 2005;9(8):1174-80; discussion 1180-1. 21. Liberman MA, Greason KL, Frame S, et al. Single-dose cefotetan or cefoxitin versus multiple-dose cefoxitin as prophylaxis in patients undergoing appendectomy for acute nonperforated appendicitis. J Am Coll Surg. Jan 1995;180(1):77-80. 22. Lin HF, Wu JM, Tseng LM, et al. Laparoscopic versus open appendectomy for perforated appendicitis. J Gastrointest Surg. Jun 2006;10(6):906-10. 23. Orr RK, Porter D, Hartman D. Ultrasonography to evaluate adults for appendicitis: decision making based on meta-analysis and probabilistic reasoning. Acad Emerg Med. Jul 1995;2(7):644-50. 24. Rao PM, Rhea JT, Rao JA, et al. Plain abdominal radiography in clinically suspected appendicitis: diagnostic yield, resource use, and comparison with CT. Am J Emerg Med. Jul 1999;17(4):325-8. 25. Schwerk WB, Wichtrup B, Rothmund M, et al. Ultrasonography in the diagnosis of acute appendicitis: a prospective study. Gastroenterology. Sep 1989;97(3):630-9. 26. Thomas SH, Silen W. Effect on diagnostic efficiency of analgesia for undifferentiated abdominal pain. Br J Surg. Jan 2003;90(1):5-9. 27. Webster DP, Schneider CN, Cheche S, et al. Differentiating acute appendicitis from pelvic inflammatory disease in women of childbearing age. Am J Emerg Med. Nov 1993;11(6):569-72. 28. Kalesaran, Laurens. Diagnosis Sistem Skoring pada appendicitis akut. Undip Semarang. Nov 1996 Referat_Apendisitis 40