SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
Download to read offline
KOMITE EKONOMI NASIONAL

PROSPEK EKONOMI INDONESIA

2014

Tantangan Ekonomi
di Tengah Tahun Politik

komite ekonomi nasional

i
PENGANTAR
Ketua Komite Ekonomi Nasional
Assalamu’alaikum Wr. Wrb
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air
Selama ini kita selalu membanggakan diri bahwa daya tahan ekonomi kita amat tinggi. Kita
dapat terus tumbuh diatas 6 persen, walaupun ada gejolak yang amat dahsyat di perekonomian global. Sayangnya keadaan itu tidak terus berlanjut. Perekonomian kita tidak dapat
lepas sepenuhnya dari gejolak perekonomian dunia, dan akhirnya mulai merasakan tekanan
yang cukup signifikan.
Di tahun 2013 banyak hal yang mengejutkan kita. Di sisi global, walaupun ekonomi kawasan
Eropa masih berada dalam situasi resesi, namun sudah lebih tenang dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Bahkan di tahun 2014 kawasan Eropa diperkirakan akan tumbuh lagi.
Kejutan justru berasal dari Amerika Serikat, Negara yang sebelumnya dianggap lebih stabil
dibandingkan Negara-negara maju lainnya di dunia. Isu tapering (pengurangan stimulus
moneter yang diberikan the Fed secara bertahap), isu batas hutang, dan isu shutdown,
telah menimbulkan gejolak di pasar finansial dunia. Modal pun segera keluar dari Negara
berkembang (emerging markets).Hampir seluruh mata uang Negara berkembang mengalami
pelemahan yang signifikan karena investor masih menganggap aset dalam bentuk dolar
sebagai safe haven ketika ketidakpastian global meningkat. Rupiah kita pun ikut tertekan.
Negara-negara berkembang, yang semula diharapkan dapat menggantikan Negara maju
sebagai mesin pertumbuhan dunia, ternyata justru mengalami perlambatan. China hanya
tumbuh di sekitar 7,6 persen di tahun 2013, jauh lebih lambat dari biasanya. Sedangkan
India hanya tumbuh 4,4 persen. Negara-negara BRICS yang lain pun mengalami perlambatan
pertumbuhan yang signifikan.
Sementara itu, di dalam negeri sendiri ada beberapa kejutan yang kita alami. Untuk mengurangi tekanan terhadap APBN, pada pertengahan tahun 2013 Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Akibatnya inflasi kita meningkat hingga mencapai 8,3 persen pada akhir
Oktober 2013. Di samping itu, relatif kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (di tengah
relatif lesunya perekonomian dunia) telah membuat pertumbuhan impor kita tumbuh lebih
cepat dibandingkan pertumbuhan ekspor. Akibatnya, Indonesia mengalami defisit transaksi
perdagangan, dan akhirnya transaksi berjalan kita juga mengalami defisit.

ii

komite ekonomi nasional

Untuk mengendalikan tekanan inflasi sekaligus mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan, BI menaikkan suku bunga acuannya. Namun kebijakan ini bagaikan pisau bermata
dua. Investor menyadari bahwa, selain dapat mengendalikan inflasi dan nilai tukar, kenaikan
suku bunga juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Tampaknya saat ini investor
mulai menunda rencana investasinya, dan menunggu perkembangan selanjutnya sebelum
mulai aktif melakukan investasi lagi. Perekonomian kita memang mengalami perlambatan
dalam beberapa triwulan terakhir ini. Pada triwulan ke-3 di tahun 2013, pertumbuhan ekonomi kita tinggal 5,6 persen. Untuk keseluruhan tahun 2013, Komite Ekonomi Nasional (KEN)
memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,7 persen, jauh di bawah perkiraan
semula sebesar 6,3 persen.
Perkembangan di atas menimbulkan sentimen negatif terhadap perekonomian kita. Akibatnya, sebagian investor menarik modalnya ke luar negeri, sehingga nilai tukar kita cenderung
melemah, dan melewati level 11.500 rupiah per dolar.
Apa yang terjadi pada tahun 2013 lebih buruk dari skenario terburuk yang dibuat Komite
Ekonomi Nasional dalam outlook ekonomi 2013. Ketidakpastian global dan domestik ternyata
lebih tinggi dari perkiraan semula. Ternyata sulit mengantisipasi dengan akurat apa yang
akan terjadi, walaupun hanya satu tahun ke depan.
Untuk tahun 2014 ketidakpastian global maupun domestik masih akan tinggi. Perekonomian
global memang diharapkan akan sedikit lebih baik di tahun 2014. Akan tetapi kita masih
menghadapi risiko yang sama besarnya. AS masih dapat menimbulkan kejutan besar terhadap perekonomian global, dengan kebijakan tapering maupun isu batas utang dan anggaran
yang belum tuntas. Eropa pun belum akan tumbuh dengan terlalu kuat. Sementara China dan
India pun masih akan tumbuh dengan laju yang relatif lambat.
Di dalam negeri sendiri kita akan menghadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden. Walaupun kita sudah biasa menjalankan pemilu dengan sukses, ketidakpastian yang ditimbulkan
oleh pemilu masih ada. Antara lain, sebagian dari kita khawatir birokrasi kita tidak berjalan selancar biasanya. Ada juga yang khawatir akan timbulnya kekisruhan dalam pemilu yang
akan kita lakukan tahun depan.

komite ekonomi nasional

iii
Kami percaya bahwa, dengan pengalaman kita yang cukup dalam menghadapi pemilu, kita
akan dapat menjalankan pemilu dengan baik, lancar, dan tanpa keributan yang berarti.
Walaupun demikian, dunia usaha (termasuk investor lokal maupun asing) akan cenderung
berhati-hati sampai proses pemilu berakhir. Jadi, triwulan pertama sampai ketiga rasanya
aktivitas ekonomi kita akan biasa-biasa saja. Baru pada triwulan keempat kita bisa mengharapkan peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan.
Selain itu, kita masih menghadapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh defisit transaksi berjalan. Pemerintah dan BI harus lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan menanggulangi defisit ini. Memperlambat pertumbuhan ekonomi mungkin alternatif pilihan yang baik.
Akan tetapi, mengerem pertumbuhan ekonomi terlalu dalam dapat menjerumuskan ekonomi
kita ke dalam perlambatan pertumbuhan yang parah, bahkan ke dalam masa resesi. Kami
percaya bahwa pemerintah dan BI sudah memiliki pengalaman yang cukup untuk mengatasi
defisit transaksi berjalan ini, tanpa harus membuat ekonomi kita terpuruk ke masa resesi.
Untuk mengatasi masalah defisit transaksi berjalan Indonesia harus segera memperbaiki
struktur industri dan ekonominya. Kita harus memperbaiki sisi suplai kita, agar kita tidak harus mengimpor barang terlalu banyak ketika ekonomi kita tumbuh dengan cepat. Ini memang
bukan pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat, karena itu kita harus segera
memulainya. Pada saat yang bersamaan kita harus menghindari perlambatan ekonomi yang
terlalu dalam, karena hanya akan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan, dan pada
akhirnya bahkan dapat mengganggu stabilitas perekonomian secara menyeluruh. Sementara
itu harapan dukungan terhadap pertumbuhan dari sisi fiskal pun masih relatif terbatas. Subsidi energi yang besar telah mengurangi fleksibilitas APBN dalam menopang pertumbuhan
ekonomi. Indonesia harus benar-benar memikirkan cara yang tepat untuk mengatasi masalah subsidi energi ini, agar kita mempunyai dana yang lebih banyak lagi untuk membangun
perekonomian kita, termasuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, penyerapan anggaran
pun perlu terus diperbaiki. Sudah lebih dari lima tahun kita menghadapi masalah penyerapan
anggaran. Sudah berbagai cara diupayakan untuk memperbaikinya. Namun, hingga saat ini
penyerapan anggaran belum membaik secara signifikan. Pemerintah harus terus berupaya
memperbaiki penyerapan anggaran bila ingin dampak yang lebih signifikan dari APBN terhadap pertumbuhan ekonomi kita.

iv

komite ekonomi nasional

Dengan ketidakpastian yang tinggi, utamanya yang berasal dari dalam negeri, memperkirakan arah ekonomi di tahun 2014 menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Tahun 2014 adalah
tahun yang kurang baik, atau bisa dikatakan tahun penyesuaian. Namun, ada harapan keadaan akan berubah menjadi amat baik, utamanya bila Indonesia dapat memilih orang
yang tepat dalam pemilihan presiden 2014, yaitu orang yang dipandang dapat memenuhi
harapan masyarakat kita. Bila hal itu terjadi, kita akan mengalami perbaikan sentimen yang
luar biasa terhadap perekonomian kita. Pemerintahan baru akan mendapatkan keuntungan
yang amat besar dari perbaikan ini. Akan tetapi, harapan kami Indonesia tidak melupakan
langkah-langkah untuk terus memperbaiki fondasi ekonominya.
Kami berharap pandangan Komite Ekonomi Nasional yang disampaikan dalam buku ini dapat
memberikan gambaran yang jelas tentang arah perekonomian Indonesia di tahun 2014. Kami
juga berharap buku ini dapat turut memberikan sumbangan bagi perbaikan ekonomi Indonesia ke depan. Demikian pengantar dari kami, atas perhatiannya kami mengucapkan banyak
terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Chairul Tanjung

komite ekonomi nasional

v
DAFTAR ISI
Pengantar											 II
Pendahuluan											 01
1. Perkembangan Ekonomi Global 							
• Perekonomian Amerika Serikat: Pemulihan Ekonomi yang Lambat dan
Ketidakpastian Kebijakan
					
• Perekonomian Jepang: Didorong Abenomics						
• Perekonomian Eropa: Sudah Melewati Titik Terendah 				
• Perekonomian China: Mulai Stabil							
• Perekonomian India: Melambat Tajam							
• Negara Berkembang, Negara BRICS Lainnya						
• Perkembangan dan Prospek Ekonomi ASEAN						
2. Review Keadaan Ekonomi Tahun 2013							
• Perkembangan Beberapa Variabel Makro Ekonomi 					
•	 Neraca pembayaran									
•	 Inflasi											
• Suku Bunga 										
• Nilai Tukar										
• Kinerja Bursa Saham dan Obligasi							
• Kinerja Perbankan 									
• Perkembangan Fiskal 									
• Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 						
• Kemiskinan di Indonesia								
• Kondisi Terkini									
• Dampak Kenaikan BBM dan Program Kompensasi					
• Tantangan ke Depan								
	
• Masalah Ketenagakerjaan							
	
• Jaminan Kesehatan Nasional								
• JAMKESMAS										
• Komitmen Pemerintah							
	
• Kepesertaan									
	
• Premi										
	
• Dampak Fiskal								
	
• Perkembangan Persepsi Internasional Terhadap Indonesia				
• Peringkat Utang Indonesia								
• Peringkat Daya Saing (WEF)								
• World Bank Ease of Doing Business Survey						
• Pandangan Beberapa Institusi Luar Negeri 						
• Kinerja Korporasi									

vi

02

20
20
20
21
22
24
27
30
35
36
40
40
41
42
43
44
44
45
47
47
48
48
48
49
51
53
56

komite ekonomi nasional

03
07
08
11
12
14
17

3. Prospek Perekonomian Tahun 2014							
• Prediksi Beberapa Variabel Ekonomi Makro Tahun 2014				
• Inflasi: lebih Rendah									
• Suku Bunga: Walaupun Ada Ruang, Mungkin Tidak Turun				
• Nilai Tukar Rupiah: Cenderung Stabil Lemah					
• Prospek Fiskal: Daya Dorong Minimal						
• Pertumbuhan Ekonomi 								
• Belanja Rumah Tangga 								
• Belanja Pemerintah 									
• Investasi 										
•	 Ekspor 										
• Risiko Ekonomi Melambat Lebih Parah							
• Prospek Ekonomi dan Keuangan Syariah 2014						
•	 Memaknai Ekonomi Syariah								
•	 Proyeksi Industri Keuangan Syariah 2014						
• Indonesia Pusat Keuangan Syariah Dunia						

59
59
59
62
64
66
71
72
73
75
79
80
84
84
85
88

4. Perkembangan Sektoral 								
• Sektor Retail dan Konsumsi								
• Sektor Pertambangan 									
• Sektor Perkebunan 									

89
89
92
96

5. Tantangan dan Risiko di 2014								
• Ketidakpastian Global									
• Tantangan Domestik									

99
99
100

6. Rekomendasi							
• Langkah-langkah Antisipatif untuk Menjaga Stabilitas Sistem Finansial	
• Langkah-langkah Untuk Mendorong Mengatasi Ketidakseimbangan
Eksternal, Internal dan Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi			
• Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Krisis Eropa 				

104
104

7. Rangkuman									
• Perekonomian Global									
• Perkembangan 2013									
• Prospek 2014									

109
109
110
110

8. Susunan Pengurus KEN								

112

104
108

komite ekonomi nasional

vii
PENDAHULUAN

Kondisi perekonomian global di tahun 2013 ternyata lebih lemah dari perkiraan semula. Memang, kecemasan terhadap krisis utang Eropa dan bubarnya EU sudah tidak menghantui perekonomian global lagi. Ekonomi AS pun tampak lebih stabil. Jepang juga dapat bertumbuh
dengan cukup baik. Namun, laju pertumbuhan perekonomian global belum dapat dibilang
kuat. Eropa bahkan masih mengalami pertumbuhan negatif. AS pun masih tumbuh jauh di
bawah laju pertumbuhan potensialnya.
Negara-negara berkembang pun tidak menunjukkan kinerja yang terlalu cerah. Hampir seluruh negara berkembang mengalami perlambatan ekonomi yang signifikan. Negara-negara
BRICS, yang selama ini dianggap sebagai alternatif mesin pertumbuhan dunia yang dapat
menggantikan peran negara-negara maju, juga mengalami berbagai kendala yang menyulitkan mereka untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat.
Kondisi global diperburuk lagi oleh beberapa masalah di AS yang sempat memicu timbulnya
sentimen negatif terhadap perekonomian dunia. AS masih terjebak dengan isu-isu yang dapat
membahayakan pemulihan di AS sendiri, maupun pemulihan perekonomian dunia. Isu anggaran pemerintah AS (yang sempat menyebabkan government shutdown), isu batas utang,
dan isu pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering), sempat mengguncang pasar
finansial dunia di tahun 2013. Isu-isu ini masih akan mengemuka di tahun 2014, dan akan
turut meningkatkan ketidakpastian global di tahun 2014. Walaupun demikian, sebagian besar ekonom memperkirakan kondisi perekonomian global pada tahun 2014 akan sedikit lebih
baik dari kondisi di tahun 2013.
Pada tahun 2013 Indonesia lebih merasakan dampak kelesuan ekonomi global dibandingkan
dengan pada tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2013 perekonomian Indonesia terusmenerus mengalami perlambatan. Dengan prospek ekonomi global yang lebih baik di tahun
2014, seharusnya Indonesia pun dapat tumbuh lebih cepat. Akan tetapi, kendala-kendala
yang kita hadapi saat ini, yang akan terus berlangsung di 2014, akan menyulitkan perekonomian Indonesia untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat.
Buku prospek perekonomian 2014 ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
jelas tentang prospek perekonomian global dan Indonesia pada tahun 2014. Informasi di
dalam buku ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi para pelaku ekonomi di Indonesia
dalam mengambil keputusan yang tepat.

viii

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

1
1

Perekonomian Amerika Serikat:
Pemulihan Ekonomi yang Lambat dan Ketidakpastian Kebijakan

Perkembangan Ekonomi Global

Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat.

Persen
10

Pertumbuhan PDB
Fed Funds Rate

8

Kinerja perekonomian global di tahun 2013 lebih lemah dari perkiraan semula. Lembagalembaga dunia, seperti IMF dan World Bank, sampai merevisi ke bawah prediksi pertumbuhan ekonomi dunia berkali-kali. Emerging economy, yang sempat diharapkan menjadi
mesin pertumbuhan ekonomi dunia menggantikan negara-negara maju, ternyata mengalami
perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan. Sementara negara-negara maju tampak
memperlihatkan perbaikan yang menjanjikan.
	
Di Asia, pertumbuhan ekonomi China terus melambat. Pertumbuhan PDB China terus menurun pada semester pertama 2013. Sebagian kalangan bahkan sempat mengatakan China sedang menuju hard landing. Namun, pertumbuhan yang membaik pada triwulan ketiga 2013
menepis skenario hard landing. Ekonomi China saat ini dianggap sudah stabil, dan ke depan
diperkirakan akan dapat tumbuh secara berkesinambungan, walaupun dengan laju pertumbuhan yang relatif rendah untuk ukuran China. India pun mengalami masalahnya sendiri.
Ekonominya terus melambat. Nilai tukarnya pun terus terpuruk. Negara-negara berkembang
di belahan dunia lain pun tampak mengalami perlambatan pertumbuhan juga. Brazil, misalnya, diperkirakan hanya akan tumbuh 2,5 persen di tahun 2014. Sementara Meksiko diperkirakan akan tumbuh dengan laju 1,2 persen.
	
Sebaliknya, ekonomi negara-negara maju tampak mulai stabil dan bahkan menunjukkan
prospek perbaikan yang lebih menjanjikan. AS, misalnya, memperlihatkan tanda-tanda perekonomian yang semakin baik. Keadaan ini bahkan sempat membuat the Fed berencana
melakukan tapering, yang sempat mengguncang pasar finansial dunia. Jepang pun menunjukkan kinerja ekonominya yang cukup baik, didorong oleh Abenomicsnya. Sementara itu,
Eropa sudah memberi indikasi bahwa kawasan tersebut sudah melewati titik terendah dari
siklus penurunan ekonominya. Banyak ekonom yang mengatakan Eropa sudah keluar dari
resesi, dan akan mulai tumbuh positif di tahun 2014.
Secara umum perekonomian global mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama tahun 2013. Memasuki semester kedua, keadaan mulai berangsur-angsur
membaik. Diperkirakan hal ini akan berlangsung terus pada tahun 2014. Keadaan perekonomian global pada tahun 2014 diperkirakan akan sedikit lebih baik dibandingkan dengan pada
tahun 2013.

2

komite ekonomi nasional

Inf lasi
6

4

2

0

-2

-4

-6
90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

00

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

13

Sumber: CEIC

Pada tahun 2013 perekonomian AS terus menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada triwulan
ketiga 2013 PDB AS tumbuh 2,8 persen (annualized rate), lebih tinggi dari 2,5 persen pada
triwulan kedua 2013. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga didukung oleh
pertumbuhan persediaan bisnis AS sebesar 0,8 persen, ekspor 0,3 persen dan belanja domestik sebesar 1,7 persen.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS, the Fed telah menambah likuiditas di pasar
melalui kebijakan Quantitative Easing III (QE3). Hal ini dilakukan sejak September 2012 dengan membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder sebesar US$ 40 milyar per bulan, yang
kemudian naik menjadi US$ 85 milyar per bulan di bulan Desember 2012. Ketika ada indikasi
ekonomi AS sudah mulai membaik, timbul spekulasi bahwa the Fed akan segera mengurangi
jumlah uang yang diinjeksikannya ke dalam sistem perekonomian, dengan cara mengurangi
belanja obligasi pemerintah yang mereka lakukan selama ini. Langkah ini dikenal dengan
istilah tapering. Isu tersebut sempat mengguncang pasar finansial dunia. Bursa saham global
terkoreksi tajam, dan hampir seluruh mata uang dunia melemah tehadap dolar AS.

komite ekonomi nasional

3
Namun, pada akhirnya the Fed menunda kebijakan tapering tersebut karena pertumbuhan
ekonomi AS dianggap belum cukup kuat. Kebijakan tapering tampaknya baru akan mulai
dilakukan setelah tingkat pengangguran AS turun ke 7 persen dan pertumbuhan ekonomi
sudah lebih berkesinambungan (di kisaran 3 persen selama beberapa triwulan). Memang,
perekonomian AS memiliki kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan negara maju
lainnya. Akan tetapi, melemahnya kegiatan industri dan dampak dari government shutdown
diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan keempat
2013. Artinya, ekonomi AS masih membutuhkan bantuan stimulus dari sisi moneter, dan
injeksi uang yang masif ke perekonomian AS masih akan berlangsung, paling tidak hingga
triwulan pertama 2014.

Dengan keadaan seperti di atas, kebijakan suku bunga stabil dan rendah (bunga acuan 0 –
25 bps), terkendalinya inflasi (dibawah 2 persen), serta menurunnya tingkat pengangguran
(turun dari 8,1 persen pada Agustus 2012, menjadi 7,3 persen di Agustus 2013) saja belum
cukup untuk mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Apalagi
saat ini masih ada indikasi bahwa pendapatan rumah tangga masih belum meningkat secara
signifikan, dan kepercayaan konsumen masih relatif lemah. Keadaan ini membuat belanja
rumah tangga di sana tidak dapat naik telalu kencang. Pertumbuhan penjualan retail, misalnya bahkan mulai mengalami penurunan. Pendeknya, bantuan stimulus dari sisi moneter
masih diperlukan, paling tidak dalam jangka pendek.
Gambar 3. Penjualan Retail AS Mulai Turun.

Ke depan, implementasi kebijakan tapering akan benar-benar ditentukan oleh pergerakan
ekonomi di sana. The Fed diperkirakan akan terus mencermati dampak dari beberapa isu
yang dapat memberikan dampak negatif terhadap perekomian AS. Pertumbuhan ekonomi
AS, misalnya, akan dipengaruhi oleh pemotongan anggaran pemerintah. Seperti kita ketahui, pemerintah AS telah menerapkan pengetatan kebijakan fiskalnya untuk mengatasi
masalah utang mereka.
Hal lain yang akan dimonitor dengan cermat oleh the Fed adalah masalah batas utang pemerintah AS. Batas utang (debt ceiling) sudah disetujui untuk dinaikkan hingga menjadi US$
16,699 triliun pada Oktober 2013. Namun, persetujuan kenaikan batas utang tersebut hanya
dapat membiayai belanja pemerintah hingga pertengahan Januari 2014. Akibatnya, masalah
batas utang ini akan mengemuka kembali menjelang pertengahan Januari 2014, yang dapat
memberikan sentimen negatif terhadap perekonomian AS dan dunia. Perlu dikemukakan juga
di sini bahwa rasio utang terhdap PDB pemerintah AS saat ini sudah di atas 100 persen, yang
membuat kondisi fiskal AS tidaklah terlalu baik.

3

10

2
5

1
0

0

-1
-5

-2
-3
MOM (kiri)

-4

-10

YOY (kanan)

-5

-15
J 2008A

J

OJ 2009A

J

OJ 2010A

J

OJ 2011A

J

OJ 2013A

J

OJ 2013A

J

O

Gambar 2. Batas Utang AS dan Kondisi Rasio Utang Terhadap PDB Beberapa Negara.
Sumber: CEIC
Rasio Utang Terhadap PDB (%)

US$ Triiun
18.0

Australia

16.5

Brazil

15.0

2018

Canada

13.5

US Debt

12.0

Debt Ceiling

China
India

10.5

Italy

9.0

France

7.5

Germany

6.0

Japan

4.5

Russia

3.0

United
Kingdom

1.5
2…

2…

2…

2…

2…

1…

1…

1…

1…

1…

1…

United States
1…

0.0

2012

0

50

100

150

200

250

Sumber: Whitehouse.gov & IMF

4

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

5
Perekonomian Jepang: Didorong Abenomics

Gambar 4. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Tingkat Pengangguran AS.

160

12
Indeks Kepercayaan Konsumen (sumbu kiri)

140

Tingkat Pengangguran (sumbu kanani)

10

120
8

100
80

6

60

Perekonomian Jepang menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada semester pertama 2013
(4,0 persen annualized rate di triwulan pertama dan 3,7 persen di triwulan kedua), setelah
tumbuh dengan laju sebesar 2 persen pada tahun 2012. Penguatan yang terjadi pada perekonomian Jepang adalah dampak dari Abenomics yang diluncurkan oleh pemerintah Jepang.
Seperti kita ketahui, Abenomics terdiri dari tiga matra kebijakan yang diharapkan dapat
menggairahkan kembali perekonomian Jepang, yaitu fiskal stimulus yang masif; kebijakan
moneter yang longgar dari bank sentral Jepang; dan strategi pertumbuhan ekonomi untuk
mendorong investasi swasta. Target-target spesifik, antara lain, mencakup menaikkan target
inflasi hingga 2 persen, dan menaikkan defisit anggaran 2013 menjadi 11,5 persen dari PDB.

4

40
2

20

0

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber: CEIC

Pergantian Gubernur bank sentral di AS sempat menimbulkan pertanyaan akan kesinambungan kebijakan QE yang saat ini dilakukan. Kita sudah mengetahui bahwa pada 31 Januari 2014 Janet Yellen akan menggantikan Ben Bernanke sebagi Gubernur the Fed. Selama
menjabat sebagai wakil gubernur the Fed, Janet Yellen merupakan salah satu pendukung
komitmen the Fed untuk menjaga kebijakan QE yang saat ini dilakukan.Yellen juga dikenal
amat pro job (penurunan pengangguran). Dengan latar belakang yang demikian, Janet Yellen
diperkirakan akan meneruskan kebijakan QE yang telah dilakukan oleh Ben Bernanke, sampai
pertumbuhan ekonomi di AS benar-benar berkesinambungan.

Abenomics berdampak pada pelemahan Yen yang amat signifikan. Sejak Abenomics diluncurkan, Yen sudah mengalami pelemahan dari kisaran 75 – 80 Yen/USD ke kisaran 95-100
Yen/USD (melemah sekitar 20 persen). Pelemahan Yen yang signifikan ini membuat produk
Jepang mengalami peningkatan daya saing di pasar internasional, maupun di pasar Jepang
sendiri. Akibatnya, timbul ekspektasi yang kuat bahwa ekonomi Jepang akan dapat keluar
dari kelesuan yang sudah terjadi puluhan tahun. Indeks harga saham gabungan di Tokyo pun
mengalami kenaikan yang amat signifikan.
Angka PDB Jepang di tahun 2013 memang menunjukkan bahwa Abenomics telah memberi
dampak positif terhadap perekonomian Jepang. Akibatnya, angka pengangguran di sana sudah turun dari 4.0 persen di 2012 menjadi 3,7 persen pada triwulan pertama 2013.
Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Jepang.
Pertumbuhan Ekonomi

Suku Bunga/Inflasi
3

10

2

5

1

0

0

-5

-1

-10

-2

-15

Stimulus moneter yang diberikan oleh the Fed diperkirakan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi AS ke tingkat yang lebih tinggi. Perekonomian AS diperkirakan akan tumbuh
dengan laju sebesar 2,6 persen di tahun 2014, lebih cepat dari 1,6 persen di tahun 2013.

15

-3

-20

1234123412341234123412341234123412341234123412341234
2001

2002

2003

2004

2005

Pertumbuhan Ekonomi (AR)

2006

2007

2008

2009

Inflation Rate

2010

2011

2012

-4

2013

Reference Rate

Sumber: CEIC

6

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

7
Pada tahun 2014 Jepang diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan agresifnya
untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi
Jepang pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh dengan laju 1,6 persen.
Gambar 6. Purchasing Manager Index Jepang Berada di Atas 50.

Langkah-langkah tersebut dipandang amat positif oleh pasar, sehingga kepercayaan terhadap
surat utang negara-negara Eropa pulih secara berangsung-angsur. Akibatnya, kekhawatiran
terhadap ancaman hilangnya mata uang tunggal Euro, dan terhadap bubarnya Uni Eropa
turun secara drastis. Hal ini telah menciptakan stabilitas terhadap pasar finansial di Eropa,
sehingga sepanjang tahun 2013 kekhawatiran terhadap merebaknya krisis utang di Eropa
boleh dikatakan sudah hilang.
Gambar 7. Perekenomian Eropa Masih Mengalami Kontraksi.

65.0

55.0

Pertumbuhan Ekonomi (%)
6

45.0

4
2

35.0

Jan-07
Apr-07
Jul-07
Oct-07
Jan-08
Apr-08
Jul-08
Oct-08
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Oct-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
Oct-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Oct-11
Jan-12
Apr-12
Jul-12
Oct-12
Jan-13
Apr-13
Jul-13
Oct-13

Inflasi

Sumber: Bloomberg

Perekonomian Eropa: Sudah Melewati Titik Terendah
Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada 0,7 persen tahun 2012, perekonomian Eropa
kembali mengalami kontraksi pada tahun 2013. Pada triwulan petama 2013 ekonomi Eropa
tumbuh –1,07 persen YoY. Sepanjang tahun 2013 ekonomi Eropa diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen.
Eropa sudah mengeluarkan berbagai upaya untuk mengeluarkan kawasan tersebut dari krisis. Pada pertengahan tahun 2012 Gubernur ECB, Mario Draghi, mengeluarkan pernyataan
bahwa ECB akan mempertahankan eksistensi mata uang tunggal Euro, termasuk dengan cara
membeli surat utang negara Eropa. ECB juga lebih agresif dari sebelumnya dalam upayanya
mengembalikan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa. Hal ini terlihat dari kebijakannya
menurunkan suku bunga acuan di sana, hingga menjadi 0,25 persen pada bulan Nopember
2013, yang merupakan level terendah sepanjang sejarah.

8

Pertumbuhan PDB

-2

25.0

-0.14
-0.51
-0.67
-0.93
-1.07

0

komite ekonomi nasional

-4
-6

Policy Rate
12341234123412341234123412341234123412341234123412
2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012 2013

Sumber: CEIC

Relatif lebih stabilnya sistem finansial di Eropa memberikan ruang terhadap ekonomi kawasan tersebut untuk membaik. Walaupun secara keseluruhan negara di kawasan Uni Eropa
masih mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, sudah ada tanda-tanda ekonomi Eropa mulai membaik. Pada triwulan kedua 2013 ekonomi Jerman tumbuh 0,9 persen. Sementara itu,
Spanyol mengalami kontraksi sebesar 1,2 persen pada triwulan ketiga 2013, lebih baik dari
kontraksi sebesar 1,6 persen pada triwulan sebelumnya. Italia mengalami kontraksi ekonomi
sebesar 2,0 persen pada triwulan ketiga 2013, lebih baik dari kontraksi sebesar 2,3 persen
pada triwulan kedua. Walaupun masih negatif, terlihat tren yang kuat bahwa pertumbuhan
negatifnya semakin kecil.

komite ekonomi nasional

9
Selain itu, ada beberapa indikasi lain yang memperkuat dugaan bahwa Eropa mungkin sudah
melewati titik terburuknya. Hal ini, antara lain, diperlihatkan oleh indikator ekonomi dini
Eropa yang terus meningkat akhir-akhir ini. Selain itu, Indeks Kepercayaan Konsumen di sana
juga terus mengalami peningkatan secara konsisten. Purchasing Manager Index (PMI) Eropa
juga sudah mengalami peningkatan, dan sempat naik ke atas 50 (PMI di atas 50 menunjukkan
adanya ekspansi ekonomi). Akan tetapi PMI cenderung jatuh ke bawah 50 dalam beberapa
bulan terakhir. Hal ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi di Eropa masih belum cukup
kuat, sehingga kawasan tersebut masih memerlukan dukungan dari kebijakan moneternya.
Wajar saja bila ECB menurunkan bungan acuannya ke 0,25 persen, yang merupakan level
terendah sepanjang sejarah.
Gambar 8. PMI Eropa Sempat Naik ke Atas 50.

Perekonomian China: Mulai Stabil
Gambar 9. Perkembangan Perekonomian China.

Pertumbuhan PDB (%)

Suku Bunga/Inflasi ( %)

16

9

14
12

6

10
8

3

6
4

0

2

60.0

0

55.0

1234123412341234123412341234123412341234123412341234
2001

50.0

2002

2003

2004

Pertumbuhan PDB

45.0

2005

2006

2007

2008

2009

Suku Bunga Pinjaman

2010

2011

2012

-3

2013

Inflasi

Sumber: CEIC

40.0

Jan-07
Apr-07
Jul-07
Oct-07
Jan-08
Apr-08
Jul-08
Oct-08
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Oct-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
Oct-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Oct-11
Jan-12
Apr-12
Jul-12
Oct-12
Jan-13
Apr-13
Jul-13
Oct-13

35.0

Sumber: Bloomberg

	
Dengan latar belakang yang demikian, perekonomian Eropa diperkirakan masih akan terus
membaik dan bahkan dapat mencetak pertumbuhan positif di tahun 2014. Para ekonom
memperkirakan ekonomi Eropa akan tumbuh dengan laju 1,0 persen di tahun 2014.

Sejak tahun 2012 pertumbuhan ekonomi China terus melambat. Pada tahun 2012 perekonomian China tumbuh dengan laju 7,7 persen, terburuk dalam 23 tahun terakhir. Perlambatan
tersebut disebabkan oleh melemahnya permintaan global maupun domestik.
Perlambatan ekonomi China terus berlanjut di tahun 2013. Mata uang Yuan yang mencapai
rekor tertinggi pada Oktober 2013 menimbulkan kekhawatiran pelemahan daya saing ekspor
China, yang dikhawatirkan akan turut menekan pertumbuhan ekonomi China. Selain itu,
tekanan inflasi yang meningkat dikhawatirkan akan memicu kenaikan suku bunga acuan di
sana, sehingga pertumbuhan kredit akan melambat. Walaupun tampaknya suku bunga acuan
belum akan diubah hingga tahun depan, isu perlambatan ekspansi kredit sempat menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan China.
Untungnya, pada triwulan ketiga 2013 ekonomi China mulai menunjukkan perbaikan. Ekonomi China tumbuh dengan laju 7,8 persen pada triwulan tersebut, lebih tinggi dari dua triwulan sebelumnya. Artinya, ekonomi China sudah mulai stabil, dan peluang China mengalami
hard landing semakin kecil. Karena itu, target pertumbuhan ekonomi China di tahun 2013
sebesar 7,5 persen diperkirakan akan tercapai.

10

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

11
Tercapainya target pertumbuhan tersebut tidak lepas dari kebijakan bank sentral China yang
telah membiarkan kredit perbankan China untuk tumbuh moderat, seperti yang terlihat dari
suplai uang (M2) yang tersedia melebihi 100 triliun Yuan (US$ 16,4 triliun), lebih tinggi dari
PDB nominal China. Namun, dengan perkiraan akan tercapainya target pertumbuhan ekonomi 2013, pada triwulan keempat 2013 bank sentral China diperkirakan akan menurunkan
ekpansi kredit dari moderat menjadi lebih netral. Selain itu, faktor lain yang mendorong
bank sentral China memperlambat ekspansi kredit adalah tingkat inflasi yang telah mencapai 3,1 persen di bulan September, dan kondisi cuaca musim dingin yang berpotensi memicu
kenaikan harga bahan bakar dan makanan.
Perlu dikemukakan di sini bahwa pertumbuhan PDB China utamanya didukung oleh investasi,
yang mencapai lebih dari setengah tingkat pertumbuhan PDB, disusul oleh konsumsi dan
ekspor, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 3,4 persen (YoY) dan 0,1 persen (YoY).
Telalu dominannya kontribusi investasi dalam pertumbuhan PDB telah memicu China untuk
merubah struktur ekonominya. Mereka berencana meningkatkan kontribusi konsumsi dalam
negeri terhadap perekonomian, yang saat ini berada di sekitar 46 persen dari PDB. Hal ini
dilakukan agar mesin pertumbuhan ekonominya lebih berimbang, sehingga ekspansi ekonomi
yang terjadi menjadi lebih berkesinambungan.

Perekonomian India terus mengalami perlambatan sejak triwulan kedua 2010. PDB India
pada triwulan kedua tahun 2013 tumbuh sebesar 2,4 persen YoY (4,4 persen annualized
rate). Dengan pertumbuhan yang terjadi, tampaknya sulit bagi India untuk mencapai target
pertumbuhan sebesar 5,6 persen di tahun 2013. Tampaknya India masih belum menemukan
cara yang jitu untuk mengatasi masalah yang dihadapi perekonomian mereka. Pertumbuhan
ekonomi terus menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 2010 ekonomi India
tumbuh dengan laju 10,1 persen, turun menjadi 6,8 persen di 2011, dan menjadi 5,1 persen
di 2012.
Di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini, perekonomian India juga mengalami
tekanan sentimen negatif yang disebabkan oleh defisit transaksi berjalan. Impor yang jauh
lebih besar dari ekspor membuat neraca perdagangan India mengalami defisit. Besarnya
defisit cenderung membesar di tahun 2013 ini, antara lain disebabkan juga oleh pembelian
emas dari luar negeri untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Pada triwulan kedua
2013 defisit perdagangan India mencapai US$ 21,8 milar, naik dari defisit sebesar US$ 18,2
milyar pada triwulan sebelumnya. Keadaan belum tampak akan membaik pada semester
kedua 2013, seperti yang diisyaratkan oleh defisit pada bulan Oktober 2013 yang mencapai
US$ 10,56 milyar, jauh lebih tinggi dari US$ 6,7 milyar pada bulan September 2013.

Dengan keadaan seperti di atas, ekonomi China diperkirakan akan tumbuh dengan laju 7,4
persen di tahun 2014, sedikit lebih lambat dari perkiraan sebesar 7,6 persen di tahun 2013.

Perekonomian India: Melambat Tajam

Gambar 11. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan (Current Account)
dan Transaksi Modal (Capital Account) India.

US$ Bllion
40.0

Gambar 10. Perkembangan Perekonomian India.

30.0

Pertumbuhan PDB (%)

Suku Bunga/Inflasi (%)

14

18

12

15

10

12

8

9

6

6

4
2

3

0

0

1234123412341234123412341234123412341234123412341234
2001

2002

2003

2004

2005

Pertumbuhan Ekonomi

2006

2007

2008
Policy Rate

2009

2010

2011

2012

Inflation Rate

20.0
10.0
0.0
-10.0
Capital Account

-20.0

Current Account
-30.0
-40.0
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2013

Sumber: CEIC

Sumber: CEIC

12

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

13
Sementara itu, pelemahan mata uang Rupee yang dianggap terlalu tajam telah memicu bank
sentral India menaikan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen. Kebijakan tersebut dibarengi
dengan langkah-langkah untuk menekan tingkat inflasi. Selain itu, bank sentral juga mengetatkan likuiditas di sistem finansial mereka, dan membatasi besarnya investasi yang boleh
dilakukan di luar negeri.
Namun, upaya India untuk menekan angka inflasi tampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Tekanan inflasi cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari angka inflasi yang naik menjadi 9,84 persen di bulan September 2013, naik secara signfikan dari 9,52
persen yang terjadi pada bulan sebelumnya. Kenaikan harga bahan bakar di pasar global
merupakan salah satu penyebab kenaikan harga bahan bakar dalam negeri India, yang pada
gilirannya telah memicu kenaikan tingkat inflasi di sana.
Tampaknya India harus berbuat lebih banyak lagi untuk mengeluarkan perekonomiannya dari
tren perlambatan yang terjadi. India, antara lain, perlu menarik invetasi asing. Untuk mendukung hal tersebut tentunya India harus menyediakan infrastruktur yang mencukupi. Selain
itu, India juga harus melakukan transformasi ekonomi agar mesin pertumbuhan ekonomi
tidak terlalu didominasi oleh belanja rumah tangga semata. India harus meningkatkan peran
investasi yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi mereka. Pada dasarnya
mesin pertumbuhan ekonomi harus dibuat lebih berimbang.
Walaupun demikian, ekonomi India akan sedikit diuntungkan oleh kondisi global yang sedikit
lebih baik (utamanya AS dan Eropa). Di tahun 2014 perekonomian India diperkirakan akan
tumbuh 4,7 persen di 2014, sedikit lebih baik dari 4,4 persen di 2013.

Negara Berkembang, Negara BRICS Lainnya
Sama halnya dengan China dan India, pertumbuhan ekonomi di negara-negara anggota BRICS
lainnya juga cenderung menurun. Jika pada tahun 2010 Brazil masih bertumbuh 7,5 persen,
maka pada tahun 2011 pertumbuhannya melambat menjadi 2,7 persen, dan terus melambat
menjadi 0,9 persen pada tahun 2012, namun diprediksikan sedikit meningkat menjadi 2,5
persen untuk tahun 2013 ini. Kondisi yang sama terlihat di Rusia, dimana pada tahun 2010
yang lalu negara ini bertumbuh 4,5 persen, dan kemudian menurun masing-masing menjadi
4,3 persen dan 3,4 persen pada tahun 2011 dan 2012. Dan untuk tahun 2013 ini, perekonomian Rusia diprediksikan akan tumbuh semakin lambat menjadi 1,5 persen. Selanjutnya Afrika Selatan yang bertumbuh 3,1 persen pada tahun 2010, pada tahun 2011 pertumbuhannya
sedikit membaik menjadi 3,5 persen. Namun pada tahun 2012 pertumbuhannya kembali
melambat menjadi 2,5 persen dan diprediksikan melambat lagi menjadi 2,0 persen pada
tahun 2013.

14

komite ekonomi nasional

Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Brazil, Rusia dan Afrika Selatan disebabkan oleh beberapa faktor baik eksternal maupun internal. Adapun faktor eksternal yang
secara umum memperlambat pertumbuhan ekonomi ketiga negara di atas antara lain adalah
perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa, Amerika Serikat maupun negara negara konsumen utama komoditas seperti China, Jepang dan India. Kondisi ini menyebabkan permintaan dan harga komoditas menurun, sehingga kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi ketiga negara tersebut juga menurun. Penurunan ekspor ini tidak hanya
menurunkan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi, namun juga menyebabkan
menurunnya kinerja neraca berjalan (current account balance) di ketiga negara tersebut. Di
Brazil defisit neraca berjalan (persen terhadap PDB) meningkat dari -2,1 persen tahun 2011
menjadi -2,4 persen pada tahun 2012 dan diproyeksikan menjadi -3,4 persen tahun 2013.
Kondisi yang sama terjadi di Afrika Selatan, dimana defisit neraca berjalannya memburuk
dari -3,4 persen pada tahun 2011 menjadi -6,3 persen pada tahun 2012 dan diprediksikan
masih tetap tinggi tahun 2013 ini (-6,1 persen). Sementara itu Rusia masih mencatat neraca
berjalan yang surplus, namun surplusnya semakin menurun dari 5,1 persen tahun 2011 menjadi 3,7 persen tahun 2012 dan diproyeksikan menurun lagi menjadi 2,9 persen pada tahun
2013 ini.
Penurunan kinerja neraca berjalan di ketiga negara BRICS tersebut memicu sentimen negatif
terhadap nilai tukar mata uangnya, sehingga mengalami depresiasi yang signifikan. Disamping itu rencana the Fed yang akan mengurangi stimulus moneternya (tapering QE3) menyebabkan mata uang dolar Amerika menguat terhadap hampir semua mata uang lainnya di dunia. Mata uang Brazil (Real) melemah dari 1,86 Real per US$ pada akhir tahun 2011 menjadi
2,06 Real pada akhir tahun 2012 dan 2,26 Real pada akhir September 2013 atau terdepresiasi
masing-masing 9,3 persen dan 10,0 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Mata
uang Afrika Selatan (Rand) juga melemah dari 8,19 rand per US$ pada akhir tahun 2011
menjadi 8,61 Rand per US$ pada akhir tahun 2012 (terdepresiasi 4,9 persen), dan pada akhir
September 2013 melemah menjadi 9,96 Rand per US$ atau terdepresiasi 17,1 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu nilai tukar mata uang Rusia (Rubel) hanya sedikit mengalami
pelemahan dari 31,52 Rubel per US$ pada bulan September 2012 menjadi 32,63 Rubel per
US$ pada bulan September 2013 atau terdepresiasi 3,4 persen.
Selain mengalami penurunan kinerja ekspor dan neraca berjalan, Brazil dan Rusia juga
menghadapi peningkatan tekanan inflasi, sedangkan tekanan inflasi di Afrika Selatan relatif
terjaga. Kenaikan tekanan inflasi di Brazil terutama disebabkan oleh jaringan infrastruktur
yang kurang memadai sehingga biaya transportasi dan distribusi menjadi mahal. Sedangkan
kenaikan tekanan inflasi di Rusia terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan
akibat gagal panen beberapa komoditas tanaman bahan makanan.
Untuk meredam pelemahan kurs dan sekaligus untuk mengendalikan laju inflasi yang mulai
meningkat, otoritas moneter di ketiga negara tersebut menjalankan kebijakan moneter yang
relatif ketat melalui kenaikan suku bunga acuan, yang diikuti oleh kenaikan suku bunga

komite ekonomi nasional

15
simpanan dan pinjaman. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan konsumsi dan investasi
melambat, sehingga kontribusi konsumsi dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan juga semakin menurun. Jadi penurunan kinerja pertumbuhan ekonomi di
ketiga negara BRICS tersebut disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor, konsumsi dan juga
investasi.
Tabel 1. Basic Economic Indicators Brazil, Rusia dan Afrika Selatan.

Indikator

Negara

2010

2011

2012

2013F

2014F
2.45

Brazil

7.53

2.73

0.87

2.54

Rusia

4.50

4.30

3.40

1.48

2.80

Afrika Selatan

1. Pertumbuhan PDP, % YoY

3.09

3.46

2.55

2.00

2.90
-3.20

Brazil

-2.21

-2.12

-2.41

-3.38

Rusia

4.42

5.12

3.69

2.89

1.40

Afrika Selatan

2. Neraca Berjalan, % PDB

-2.82

-3.39

-6.26

-6.07

-5.80

Brazil

1.87

2.05

2.25

32.14

30.53

32.60

32.81

6.63

8.09

8.47

10.10

10.00

5.04

6.63

5.41

6.10

5.90

Rusia

6.88

8.48

5.07

6.60

5.30

Afrika Selatan

4.27

4.99

5.65

5.90

5.60

10.75

11.00

7.25

9.88

10.13

Rusia

7.75

8.00

8.25

7.88

7.25

Afrika Selatan

5.50

5.50

5.00

5.00

5.25

Brazil
5. Suku Bunga Acuan, % pa

Sumber: Diolah dari Data CEIC dan Bloomberg

Untuk tahun 2014 pertumbuhan ekonomi negara-negara BRICS secara umum diperkirakan
akan membaik dibandingkan dengan tahun 2013. Perbaikan kinerja ekonomi negara-negara
maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa diperkirakan akan mendorong perbaikan
kinerja ekspornya. Disamping itu pertumbuhan konsumsi yang masih kuat diperkirakan juga
menjadi motor pertumbuhan ekonomi, khususnya di Rusia dan Afrika Selatan. Namun masih
tingginya tekanan inflasi di beberapa negara seperti Brazil menyebabkan ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter menjadi terbatas. Untuk tahun 2014 pertumbuhan ekonomi
Brazil diperkirakan 2,45 persen, melambat sedikit dari prediksi tahun 2013. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Rusia dan Afrika Selatan untuk tahun 2014 masing-masing diprediksikan
2,80 persen dan 2,90 persen, lebih baik dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan yang
dicapai tahun 2013 ini.

16

komite ekonomi nasional

Perekonomian negara-negara ASEAN (dalam hal ini ASEAN-5) di tahun 2013 mengalami perlambatan yang signifikan. Pada bulan Oktober 2013 IMF dalam publikasinya World Economic
Outlook (WEO) memperkirakan pertumbuhan ekonomi ASEAN tahun 2013 hanya akan mencapai 5,0 persen. Prediksi pertumbuhan tersebut jauh dibawah pertumbuhan tahun 2012 yang
mencapai 6,2 persen.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN ini terutama disebabkan oleh
menurunnya kinerja perekonomian global, khususnya China, India dan Eropa yang merupakan pasar utama ekspor negara-negara anggota ASEAN. Selain itu, untuk meredam gejolak
yang berasal dari perekonomian global, negara-negara ASEAN cenderung menerapkan kebijakan moneter ketat. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi dan investasi negara-negara ASEAN
juga melambat di tahun 2013.

2.34

30.54

Brazil
4. Laju Inflasi, % YoY

1.66

Rusia
Afrika Selatan

3. Nilai Tukar Terhadap, US$

Perkembangan dan Prospek Ekonomi ASEAN

Untuk tahun 2014, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN diproyeksikan akan
meningkat menjadi 5,4 persen. Adapun komponen yang diperkirakan akan mengalami
peningkatan pertumbuhan yang siginfikan pada tahun 2014 mendatang adalah ekspor seiring
dengan perbaikan kondisi perekonomian global, khususnya Jepang, Amerika Serikat, Eropa
dan China. Untuk tahun 2014 ekspor negara-negara ASEAN diperkirakan akan tumbuh 6,5
persen, meningkat dibandingkan dengan prediksi pertumbuhan ekspor tahun ini yang hanya
mencapai 4,4 persen.
Sementara itu meskipun laju inflasi ASEAN diprediksikan tetap terjaga di sekitar 5 persen,
namun isu tapering yang diprediksikan akan dilakukan the Fed pada triwulan pertama tahun
2014, akan meningkatkan tekanan kepada bank sentral di ASEAN untuk mengetatkan kebijakan moneternya untuk mencegah kemungkinan terjadinya pelarian modal keluar negeri.
Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan konsumsi dan investasi (khususnya investasi dalam
negeri) tampaknya tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2014.

komite ekonomi nasional

17
Gambar 12. Laju Pertumbuhan Negara ASEAN-5.

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi %

Petumbuhan Ekonomi ASEAN-5, %YoY

7.5

Negara

7.0

2010

2011

2012

2013F

2014F

2013F

Bloomberg's Polling

6.2

6.2
6.0

Tabel 2. Perkiraan Petumbuhan Beberapa Negara di Dunia.

2014F

IMF

0.0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013F

2014F

Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2013.

Pada tahun 2015 negara-negara kawasan ASEAN akan mengimplementasikan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA). Implementasi Komunitas Ekonomi ASEAN ini di satu sisi memberikan peluang bagi perdagangan dan investasi yang besar, karena berkurangnya hambatan-hambatan
tarif dan non tarif akan memberikan ruang bagi pertumbuhan perdagangan antar negara
anggota ASEAN. Namun di sisi lain, pembentukan komunitas ini dapat menimbulkan ancaman
tersendiri. Utamanya, kompetisi antar negara ASEAN dalam perdagangan maupun investasi
akan semakin ketat. Dunia usaha Indonesia harus benar-benar mempersiapkan diri untuk
menghadapi KEA ini. Bila tidak, kita hanya akan menjadi penonton di era perekonomian dunia yang semakin terintegrasi ini.

18

komite ekonomi nasional

2.6

4.4

-0.7

2.0

1.9

1.6

2.0

1.2

2.0

1.5

-0.7

-0.3

1.0

-0.4

1.0

10.4

9.3

7.7

7.6

7.4

7.6

7.3

10.1

6.8

5.1

4.4

4.7

3.8

5.1

14.8

4.9

1.3

2.7

3.7

3.5

3.4

7.2

5.1

5.6

4.5

5.0

4.7

4.9

7.8

0.1

6.5

4.0

4.5

3.1

5.2

Philippine

7.6

3.7

6.8

7.0

6.0

6.8

6.0

South Korea

1.5

1.6

Thailand

1.8

2.6

Malaysia

3.0

1.6

Singapura

4.5

2.8

India

4.7
4.5

1.7

Jepang

5.4
5.0

3.0

China

5.5

Amerika Serikat

Eropa

5.4

6.3

3.6

2.0

2.7

3.5

2.8

3.7

INDONESIA

6.2

6.5

6.2

5.7

5.7

5.3

5.5

Sumber: WEO, Oktober 2013, World Bank, IMF.

komite ekonomi nasional

19
2

Sementara itu, transaksi modal dan finansial pada tahun 2013 jauh lebih kecil dari defisit
transaksi berjalan. Pada tiga triwulan pertama 2013 transaksi modal dan finansial hanya
mencapai US$ 13,06 milyar. Jumlah ini tidak cukup untuk menutup defisit transaksi berjalan.
Dengan keadaan yang seperti ini, tidaklah terlalu mengherankan bila rupiah kita tertekan
dan cadangan devisa kita tergerus hingga tinggal US$ 95, 68 milyar pada akhir triwulan ketiga
2013 (tertinggi mencapai US$ 119,66 milyar pada triwulan kedua 2011).

Review Keadaan
Ekonomi Tahun 2013

Penurunan transaksi modal dan kapital di 2013 bukan disebabkan oleh turunnya investasi
langsung ke Indonesia, tetapi disebabkan oleh melambatnya arus portofolio masuk ke Indonesia. Investasi langsung pada tiga triwulan pertama 2013 mencapai US$ 12,79 milyar,
tumbuh hampir 30 persen dari US$ 9,84 milyar di periode yang sama tahun 2012. Sedangkan
investasi portofolio pada periode yang sama mencapai US$ 8,03 milyar, turun sekitar 11
persen dari US$ 9,02 milyar di periode yang sama tahun 2012.Tampaknya prospek perlambatan ekonomi telah membuat investor portofolio lebih enggan menanamkan modalnya di
Indonesia. Seperti kita ketahui, BI telah berupaya menekan defisit transaksi berjalan, antara
lain dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi kita.

Perkembangan Beberapa Variabel Makro Ekonomi
Neraca Pembayaran
Tabel 3. Neraca Pembayaran Indonesia.

(US$ Milyar)
URAIAN

I. Transaksi Berjalan
A. Barang 1)
- Ekspor
- Impor
B. Jasa - jasa
C. Pendapatan
D. Transfer berjalan
II. Transaksi Modal & Finansial
A. Transaksi modal
B. Transaksi finansial 2)
- Aset
- Kewajiban
1. Investasi langsung
2. Investasi portofolio
3. Investasi lainnya
III. Total ( I + II )
IV. Selisih Perhitungan Bersih
V. Neraca Keseluruhan (III+IV)

2008

0.13
22.92
139.61
-116.69
-13.00
-15.16
5.36
-1.83
0.29
-2.13
-17.95
15.82
3.42
1.76
-7.31
-1.71
-0.24
-1.95

2009

10.6
30.9
119.6
-88.7
-9.7
-15.1
4.6
4.9
0.1
4.8
-14.4
19.2
2.6
10.3
-8.2
15.5
-3.0
12.5

2010

5.14
30.63
158.07
-127.45
-9.32
-20.79
4.63
26.62
0.05
26.57
-6.90
33.47
11.11
13.20
2.26
31.77
-1.48
30.29

2011

1.69
34.78
200.79
-166.01
-10.63
-26.68
4.21
13.57
0.03
13.53
-15.66
29.19
11.53
3.81
-1.80
15.25
-3.40
11.86

2012

-24.42
8.62
188.50
-179.88
-10.33
-26.80
4.09
25.16
0.05
25.11
-16.24
41.35
13.98
9.21
1.92
0.74
-0.53
0.21

2013
Q1

-5.87
1.63
45.23
-43.60
-2.48
-6.13
1.10
-0.30
0.01
-0.31
-7.93
7.62
3.88
2.76
-6.95
-6.17
-0.44
-6.62

Q2

-9.95
-0.71
45.55
-46.26
-3.13
-7.13
1.01
8.43
0.06
8.36
2.64
5.72
3.77
3.39
1.20
-1.53
-0.95
-2.48

Q3

-8.45
-0.01
44.15
-44.15
-2.62
-6.71
0.88
4.93
0.04
4.89
-3.01
7.91
5.14
1.88
-2.13
-3.52
0.87
-2.65

Ke depan, defisit transaksi berjalan akan terus menimbulkan sentimen negatif terhadap nilai
tukar rupiah dan perekonomian kita. Selain itu, kebijakan BI pun akan terfokus pada cara
mengurangi defisit transaksi berjalan ini. Bila tidak merubah pendekatan yang dilakukan
saat ini, upaya BI mengendalikan defisit transaksi berjalan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan.

Inflasi
Memasuki awal tahun 2013, inflasi memiliki kecenderungan yang meningkat. Tren kenaikan
ini dipengaruhi oleh ketatnya pasokan bahan kebutuhan pokok di pasar domestik serta pembatasan sementara impor sejumlah produk pertanian yang berdampak pada naiknya harga
bahan makanan dan makanan jadi. Di bulan April dan Mei 2013, tekanan inflasi relatif terkendali, dimana inflasi pada bulan Mei sempat menurun ke 5,5 persen.

Sumber: Bank Indonesia

Kuatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri membuat impor kita naik dengan signifikan.
Sementara itu, perekonomian global yang lemah membuat pertumbuhan ekspor kita sulit
tumbuh. Harga komoditas (pertambangan dan perkebunan) yang rendah turut menekan kinerja ekspor kita. Akibatnya, kita mengalami defisit perdagangan, yang telah menekan neraca
transaksi berjalan kita. Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan sejak triwulan keempat 2011. Pada tahun 2012 defisit transaksi berjalan kita mencapai US$ 24,42 milyar. Transaksi
berjalan terus mengalami defisit pada tahun 2013, dengan kecenderungan yang meningkat.
Pada triwulan ketiga 2013, misalnya, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 8,45 milyar. Pada
tiga triwulan pertama 2013 defisit transaksi berjalan kita sudah mencapai US$ 24,28 milyar.

20

komite ekonomi nasional

Di bulan Juni 2013, inflasi tahunan menanjak menjadi 5,9 persen. Kenaikan terutama dipicu
oleh langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, antara lain harga premium dari
Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.500/liter, dan harga solar dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 5.500/
liter. Namun karena implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan pada minggu
ketiga Juni 2013, maka dampak signifikan kenaikan ini baru tergambar pada inflasi tahunan
di bulan Juli 2013. Kebijakan menaikkan harga BBM ini membuat inflasi tahun 2013 berada
di atas perkiraan semula KEN.
Pada bulan Juli 2013, inflasi bulanan mencapai 3,3 persen, yang membuat inflasi tahunan
naik menjadi 8,6 persen. Kenaikan harga BBM telah membuat harga bahan pangan dan biaya
transportasi naik drastis. Inflasi bulanan makanan melonjak menjadi 5,5 persen di bulan Juli

komite ekonomi nasional

21
dari 1,2 persen di bulan Juni. Pada periode yang sama, biaya transportasi juga naik menjadi
9,6 persen dari 3,8 persen. Di bulan Juli, tekanan inflasi tambahan juga datang dari faktor
musiman (bulan Ramadhan).

Secara berturut-turut BI rate naik sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen (Juli 2013), lalu naik
sebesar 50 bps menjadi 7 persen (Agustus 2013), dan tambahan kenaikan 25 bps menjadi
7,25 persen (September 2013).

Gambar 13. Pergerakan Inflasi Tahunan.

YoY%
18
UMUM
Makanan

15

defisit transaksi berjalan Indonesia yang menciptakan sentimen negatif terhadap nilai tukar
rupiah, mendorong BI secara agresif kembali menaikkan suku bunga.

Bukan Makanan

Selain kenaikan BI rate, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility dari level 4,25 persen
di bulan Juni 2013, menjadi 5,5 persen di bulan September 2013, serta suku bunga lending
facility dari level 6,75 persen menjadi 7,25 persen di periode yang sama.
	
Gambar 14. Prediksi Inflasi dan BI Rate tahun 2013.

12

9

9.2

1.6

6

Prediksi

1.3

3

BI Rate

YoY, %

MoM, %

8.4

1.0

7.8
6.8
0.7

4.4
0.1
3.6
-0.2

2.8

-0.5

Dec - 13

Oct - 13

Nov - 13

Sep - 13

Jul - 13

Aug - 13

Jun - 13

Apr - 13

May - 13

Mar - 13

Feb - 13

Jan - 13

Dec - 13

Nov - 12

2.0

Oct - 12

Di bulan Agustus 2013, laju inflasi tahunan masih bergerak naik, mencapai 8,8 persen.
Tingginya permintaan barang dan jasa jelang Idul Fitri serta dorongan faktor masa tahun
ajaran baru, membuat harga bahan pangan, sandang, biaya transportasi dan biaya pendidikan
kembali naik. Harga sejumlah barang mulai kembali normal di bulan September dan Oktober
2013. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM diperkirakan akan membuat inflasi tahunan mencapai 8,5 – 9 persen di akhir tahun 2013.

5.4

Sep - 12

sumber: BPS

0.4

Aug - 12

2013

Jul - 12

2012

Jun - 12

2011

May - 12

2010

Apr - 12

2009

Mar - 12

2008

Feb - 12

2007

6.6

Jan - 12

0

Sumber: BPS

Suku Bunga
Setelah bertahan cukup lama pada level terendah, suku bunga acuan BI rate akhirnya dinaikkan pada tahun 2013. BI rate sendiri telah bertahan di level yang rendah, yaitu 5,75 persen sejak Februari 2012. Namun, anggapan bahwa prospek dan ekspektasi inflasi akan naik
menjelang kenaikan harga BBM bersubsidi membuat BI menaikkan suku bunga acuan di bulan
Juni 2013 ke level 6 persen dari 5,75 persen di bulan Mei 2013.
Seperti diketahui, BI menerapkan kebijakan Inflation Targeting, dengan tujuan tunggal yaitu
menciptakan kestabilan harga. Walaupun demikian, BI juga menerapkan bauran kebijakan
dalam kebijakan moneternya. Laju inflasi yang melonjak pasca kenaikan BBM bersubsidi dan

22

komite ekonomi nasional

Disatu sisi langkah BI yang mengerek suku bunga hingga 1,5 persen ke level 7,25 persen
bertujuan untuk menekan impor, agar posisi neraca transaksi berjalan menjadi lebih baik.
Namun disisi lain, kebijakan moneter kontraktif ini berdampak negatif karena akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Seperti kita ketahui, perekonomian Indonesia cukup sensitif
terhadap pergerakan suku bunga. Ekonomi cenderung bergerak lebih lambat ketika suku
bunga berada pada level yang lebih tinggi.
Pada minggu kedua Nopember 2013 BI kembali menaikkan BI rate menjadi 7,5 persen. Defisit
neraca transaksi berjalan yang dianggap masih terlalu tinggi membuat BI kembali menaikkan
BI rate, padahal tekanan inflasi relatif lebih terkendali dengan kecenderungan menurun.

komite ekonomi nasional

23
Kebijakan ini menggambarkan kebijakan moneter BI saat ini lebih dipengaruhi oleh defisit
transaksi berjalan, bukan inflasi atau pertumbuhan ekonomi.
Namun, dengan tekanan inflasi yang cenderung melunak, ada peluang yang cukup besar BI
akan mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen hingga akhir tahun.

Nilai Tukar
Tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang terjadi sejak tahun 2012 terus berlanjut di tahun
2013. Pada awal tahun 2013 rupiah sempat bertahan pada kisaran 9.795 per dolar AS. Namun
akhirnya terus melemah dan menembus kisaran 11.406 per dolar AS di akhir September 2013.

Dari sisi domestik, sentimen negatif dipicu oleh defisit neraca transaksi berjalan (current
account). Kinerja ekspor yang belum pulih dan laju impor migas yang terus naik menyebabkan neraca perdagangan luar negeri defisit, yang menggerus cadangan devisa Indonesia.
Guna memperbaiki keadaan neraca transaksi berjalan, BI memandang laju impor harus diperlambat, dengan menaikkan suku bunga dan membuat lemah nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, yang pada
akhirnya juga akan mengurangi permintaan akan produk yang diimpor. Pelemahan rupiah
juga diharapkan akan membuat harga produk impor menjadi lebih mahal dan menekan permintaan akan produk impor. Dengan paradigma seperti ini, tidaklah terlalu mengherankan
bila kita melihat nilai tukar dibiarkan melemah. Akibatnya, rupiah memang benar-benar melemah secara signifikan. Kinerja rupiah adalah yang terburuk dibandingkan mata uang negara
lain di Asia, bila kita lihat sejak tahun 2005.

Gambar 15. Pergerakan Rupiah Cukup Volatile, Dengan Kecenderungan Melemah.
Gambar 16. Pergerakan Rupiah Dibandingkan dengan Mata Uang Negara Lain.

(rupiah/dolar)
13,000

2005=100
160

Indonesia

12,000
140

Japan

11,000
120

Thailand

10,000
100

Philippines

9,000
80

China

8,000
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

60

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: Bloomberg
Sumber: CEIC, Bloomberg, perhitungan KEN

Pelemahan rupiah dipicu oleh sentimen negatif yang muncul dari sisi eksternal dan internal.
Dari sisi eksternal, depresiasi rupiah dipengaruhi oleh isu penyesuaian stimulus moneter the
Fed. Perekonomian AS yang terus menunjukkan pemulihan kencang, memunculkan persepsi
dan sinyal bahwa the Fed akan mengurangi atau bahkan menghentikan kucuran stimulus
moneter yang selama ini berjalan (tapering). Ketika isu tersebut merebak dan ketidakpastian semakin tinggi, investor cenderung mengurangi eksposur mereka di negara-negara yang
memiliki risiko agak tinggi, termasuk negara berkembang. Investor cenderung mencari tempat aman (safe haven), sampai ketidakpastian dianggap sudah berkurang. Akibatnya, modal
akan cenderung keluar dari negara berkembang, dan mata uang negara-negara tersebut pun
cenderung melemah.

24

komite ekonomi nasional

Untuk tahun 2013 pun, kinerja rupiah relatif lebih buruk. Sejak awal tahun rupiah mengalami
pelemahan sebesar 14,1 persen. Sedangkan depresiasi mata uang negara-negara Asia lainnya
tidak sebesar rupiah. Baht, misalnya, hanya melemah 2,1 persen sejak awal tahun, dan dolar
Singapura terdepresiasi sebesar 2,7 persen.

komite ekonomi nasional

25
Tabel 4. Nilai Tukar Fundamental Rupiah Berdasarkan Beberapa Pendekatan.

Gambar 17. Perbandingan Kinerja Mata Uang Beberapa Negara Tahun 2013.

4

Indikator

2.5

1.8

0

9,083

8,924

8,991

8,709

8,597

8,823

9,068

9,180

9,480

9,588

8,652

8,784

8,982

9,040

8,990

8,956

9,043

9,108

9,106

9,207

9,283

8,997

8,330

8,814

9,381

8,837

8,934

9,104

8,808

8,559

9,113

9,869

9,510

9,397
9,283

8,721

8,791

8,856

8,917

8,974

9,028

9,080

9,131

9,182

9,233

8,935

8,902

8,887

8,888

8,903

8,930

8,971

9,023

9,086

9,156

9,227

9,299

10,616

10,333

9,739

9,617

9,109

9,131

8,738

8,615

8,845

9,233

8,913

9,153

9,126

10,561

8,587

8,371

9,249

8,732

8,706

9,093

9,236

8,800

9,555

9,380

9,268

9,059

Fundamental Value

9,391

8,901

8,866

9,118

8,901

8,938

8,971

8,936

8,892

9,204

9,267

9,266

9,241

Deviasi, %

-5.7

-8

8,648

9,288

5. Competing Currency

-2.7

8,311

4. Trend REER

-1.0

-6

-14.2

-5.3

-2.7

0.4

-0.3

-0.6

3.0

3.9

0.8

1.5

1.0

-2.3

-3.6

Catatan : deviasi negatif (-) berarti nilai tukar Rupiah vs US$ undervalued, dan deviasi positif (+) berarti nilai tukar Rupiah vs US$ overvalued.

-10
-10.4

-12

Sumber: KEN

-11.7

-14.1
IDR

EURO

AUD

JPY

THB

SGD

KRW

PHP

CNY

Sumber: CEIC, Bloomberg

Sebenarnya, nilai tukar rupiah di atas 9.800 per dolar terlalu lemah bila dibandingkan dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah metodologi penghitungan fundamental nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah seharusnya berada di sekitar 9.800 rupiah per
dolar. Secara rata-rata, enam metode yang digunakan untuk menghitung nilai tukar rupiah
menunjukkan bahwa pada bulan September 2013 nilai fundamental rupiah berada di kisaran 9.757 rupiah per dolar. Jadi, rupiah di kisaran 11.613 per dolar terlalu lemah dibanding
nilai fundamentalnya. Artinya, sebenarnya ada ruang yang cukup besar bagi rupiah untuk
menguat. Namun, kebijakan BI yang cenderung lebih suka rupiah yang lemah akan membuat
penguatan tersebut akan terbatas. Walaupun demikian, perhitungan fundamental tersebut
menunjukkan bahwa kecil peluang terjadinya pelemahan rupiah yang tidak terkendali.

26

9,115

8,572

6. Econometric

-2.1

-4

-16

9,400

8,573

3. REER

-2

-14

10,950

1. PPP
2. Tren PPP

2

AKTUAL

Dec-08 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Dec-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12

komite ekonomi nasional

Kinerja Bursa Saham dan Obligasi
Bursa saham Indonesia bergerak fluktuatif sepanjang tahun 2013. Sejak awal tahun hingga
pertengahan Mei 2013, IHSG mampu menguat 20,8 persen ke level tertingginya yaitu 5.215.
Namun ketidakpastian global yang dipicu oleh perkembangan ekonomi di AS (isu pengurangan
atau penghentian stimulus moneter the Fed) dan persepsi risiko yang meningkat dari kondisi
domestik negara berkembang (perlambatan pertumbuhan ekonomi, laju inflasi meningkat,
defisit neraca perdagangan, dan depresiasi nilai tukar) memicu sentimen negatif yang membuat bursa saham regional, termasuk IHSG terkoreksi. Sejak akhir Mei 2013, IHSG terus tertekan, dan sempat turun ke level 3.967,8 diakhir Agustus 2013. Artinya, dalam tempo dua
bulan sejak menembus titik tertingginya, IHSG sudah merosot hingga 23,9 persen.
	
Namun, secara berangsur-angsur IHSG kembali menguat. Penguatan yang terjadi, antara
lain, disebabkan oleh kepastian akan keputusan the Fed yang melanjutkan kucuran stimulus
moneternya. Kondisi fundamental ekonomi yang kuat (misalnya, perekonomian Indonesia
masih terus tumbuh, inflasi yang masih terkendali, daya beli masyarakat yang tetap, dan
kondisi fiskal yang sehat) turut memberikan sentimen positif tambahan terhadap bursa saham kita. IHSG pun terus menguat sejak akhir Agustus 2013, dan pada pertengahan September 2013 IHSG pun sempat berada di atas level 4.600. Dengan fondasi ekonomi yang kuat
seperti saat ini, peluang IHSG untuk meningkat lagi ke level yang lebih tinggi masih terbuka
lebar. Namun, bila perekonomian Indonesia terus diperlambat, maka ruang bagi IHSG untuk
naik secara signifikan menjadi terbatas.

komite ekonomi nasional

27
Gambar 18. IHSG Sempat Menciptakan Level Tertinggi dalam Sejarah.

5600

1780

Kinerja bursa saham kita masih relatif cukup baik dibandingkan dengan bursa saham di Asia
Tenggara. Sampai dengan 31 Oktober 2013, IHSG mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen
dibandingkan dengan level pada akhir tahun 2012. Sedangkan Indeks Saham Singapura (STI)
mengalami kenaikan sebesar 1,4 persen dan Thailand (SET) naik sebesar 3,7 persen.

1680
5100

1580
1480

4600

1380
1280

4100

1180
3600

980

SET (Kanan)

3-Sep-13

3-Jul-13

3-May-13

3-Mar-13

3-Jan-13

3-Nov-12

3-Sep-12

3-Jul-12

3-May-12

3-Mar-12

3-Jan-12

3-Nov-11

3-Sep-11

3-Jul-11

880

3-May-11

3100

3-Mar-11

Gambar 20. Kinerja Surat Utang Negara Indonesia.

1080

IHSG (Kiri)

3-Jan-11

Senada dengan bursa saham yang melemah di tengah tahun 2013, kinerja obligasi pemerintah dan surat utang negara pun turut tertekan. Ekspektasi laju inflasi yang meningkat pasca
kenaikan harga BBM bersubsidi, serta sentimen negatif terhadap rupiah mengerek imbal
hasil SUN secara signifikan. Sebagai contoh, imbal hasil SUN 10 tahun yang berada di sekitar
5,9 persen pada akhir Mei 2013, meningkat drastis menjadi sekitar 7 persen pada akhir Juni
2013.

11

140
130

Indeks harga (kiri)
Imbal hasil % (kanan)

10

120
110

35

Kinerja Bursa Saham (% YTD)

30

6

80

37.8

40

7

90

Gambar 19. Perbandingan Kinerja Bursa Saham Global.*

8

100

Sumber: BEI, Bloomberg

9

5

70

4

25
20

18.6
14.1

15

2.4

1.4
Straits Times Idx

5

Hangseng Idx

10
3.7

7.0
1.7

4.5

JCI

KOSPI Idx

KLCI Idx

SET Idx

Nikkei 225

UKX

DJIA

0

Sumber: BEI, Kemenkeu

		
Tekanan terhadap harga SUN terus terjadi dan mencapai puncaknya pada awal September
2013, hingga imbal hasil naik mencapai sekitar 8,8 persen. Isu pengurangan atau penghentian stimulus moneter the Fed (tapering) menjadi sentimen negatif yang menggerakan pasar, meskipun akhirnya kekhawatiran tersebut tidak terjadi. Saat ini bursa obligasi kembali
pulih, dengan imbal hasil yang sudah turun ke 7,3 persen pada akhir Oktober 2013. Namun,
kebijakan BI yang secara tak terduga menaikkan BI rate di bulan Nopember kembali menekan
harga obligasi Indonesia.

*Sampai 31 Oktober 2013
Sumber: BEI, Bloomberg

28

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

29
Gambar 21. Kepemilikan Asing Kembali Meningkat.

Rp Trn

pelaku usaha Indonesia. Kredit investasi masih dapat melaju kencang di tengah melambatnya kredit modal kerja dan konsumsi. Per Agustus 2012, kredit investasi tumbuh sebesar 29,8
persen lalu naik menjadi 32,5 persen per Agustus 2013.

%

1,000

40
Total Surat Utang Negara (kiri)

900

Kepemilikan asing (kiri)

800

pangsa kepemilikan asing (kanan)

700

35

34.0
31.2

29.6

600
500

30
25

400

20

300
200

15

100
Sep-13

Jun -13

Mar -13

Dec -12

Sep-12

Jun -12

Mar -12

Dec -11

Oct -11

Jun -11

Dec -10

Mar -11

Sep-10

Jun -10

Dec -09

Mar -10

Sep-09

Jun -09

Mar -09

Sep-08

Dec -08

Jun -08

Mar -08

10
Dec -07

0

Sumber: Kemenkeu

		
Minat investor asing pada instrumen SUN juga cenderung stabil. Per September 2013, asing
memiliki investasi sebesar Rp 294,14 triliun rupiah (sekitar 31,2 persen dari total SUN), naik
dari posisi Desember 2012 sebesar Rp 270,52 triliun rupiah. Meski menurun, porsi kepemilikan asing tetap lebih tinggi dibandingkan dengan periode September tahun sebelumnya
(sekitar 29,6 persen dari total SUN).

Kinerja Perbankan

Tentunya ini merupakan pertanda yang baik, karena investasi yang tumbuh kuat akan turut
memperkokoh mesin pertumbuhan ekonomi kita. Dengan kata lain, pertumbuhan kredit perbankan kita cukup berkualitas.
Terkait dengan penyaluran kredit konsumsi, Bank Indonesia telah menyempurnakan aturan
Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) untuk kredit properti dan pengaturan uang
muka kredit kendaraan bermotor ditahun 2013. Dengan aturan LTV/FTV, bank hanya dapat
memberikan fasilitas kredit maksimal sebesar rasio LTV yang ditetapkan terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan. Sementara dalam aturan
uang muka, BI mensyaratkan persentase minimal uang muka dalam kredit kendaraan bermotor. Selain menjalankan prinsip kehati-hatian dan lebih ketat dalam mengelola risiko, aturan
ini juga dimaksudkan untuk mengerem laju pertumbuhan kredit konsumsi, terutama yang
beragunan properti.
Gambar 22. Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan.

60

(% YoY)
Modal Kerja
Konsumsi

50

Investasi
Total

40

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rata-rata laju pertumbuhan kredit perbankan hingga Agustus 2013 cenderung melambat. Total kredit yang dikucurkan perbankan sampai dengan Agustus 2013 tumbuh 22,18 persen, lebih rendah dari periode yang sama ditahun 2012,
yang mencapai 23,58 persen.
Dilihat dari laju pertumbuhannya hingga Agustus 2013, kredit investasi memiliki laju pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 32,5 persen, diikuti kredit modal kerja (tumbuh 20,7
persen), dan kredit konsumsi (naik 16,9 persen). Sementara itu, berdasarkan porsi penyalurannya, porsi kredit modal kerja mencapai 47,6 persen, diikuti kredit konsumsi (28,6 persen) dan kredit investasi (23,8 persen).
Data diatas menunjukkan beberapa hal. Pertama, kekhawatiran akan tingginya kredit konsumtif yang membuat ekonomi kita kepanasan tampaknya kurang beralasan, karena meski
porsinya lebih besar dari kredit investasi, laju pertumbuhan tahunannya termasuk paling
rendah. Kedua, sebagian besar pertumbuhan kredit perbankan nasional disalurkan untuk
aktivitas produktif, yang mengindikasikan naiknya kegiatan produksi dan investasi para

30

komite ekonomi nasional

30
20
10
0
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

-10
Sumber: BI

komite ekonomi nasional

31
Tabel 5. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Kreditnya.
2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013
Aug

Trillions Rp
Total
Working Capital
Investment Creditts
Consumption Creditts

316.0
181.6
75.8
58.6

371.1
206.6
84.4
80.0

440.5
233.5
95.8
111.2

559.5
289.7
118.7
151.1

695.6
354.6
134.4
206.7

Percent Change YoY
Total
Working Capital
Investment Creditts
Consumption Creditts

11.6
4.4
10.2
45.5

17.4
13.8
11.3
36.5

18.7
13.0
13.4
39.0

27.0
24.0
24.0
35.8

24.3
22.4
13.2
36.8

13.9
17.0
12.5
9.5

26.5
28.6
23.2
24.8

30.5
28.4
37.4
29.9

10.0
2.7
16.4
19.0

22.8
25.2
17.0
22.9

24.6
21.4
33.2
24.2

23.1
23.2
27.4
19.9

22.2
20.8
32.5
16.9

Percent Share
Total
Working Capital
Investment Creditts
Consumption Creditts

100.0
57.5
24.0
18.5

100.0
55.7
22.8
21.6

100.0
53.0
21.7
25.2

100.0
51.8
21.2
27.0

100.0
51.0
19.3
29.7

100.0
52.3
19.1
28.6

100.0
53.2
18.6
28.2

100.0
52.4
19.6
28.1

100.0
48.9
20.7
30.4

100.0
49.8
19.7
30.4

100.0
48.6
21.1
30.3

100.0
48.6
21.8
29.5

100.0
47.6
23.8
28.6

792.3 1,002.0 1,307.7 1,437.9 1,765.8 2,200.1 2,707.9 3,067.4
414.7
533.2
684.7
703.0
880.2 1,068.7 1,316.7 1,461.6
151.2
186.2
255.9
297.9
348.5
464.3
591.4
729.4
226.3
282.6
367.1
437.0
537.1
667.2
799.7
876.4

Banking Pressure Index (BPI) juga menunjukkan bahwa keadaan perbankan kita masih cukup baik. BPI adalah indeks yang menunjukkan tekanan di perbankan kita. BPI di atas 0,5
menunjukkan tekanan di sistem perbankan kita besar, dan kemungkinan terjadinya sistemik
default besar. Sedangkan BPI di bawah 0,5 menunjukkan tekanan yang rendah dalam sistem
perbankan kita. Saat ini BPI Indonesia berada di level 0,00 yang mengindikasikan kesehatan
sistem perbankan yang masih terjaga. Namun, BPI terlihat cenderung meningkat dalam
beberapa bulan terakhir, yang memberi indikasi tekanan di sistem perbankan cenderung
meningkat. Perlambatan ekonomi ke level yang lebih rendah lagi dari saat ini diperkirakan
akan semakin meningkatkan tekanan terhadap sistem perbankan kita. Indonesia harus hatihati dengan kebijakan perlambatan pertumbuhan ekonominya.
Gambar 23. Banking Pressure Index Naik, Namun Masih Aman.

Sumber: BI

Total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan sampai dengan bulan Juli 2013 sudah mencapai
3.392,9 triliun rupiah, naik sebesar 14,6 persen dibandingkan dengan pada bulan yang sama
tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan DPK ini cenderung melambat dibandingkan akhir tahun 2012 yang mencapai 15,8 persen.
Secara umum, kondisi sistem perbankan kita cukup baik, dengan posisi NPL sebesar 1,9 persen (turun dari 2,2 persen di akhir 2012) dan CAR pada level 18 persen (naik dari 17,4 persen
di akhir 2012). Sementara itu, fungsi intermediasi juga makin meningkat seperti yang tergambar pada LDR sebesar 89 persen di bulan Juli 2013 (naik dari 84,7 persen di akhir 2012).
Jadi, saat ini sistem perbankan kita berada dalam keadaan yang amat sehat.

Banking Pressure Index - Indonesia

2.0
1.5
1.0
0.5

0.00

0.0
-0.5
-1.0

Tabel 6. Indikator Perbankan Nasional.

-1.5
97

(Triliun Rupiah)

2000
Total Asset
YoY(%)
Dana Pihak Ketiga
YoY(%)
Kredit

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

1,030.5 1,099.7 1,112.2 1,196.2 1,272.3 1,469.8 1,693.5 1,986.5 2,310.6 2,534.1 2,758.1 3,651.8 4,262.6 4,510.3
2.4

6.7

1.1

7.6

6.4

15.5

699.1

797.4

835.8

888.6

13.2

14.1

4.8

6.3

8.4

17.1

15.2

17.3

16.3

9.7

15.5

21.4

16.7

17.4

16.1

12.5

15.4

19.0

15.8

14.6

832.9 1,045.7 1,353.6 1,470.8 1,689.1 2,228.5 2,742.7 3,045.5

320.4

358.6

410.3

477.2

595.1

730.2

YoY(%)

15.5

11.9

14.4

16.3

24.7

22.7

14.1

25.5

29.4

8.7

20.7

24.1

23.1

23.3

LDR (%)

45.8

45.0

49.1

53.7

61.8

64.7

64.7

69.2

77.2

74.5

78.8

80.0

84.7

89.0

5.8

3.6

2.1

3.0

1.7

4.8

3.6

1.9

3.8

3.8

3.3

2.6

2.2

1.9

12.5

20.5

22.5

19.4

19.4

19.3

21.3

19.3

16.8

17.4

16.4

16.1

17.4

18.0

NPL - net (%)
CAR

Sumber: BI

32

komite ekonomi nasional

99

00

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

13

Sumber: Danareksa Research Institute

15.6

963.1 1,127.9 1,287.0 1,510.7 1,753.3 1,973.0 2,144.1 2,784.1 3,225.2 3,392.9
14.1

98

Jul-13

Walaupun kinerjanya baik, sistem perbankan kita belum mendorong perekonomian secara
optimal. Ketika BI menurunkan suku bunga acuannya, respon penurunan suku bunga kredit
cenderung lambat. Sebaliknya saat BI rate dinaikkan, tingkat bunga kredit secara responsif
bergerak naik dengan lebih cepat. Meski tingkat bunga DPK meningkat, margin bunga perbankan masih tetap tinggi.
Margin bunga yang tinggi memang menguntungkan sektor perbankan namun kurang optimal
menopang kemajuan sektor riil. Pelaku bisnis Indonesia harus membayar bunga pinjaman
lebih tinggi dari pebisnis di negara-negara tetangga. Keadaan ini tentu saja mengurangi daya
saing perusahaan Indonesia di pasar dalam negeri maupun pasar global.

komite ekonomi nasional

33
Gambar 24. Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Jauh Lebih Tinggi dari di Negara Lain.

18

(%)

Gambar 25. Perbandingan Selisih Suku Bunga Pinjaman dan Deposito Beberapa Negara.

7

16

(%)

6

14

5

12

4

10
8

3

6

2

4

1

Indonesia

2

Malaysia

Filipina

Thailand

Indonesia

Malaysia

Filipina

Thailand

0

0

2004 2004 2005 2006 2007 2007 2008 2009 2010 2010 2011 2012 2013

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013
Sumber:CEIC

sumber: CEIC

Saat ini selisih bunga yang dinikmati perbankan Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di negara-negara tetangga kita. Sebagai gambaran, selisih suku bunga pinjaman
deposito rata-rata di Indonesia saat ini sekitar 5,6 persen, jauh diatas Malaysia yang hanya
sekitar 1,5 persen.
BI harus menciptakan iklim yang lebih kompetitif di dalam perbankan kita, agar selisih bunga
pinjaman dan bunga deposito turun ke level yang lebih rendah, sehingga bunga pinjaman
pun turun ke level yang lebih mendukung daya saing perusahaan Indonesia. BI juga perlu
memperhatikan kebijakan suku bunganya, karena kebijakan BI menaikkan BI rate ke level
yang lebih tinggi semakin membebani, dan mengurangi daya saing para pelaku bisnis kita.

Perkembangan Fiskal
Tabel 7. Perkembangan Fiskal.

URAIAN
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. PENERIMAAN HIBAH
B. BELANJA NEGARA
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Belanja Modal
4. Pembayaran Kewajiban Utang
5. Belanja Subsidi
6. Belanja Hibah
7. Bantuan Sosial
8. Belanja Lainnya
II. TRANSFER KE DAERAH
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS (DEFISIT) ANGGARAN (A-B)
E. PEMBIAYAAN (I + II)
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto)
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN

APBN-P
1,358.2
1,357.4
1,016.2
341.1
0.8
1,548.3
1,069.5
212.3
162.0
176.1
117.8
245.1
1.8
86.0
68.5
478.8
408.4
70.4
(72.3)
(190.1)
190.1
194.5
(4.4)

2012
REALISASI
s/d
23 OKT 2012
976.0
974.3
749.7
224.6
1.6
1,022.7
654.9
162.6
82.7
70.0
80.6
203.9
0.0
51.6
3.6
367.8
309.9
57.8
33.8
(46.7)
133.9
160.2
(26.3)
87.1

%
thd
APBN-P
71.9
71.8
73.8
65.8
198.2
66.1
61.2
76.6
51.0
39.7
68.4
83.2
2.0
60.0
5.3
76.8
75.9
82.1
(46.7)
24.6
70.4
82.4
594.1

APBN-P
1,502.0
1,497.5
1,148.4
349.2
4.5
1,726.2
1,196.8
233.0
206.5
192.6
112.5
348.1
2.3
82.5
19.3
529.4
445.5
83.8
(111.7)
(224.2)
224.3
241.1
(16.8)

2013
REALISASI
s/d
23 OKT 2013
1,069.8
1,068.3
816.0
252.3
1.5
1,166.2
763.5
180.8
93.5
82.8
89.5
252.2
0.0
63.1
1.6
402.7
335.6
67.1
(6.9)
(96.4)
205.6
230.1
(24.5)
109.1

%
thd
APBN-P
71.2
71.3
71.1
72.3
33.0
67.6
63.8
77.6
45.3
43.0
79.6
72.4
0.9
76.5
8.2
76.1
75.3
80.1
6.2
43.0
91.7
95.5
146.3

Sumber: Kemenkeu

34

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

35
Pada tahun 2013, anggaran pendapatan dialokasikan naik sebesar 10,6 persen menjadi 1.502
triliun rupiah, sementara anggaran belanja meningkat 11,5 persen menjadi 1.726,2 triliun rupiah. Target defisit anggaran 2013 yang ingin dicapai pemerintah sebesar 2,38 persen dari PDB.

Di tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat. Pada triwulan I 2013,
PDB Indonesia tumbuh 6,1 persen, lalu menurun menjadi 5,8 persen ditriwulan II. Pada triwulan III, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat menjadi 5,6 persen.

Pesatnya pertumbuhan volume konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan akan membuat realisasi subsidi BBM akan melebihi anggarannya. Untuk membuat APBN lebih berkesinambungan,
pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi, yang mengakibatkan naiknya tekanan
inflasi. Guna mengurangi dampak tertekannya daya beli masyarakat, pemerintah juga meluncurkan program kompensasi (Program Keluarga Harapan, Program Bantuan Siswa Miskin,
Program Beras untuk Rakyat Miskin, Program Infrastruktur Dasar, dan Bantuan Tunai Langsung
Sementara) yang nilainya lebih dari 29 triliun rupiah.

Saat ini motor penggerak ekonomi Indonesia adalah belanja rumah tangga, yang mampu
tumbuh hingga 5,5 persen ditriwulan III 2013. Sementara itu, laju pertumbuhan ekspor dan
investasi cenderung melambat. Ekspor melemah seiring lambatnya pemulihan ekonomi global, yang menekan permintaan dan harga komoditas. Kinerja ekspor yang menurun sebenarnya sudah tampak sejak tahun 2012 lalu. Ekspor tumbuh sebesar 2,1 persen di tahun 2012,
setelah sebelumnya mampu tumbuh 13,9 persen di tahun 2011. Saat ini, ekspor berangsur mulai pulih dengan tumbuh 3,6 persen di triwulan I 2013 menjadi 5,3 persen di triwulan III 2013.

Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi mampu menghemat anggaran
subsidi energi dan berguna untuk alokasi infrastruktur lain. Meski positif, lambatnya penyerapan belanja membuat dampak realokasi dana untuk infrastruktur tersebut kurang optimal.
Hingga akhir Oktober 2013, realisasi anggaran hanya mencapai 67,6 persen, walaupun sedikit
lebih tinggi dari 66,1 persen pada periode yang sama tahun 2012.

Selain itu, pertumbuhan investasi juga cenderung menurun. Pertumbuhan investasi sempat mencapai dua digit di tahun 2012, sudah turun menjadi 4,5 persen di triwulan III 2013.
Naiknya suku bunga tampak turut menekan pertumbuhan aktivitas investasi, karena biaya
pendanaan menjadi lebih mahal.

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Setelah mampu tumbuh hingga 6,5 persen di tahun 2011, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 6,2 persen di tahun 2012.

Sementara itu, pertumbuhan belanja pemerintah cenderung lebih baik daripada tahun sebelumnya. Belanja pemerintah naik dari 0,4 persen di triwulan I 2013, menjadi 8,8 persen di
triwulan III 2013. Untuk menopang ekonomi yang melambat, tampaknya peran pemerintah
menjadi makin penting. Karena itu, perbaikan penyerapan anggaran menjadi hal yang wajib
terus diupayakan.
Gambar 27. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan.

Gambar 26. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Hingga 2012.
Rp Trn(c.p.2000)

YoY(%)

2,800

8
PDB (kiri)

2,600

Pertumbuhan PDB (kanan)

6.3

5.7

2,400
4.9

2,200
2,000

4.5

4.8

5.0

5.5

6.2

6.0

6.5

6.2

4.6

3.6

3
2
0.8

1
0

1,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: BPS

36

5
4

1,600

1,200

komite ekonomi nasional

Pertumbuhan YoY (kanan)

700

8

Pertumbuhan QoQ (kanan)

600

6

500

4

400

2

6

1,800

1,400

7

% Pertumbuhan

PDB Riil (kiri)

Rp trn (cp.2000)

0

300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

200

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

-2
-4

100

Sumber: BPS

komite ekonomi nasional

37
Dengan perkembangan yang disebutkan di atas, perekonomian Indonesia pada tahun 2013
diperkirakan akan tumbuh dengan laju hanya sebesar 5,7 persen. Walaupun pertumbuhan ini
tidaklah buruk, namun Indonesia seharusnya mampu tumbuh lebih cepat lagi, terutama bila
penyerapan anggaran lebih baik dari yang terjadi selama ini. Selain itu, langkah pengetatan
kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI tampak turut menekan pertumbuhan ekonomi kita
di tahun 2013.
Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2013 (persen).

Sektor

2012

2013F

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan&Perikanan

4.0

3.4

2013F, % Y-o-Y
Q1
3.6

Q2
3.2

2013F, % Q-o-Q

Q3
3.0

Q4
3.7

Q1
23.0

Q2
2.6

Q3
6.2

Q4
-22.6
-1.6

2. Pertambangan & Penggalian

1.5

0.2

0.1

-0.7

1.6

-0.2

0.5

-0.9

1.8

3. Industri Pengolahan

5.7

5.5

5.9

5.9

4.9

5.2

-2.2

2.8

2.9

1.7

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

6.4

5.8

8.1

5.5

4.0

5.7

-1.2

2.3

-0.4

5.0

5. Konstruksi

7.5

6.5

6.7

6.6

6.2

6.5

-5.1

4.1

3.3

4.2

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

8.1

6.1

6.6

6.5

6.0

5.3

-2.7

4.4

1.5

2.1

7. Pengangkutan & Komunikasi

10.0

10.5

9.9

11.5

10.5

10.2

1.5

3.3

3.3

1.7

8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan

7.1

7.8

8.4

8.1

8.1

6.8

3.0

1.5

2.2

0.0

9. Jasa-jasa

5.2

5.1

6.5

4.5

5.6

4.1

-0.1

0.8

2.9

0.5

PRODUK DOMESTIK BRUTO

6.2

5.7

6.1

5.8

5.6

5.3

1.4

2.6

3.0

-1.7

1. Konsumsi Rumah Tangga

5.3

5.0

5.2

5.1

5.5

4.3

0.4

1.5

2.9

-0.6

2. Konsumsi Pemerintah

1.2

3.1

0.4

2.1

8.8

1.2

-42.6

30.8

5.6

selama 10 tahun terakhir, kinerja sektor industri di triwulan III 2013 masih relatif lebih tinggi.
Kinerja ini cukup menggembirakan, karena terjadi di tengah ekonomi dunia yang melambat,
dan ekspor yang melemah.
Karena pertumbuhan yang lambat di tahun-tahun sebelumnya, kontribusi sektor Industri
Pengolahan terhadap perekonomian Indonesia pada triwulan III 2013 hanya mencapai 23,1
persen, jauh lebih kecil dari kontribusi pada triwulan I 2000 yang mencapai 27,1 persen. Bila
dilihat lebih dalam lagi pada periode yang sama, kontribusi subsektor industri migas juga
menurun dari 3,6 persen menjadi 2,7 persen. Sedangkan kontribusi subsektor industri nonmigas turun dari 23,5 persen menjadi 20,4 persen. Tampaknya kita perlu usaha keras untuk
menaikkan kembali peran sektor manufaktur, karena sektor ini memberikan lapangan kerja
yang signifikan dalam perekonomian Indonesia. Perlu diingat bahwa kita tidak akan pernah
menjadi negara maju tanpa dukungan pertumbuhan yang kuat dari sektor industri kita.
Adapun subsektor yang masih berekspansi lebih cepat ditahun 2013 adalah subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (mengalami kenaikan laju pertumbuhan dari 5,2 persen
di Q1 2013 menjadi 6,2 persen di Q3 2013), dan subsektor industri alat angkutan, mesin dan
peralatannya (naik dari 9,6 persen menjadi 11,3 persen).

27.7

3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

9.8

4.7

5.5

4.5

4.5

4.4

-6.3

5.2

2.8

3.0

4. Ekspor Barang dan Jasa-jasa

2.0

4.5

3.6

4.8

5.3

4.4

-4.2

2.8

0.0

6.1

Tabel 9. Pertumbuhan Sektor Industri dan Pangsanya Terhadap Perekonomian (%).

13.0

5. Impor Barang-barang dan Jasa-jasa

6.6

1.7

0.0

0.5

3.8

2.4

-12.9

9.9

-5.3

6. Konsumsi Total

4.8

4.8

4.8

4.8

5.9

3.8

-6.3

4.3

3.2

2.9

7. Permintaan Dalam Negeri

6.2

4.8

5.0

4.7

5.5

4.0

-6.3

4.6

3.1

2.9

Dari sisi sektoral, sektor transportasi dan komunikasi tetap menunjukkan pertumbuhan yang
kuat. Sektor transportasi tumbuh dari 6,0 persen (triwulan I 2013) menjadi 6,9 persen (triwulan III 2013), sementara sektor telekomunikasi berekspansi dari 12,2 persen menjadi 12,5
persen di periode yang sama. Mobilitas masyarakat dan belanja konsumen yang cukup kuat
mampu menopang aktivitas investasi dan pengembangan sektor transportasi dan telekomunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi dan daya beli konsumen yang relatif terjaga, mendorong kebutuhan komunikasi (suara, teks, dan data) makin meningkat.
Sektor lain yang berkinerja positif di tengah perlambatan ekonomi adalah sektor konstruksi.
Pada triwulan III 2013, sektor konstruksi tumbuh 6,2 persen, turun dari 6,7 persen di triwulan
I 2013. Aktivitas investasi dan pembangunan infrastruktur meningkat, namun kinerja sedikit
menurun, sehubungan dengan naiknya suku bunga yang menyebabkan biaya pendanaan menjadi lebih mahal.

Pertumbuhan 2013

Pangsa Terhadap Perekonomian

Q1

Q2

Q3

Q4

Q1

Q2

Q3

Q1 2000

Q3 2012

Q3 2013

INDUSTRI PENGOLAHAN

4.6

5.5

5.2

5.9

6.2

5.9

5.9

4.9

27.1

23.9

23.1

a. Industri Migas

-1.2

0.7

-1.9

-6.0

-3.5

-4.6

-2.5

-2.8

3.6

3.0

2.7

1 Pengilangan Minyak Bumi

Sumber: BPS

Pertumbuhan
rata-rata
2001 - 2011

-0.4

-1.0

0.3

-4.3

-1.8

-1.3

0.6

0.9

1.5

1.5

1.5

2 Gas Alam Cair

-1.7

2.2

-3.7

-7.4

-5.0

-7.4

-5.2

-6.0

2.1

1.5

1.2

b. Industri tanpa Migas

5.4

5.9

5.8

6.9

7.0

6.7

6.5

5.4

23.5

20.9

20.4

Sektor

Pertumbuhan 2012

1 Makanan, Minuman dan Tembakau

4.2

8.1

5.9

10.3

6.7

3.5

3.5

3.3

8.1

7.8

7.5

2 Tekstil, Brg. Kulit, & Alas kaki

2.1

1.4

4.3

5.2

5.8

5.2

6.6

6.2

3.2

1.9

1.8
1.0

3 Brg. Kayu & hasil hutan lainnya

-0.4

-0.9

-8.2

-3.6

1.5

4.6

12.8

7.6

1.4

1.0

4 Kertas dan Barang cetakan

3.2

0.1

-7.8

-6.9

-6.5

0.5

6.1

4.9

1.4

0.8

0.7

5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet

5.4

9.2

2.2

14.3

15.2

11.0

5.3

-4.4

3.1

2.7

2.4

6 Semen & Brg. Galian bukan logam

5.3

6.1

9.2

10.8

5.3

4.0

1.4

3.0

0.7

0.7

0.7

7 Logam Dasar Besi & Baja

0.1

5.6

1.9

9.7

8.6

11.2

14.8

5.2

0.6

0.4

0.4

8 Alat Angk., Mesin & Peralatannya

10.7

5.7

11.1

4.3

6.9

9.6

9.2

11.3

4.7

5.5

5.7

9 Barang lainnya

4.1

4.2

-6.5

-3.6

2.6

-10.5

-1.9

0.5

0.2

0.1

0.1

Sumber: BPS

Sementara itu, pertumbuhan sektor industri sedikit menurun di tahun 2013. Pada triwulan I 2013, sektor industri pengolahan tumbuh dengan laju 5,9 persen, menurun menjadi 4,9 persen di triwulan III 2013. Meski demikian, dibandingkan rata-rata pertumbuhan

38

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

39
Kemiskinan di Indonesia
Kondisi Terkini
Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dalam periode 2004-2005, namun pada
tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan karena meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17.95 persen.
Mulai tahun 2007 sampai dengan Maret 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin
kembali mengalami penurunan. Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk
dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai
28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dari 28,59 juta orang
(11,66 persen) pada bulan September 2012.
Garis kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai batas untuk mengelompokkan penduduk masuk
dalam kategori miskin atau tidak miskin. Selama periode September 2012 – Maret 2013, GK
naik sebesar 4,66 persen yaitu dari Rp 259.520.000 per kapita (September 2012) menjadi
Rp 271.626.000 per kapita (Maret 2013). Jika memperhatikan komponen GK, yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat
bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan
GKM terhadap GK pada Maret 2013 sebesar 73.52 persen.
Tabel 10. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Sep 2012 – Mar 2013.

Daerah/Tahun
Perkotaan
Sep-12
Mar-13
Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%)
Perdesaan
Sep-12
Mar-13
Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%)
Perkotaan + Perdesaan
Sep-12
Mar-13
Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%)

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan)
Makanan

Bukan Makanan

Total

194,207
202,137
4.08

83,175
86,904
4.48

277,382
289,041
4.20

185,967
196,215
5.51

54,474
57,058
4 .74

240,441
253,273
5.34

190,758
199,691
4.68

68,762
71,935
4.61

259,520
271,626
4.66

sumber: BPS

40

komite ekonomi nasional

Dimensi lain dari kemiskinan yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan
kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Untuk periode September 2012 - Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis
Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Dampak Kenaikan BBM dan Program Kompensasi
Dalam triwulan I 2013, seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, harga ratarata minyak mentah Indonesia naik mencapai sekitar US$ 111,12 per barel. Pada saat yang
sama, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri yang terus meningkat telah menyebabkan naiknya subsidi BBM. Keadaan ini telah membuat pemerintah mengambil kebijakan
mengurangi subsidi BBM (premium dan solar). Selain untuk mengurangi tekanan terhadap
APBN, penghematan yang dilakukan diharapkan dapat digunakan untuk membiayai programprogram yang lebih berpihak kepada golongan yang kurang mampu.
Akan tetapi, pada sisi lain pengurangan subsidi BBM mengakibatkan peningkatan harga-harga (inflasi) yang akan menekan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin dan
rentan. Paket-paket kompensasi yang telah dibuat pemerintah didesain untuk meringankan
beban rakyat kecil karena kenaikan harga tersebut.
Ada dua kelompok paket kompensasi yang telah disiapkan oleh pemerintah. Kelompok pertama adalah perluasan cakupan dan peningkatan nilai manfaat program-proram perlindungan
sosial yang selama ini sudah berjalan, yakni Raskin, BSM, dan PKH, untuk selanjutnya disebut
dengan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). Selain itu, pemerintah
juga melakukan perbaikan pada mekanisme penyaluran bantuan melalui pemanfaatan Kartu
Perlindungan Sosial (KPS) yang dapat digunakan oleh Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima
manfaat P4S.
Perbaikan juga dilakukan dalam mekanisme penetapan sasaran (targeting) RTS yang didasarkan pada Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011.
Berdasarkan BDT, diputuskan bahwa KPS diberikan kepada 25% rumah tangga dengan status
sosial ekonomi terendah. Persentase tersebut telah mencakup 2 kali jumlah penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2012 sebesar 11,66%. Dengan kata lain,
pemberian KPS tidak hanya mencakup rumah tangga yang masuk dalam kategori miskin namun juga mencakup rumah tangga yang rentan miskin.

komite ekonomi nasional

41
Kelompok kedua program kompensasi adalah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
serta Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur (P4I), yang mencakup
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4-IP), Program
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (P4-SPAM), dan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA).
BLSM merupakan solusi jangka pendek untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin
(mencegah agar masyarakat miskin tidak menjual aset, berhenti sekolah, atau mengurangi konsumsi makanan yang bergizi). Untuk tahun 2013, sasaran program BLSM adalah 15,5
juta RTS Penerima Manfaat (RTS-PM) dengan tingkat sosial ekonomi terendah yang terdapat
dalam BDT hasil PPLS 2011. Besaran BLSM adalah sebesar Rp.150.000 per bulan per rumah
tangga selama empat bulan, dan disalurkan secara bertahap sebanyak 2 kali yaitu (i) pembayaran pertama pada bulan Juni/Juli 2013 sebesar Rp.300.000, dan (ii) pembayaran kedua
pada bulan September/Oktober 2013 sebesar Rp.300.000.

Pada era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I, pemerintah telah menetapkan penanggulangan
kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Hal ini dilanjutkan oleh KIB II. Untuk
itu, presiden mengeluarkan Perpres No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan yang mendukung terwujudnya visi dan misi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan Wakil Presiden Boediono untuk menurunkan angka kemiskinan hingga 8 – 10% pada akhir
tahun 2014.
Namun, akhir-akhir ini penurunan angka kemiskinan terlihat mulai melambat. Tanpa upaya yang terpadu dan serius, tingkat kemiskinan pada Maret 2014 diperkirakan akan berada
pada tingkat 10,80%. Angka tersebut lebih tinggi 0,8% dari target pesimis pemerintah dalam
RPJMN 2009-2014.

Masalah Ketenagakerjaan

Ketepatan sasaran penerima bantuan dan pemutakhiran data RTS-PM merupakan kunci kesuksesan penyaluran dana BLSM di lapangan. Dalam rangka meningkatkan ketepatan sasaran
telah dilakukan pemutakhiran daftar Rumah Tangga penerima KPS dengan memperhatikan
perubahan kondisi sosial ekonomi di masyarakat. Dengan langkah tersebut diperkirakan penyaluran dana BLSM saat ini lebih baik dibandingkan dengan di masa lalu.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh struktur pekerja Indonesia. Berdasarkan data Agustus 2013, Indonesia memiliki 110,8 juta pekerja yang seharusnya merupakan modal pembangunan ekonomi Indonesia, jika mampu diserap perekonomian secara
produktif. Namun, masih ada masalah yang kita hadapi yang membuat tenaga kerja kita
tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

Tantangan ke Depan

Permasalahan ketenagakerjaan Indonesia adalah sebagai berikut:

Gambar 28. Perkembangan dan Proyeksi Penurunan Angka Kemiskinan, 2004 – 2014.

Persen
20
18

17.75
16.66

16

16.85
15.97

15.42
14.15

14

13.33
13.5

12

12

12.49

12.36

12.5

12.5

11.5

10

11.5

11.96
11.5
10.5

11.66

11.37

11.5
10.5

10.8
10

10.5
9.5

8
Tingkat Kemiskinan Aktual

Skenario Optimis

Skenario Pesimis

8

6
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 2014

1. Pertumbuhan ekonomi setahun terakhir belum mampu menciptakan lapangan kerja yang
cukup banyak, berkualitas, dan inklusif. Berbagai program pembangunan pertanian, industri manufaktur maupun jasa tidak secara eksplisit ditargetkan untuk menciptakan lapangan kerja. Selain itu, kita juga menghadapi persoalan institusi ketenagakerjaan yang
kurang harmonis, seperti yang terlihat dalam implementasi kebijakan upah minimum dan
jaminan sosial. Akibatnya:
a. Terjadi stagnasi /penurunan jumlah pekerja Indonesia selama setahun terakhir menjadi
110,8 juta pekerja pada Agustus 2013 dibandingkan data setahun sebelumnya yaitu
110,81 juta pekerja Indonesia pada Agustus 2012.
b. Pada periode yang sama jumlah angkatan kerja justru meningkat menjadi 118,19 juta
pada Agustus 2012 dibandingkan 118,05 juta pekerja pada Agustus 2013.
c. Jumlah penganggur terbuka menjadi 7,39 juta dari 7,24 juta pada tahun sebelumnya,
atau tambahan penganggur terbuka sebanyak 150 ribu orang dalam satu tahun terakhir.
d. Tingkat pengangguran terbuka meningkat menjadi 6,25 persen pada Agustus 2013,
dibandingkan dengan 5,92 persen pada Februari 2013 dan 6,12 persen pada Agustus
2012.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Keterangan: Perhitungan proyeksi penurunan angka kemiskinan 204 dilakukan oleh TNP2K

42

komite ekonomi nasional

komite ekonomi nasional

43
2.	 truktur perekonomiaan masih berbasis pertanian dan perdagangan dan sebagian besar
S
lapangan kerja adalah sektor informal. Kebijakan upah minimum tidak mengakomodasi
masalah sektor informal.
a.	Pekerja berdasarkan lapangan usaha masih didominasi sektor pertanian (38,07 juta)
dan perdagangan (23,74 juta).
b.	Sebagian besar pekerja berada di sektor informal (60 persen) dibandingkan sektor formal (40 persen). Dari 110,8 juta pekerja Indonesia terdapat pekerja tidak dibayar/
pekerja keluarga sebanyak 17,62 juta orang, pekerja bebas di non-pertanian sebesar
5,97 juta orang dan pekerja bebas di pertanian sebanyak 5,05 juta orang.
3.	 ecara rata-rata pekerja Indonesia masih rendah tingkat pendidikannya sehingga diperkiS
rakan produktivitas rata-ratanya juga rendah.
a.	Sekitar dua-pertiga dari keseluruhan pekerja Indonesia hanya berpendidikan SD (52
juta orang) dan SMP (20,5 juta orang).
b.	Sedangkan hanya sepertiga pekerja Indonesia berpendidikan menengah hanya 17,84
juta berpendidikan SMA dan 9,99 juta berpendidikan SMK; serta berpendidikan tinggi
hanya 7,57 juta berpendidikan universitas dan 2,92 juta berpendidikan diploma.

Gambar 29. Cakupan Asuransi Kesehatan Indonesia, Juni 2013.

TNI/POLRI/PNS
Kemhan
0.59%

Belum tercover
28.35%

Jamkesnas
36.30%

Asuransi
Komersial
1.20%
JPK Jamsostek
2.96%
Askes PNS
6.69%

Jamkesda
16.79%

Asuransi
Perusahaan
7.12%

Jaminan Kesehatan Nasional
Sumber: Mukti, 2013

JAMKESMAS
Pelaksanaan program bantuan sosial kesehatan untuk keluarga miskin yang dikemas dalam
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) telah berjalan sejak tahun 2005 (dulu
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin – Askeskin). Kebijakan pemerintah pusat (bantuan sosial kesehatan) dengan alokasi anggaran Jamkesmas senilai Rp 8.29 triliun di tahun 2013
(naik dari Rp 7.4 triliun di tahun 2012) diharapkan mampu mencakup 86.4 juta jiwa atau 36.3
persen dari total penduduk Indonesia (lihat gambar). Kebijakan ini sekaligus memperbaiki
citra nasional dari aspek jumlah penduduk yang terlindungi oleh jaminan kesehatan dibandingkan dengan yang melalui jaminan kesehatan sosial dan komersial.

44

komite ekonomi nasional

Komitmen Pemerintah
Pada tanggal 1 Januari 2014 Indonesia akan memulai satu langkah besar yaitu memulai implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) demi terlaksananya asuransi sosial dan tercapainya jaminan kesehatan semesta bagi seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019.
Jaminan kesehatan semesta dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang komprehensif, bermutu, dan merata bagi seluruh masyarakat.
Keinginan ini diawali dengan membangun pondasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Untuk merealisasikan terciptanya SJSN, telah diterbitkan UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai peraturan pelaksana SJSN. Secara kelembagaan, pada awal tahun 2014, Indonesia akan memiliki 2
badan penyelenggara jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai
badan hukum publik yang ditugaskan negara untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.

komite ekonomi nasional

45
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung
"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung

More Related Content

What's hot

Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)
Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)
Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)mekon
 
Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III
Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III
Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III mekon
 
Bank Indonesia: Menjaga Momentum Pertumbuhan
Bank Indonesia: Menjaga Momentum PertumbuhanBank Indonesia: Menjaga Momentum Pertumbuhan
Bank Indonesia: Menjaga Momentum PertumbuhanLestari Moerdijat
 
PENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGA
PENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGAPENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGA
PENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGAmandalina landy
 
proyeksi makro ekonomi indonesia 2014
proyeksi makro ekonomi indonesia 2014proyeksi makro ekonomi indonesia 2014
proyeksi makro ekonomi indonesia 2014Suryati Sihite
 
IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014
IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014
IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014Rosa Kristiadi
 
IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014
IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014
IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014Rosa Kristiadi
 
Catatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanik
Catatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanikCatatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanik
Catatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanikUmi Hanik
 
Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)
Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)
Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)nova bahrudin
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014ekho109
 
2017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 2017
2017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 20172017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 2017
2017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 2017ThrustGen - Trust Generation
 
inflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesia
inflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesiainflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesia
inflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesiabisow enow
 
Faktor faktor pendukung kebijakan fiskal
Faktor faktor pendukung kebijakan fiskalFaktor faktor pendukung kebijakan fiskal
Faktor faktor pendukung kebijakan fiskalBazari Azhar Azizi
 

What's hot (19)

Pendahuluan (Perekonomian Indonesia BAB 1)
Pendahuluan (Perekonomian Indonesia BAB 1)Pendahuluan (Perekonomian Indonesia BAB 1)
Pendahuluan (Perekonomian Indonesia BAB 1)
 
Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)
Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)
Paparan Menko Perekonomian Versi 2 (Kerangka dan Sasaran Ekonomi Makro 2011)
 
Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III
Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III
Bahan Menko Retreat Meeting (Raker III
 
Bank Indonesia: Menjaga Momentum Pertumbuhan
Bank Indonesia: Menjaga Momentum PertumbuhanBank Indonesia: Menjaga Momentum Pertumbuhan
Bank Indonesia: Menjaga Momentum Pertumbuhan
 
Market update 20140224
Market update 20140224Market update 20140224
Market update 20140224
 
PENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGA
PENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGAPENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGA
PENGARUH EKONOMI KE ATAS KELUARGA
 
proyeksi makro ekonomi indonesia 2014
proyeksi makro ekonomi indonesia 2014proyeksi makro ekonomi indonesia 2014
proyeksi makro ekonomi indonesia 2014
 
IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014
IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014
IERO NO 3/TAHUN III/ SEPTEMBER 2014
 
IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014
IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014
IERO NO 2/TAHUN III/JUNI 2014
 
Catatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanik
Catatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanikCatatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanik
Catatan kritis kinerja bidang ekonomi tahun 2008 umi hanik
 
Perekonomian Terkini (Kebanksentralan BAB 1).
Perekonomian Terkini (Kebanksentralan BAB 1).Perekonomian Terkini (Kebanksentralan BAB 1).
Perekonomian Terkini (Kebanksentralan BAB 1).
 
Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)
Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)
Tugas ppt ap kkomputer nova bahrudin(41615110021)
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
 
Market update 20140417
Market update 20140417Market update 20140417
Market update 20140417
 
Tugas ppt aplikom andri lt
Tugas ppt aplikom andri ltTugas ppt aplikom andri lt
Tugas ppt aplikom andri lt
 
2017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 2017
2017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 20172017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 2017
2017 laporan perkembangan perekonomian bulan oktober 2017
 
inflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesia
inflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesiainflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesia
inflasi per desember 2010 sampai desember 2013 di indonesia
 
Market update 20131114
Market update 20131114Market update 20131114
Market update 20131114
 
Faktor faktor pendukung kebijakan fiskal
Faktor faktor pendukung kebijakan fiskalFaktor faktor pendukung kebijakan fiskal
Faktor faktor pendukung kebijakan fiskal
 

Viewers also liked

Pertumbuhan ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi IndonesiaPertumbuhan ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi IndonesiaAmri Syam
 
Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014PA Rianto
 
Ppt sejarah perekonomian indonesia
Ppt sejarah perekonomian indonesiaPpt sejarah perekonomian indonesia
Ppt sejarah perekonomian indonesiaR Anggara
 
Sejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaSejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaEris Hariyanto
 
PPT SEJARAH REFORMASI
PPT SEJARAH REFORMASIPPT SEJARAH REFORMASI
PPT SEJARAH REFORMASIAldya Rachma
 
Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014
Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014
Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014Mhd. Abdullah Hamid
 

Viewers also liked (6)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi IndonesiaPertumbuhan ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
 
Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014
Buku ii-bab-iii rpjmn tahun 2010-2014
 
Ppt sejarah perekonomian indonesia
Ppt sejarah perekonomian indonesiaPpt sejarah perekonomian indonesia
Ppt sejarah perekonomian indonesia
 
Sejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesiaSejarah perekonomian indonesia
Sejarah perekonomian indonesia
 
PPT SEJARAH REFORMASI
PPT SEJARAH REFORMASIPPT SEJARAH REFORMASI
PPT SEJARAH REFORMASI
 
Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014
Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014
Makalah analisa laporan keuangan pemerintah tahun 2009-2014
 

Similar to "Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung

5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomi5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomifirman sahari
 
5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomi5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomifirman sahari
 
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global IndonesiaPerdana Wahyu Santosa
 
makalah Permasalahan utang luar negeri indonesia
makalah Permasalahan utang luar negeri indonesiamakalah Permasalahan utang luar negeri indonesia
makalah Permasalahan utang luar negeri indonesiaIrvan Berutu
 
Aplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryantiAplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryantisutrisno27
 
Aplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryantiAplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryantiFebri Aryanti
 
Crowiding out
Crowiding outCrowiding out
Crowiding outri_yanti
 
Utang Indonesia
Utang IndonesiaUtang Indonesia
Utang IndonesiaDwi Anita
 
Ekonomi 2003 catatan pinggir umi hanik
Ekonomi 2003 catatan pinggir umi hanikEkonomi 2003 catatan pinggir umi hanik
Ekonomi 2003 catatan pinggir umi hanikUmi Hanik
 
Kosa kata dalam bahasa indonesia
Kosa kata dalam bahasa indonesiaKosa kata dalam bahasa indonesia
Kosa kata dalam bahasa indonesiaAnis Istianah
 
Pertumbuhan ekonomi indonesia
Pertumbuhan ekonomi indonesiaPertumbuhan ekonomi indonesia
Pertumbuhan ekonomi indonesiarosita puspa
 
Paper Indonesia sebagai kiblat ekonomi asean
Paper Indonesia sebagai kiblat ekonomi aseanPaper Indonesia sebagai kiblat ekonomi asean
Paper Indonesia sebagai kiblat ekonomi aseanYusuf Darismah
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnwandranatuna
 
Teks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlang
Teks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlangTeks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlang
Teks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlangohdmoh
 

Similar to "Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung (20)

Development evaluation (041115)
Development evaluation (041115)Development evaluation (041115)
Development evaluation (041115)
 
5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomi5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomi
 
5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomi5 pertumbuhan ekonomi
5 pertumbuhan ekonomi
 
Perekonomian indonesia ppt
Perekonomian indonesia pptPerekonomian indonesia ppt
Perekonomian indonesia ppt
 
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
 
makalah Permasalahan utang luar negeri indonesia
makalah Permasalahan utang luar negeri indonesiamakalah Permasalahan utang luar negeri indonesia
makalah Permasalahan utang luar negeri indonesia
 
T
TT
T
 
Aplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryantiAplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryanti
 
Aplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryantiAplikom ppt febri aryanti
Aplikom ppt febri aryanti
 
Perekonomian indonesia
Perekonomian indonesiaPerekonomian indonesia
Perekonomian indonesia
 
133821456 makalah-bahasa-perekonomian
133821456 makalah-bahasa-perekonomian133821456 makalah-bahasa-perekonomian
133821456 makalah-bahasa-perekonomian
 
Crowiding out
Crowiding outCrowiding out
Crowiding out
 
Utang Indonesia
Utang IndonesiaUtang Indonesia
Utang Indonesia
 
Ekonomi 2003 catatan pinggir umi hanik
Ekonomi 2003 catatan pinggir umi hanikEkonomi 2003 catatan pinggir umi hanik
Ekonomi 2003 catatan pinggir umi hanik
 
Kosa kata dalam bahasa indonesia
Kosa kata dalam bahasa indonesiaKosa kata dalam bahasa indonesia
Kosa kata dalam bahasa indonesia
 
Pertumbuhan ekonomi indonesia
Pertumbuhan ekonomi indonesiaPertumbuhan ekonomi indonesia
Pertumbuhan ekonomi indonesia
 
Market update 20140213 blog
Market update 20140213 blogMarket update 20140213 blog
Market update 20140213 blog
 
Paper Indonesia sebagai kiblat ekonomi asean
Paper Indonesia sebagai kiblat ekonomi aseanPaper Indonesia sebagai kiblat ekonomi asean
Paper Indonesia sebagai kiblat ekonomi asean
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
 
Teks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlang
Teks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlangTeks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlang
Teks ucapan ds najib program ke arah perkhidmatan cemerlang
 

More from Budi Rachmat

"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata
"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata
"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI KalibataBudi Rachmat
 
Indonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafara
Indonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafaraIndonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafara
Indonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafaraBudi Rachmat
 
TDA 2013-2015: Rumah Bersama Pengusaha
TDA 2013-2015: Rumah Bersama PengusahaTDA 2013-2015: Rumah Bersama Pengusaha
TDA 2013-2015: Rumah Bersama PengusahaBudi Rachmat
 
Cara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert Kiyosaki
Cara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert KiyosakiCara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert Kiyosaki
Cara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert KiyosakiBudi Rachmat
 
Formula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas Buletin
Formula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas BuletinFormula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas Buletin
Formula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas BuletinBudi Rachmat
 
Tantangan Kepulauan Aru, Indonesia
Tantangan Kepulauan Aru, IndonesiaTantangan Kepulauan Aru, Indonesia
Tantangan Kepulauan Aru, IndonesiaBudi Rachmat
 
Chairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experience
Chairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experienceChairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experience
Chairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experienceBudi Rachmat
 
Bisnis Masa Depan ada di Laut Indonesia
Bisnis Masa Depan ada di Laut IndonesiaBisnis Masa Depan ada di Laut Indonesia
Bisnis Masa Depan ada di Laut IndonesiaBudi Rachmat
 
SOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku Nasional
SOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku NasionalSOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku Nasional
SOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku NasionalBudi Rachmat
 

More from Budi Rachmat (9)

"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata
"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata
"Cost/Benefit of Shares IPO" oleh @ProfRoySembel at IPMI Kalibata
 
Indonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafara
Indonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafaraIndonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafara
Indonesia Economy and ASEAN Economic Community by rizal djaafara
 
TDA 2013-2015: Rumah Bersama Pengusaha
TDA 2013-2015: Rumah Bersama PengusahaTDA 2013-2015: Rumah Bersama Pengusaha
TDA 2013-2015: Rumah Bersama Pengusaha
 
Cara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert Kiyosaki
Cara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert KiyosakiCara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert Kiyosaki
Cara Saya Menciptakan Banyak Sumber Pendapatan ala Robert Kiyosaki
 
Formula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas Buletin
Formula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas BuletinFormula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas Buletin
Formula: Buletin Forum Remaja PeMUda Masjid Al Ikhlas Buletin
 
Tantangan Kepulauan Aru, Indonesia
Tantangan Kepulauan Aru, IndonesiaTantangan Kepulauan Aru, Indonesia
Tantangan Kepulauan Aru, Indonesia
 
Chairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experience
Chairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experienceChairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experience
Chairul Tanjung: transformasi 30 tahun - enterpreneurship experience
 
Bisnis Masa Depan ada di Laut Indonesia
Bisnis Masa Depan ada di Laut IndonesiaBisnis Masa Depan ada di Laut Indonesia
Bisnis Masa Depan ada di Laut Indonesia
 
SOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku Nasional
SOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku NasionalSOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku Nasional
SOLUSI komunikasi Anda, GRATIS nelpon 24H, berlaku Nasional
 

"Prospek Ekonomi Indonesia 2014" laporan KEN 2014 - Chairul Tanjung

  • 1.
  • 2. KOMITE EKONOMI NASIONAL PROSPEK EKONOMI INDONESIA 2014 Tantangan Ekonomi di Tengah Tahun Politik komite ekonomi nasional i
  • 3. PENGANTAR Ketua Komite Ekonomi Nasional Assalamu’alaikum Wr. Wrb Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air Selama ini kita selalu membanggakan diri bahwa daya tahan ekonomi kita amat tinggi. Kita dapat terus tumbuh diatas 6 persen, walaupun ada gejolak yang amat dahsyat di perekonomian global. Sayangnya keadaan itu tidak terus berlanjut. Perekonomian kita tidak dapat lepas sepenuhnya dari gejolak perekonomian dunia, dan akhirnya mulai merasakan tekanan yang cukup signifikan. Di tahun 2013 banyak hal yang mengejutkan kita. Di sisi global, walaupun ekonomi kawasan Eropa masih berada dalam situasi resesi, namun sudah lebih tenang dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Bahkan di tahun 2014 kawasan Eropa diperkirakan akan tumbuh lagi. Kejutan justru berasal dari Amerika Serikat, Negara yang sebelumnya dianggap lebih stabil dibandingkan Negara-negara maju lainnya di dunia. Isu tapering (pengurangan stimulus moneter yang diberikan the Fed secara bertahap), isu batas hutang, dan isu shutdown, telah menimbulkan gejolak di pasar finansial dunia. Modal pun segera keluar dari Negara berkembang (emerging markets).Hampir seluruh mata uang Negara berkembang mengalami pelemahan yang signifikan karena investor masih menganggap aset dalam bentuk dolar sebagai safe haven ketika ketidakpastian global meningkat. Rupiah kita pun ikut tertekan. Negara-negara berkembang, yang semula diharapkan dapat menggantikan Negara maju sebagai mesin pertumbuhan dunia, ternyata justru mengalami perlambatan. China hanya tumbuh di sekitar 7,6 persen di tahun 2013, jauh lebih lambat dari biasanya. Sedangkan India hanya tumbuh 4,4 persen. Negara-negara BRICS yang lain pun mengalami perlambatan pertumbuhan yang signifikan. Sementara itu, di dalam negeri sendiri ada beberapa kejutan yang kita alami. Untuk mengurangi tekanan terhadap APBN, pada pertengahan tahun 2013 Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Akibatnya inflasi kita meningkat hingga mencapai 8,3 persen pada akhir Oktober 2013. Di samping itu, relatif kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (di tengah relatif lesunya perekonomian dunia) telah membuat pertumbuhan impor kita tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspor. Akibatnya, Indonesia mengalami defisit transaksi perdagangan, dan akhirnya transaksi berjalan kita juga mengalami defisit. ii komite ekonomi nasional Untuk mengendalikan tekanan inflasi sekaligus mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan, BI menaikkan suku bunga acuannya. Namun kebijakan ini bagaikan pisau bermata dua. Investor menyadari bahwa, selain dapat mengendalikan inflasi dan nilai tukar, kenaikan suku bunga juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Tampaknya saat ini investor mulai menunda rencana investasinya, dan menunggu perkembangan selanjutnya sebelum mulai aktif melakukan investasi lagi. Perekonomian kita memang mengalami perlambatan dalam beberapa triwulan terakhir ini. Pada triwulan ke-3 di tahun 2013, pertumbuhan ekonomi kita tinggal 5,6 persen. Untuk keseluruhan tahun 2013, Komite Ekonomi Nasional (KEN) memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,7 persen, jauh di bawah perkiraan semula sebesar 6,3 persen. Perkembangan di atas menimbulkan sentimen negatif terhadap perekonomian kita. Akibatnya, sebagian investor menarik modalnya ke luar negeri, sehingga nilai tukar kita cenderung melemah, dan melewati level 11.500 rupiah per dolar. Apa yang terjadi pada tahun 2013 lebih buruk dari skenario terburuk yang dibuat Komite Ekonomi Nasional dalam outlook ekonomi 2013. Ketidakpastian global dan domestik ternyata lebih tinggi dari perkiraan semula. Ternyata sulit mengantisipasi dengan akurat apa yang akan terjadi, walaupun hanya satu tahun ke depan. Untuk tahun 2014 ketidakpastian global maupun domestik masih akan tinggi. Perekonomian global memang diharapkan akan sedikit lebih baik di tahun 2014. Akan tetapi kita masih menghadapi risiko yang sama besarnya. AS masih dapat menimbulkan kejutan besar terhadap perekonomian global, dengan kebijakan tapering maupun isu batas utang dan anggaran yang belum tuntas. Eropa pun belum akan tumbuh dengan terlalu kuat. Sementara China dan India pun masih akan tumbuh dengan laju yang relatif lambat. Di dalam negeri sendiri kita akan menghadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden. Walaupun kita sudah biasa menjalankan pemilu dengan sukses, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pemilu masih ada. Antara lain, sebagian dari kita khawatir birokrasi kita tidak berjalan selancar biasanya. Ada juga yang khawatir akan timbulnya kekisruhan dalam pemilu yang akan kita lakukan tahun depan. komite ekonomi nasional iii
  • 4. Kami percaya bahwa, dengan pengalaman kita yang cukup dalam menghadapi pemilu, kita akan dapat menjalankan pemilu dengan baik, lancar, dan tanpa keributan yang berarti. Walaupun demikian, dunia usaha (termasuk investor lokal maupun asing) akan cenderung berhati-hati sampai proses pemilu berakhir. Jadi, triwulan pertama sampai ketiga rasanya aktivitas ekonomi kita akan biasa-biasa saja. Baru pada triwulan keempat kita bisa mengharapkan peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan. Selain itu, kita masih menghadapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh defisit transaksi berjalan. Pemerintah dan BI harus lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan menanggulangi defisit ini. Memperlambat pertumbuhan ekonomi mungkin alternatif pilihan yang baik. Akan tetapi, mengerem pertumbuhan ekonomi terlalu dalam dapat menjerumuskan ekonomi kita ke dalam perlambatan pertumbuhan yang parah, bahkan ke dalam masa resesi. Kami percaya bahwa pemerintah dan BI sudah memiliki pengalaman yang cukup untuk mengatasi defisit transaksi berjalan ini, tanpa harus membuat ekonomi kita terpuruk ke masa resesi. Untuk mengatasi masalah defisit transaksi berjalan Indonesia harus segera memperbaiki struktur industri dan ekonominya. Kita harus memperbaiki sisi suplai kita, agar kita tidak harus mengimpor barang terlalu banyak ketika ekonomi kita tumbuh dengan cepat. Ini memang bukan pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat, karena itu kita harus segera memulainya. Pada saat yang bersamaan kita harus menghindari perlambatan ekonomi yang terlalu dalam, karena hanya akan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan, dan pada akhirnya bahkan dapat mengganggu stabilitas perekonomian secara menyeluruh. Sementara itu harapan dukungan terhadap pertumbuhan dari sisi fiskal pun masih relatif terbatas. Subsidi energi yang besar telah mengurangi fleksibilitas APBN dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Indonesia harus benar-benar memikirkan cara yang tepat untuk mengatasi masalah subsidi energi ini, agar kita mempunyai dana yang lebih banyak lagi untuk membangun perekonomian kita, termasuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, penyerapan anggaran pun perlu terus diperbaiki. Sudah lebih dari lima tahun kita menghadapi masalah penyerapan anggaran. Sudah berbagai cara diupayakan untuk memperbaikinya. Namun, hingga saat ini penyerapan anggaran belum membaik secara signifikan. Pemerintah harus terus berupaya memperbaiki penyerapan anggaran bila ingin dampak yang lebih signifikan dari APBN terhadap pertumbuhan ekonomi kita. iv komite ekonomi nasional Dengan ketidakpastian yang tinggi, utamanya yang berasal dari dalam negeri, memperkirakan arah ekonomi di tahun 2014 menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Tahun 2014 adalah tahun yang kurang baik, atau bisa dikatakan tahun penyesuaian. Namun, ada harapan keadaan akan berubah menjadi amat baik, utamanya bila Indonesia dapat memilih orang yang tepat dalam pemilihan presiden 2014, yaitu orang yang dipandang dapat memenuhi harapan masyarakat kita. Bila hal itu terjadi, kita akan mengalami perbaikan sentimen yang luar biasa terhadap perekonomian kita. Pemerintahan baru akan mendapatkan keuntungan yang amat besar dari perbaikan ini. Akan tetapi, harapan kami Indonesia tidak melupakan langkah-langkah untuk terus memperbaiki fondasi ekonominya. Kami berharap pandangan Komite Ekonomi Nasional yang disampaikan dalam buku ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang arah perekonomian Indonesia di tahun 2014. Kami juga berharap buku ini dapat turut memberikan sumbangan bagi perbaikan ekonomi Indonesia ke depan. Demikian pengantar dari kami, atas perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Chairul Tanjung komite ekonomi nasional v
  • 5. DAFTAR ISI Pengantar II Pendahuluan 01 1. Perkembangan Ekonomi Global • Perekonomian Amerika Serikat: Pemulihan Ekonomi yang Lambat dan Ketidakpastian Kebijakan • Perekonomian Jepang: Didorong Abenomics • Perekonomian Eropa: Sudah Melewati Titik Terendah • Perekonomian China: Mulai Stabil • Perekonomian India: Melambat Tajam • Negara Berkembang, Negara BRICS Lainnya • Perkembangan dan Prospek Ekonomi ASEAN 2. Review Keadaan Ekonomi Tahun 2013 • Perkembangan Beberapa Variabel Makro Ekonomi • Neraca pembayaran • Inflasi • Suku Bunga • Nilai Tukar • Kinerja Bursa Saham dan Obligasi • Kinerja Perbankan • Perkembangan Fiskal • Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) • Kemiskinan di Indonesia • Kondisi Terkini • Dampak Kenaikan BBM dan Program Kompensasi • Tantangan ke Depan • Masalah Ketenagakerjaan • Jaminan Kesehatan Nasional • JAMKESMAS • Komitmen Pemerintah • Kepesertaan • Premi • Dampak Fiskal • Perkembangan Persepsi Internasional Terhadap Indonesia • Peringkat Utang Indonesia • Peringkat Daya Saing (WEF) • World Bank Ease of Doing Business Survey • Pandangan Beberapa Institusi Luar Negeri • Kinerja Korporasi vi 02 20 20 20 21 22 24 27 30 35 36 40 40 41 42 43 44 44 45 47 47 48 48 48 49 51 53 56 komite ekonomi nasional 03 07 08 11 12 14 17 3. Prospek Perekonomian Tahun 2014 • Prediksi Beberapa Variabel Ekonomi Makro Tahun 2014 • Inflasi: lebih Rendah • Suku Bunga: Walaupun Ada Ruang, Mungkin Tidak Turun • Nilai Tukar Rupiah: Cenderung Stabil Lemah • Prospek Fiskal: Daya Dorong Minimal • Pertumbuhan Ekonomi • Belanja Rumah Tangga • Belanja Pemerintah • Investasi • Ekspor • Risiko Ekonomi Melambat Lebih Parah • Prospek Ekonomi dan Keuangan Syariah 2014 • Memaknai Ekonomi Syariah • Proyeksi Industri Keuangan Syariah 2014 • Indonesia Pusat Keuangan Syariah Dunia 59 59 59 62 64 66 71 72 73 75 79 80 84 84 85 88 4. Perkembangan Sektoral • Sektor Retail dan Konsumsi • Sektor Pertambangan • Sektor Perkebunan 89 89 92 96 5. Tantangan dan Risiko di 2014 • Ketidakpastian Global • Tantangan Domestik 99 99 100 6. Rekomendasi • Langkah-langkah Antisipatif untuk Menjaga Stabilitas Sistem Finansial • Langkah-langkah Untuk Mendorong Mengatasi Ketidakseimbangan Eksternal, Internal dan Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi • Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Krisis Eropa 104 104 7. Rangkuman • Perekonomian Global • Perkembangan 2013 • Prospek 2014 109 109 110 110 8. Susunan Pengurus KEN 112 104 108 komite ekonomi nasional vii
  • 6. PENDAHULUAN Kondisi perekonomian global di tahun 2013 ternyata lebih lemah dari perkiraan semula. Memang, kecemasan terhadap krisis utang Eropa dan bubarnya EU sudah tidak menghantui perekonomian global lagi. Ekonomi AS pun tampak lebih stabil. Jepang juga dapat bertumbuh dengan cukup baik. Namun, laju pertumbuhan perekonomian global belum dapat dibilang kuat. Eropa bahkan masih mengalami pertumbuhan negatif. AS pun masih tumbuh jauh di bawah laju pertumbuhan potensialnya. Negara-negara berkembang pun tidak menunjukkan kinerja yang terlalu cerah. Hampir seluruh negara berkembang mengalami perlambatan ekonomi yang signifikan. Negara-negara BRICS, yang selama ini dianggap sebagai alternatif mesin pertumbuhan dunia yang dapat menggantikan peran negara-negara maju, juga mengalami berbagai kendala yang menyulitkan mereka untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat. Kondisi global diperburuk lagi oleh beberapa masalah di AS yang sempat memicu timbulnya sentimen negatif terhadap perekonomian dunia. AS masih terjebak dengan isu-isu yang dapat membahayakan pemulihan di AS sendiri, maupun pemulihan perekonomian dunia. Isu anggaran pemerintah AS (yang sempat menyebabkan government shutdown), isu batas utang, dan isu pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering), sempat mengguncang pasar finansial dunia di tahun 2013. Isu-isu ini masih akan mengemuka di tahun 2014, dan akan turut meningkatkan ketidakpastian global di tahun 2014. Walaupun demikian, sebagian besar ekonom memperkirakan kondisi perekonomian global pada tahun 2014 akan sedikit lebih baik dari kondisi di tahun 2013. Pada tahun 2013 Indonesia lebih merasakan dampak kelesuan ekonomi global dibandingkan dengan pada tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2013 perekonomian Indonesia terusmenerus mengalami perlambatan. Dengan prospek ekonomi global yang lebih baik di tahun 2014, seharusnya Indonesia pun dapat tumbuh lebih cepat. Akan tetapi, kendala-kendala yang kita hadapi saat ini, yang akan terus berlangsung di 2014, akan menyulitkan perekonomian Indonesia untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat. Buku prospek perekonomian 2014 ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang prospek perekonomian global dan Indonesia pada tahun 2014. Informasi di dalam buku ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi para pelaku ekonomi di Indonesia dalam mengambil keputusan yang tepat. viii komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 1
  • 7. 1 Perekonomian Amerika Serikat: Pemulihan Ekonomi yang Lambat dan Ketidakpastian Kebijakan Perkembangan Ekonomi Global Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat. Persen 10 Pertumbuhan PDB Fed Funds Rate 8 Kinerja perekonomian global di tahun 2013 lebih lemah dari perkiraan semula. Lembagalembaga dunia, seperti IMF dan World Bank, sampai merevisi ke bawah prediksi pertumbuhan ekonomi dunia berkali-kali. Emerging economy, yang sempat diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia menggantikan negara-negara maju, ternyata mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan. Sementara negara-negara maju tampak memperlihatkan perbaikan yang menjanjikan. Di Asia, pertumbuhan ekonomi China terus melambat. Pertumbuhan PDB China terus menurun pada semester pertama 2013. Sebagian kalangan bahkan sempat mengatakan China sedang menuju hard landing. Namun, pertumbuhan yang membaik pada triwulan ketiga 2013 menepis skenario hard landing. Ekonomi China saat ini dianggap sudah stabil, dan ke depan diperkirakan akan dapat tumbuh secara berkesinambungan, walaupun dengan laju pertumbuhan yang relatif rendah untuk ukuran China. India pun mengalami masalahnya sendiri. Ekonominya terus melambat. Nilai tukarnya pun terus terpuruk. Negara-negara berkembang di belahan dunia lain pun tampak mengalami perlambatan pertumbuhan juga. Brazil, misalnya, diperkirakan hanya akan tumbuh 2,5 persen di tahun 2014. Sementara Meksiko diperkirakan akan tumbuh dengan laju 1,2 persen. Sebaliknya, ekonomi negara-negara maju tampak mulai stabil dan bahkan menunjukkan prospek perbaikan yang lebih menjanjikan. AS, misalnya, memperlihatkan tanda-tanda perekonomian yang semakin baik. Keadaan ini bahkan sempat membuat the Fed berencana melakukan tapering, yang sempat mengguncang pasar finansial dunia. Jepang pun menunjukkan kinerja ekonominya yang cukup baik, didorong oleh Abenomicsnya. Sementara itu, Eropa sudah memberi indikasi bahwa kawasan tersebut sudah melewati titik terendah dari siklus penurunan ekonominya. Banyak ekonom yang mengatakan Eropa sudah keluar dari resesi, dan akan mulai tumbuh positif di tahun 2014. Secara umum perekonomian global mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama tahun 2013. Memasuki semester kedua, keadaan mulai berangsur-angsur membaik. Diperkirakan hal ini akan berlangsung terus pada tahun 2014. Keadaan perekonomian global pada tahun 2014 diperkirakan akan sedikit lebih baik dibandingkan dengan pada tahun 2013. 2 komite ekonomi nasional Inf lasi 6 4 2 0 -2 -4 -6 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 Sumber: CEIC Pada tahun 2013 perekonomian AS terus menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada triwulan ketiga 2013 PDB AS tumbuh 2,8 persen (annualized rate), lebih tinggi dari 2,5 persen pada triwulan kedua 2013. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga didukung oleh pertumbuhan persediaan bisnis AS sebesar 0,8 persen, ekspor 0,3 persen dan belanja domestik sebesar 1,7 persen. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS, the Fed telah menambah likuiditas di pasar melalui kebijakan Quantitative Easing III (QE3). Hal ini dilakukan sejak September 2012 dengan membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder sebesar US$ 40 milyar per bulan, yang kemudian naik menjadi US$ 85 milyar per bulan di bulan Desember 2012. Ketika ada indikasi ekonomi AS sudah mulai membaik, timbul spekulasi bahwa the Fed akan segera mengurangi jumlah uang yang diinjeksikannya ke dalam sistem perekonomian, dengan cara mengurangi belanja obligasi pemerintah yang mereka lakukan selama ini. Langkah ini dikenal dengan istilah tapering. Isu tersebut sempat mengguncang pasar finansial dunia. Bursa saham global terkoreksi tajam, dan hampir seluruh mata uang dunia melemah tehadap dolar AS. komite ekonomi nasional 3
  • 8. Namun, pada akhirnya the Fed menunda kebijakan tapering tersebut karena pertumbuhan ekonomi AS dianggap belum cukup kuat. Kebijakan tapering tampaknya baru akan mulai dilakukan setelah tingkat pengangguran AS turun ke 7 persen dan pertumbuhan ekonomi sudah lebih berkesinambungan (di kisaran 3 persen selama beberapa triwulan). Memang, perekonomian AS memiliki kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan negara maju lainnya. Akan tetapi, melemahnya kegiatan industri dan dampak dari government shutdown diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan keempat 2013. Artinya, ekonomi AS masih membutuhkan bantuan stimulus dari sisi moneter, dan injeksi uang yang masif ke perekonomian AS masih akan berlangsung, paling tidak hingga triwulan pertama 2014. Dengan keadaan seperti di atas, kebijakan suku bunga stabil dan rendah (bunga acuan 0 – 25 bps), terkendalinya inflasi (dibawah 2 persen), serta menurunnya tingkat pengangguran (turun dari 8,1 persen pada Agustus 2012, menjadi 7,3 persen di Agustus 2013) saja belum cukup untuk mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Apalagi saat ini masih ada indikasi bahwa pendapatan rumah tangga masih belum meningkat secara signifikan, dan kepercayaan konsumen masih relatif lemah. Keadaan ini membuat belanja rumah tangga di sana tidak dapat naik telalu kencang. Pertumbuhan penjualan retail, misalnya bahkan mulai mengalami penurunan. Pendeknya, bantuan stimulus dari sisi moneter masih diperlukan, paling tidak dalam jangka pendek. Gambar 3. Penjualan Retail AS Mulai Turun. Ke depan, implementasi kebijakan tapering akan benar-benar ditentukan oleh pergerakan ekonomi di sana. The Fed diperkirakan akan terus mencermati dampak dari beberapa isu yang dapat memberikan dampak negatif terhadap perekomian AS. Pertumbuhan ekonomi AS, misalnya, akan dipengaruhi oleh pemotongan anggaran pemerintah. Seperti kita ketahui, pemerintah AS telah menerapkan pengetatan kebijakan fiskalnya untuk mengatasi masalah utang mereka. Hal lain yang akan dimonitor dengan cermat oleh the Fed adalah masalah batas utang pemerintah AS. Batas utang (debt ceiling) sudah disetujui untuk dinaikkan hingga menjadi US$ 16,699 triliun pada Oktober 2013. Namun, persetujuan kenaikan batas utang tersebut hanya dapat membiayai belanja pemerintah hingga pertengahan Januari 2014. Akibatnya, masalah batas utang ini akan mengemuka kembali menjelang pertengahan Januari 2014, yang dapat memberikan sentimen negatif terhadap perekonomian AS dan dunia. Perlu dikemukakan juga di sini bahwa rasio utang terhdap PDB pemerintah AS saat ini sudah di atas 100 persen, yang membuat kondisi fiskal AS tidaklah terlalu baik. 3 10 2 5 1 0 0 -1 -5 -2 -3 MOM (kiri) -4 -10 YOY (kanan) -5 -15 J 2008A J OJ 2009A J OJ 2010A J OJ 2011A J OJ 2013A J OJ 2013A J O Gambar 2. Batas Utang AS dan Kondisi Rasio Utang Terhadap PDB Beberapa Negara. Sumber: CEIC Rasio Utang Terhadap PDB (%) US$ Triiun 18.0 Australia 16.5 Brazil 15.0 2018 Canada 13.5 US Debt 12.0 Debt Ceiling China India 10.5 Italy 9.0 France 7.5 Germany 6.0 Japan 4.5 Russia 3.0 United Kingdom 1.5 2… 2… 2… 2… 2… 1… 1… 1… 1… 1… 1… United States 1… 0.0 2012 0 50 100 150 200 250 Sumber: Whitehouse.gov & IMF 4 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 5
  • 9. Perekonomian Jepang: Didorong Abenomics Gambar 4. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Tingkat Pengangguran AS. 160 12 Indeks Kepercayaan Konsumen (sumbu kiri) 140 Tingkat Pengangguran (sumbu kanani) 10 120 8 100 80 6 60 Perekonomian Jepang menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada semester pertama 2013 (4,0 persen annualized rate di triwulan pertama dan 3,7 persen di triwulan kedua), setelah tumbuh dengan laju sebesar 2 persen pada tahun 2012. Penguatan yang terjadi pada perekonomian Jepang adalah dampak dari Abenomics yang diluncurkan oleh pemerintah Jepang. Seperti kita ketahui, Abenomics terdiri dari tiga matra kebijakan yang diharapkan dapat menggairahkan kembali perekonomian Jepang, yaitu fiskal stimulus yang masif; kebijakan moneter yang longgar dari bank sentral Jepang; dan strategi pertumbuhan ekonomi untuk mendorong investasi swasta. Target-target spesifik, antara lain, mencakup menaikkan target inflasi hingga 2 persen, dan menaikkan defisit anggaran 2013 menjadi 11,5 persen dari PDB. 4 40 2 20 0 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: CEIC Pergantian Gubernur bank sentral di AS sempat menimbulkan pertanyaan akan kesinambungan kebijakan QE yang saat ini dilakukan. Kita sudah mengetahui bahwa pada 31 Januari 2014 Janet Yellen akan menggantikan Ben Bernanke sebagi Gubernur the Fed. Selama menjabat sebagai wakil gubernur the Fed, Janet Yellen merupakan salah satu pendukung komitmen the Fed untuk menjaga kebijakan QE yang saat ini dilakukan.Yellen juga dikenal amat pro job (penurunan pengangguran). Dengan latar belakang yang demikian, Janet Yellen diperkirakan akan meneruskan kebijakan QE yang telah dilakukan oleh Ben Bernanke, sampai pertumbuhan ekonomi di AS benar-benar berkesinambungan. Abenomics berdampak pada pelemahan Yen yang amat signifikan. Sejak Abenomics diluncurkan, Yen sudah mengalami pelemahan dari kisaran 75 – 80 Yen/USD ke kisaran 95-100 Yen/USD (melemah sekitar 20 persen). Pelemahan Yen yang signifikan ini membuat produk Jepang mengalami peningkatan daya saing di pasar internasional, maupun di pasar Jepang sendiri. Akibatnya, timbul ekspektasi yang kuat bahwa ekonomi Jepang akan dapat keluar dari kelesuan yang sudah terjadi puluhan tahun. Indeks harga saham gabungan di Tokyo pun mengalami kenaikan yang amat signifikan. Angka PDB Jepang di tahun 2013 memang menunjukkan bahwa Abenomics telah memberi dampak positif terhadap perekonomian Jepang. Akibatnya, angka pengangguran di sana sudah turun dari 4.0 persen di 2012 menjadi 3,7 persen pada triwulan pertama 2013. Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Jepang. Pertumbuhan Ekonomi Suku Bunga/Inflasi 3 10 2 5 1 0 0 -5 -1 -10 -2 -15 Stimulus moneter yang diberikan oleh the Fed diperkirakan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi AS ke tingkat yang lebih tinggi. Perekonomian AS diperkirakan akan tumbuh dengan laju sebesar 2,6 persen di tahun 2014, lebih cepat dari 1,6 persen di tahun 2013. 15 -3 -20 1234123412341234123412341234123412341234123412341234 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan Ekonomi (AR) 2006 2007 2008 2009 Inflation Rate 2010 2011 2012 -4 2013 Reference Rate Sumber: CEIC 6 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 7
  • 10. Pada tahun 2014 Jepang diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan agresifnya untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh dengan laju 1,6 persen. Gambar 6. Purchasing Manager Index Jepang Berada di Atas 50. Langkah-langkah tersebut dipandang amat positif oleh pasar, sehingga kepercayaan terhadap surat utang negara-negara Eropa pulih secara berangsung-angsur. Akibatnya, kekhawatiran terhadap ancaman hilangnya mata uang tunggal Euro, dan terhadap bubarnya Uni Eropa turun secara drastis. Hal ini telah menciptakan stabilitas terhadap pasar finansial di Eropa, sehingga sepanjang tahun 2013 kekhawatiran terhadap merebaknya krisis utang di Eropa boleh dikatakan sudah hilang. Gambar 7. Perekenomian Eropa Masih Mengalami Kontraksi. 65.0 55.0 Pertumbuhan Ekonomi (%) 6 45.0 4 2 35.0 Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Inflasi Sumber: Bloomberg Perekonomian Eropa: Sudah Melewati Titik Terendah Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada 0,7 persen tahun 2012, perekonomian Eropa kembali mengalami kontraksi pada tahun 2013. Pada triwulan petama 2013 ekonomi Eropa tumbuh –1,07 persen YoY. Sepanjang tahun 2013 ekonomi Eropa diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen. Eropa sudah mengeluarkan berbagai upaya untuk mengeluarkan kawasan tersebut dari krisis. Pada pertengahan tahun 2012 Gubernur ECB, Mario Draghi, mengeluarkan pernyataan bahwa ECB akan mempertahankan eksistensi mata uang tunggal Euro, termasuk dengan cara membeli surat utang negara Eropa. ECB juga lebih agresif dari sebelumnya dalam upayanya mengembalikan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa. Hal ini terlihat dari kebijakannya menurunkan suku bunga acuan di sana, hingga menjadi 0,25 persen pada bulan Nopember 2013, yang merupakan level terendah sepanjang sejarah. 8 Pertumbuhan PDB -2 25.0 -0.14 -0.51 -0.67 -0.93 -1.07 0 komite ekonomi nasional -4 -6 Policy Rate 12341234123412341234123412341234123412341234123412 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: CEIC Relatif lebih stabilnya sistem finansial di Eropa memberikan ruang terhadap ekonomi kawasan tersebut untuk membaik. Walaupun secara keseluruhan negara di kawasan Uni Eropa masih mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, sudah ada tanda-tanda ekonomi Eropa mulai membaik. Pada triwulan kedua 2013 ekonomi Jerman tumbuh 0,9 persen. Sementara itu, Spanyol mengalami kontraksi sebesar 1,2 persen pada triwulan ketiga 2013, lebih baik dari kontraksi sebesar 1,6 persen pada triwulan sebelumnya. Italia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 2,0 persen pada triwulan ketiga 2013, lebih baik dari kontraksi sebesar 2,3 persen pada triwulan kedua. Walaupun masih negatif, terlihat tren yang kuat bahwa pertumbuhan negatifnya semakin kecil. komite ekonomi nasional 9
  • 11. Selain itu, ada beberapa indikasi lain yang memperkuat dugaan bahwa Eropa mungkin sudah melewati titik terburuknya. Hal ini, antara lain, diperlihatkan oleh indikator ekonomi dini Eropa yang terus meningkat akhir-akhir ini. Selain itu, Indeks Kepercayaan Konsumen di sana juga terus mengalami peningkatan secara konsisten. Purchasing Manager Index (PMI) Eropa juga sudah mengalami peningkatan, dan sempat naik ke atas 50 (PMI di atas 50 menunjukkan adanya ekspansi ekonomi). Akan tetapi PMI cenderung jatuh ke bawah 50 dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi di Eropa masih belum cukup kuat, sehingga kawasan tersebut masih memerlukan dukungan dari kebijakan moneternya. Wajar saja bila ECB menurunkan bungan acuannya ke 0,25 persen, yang merupakan level terendah sepanjang sejarah. Gambar 8. PMI Eropa Sempat Naik ke Atas 50. Perekonomian China: Mulai Stabil Gambar 9. Perkembangan Perekonomian China. Pertumbuhan PDB (%) Suku Bunga/Inflasi ( %) 16 9 14 12 6 10 8 3 6 4 0 2 60.0 0 55.0 1234123412341234123412341234123412341234123412341234 2001 50.0 2002 2003 2004 Pertumbuhan PDB 45.0 2005 2006 2007 2008 2009 Suku Bunga Pinjaman 2010 2011 2012 -3 2013 Inflasi Sumber: CEIC 40.0 Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 35.0 Sumber: Bloomberg Dengan latar belakang yang demikian, perekonomian Eropa diperkirakan masih akan terus membaik dan bahkan dapat mencetak pertumbuhan positif di tahun 2014. Para ekonom memperkirakan ekonomi Eropa akan tumbuh dengan laju 1,0 persen di tahun 2014. Sejak tahun 2012 pertumbuhan ekonomi China terus melambat. Pada tahun 2012 perekonomian China tumbuh dengan laju 7,7 persen, terburuk dalam 23 tahun terakhir. Perlambatan tersebut disebabkan oleh melemahnya permintaan global maupun domestik. Perlambatan ekonomi China terus berlanjut di tahun 2013. Mata uang Yuan yang mencapai rekor tertinggi pada Oktober 2013 menimbulkan kekhawatiran pelemahan daya saing ekspor China, yang dikhawatirkan akan turut menekan pertumbuhan ekonomi China. Selain itu, tekanan inflasi yang meningkat dikhawatirkan akan memicu kenaikan suku bunga acuan di sana, sehingga pertumbuhan kredit akan melambat. Walaupun tampaknya suku bunga acuan belum akan diubah hingga tahun depan, isu perlambatan ekspansi kredit sempat menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan China. Untungnya, pada triwulan ketiga 2013 ekonomi China mulai menunjukkan perbaikan. Ekonomi China tumbuh dengan laju 7,8 persen pada triwulan tersebut, lebih tinggi dari dua triwulan sebelumnya. Artinya, ekonomi China sudah mulai stabil, dan peluang China mengalami hard landing semakin kecil. Karena itu, target pertumbuhan ekonomi China di tahun 2013 sebesar 7,5 persen diperkirakan akan tercapai. 10 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 11
  • 12. Tercapainya target pertumbuhan tersebut tidak lepas dari kebijakan bank sentral China yang telah membiarkan kredit perbankan China untuk tumbuh moderat, seperti yang terlihat dari suplai uang (M2) yang tersedia melebihi 100 triliun Yuan (US$ 16,4 triliun), lebih tinggi dari PDB nominal China. Namun, dengan perkiraan akan tercapainya target pertumbuhan ekonomi 2013, pada triwulan keempat 2013 bank sentral China diperkirakan akan menurunkan ekpansi kredit dari moderat menjadi lebih netral. Selain itu, faktor lain yang mendorong bank sentral China memperlambat ekspansi kredit adalah tingkat inflasi yang telah mencapai 3,1 persen di bulan September, dan kondisi cuaca musim dingin yang berpotensi memicu kenaikan harga bahan bakar dan makanan. Perlu dikemukakan di sini bahwa pertumbuhan PDB China utamanya didukung oleh investasi, yang mencapai lebih dari setengah tingkat pertumbuhan PDB, disusul oleh konsumsi dan ekspor, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 3,4 persen (YoY) dan 0,1 persen (YoY). Telalu dominannya kontribusi investasi dalam pertumbuhan PDB telah memicu China untuk merubah struktur ekonominya. Mereka berencana meningkatkan kontribusi konsumsi dalam negeri terhadap perekonomian, yang saat ini berada di sekitar 46 persen dari PDB. Hal ini dilakukan agar mesin pertumbuhan ekonominya lebih berimbang, sehingga ekspansi ekonomi yang terjadi menjadi lebih berkesinambungan. Perekonomian India terus mengalami perlambatan sejak triwulan kedua 2010. PDB India pada triwulan kedua tahun 2013 tumbuh sebesar 2,4 persen YoY (4,4 persen annualized rate). Dengan pertumbuhan yang terjadi, tampaknya sulit bagi India untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 5,6 persen di tahun 2013. Tampaknya India masih belum menemukan cara yang jitu untuk mengatasi masalah yang dihadapi perekonomian mereka. Pertumbuhan ekonomi terus menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 2010 ekonomi India tumbuh dengan laju 10,1 persen, turun menjadi 6,8 persen di 2011, dan menjadi 5,1 persen di 2012. Di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini, perekonomian India juga mengalami tekanan sentimen negatif yang disebabkan oleh defisit transaksi berjalan. Impor yang jauh lebih besar dari ekspor membuat neraca perdagangan India mengalami defisit. Besarnya defisit cenderung membesar di tahun 2013 ini, antara lain disebabkan juga oleh pembelian emas dari luar negeri untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Pada triwulan kedua 2013 defisit perdagangan India mencapai US$ 21,8 milar, naik dari defisit sebesar US$ 18,2 milyar pada triwulan sebelumnya. Keadaan belum tampak akan membaik pada semester kedua 2013, seperti yang diisyaratkan oleh defisit pada bulan Oktober 2013 yang mencapai US$ 10,56 milyar, jauh lebih tinggi dari US$ 6,7 milyar pada bulan September 2013. Dengan keadaan seperti di atas, ekonomi China diperkirakan akan tumbuh dengan laju 7,4 persen di tahun 2014, sedikit lebih lambat dari perkiraan sebesar 7,6 persen di tahun 2013. Perekonomian India: Melambat Tajam Gambar 11. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) dan Transaksi Modal (Capital Account) India. US$ Bllion 40.0 Gambar 10. Perkembangan Perekonomian India. 30.0 Pertumbuhan PDB (%) Suku Bunga/Inflasi (%) 14 18 12 15 10 12 8 9 6 6 4 2 3 0 0 1234123412341234123412341234123412341234123412341234 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan Ekonomi 2006 2007 2008 Policy Rate 2009 2010 2011 2012 Inflation Rate 20.0 10.0 0.0 -10.0 Capital Account -20.0 Current Account -30.0 -40.0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2013 Sumber: CEIC Sumber: CEIC 12 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 13
  • 13. Sementara itu, pelemahan mata uang Rupee yang dianggap terlalu tajam telah memicu bank sentral India menaikan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen. Kebijakan tersebut dibarengi dengan langkah-langkah untuk menekan tingkat inflasi. Selain itu, bank sentral juga mengetatkan likuiditas di sistem finansial mereka, dan membatasi besarnya investasi yang boleh dilakukan di luar negeri. Namun, upaya India untuk menekan angka inflasi tampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Tekanan inflasi cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari angka inflasi yang naik menjadi 9,84 persen di bulan September 2013, naik secara signfikan dari 9,52 persen yang terjadi pada bulan sebelumnya. Kenaikan harga bahan bakar di pasar global merupakan salah satu penyebab kenaikan harga bahan bakar dalam negeri India, yang pada gilirannya telah memicu kenaikan tingkat inflasi di sana. Tampaknya India harus berbuat lebih banyak lagi untuk mengeluarkan perekonomiannya dari tren perlambatan yang terjadi. India, antara lain, perlu menarik invetasi asing. Untuk mendukung hal tersebut tentunya India harus menyediakan infrastruktur yang mencukupi. Selain itu, India juga harus melakukan transformasi ekonomi agar mesin pertumbuhan ekonomi tidak terlalu didominasi oleh belanja rumah tangga semata. India harus meningkatkan peran investasi yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi mereka. Pada dasarnya mesin pertumbuhan ekonomi harus dibuat lebih berimbang. Walaupun demikian, ekonomi India akan sedikit diuntungkan oleh kondisi global yang sedikit lebih baik (utamanya AS dan Eropa). Di tahun 2014 perekonomian India diperkirakan akan tumbuh 4,7 persen di 2014, sedikit lebih baik dari 4,4 persen di 2013. Negara Berkembang, Negara BRICS Lainnya Sama halnya dengan China dan India, pertumbuhan ekonomi di negara-negara anggota BRICS lainnya juga cenderung menurun. Jika pada tahun 2010 Brazil masih bertumbuh 7,5 persen, maka pada tahun 2011 pertumbuhannya melambat menjadi 2,7 persen, dan terus melambat menjadi 0,9 persen pada tahun 2012, namun diprediksikan sedikit meningkat menjadi 2,5 persen untuk tahun 2013 ini. Kondisi yang sama terlihat di Rusia, dimana pada tahun 2010 yang lalu negara ini bertumbuh 4,5 persen, dan kemudian menurun masing-masing menjadi 4,3 persen dan 3,4 persen pada tahun 2011 dan 2012. Dan untuk tahun 2013 ini, perekonomian Rusia diprediksikan akan tumbuh semakin lambat menjadi 1,5 persen. Selanjutnya Afrika Selatan yang bertumbuh 3,1 persen pada tahun 2010, pada tahun 2011 pertumbuhannya sedikit membaik menjadi 3,5 persen. Namun pada tahun 2012 pertumbuhannya kembali melambat menjadi 2,5 persen dan diprediksikan melambat lagi menjadi 2,0 persen pada tahun 2013. 14 komite ekonomi nasional Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Brazil, Rusia dan Afrika Selatan disebabkan oleh beberapa faktor baik eksternal maupun internal. Adapun faktor eksternal yang secara umum memperlambat pertumbuhan ekonomi ketiga negara di atas antara lain adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa, Amerika Serikat maupun negara negara konsumen utama komoditas seperti China, Jepang dan India. Kondisi ini menyebabkan permintaan dan harga komoditas menurun, sehingga kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi ketiga negara tersebut juga menurun. Penurunan ekspor ini tidak hanya menurunkan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi, namun juga menyebabkan menurunnya kinerja neraca berjalan (current account balance) di ketiga negara tersebut. Di Brazil defisit neraca berjalan (persen terhadap PDB) meningkat dari -2,1 persen tahun 2011 menjadi -2,4 persen pada tahun 2012 dan diproyeksikan menjadi -3,4 persen tahun 2013. Kondisi yang sama terjadi di Afrika Selatan, dimana defisit neraca berjalannya memburuk dari -3,4 persen pada tahun 2011 menjadi -6,3 persen pada tahun 2012 dan diprediksikan masih tetap tinggi tahun 2013 ini (-6,1 persen). Sementara itu Rusia masih mencatat neraca berjalan yang surplus, namun surplusnya semakin menurun dari 5,1 persen tahun 2011 menjadi 3,7 persen tahun 2012 dan diproyeksikan menurun lagi menjadi 2,9 persen pada tahun 2013 ini. Penurunan kinerja neraca berjalan di ketiga negara BRICS tersebut memicu sentimen negatif terhadap nilai tukar mata uangnya, sehingga mengalami depresiasi yang signifikan. Disamping itu rencana the Fed yang akan mengurangi stimulus moneternya (tapering QE3) menyebabkan mata uang dolar Amerika menguat terhadap hampir semua mata uang lainnya di dunia. Mata uang Brazil (Real) melemah dari 1,86 Real per US$ pada akhir tahun 2011 menjadi 2,06 Real pada akhir tahun 2012 dan 2,26 Real pada akhir September 2013 atau terdepresiasi masing-masing 9,3 persen dan 10,0 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Mata uang Afrika Selatan (Rand) juga melemah dari 8,19 rand per US$ pada akhir tahun 2011 menjadi 8,61 Rand per US$ pada akhir tahun 2012 (terdepresiasi 4,9 persen), dan pada akhir September 2013 melemah menjadi 9,96 Rand per US$ atau terdepresiasi 17,1 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu nilai tukar mata uang Rusia (Rubel) hanya sedikit mengalami pelemahan dari 31,52 Rubel per US$ pada bulan September 2012 menjadi 32,63 Rubel per US$ pada bulan September 2013 atau terdepresiasi 3,4 persen. Selain mengalami penurunan kinerja ekspor dan neraca berjalan, Brazil dan Rusia juga menghadapi peningkatan tekanan inflasi, sedangkan tekanan inflasi di Afrika Selatan relatif terjaga. Kenaikan tekanan inflasi di Brazil terutama disebabkan oleh jaringan infrastruktur yang kurang memadai sehingga biaya transportasi dan distribusi menjadi mahal. Sedangkan kenaikan tekanan inflasi di Rusia terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan akibat gagal panen beberapa komoditas tanaman bahan makanan. Untuk meredam pelemahan kurs dan sekaligus untuk mengendalikan laju inflasi yang mulai meningkat, otoritas moneter di ketiga negara tersebut menjalankan kebijakan moneter yang relatif ketat melalui kenaikan suku bunga acuan, yang diikuti oleh kenaikan suku bunga komite ekonomi nasional 15
  • 14. simpanan dan pinjaman. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan konsumsi dan investasi melambat, sehingga kontribusi konsumsi dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan juga semakin menurun. Jadi penurunan kinerja pertumbuhan ekonomi di ketiga negara BRICS tersebut disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor, konsumsi dan juga investasi. Tabel 1. Basic Economic Indicators Brazil, Rusia dan Afrika Selatan. Indikator Negara 2010 2011 2012 2013F 2014F 2.45 Brazil 7.53 2.73 0.87 2.54 Rusia 4.50 4.30 3.40 1.48 2.80 Afrika Selatan 1. Pertumbuhan PDP, % YoY 3.09 3.46 2.55 2.00 2.90 -3.20 Brazil -2.21 -2.12 -2.41 -3.38 Rusia 4.42 5.12 3.69 2.89 1.40 Afrika Selatan 2. Neraca Berjalan, % PDB -2.82 -3.39 -6.26 -6.07 -5.80 Brazil 1.87 2.05 2.25 32.14 30.53 32.60 32.81 6.63 8.09 8.47 10.10 10.00 5.04 6.63 5.41 6.10 5.90 Rusia 6.88 8.48 5.07 6.60 5.30 Afrika Selatan 4.27 4.99 5.65 5.90 5.60 10.75 11.00 7.25 9.88 10.13 Rusia 7.75 8.00 8.25 7.88 7.25 Afrika Selatan 5.50 5.50 5.00 5.00 5.25 Brazil 5. Suku Bunga Acuan, % pa Sumber: Diolah dari Data CEIC dan Bloomberg Untuk tahun 2014 pertumbuhan ekonomi negara-negara BRICS secara umum diperkirakan akan membaik dibandingkan dengan tahun 2013. Perbaikan kinerja ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa diperkirakan akan mendorong perbaikan kinerja ekspornya. Disamping itu pertumbuhan konsumsi yang masih kuat diperkirakan juga menjadi motor pertumbuhan ekonomi, khususnya di Rusia dan Afrika Selatan. Namun masih tingginya tekanan inflasi di beberapa negara seperti Brazil menyebabkan ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter menjadi terbatas. Untuk tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Brazil diperkirakan 2,45 persen, melambat sedikit dari prediksi tahun 2013. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Rusia dan Afrika Selatan untuk tahun 2014 masing-masing diprediksikan 2,80 persen dan 2,90 persen, lebih baik dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan yang dicapai tahun 2013 ini. 16 komite ekonomi nasional Perekonomian negara-negara ASEAN (dalam hal ini ASEAN-5) di tahun 2013 mengalami perlambatan yang signifikan. Pada bulan Oktober 2013 IMF dalam publikasinya World Economic Outlook (WEO) memperkirakan pertumbuhan ekonomi ASEAN tahun 2013 hanya akan mencapai 5,0 persen. Prediksi pertumbuhan tersebut jauh dibawah pertumbuhan tahun 2012 yang mencapai 6,2 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN ini terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja perekonomian global, khususnya China, India dan Eropa yang merupakan pasar utama ekspor negara-negara anggota ASEAN. Selain itu, untuk meredam gejolak yang berasal dari perekonomian global, negara-negara ASEAN cenderung menerapkan kebijakan moneter ketat. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi dan investasi negara-negara ASEAN juga melambat di tahun 2013. 2.34 30.54 Brazil 4. Laju Inflasi, % YoY 1.66 Rusia Afrika Selatan 3. Nilai Tukar Terhadap, US$ Perkembangan dan Prospek Ekonomi ASEAN Untuk tahun 2014, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN diproyeksikan akan meningkat menjadi 5,4 persen. Adapun komponen yang diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan yang siginfikan pada tahun 2014 mendatang adalah ekspor seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian global, khususnya Jepang, Amerika Serikat, Eropa dan China. Untuk tahun 2014 ekspor negara-negara ASEAN diperkirakan akan tumbuh 6,5 persen, meningkat dibandingkan dengan prediksi pertumbuhan ekspor tahun ini yang hanya mencapai 4,4 persen. Sementara itu meskipun laju inflasi ASEAN diprediksikan tetap terjaga di sekitar 5 persen, namun isu tapering yang diprediksikan akan dilakukan the Fed pada triwulan pertama tahun 2014, akan meningkatkan tekanan kepada bank sentral di ASEAN untuk mengetatkan kebijakan moneternya untuk mencegah kemungkinan terjadinya pelarian modal keluar negeri. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan konsumsi dan investasi (khususnya investasi dalam negeri) tampaknya tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2014. komite ekonomi nasional 17
  • 15. Gambar 12. Laju Pertumbuhan Negara ASEAN-5. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi % Petumbuhan Ekonomi ASEAN-5, %YoY 7.5 Negara 7.0 2010 2011 2012 2013F 2014F 2013F Bloomberg's Polling 6.2 6.2 6.0 Tabel 2. Perkiraan Petumbuhan Beberapa Negara di Dunia. 2014F IMF 0.0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013F 2014F Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2013. Pada tahun 2015 negara-negara kawasan ASEAN akan mengimplementasikan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA). Implementasi Komunitas Ekonomi ASEAN ini di satu sisi memberikan peluang bagi perdagangan dan investasi yang besar, karena berkurangnya hambatan-hambatan tarif dan non tarif akan memberikan ruang bagi pertumbuhan perdagangan antar negara anggota ASEAN. Namun di sisi lain, pembentukan komunitas ini dapat menimbulkan ancaman tersendiri. Utamanya, kompetisi antar negara ASEAN dalam perdagangan maupun investasi akan semakin ketat. Dunia usaha Indonesia harus benar-benar mempersiapkan diri untuk menghadapi KEA ini. Bila tidak, kita hanya akan menjadi penonton di era perekonomian dunia yang semakin terintegrasi ini. 18 komite ekonomi nasional 2.6 4.4 -0.7 2.0 1.9 1.6 2.0 1.2 2.0 1.5 -0.7 -0.3 1.0 -0.4 1.0 10.4 9.3 7.7 7.6 7.4 7.6 7.3 10.1 6.8 5.1 4.4 4.7 3.8 5.1 14.8 4.9 1.3 2.7 3.7 3.5 3.4 7.2 5.1 5.6 4.5 5.0 4.7 4.9 7.8 0.1 6.5 4.0 4.5 3.1 5.2 Philippine 7.6 3.7 6.8 7.0 6.0 6.8 6.0 South Korea 1.5 1.6 Thailand 1.8 2.6 Malaysia 3.0 1.6 Singapura 4.5 2.8 India 4.7 4.5 1.7 Jepang 5.4 5.0 3.0 China 5.5 Amerika Serikat Eropa 5.4 6.3 3.6 2.0 2.7 3.5 2.8 3.7 INDONESIA 6.2 6.5 6.2 5.7 5.7 5.3 5.5 Sumber: WEO, Oktober 2013, World Bank, IMF. komite ekonomi nasional 19
  • 16. 2 Sementara itu, transaksi modal dan finansial pada tahun 2013 jauh lebih kecil dari defisit transaksi berjalan. Pada tiga triwulan pertama 2013 transaksi modal dan finansial hanya mencapai US$ 13,06 milyar. Jumlah ini tidak cukup untuk menutup defisit transaksi berjalan. Dengan keadaan yang seperti ini, tidaklah terlalu mengherankan bila rupiah kita tertekan dan cadangan devisa kita tergerus hingga tinggal US$ 95, 68 milyar pada akhir triwulan ketiga 2013 (tertinggi mencapai US$ 119,66 milyar pada triwulan kedua 2011). Review Keadaan Ekonomi Tahun 2013 Penurunan transaksi modal dan kapital di 2013 bukan disebabkan oleh turunnya investasi langsung ke Indonesia, tetapi disebabkan oleh melambatnya arus portofolio masuk ke Indonesia. Investasi langsung pada tiga triwulan pertama 2013 mencapai US$ 12,79 milyar, tumbuh hampir 30 persen dari US$ 9,84 milyar di periode yang sama tahun 2012. Sedangkan investasi portofolio pada periode yang sama mencapai US$ 8,03 milyar, turun sekitar 11 persen dari US$ 9,02 milyar di periode yang sama tahun 2012.Tampaknya prospek perlambatan ekonomi telah membuat investor portofolio lebih enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Seperti kita ketahui, BI telah berupaya menekan defisit transaksi berjalan, antara lain dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi kita. Perkembangan Beberapa Variabel Makro Ekonomi Neraca Pembayaran Tabel 3. Neraca Pembayaran Indonesia. (US$ Milyar) URAIAN I. Transaksi Berjalan A. Barang 1) - Ekspor - Impor B. Jasa - jasa C. Pendapatan D. Transfer berjalan II. Transaksi Modal & Finansial A. Transaksi modal B. Transaksi finansial 2) - Aset - Kewajiban 1. Investasi langsung 2. Investasi portofolio 3. Investasi lainnya III. Total ( I + II ) IV. Selisih Perhitungan Bersih V. Neraca Keseluruhan (III+IV) 2008 0.13 22.92 139.61 -116.69 -13.00 -15.16 5.36 -1.83 0.29 -2.13 -17.95 15.82 3.42 1.76 -7.31 -1.71 -0.24 -1.95 2009 10.6 30.9 119.6 -88.7 -9.7 -15.1 4.6 4.9 0.1 4.8 -14.4 19.2 2.6 10.3 -8.2 15.5 -3.0 12.5 2010 5.14 30.63 158.07 -127.45 -9.32 -20.79 4.63 26.62 0.05 26.57 -6.90 33.47 11.11 13.20 2.26 31.77 -1.48 30.29 2011 1.69 34.78 200.79 -166.01 -10.63 -26.68 4.21 13.57 0.03 13.53 -15.66 29.19 11.53 3.81 -1.80 15.25 -3.40 11.86 2012 -24.42 8.62 188.50 -179.88 -10.33 -26.80 4.09 25.16 0.05 25.11 -16.24 41.35 13.98 9.21 1.92 0.74 -0.53 0.21 2013 Q1 -5.87 1.63 45.23 -43.60 -2.48 -6.13 1.10 -0.30 0.01 -0.31 -7.93 7.62 3.88 2.76 -6.95 -6.17 -0.44 -6.62 Q2 -9.95 -0.71 45.55 -46.26 -3.13 -7.13 1.01 8.43 0.06 8.36 2.64 5.72 3.77 3.39 1.20 -1.53 -0.95 -2.48 Q3 -8.45 -0.01 44.15 -44.15 -2.62 -6.71 0.88 4.93 0.04 4.89 -3.01 7.91 5.14 1.88 -2.13 -3.52 0.87 -2.65 Ke depan, defisit transaksi berjalan akan terus menimbulkan sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah dan perekonomian kita. Selain itu, kebijakan BI pun akan terfokus pada cara mengurangi defisit transaksi berjalan ini. Bila tidak merubah pendekatan yang dilakukan saat ini, upaya BI mengendalikan defisit transaksi berjalan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. Inflasi Memasuki awal tahun 2013, inflasi memiliki kecenderungan yang meningkat. Tren kenaikan ini dipengaruhi oleh ketatnya pasokan bahan kebutuhan pokok di pasar domestik serta pembatasan sementara impor sejumlah produk pertanian yang berdampak pada naiknya harga bahan makanan dan makanan jadi. Di bulan April dan Mei 2013, tekanan inflasi relatif terkendali, dimana inflasi pada bulan Mei sempat menurun ke 5,5 persen. Sumber: Bank Indonesia Kuatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri membuat impor kita naik dengan signifikan. Sementara itu, perekonomian global yang lemah membuat pertumbuhan ekspor kita sulit tumbuh. Harga komoditas (pertambangan dan perkebunan) yang rendah turut menekan kinerja ekspor kita. Akibatnya, kita mengalami defisit perdagangan, yang telah menekan neraca transaksi berjalan kita. Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan sejak triwulan keempat 2011. Pada tahun 2012 defisit transaksi berjalan kita mencapai US$ 24,42 milyar. Transaksi berjalan terus mengalami defisit pada tahun 2013, dengan kecenderungan yang meningkat. Pada triwulan ketiga 2013, misalnya, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 8,45 milyar. Pada tiga triwulan pertama 2013 defisit transaksi berjalan kita sudah mencapai US$ 24,28 milyar. 20 komite ekonomi nasional Di bulan Juni 2013, inflasi tahunan menanjak menjadi 5,9 persen. Kenaikan terutama dipicu oleh langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, antara lain harga premium dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.500/liter, dan harga solar dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 5.500/ liter. Namun karena implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan pada minggu ketiga Juni 2013, maka dampak signifikan kenaikan ini baru tergambar pada inflasi tahunan di bulan Juli 2013. Kebijakan menaikkan harga BBM ini membuat inflasi tahun 2013 berada di atas perkiraan semula KEN. Pada bulan Juli 2013, inflasi bulanan mencapai 3,3 persen, yang membuat inflasi tahunan naik menjadi 8,6 persen. Kenaikan harga BBM telah membuat harga bahan pangan dan biaya transportasi naik drastis. Inflasi bulanan makanan melonjak menjadi 5,5 persen di bulan Juli komite ekonomi nasional 21
  • 17. dari 1,2 persen di bulan Juni. Pada periode yang sama, biaya transportasi juga naik menjadi 9,6 persen dari 3,8 persen. Di bulan Juli, tekanan inflasi tambahan juga datang dari faktor musiman (bulan Ramadhan). Secara berturut-turut BI rate naik sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen (Juli 2013), lalu naik sebesar 50 bps menjadi 7 persen (Agustus 2013), dan tambahan kenaikan 25 bps menjadi 7,25 persen (September 2013). Gambar 13. Pergerakan Inflasi Tahunan. YoY% 18 UMUM Makanan 15 defisit transaksi berjalan Indonesia yang menciptakan sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah, mendorong BI secara agresif kembali menaikkan suku bunga. Bukan Makanan Selain kenaikan BI rate, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility dari level 4,25 persen di bulan Juni 2013, menjadi 5,5 persen di bulan September 2013, serta suku bunga lending facility dari level 6,75 persen menjadi 7,25 persen di periode yang sama. Gambar 14. Prediksi Inflasi dan BI Rate tahun 2013. 12 9 9.2 1.6 6 Prediksi 1.3 3 BI Rate YoY, % MoM, % 8.4 1.0 7.8 6.8 0.7 4.4 0.1 3.6 -0.2 2.8 -0.5 Dec - 13 Oct - 13 Nov - 13 Sep - 13 Jul - 13 Aug - 13 Jun - 13 Apr - 13 May - 13 Mar - 13 Feb - 13 Jan - 13 Dec - 13 Nov - 12 2.0 Oct - 12 Di bulan Agustus 2013, laju inflasi tahunan masih bergerak naik, mencapai 8,8 persen. Tingginya permintaan barang dan jasa jelang Idul Fitri serta dorongan faktor masa tahun ajaran baru, membuat harga bahan pangan, sandang, biaya transportasi dan biaya pendidikan kembali naik. Harga sejumlah barang mulai kembali normal di bulan September dan Oktober 2013. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM diperkirakan akan membuat inflasi tahunan mencapai 8,5 – 9 persen di akhir tahun 2013. 5.4 Sep - 12 sumber: BPS 0.4 Aug - 12 2013 Jul - 12 2012 Jun - 12 2011 May - 12 2010 Apr - 12 2009 Mar - 12 2008 Feb - 12 2007 6.6 Jan - 12 0 Sumber: BPS Suku Bunga Setelah bertahan cukup lama pada level terendah, suku bunga acuan BI rate akhirnya dinaikkan pada tahun 2013. BI rate sendiri telah bertahan di level yang rendah, yaitu 5,75 persen sejak Februari 2012. Namun, anggapan bahwa prospek dan ekspektasi inflasi akan naik menjelang kenaikan harga BBM bersubsidi membuat BI menaikkan suku bunga acuan di bulan Juni 2013 ke level 6 persen dari 5,75 persen di bulan Mei 2013. Seperti diketahui, BI menerapkan kebijakan Inflation Targeting, dengan tujuan tunggal yaitu menciptakan kestabilan harga. Walaupun demikian, BI juga menerapkan bauran kebijakan dalam kebijakan moneternya. Laju inflasi yang melonjak pasca kenaikan BBM bersubsidi dan 22 komite ekonomi nasional Disatu sisi langkah BI yang mengerek suku bunga hingga 1,5 persen ke level 7,25 persen bertujuan untuk menekan impor, agar posisi neraca transaksi berjalan menjadi lebih baik. Namun disisi lain, kebijakan moneter kontraktif ini berdampak negatif karena akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Seperti kita ketahui, perekonomian Indonesia cukup sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Ekonomi cenderung bergerak lebih lambat ketika suku bunga berada pada level yang lebih tinggi. Pada minggu kedua Nopember 2013 BI kembali menaikkan BI rate menjadi 7,5 persen. Defisit neraca transaksi berjalan yang dianggap masih terlalu tinggi membuat BI kembali menaikkan BI rate, padahal tekanan inflasi relatif lebih terkendali dengan kecenderungan menurun. komite ekonomi nasional 23
  • 18. Kebijakan ini menggambarkan kebijakan moneter BI saat ini lebih dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan, bukan inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan tekanan inflasi yang cenderung melunak, ada peluang yang cukup besar BI akan mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen hingga akhir tahun. Nilai Tukar Tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang terjadi sejak tahun 2012 terus berlanjut di tahun 2013. Pada awal tahun 2013 rupiah sempat bertahan pada kisaran 9.795 per dolar AS. Namun akhirnya terus melemah dan menembus kisaran 11.406 per dolar AS di akhir September 2013. Dari sisi domestik, sentimen negatif dipicu oleh defisit neraca transaksi berjalan (current account). Kinerja ekspor yang belum pulih dan laju impor migas yang terus naik menyebabkan neraca perdagangan luar negeri defisit, yang menggerus cadangan devisa Indonesia. Guna memperbaiki keadaan neraca transaksi berjalan, BI memandang laju impor harus diperlambat, dengan menaikkan suku bunga dan membuat lemah nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya juga akan mengurangi permintaan akan produk yang diimpor. Pelemahan rupiah juga diharapkan akan membuat harga produk impor menjadi lebih mahal dan menekan permintaan akan produk impor. Dengan paradigma seperti ini, tidaklah terlalu mengherankan bila kita melihat nilai tukar dibiarkan melemah. Akibatnya, rupiah memang benar-benar melemah secara signifikan. Kinerja rupiah adalah yang terburuk dibandingkan mata uang negara lain di Asia, bila kita lihat sejak tahun 2005. Gambar 15. Pergerakan Rupiah Cukup Volatile, Dengan Kecenderungan Melemah. Gambar 16. Pergerakan Rupiah Dibandingkan dengan Mata Uang Negara Lain. (rupiah/dolar) 13,000 2005=100 160 Indonesia 12,000 140 Japan 11,000 120 Thailand 10,000 100 Philippines 9,000 80 China 8,000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 60 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: Bloomberg Sumber: CEIC, Bloomberg, perhitungan KEN Pelemahan rupiah dipicu oleh sentimen negatif yang muncul dari sisi eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, depresiasi rupiah dipengaruhi oleh isu penyesuaian stimulus moneter the Fed. Perekonomian AS yang terus menunjukkan pemulihan kencang, memunculkan persepsi dan sinyal bahwa the Fed akan mengurangi atau bahkan menghentikan kucuran stimulus moneter yang selama ini berjalan (tapering). Ketika isu tersebut merebak dan ketidakpastian semakin tinggi, investor cenderung mengurangi eksposur mereka di negara-negara yang memiliki risiko agak tinggi, termasuk negara berkembang. Investor cenderung mencari tempat aman (safe haven), sampai ketidakpastian dianggap sudah berkurang. Akibatnya, modal akan cenderung keluar dari negara berkembang, dan mata uang negara-negara tersebut pun cenderung melemah. 24 komite ekonomi nasional Untuk tahun 2013 pun, kinerja rupiah relatif lebih buruk. Sejak awal tahun rupiah mengalami pelemahan sebesar 14,1 persen. Sedangkan depresiasi mata uang negara-negara Asia lainnya tidak sebesar rupiah. Baht, misalnya, hanya melemah 2,1 persen sejak awal tahun, dan dolar Singapura terdepresiasi sebesar 2,7 persen. komite ekonomi nasional 25
  • 19. Tabel 4. Nilai Tukar Fundamental Rupiah Berdasarkan Beberapa Pendekatan. Gambar 17. Perbandingan Kinerja Mata Uang Beberapa Negara Tahun 2013. 4 Indikator 2.5 1.8 0 9,083 8,924 8,991 8,709 8,597 8,823 9,068 9,180 9,480 9,588 8,652 8,784 8,982 9,040 8,990 8,956 9,043 9,108 9,106 9,207 9,283 8,997 8,330 8,814 9,381 8,837 8,934 9,104 8,808 8,559 9,113 9,869 9,510 9,397 9,283 8,721 8,791 8,856 8,917 8,974 9,028 9,080 9,131 9,182 9,233 8,935 8,902 8,887 8,888 8,903 8,930 8,971 9,023 9,086 9,156 9,227 9,299 10,616 10,333 9,739 9,617 9,109 9,131 8,738 8,615 8,845 9,233 8,913 9,153 9,126 10,561 8,587 8,371 9,249 8,732 8,706 9,093 9,236 8,800 9,555 9,380 9,268 9,059 Fundamental Value 9,391 8,901 8,866 9,118 8,901 8,938 8,971 8,936 8,892 9,204 9,267 9,266 9,241 Deviasi, % -5.7 -8 8,648 9,288 5. Competing Currency -2.7 8,311 4. Trend REER -1.0 -6 -14.2 -5.3 -2.7 0.4 -0.3 -0.6 3.0 3.9 0.8 1.5 1.0 -2.3 -3.6 Catatan : deviasi negatif (-) berarti nilai tukar Rupiah vs US$ undervalued, dan deviasi positif (+) berarti nilai tukar Rupiah vs US$ overvalued. -10 -10.4 -12 Sumber: KEN -11.7 -14.1 IDR EURO AUD JPY THB SGD KRW PHP CNY Sumber: CEIC, Bloomberg Sebenarnya, nilai tukar rupiah di atas 9.800 per dolar terlalu lemah bila dibandingkan dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah metodologi penghitungan fundamental nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah seharusnya berada di sekitar 9.800 rupiah per dolar. Secara rata-rata, enam metode yang digunakan untuk menghitung nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa pada bulan September 2013 nilai fundamental rupiah berada di kisaran 9.757 rupiah per dolar. Jadi, rupiah di kisaran 11.613 per dolar terlalu lemah dibanding nilai fundamentalnya. Artinya, sebenarnya ada ruang yang cukup besar bagi rupiah untuk menguat. Namun, kebijakan BI yang cenderung lebih suka rupiah yang lemah akan membuat penguatan tersebut akan terbatas. Walaupun demikian, perhitungan fundamental tersebut menunjukkan bahwa kecil peluang terjadinya pelemahan rupiah yang tidak terkendali. 26 9,115 8,572 6. Econometric -2.1 -4 -16 9,400 8,573 3. REER -2 -14 10,950 1. PPP 2. Tren PPP 2 AKTUAL Dec-08 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Dec-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 komite ekonomi nasional Kinerja Bursa Saham dan Obligasi Bursa saham Indonesia bergerak fluktuatif sepanjang tahun 2013. Sejak awal tahun hingga pertengahan Mei 2013, IHSG mampu menguat 20,8 persen ke level tertingginya yaitu 5.215. Namun ketidakpastian global yang dipicu oleh perkembangan ekonomi di AS (isu pengurangan atau penghentian stimulus moneter the Fed) dan persepsi risiko yang meningkat dari kondisi domestik negara berkembang (perlambatan pertumbuhan ekonomi, laju inflasi meningkat, defisit neraca perdagangan, dan depresiasi nilai tukar) memicu sentimen negatif yang membuat bursa saham regional, termasuk IHSG terkoreksi. Sejak akhir Mei 2013, IHSG terus tertekan, dan sempat turun ke level 3.967,8 diakhir Agustus 2013. Artinya, dalam tempo dua bulan sejak menembus titik tertingginya, IHSG sudah merosot hingga 23,9 persen. Namun, secara berangsur-angsur IHSG kembali menguat. Penguatan yang terjadi, antara lain, disebabkan oleh kepastian akan keputusan the Fed yang melanjutkan kucuran stimulus moneternya. Kondisi fundamental ekonomi yang kuat (misalnya, perekonomian Indonesia masih terus tumbuh, inflasi yang masih terkendali, daya beli masyarakat yang tetap, dan kondisi fiskal yang sehat) turut memberikan sentimen positif tambahan terhadap bursa saham kita. IHSG pun terus menguat sejak akhir Agustus 2013, dan pada pertengahan September 2013 IHSG pun sempat berada di atas level 4.600. Dengan fondasi ekonomi yang kuat seperti saat ini, peluang IHSG untuk meningkat lagi ke level yang lebih tinggi masih terbuka lebar. Namun, bila perekonomian Indonesia terus diperlambat, maka ruang bagi IHSG untuk naik secara signifikan menjadi terbatas. komite ekonomi nasional 27
  • 20. Gambar 18. IHSG Sempat Menciptakan Level Tertinggi dalam Sejarah. 5600 1780 Kinerja bursa saham kita masih relatif cukup baik dibandingkan dengan bursa saham di Asia Tenggara. Sampai dengan 31 Oktober 2013, IHSG mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen dibandingkan dengan level pada akhir tahun 2012. Sedangkan Indeks Saham Singapura (STI) mengalami kenaikan sebesar 1,4 persen dan Thailand (SET) naik sebesar 3,7 persen. 1680 5100 1580 1480 4600 1380 1280 4100 1180 3600 980 SET (Kanan) 3-Sep-13 3-Jul-13 3-May-13 3-Mar-13 3-Jan-13 3-Nov-12 3-Sep-12 3-Jul-12 3-May-12 3-Mar-12 3-Jan-12 3-Nov-11 3-Sep-11 3-Jul-11 880 3-May-11 3100 3-Mar-11 Gambar 20. Kinerja Surat Utang Negara Indonesia. 1080 IHSG (Kiri) 3-Jan-11 Senada dengan bursa saham yang melemah di tengah tahun 2013, kinerja obligasi pemerintah dan surat utang negara pun turut tertekan. Ekspektasi laju inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, serta sentimen negatif terhadap rupiah mengerek imbal hasil SUN secara signifikan. Sebagai contoh, imbal hasil SUN 10 tahun yang berada di sekitar 5,9 persen pada akhir Mei 2013, meningkat drastis menjadi sekitar 7 persen pada akhir Juni 2013. 11 140 130 Indeks harga (kiri) Imbal hasil % (kanan) 10 120 110 35 Kinerja Bursa Saham (% YTD) 30 6 80 37.8 40 7 90 Gambar 19. Perbandingan Kinerja Bursa Saham Global.* 8 100 Sumber: BEI, Bloomberg 9 5 70 4 25 20 18.6 14.1 15 2.4 1.4 Straits Times Idx 5 Hangseng Idx 10 3.7 7.0 1.7 4.5 JCI KOSPI Idx KLCI Idx SET Idx Nikkei 225 UKX DJIA 0 Sumber: BEI, Kemenkeu Tekanan terhadap harga SUN terus terjadi dan mencapai puncaknya pada awal September 2013, hingga imbal hasil naik mencapai sekitar 8,8 persen. Isu pengurangan atau penghentian stimulus moneter the Fed (tapering) menjadi sentimen negatif yang menggerakan pasar, meskipun akhirnya kekhawatiran tersebut tidak terjadi. Saat ini bursa obligasi kembali pulih, dengan imbal hasil yang sudah turun ke 7,3 persen pada akhir Oktober 2013. Namun, kebijakan BI yang secara tak terduga menaikkan BI rate di bulan Nopember kembali menekan harga obligasi Indonesia. *Sampai 31 Oktober 2013 Sumber: BEI, Bloomberg 28 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 29
  • 21. Gambar 21. Kepemilikan Asing Kembali Meningkat. Rp Trn pelaku usaha Indonesia. Kredit investasi masih dapat melaju kencang di tengah melambatnya kredit modal kerja dan konsumsi. Per Agustus 2012, kredit investasi tumbuh sebesar 29,8 persen lalu naik menjadi 32,5 persen per Agustus 2013. % 1,000 40 Total Surat Utang Negara (kiri) 900 Kepemilikan asing (kiri) 800 pangsa kepemilikan asing (kanan) 700 35 34.0 31.2 29.6 600 500 30 25 400 20 300 200 15 100 Sep-13 Jun -13 Mar -13 Dec -12 Sep-12 Jun -12 Mar -12 Dec -11 Oct -11 Jun -11 Dec -10 Mar -11 Sep-10 Jun -10 Dec -09 Mar -10 Sep-09 Jun -09 Mar -09 Sep-08 Dec -08 Jun -08 Mar -08 10 Dec -07 0 Sumber: Kemenkeu Minat investor asing pada instrumen SUN juga cenderung stabil. Per September 2013, asing memiliki investasi sebesar Rp 294,14 triliun rupiah (sekitar 31,2 persen dari total SUN), naik dari posisi Desember 2012 sebesar Rp 270,52 triliun rupiah. Meski menurun, porsi kepemilikan asing tetap lebih tinggi dibandingkan dengan periode September tahun sebelumnya (sekitar 29,6 persen dari total SUN). Kinerja Perbankan Tentunya ini merupakan pertanda yang baik, karena investasi yang tumbuh kuat akan turut memperkokoh mesin pertumbuhan ekonomi kita. Dengan kata lain, pertumbuhan kredit perbankan kita cukup berkualitas. Terkait dengan penyaluran kredit konsumsi, Bank Indonesia telah menyempurnakan aturan Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) untuk kredit properti dan pengaturan uang muka kredit kendaraan bermotor ditahun 2013. Dengan aturan LTV/FTV, bank hanya dapat memberikan fasilitas kredit maksimal sebesar rasio LTV yang ditetapkan terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan. Sementara dalam aturan uang muka, BI mensyaratkan persentase minimal uang muka dalam kredit kendaraan bermotor. Selain menjalankan prinsip kehati-hatian dan lebih ketat dalam mengelola risiko, aturan ini juga dimaksudkan untuk mengerem laju pertumbuhan kredit konsumsi, terutama yang beragunan properti. Gambar 22. Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan. 60 (% YoY) Modal Kerja Konsumsi 50 Investasi Total 40 Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rata-rata laju pertumbuhan kredit perbankan hingga Agustus 2013 cenderung melambat. Total kredit yang dikucurkan perbankan sampai dengan Agustus 2013 tumbuh 22,18 persen, lebih rendah dari periode yang sama ditahun 2012, yang mencapai 23,58 persen. Dilihat dari laju pertumbuhannya hingga Agustus 2013, kredit investasi memiliki laju pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 32,5 persen, diikuti kredit modal kerja (tumbuh 20,7 persen), dan kredit konsumsi (naik 16,9 persen). Sementara itu, berdasarkan porsi penyalurannya, porsi kredit modal kerja mencapai 47,6 persen, diikuti kredit konsumsi (28,6 persen) dan kredit investasi (23,8 persen). Data diatas menunjukkan beberapa hal. Pertama, kekhawatiran akan tingginya kredit konsumtif yang membuat ekonomi kita kepanasan tampaknya kurang beralasan, karena meski porsinya lebih besar dari kredit investasi, laju pertumbuhan tahunannya termasuk paling rendah. Kedua, sebagian besar pertumbuhan kredit perbankan nasional disalurkan untuk aktivitas produktif, yang mengindikasikan naiknya kegiatan produksi dan investasi para 30 komite ekonomi nasional 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 -10 Sumber: BI komite ekonomi nasional 31
  • 22. Tabel 5. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Kreditnya. 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Aug Trillions Rp Total Working Capital Investment Creditts Consumption Creditts 316.0 181.6 75.8 58.6 371.1 206.6 84.4 80.0 440.5 233.5 95.8 111.2 559.5 289.7 118.7 151.1 695.6 354.6 134.4 206.7 Percent Change YoY Total Working Capital Investment Creditts Consumption Creditts 11.6 4.4 10.2 45.5 17.4 13.8 11.3 36.5 18.7 13.0 13.4 39.0 27.0 24.0 24.0 35.8 24.3 22.4 13.2 36.8 13.9 17.0 12.5 9.5 26.5 28.6 23.2 24.8 30.5 28.4 37.4 29.9 10.0 2.7 16.4 19.0 22.8 25.2 17.0 22.9 24.6 21.4 33.2 24.2 23.1 23.2 27.4 19.9 22.2 20.8 32.5 16.9 Percent Share Total Working Capital Investment Creditts Consumption Creditts 100.0 57.5 24.0 18.5 100.0 55.7 22.8 21.6 100.0 53.0 21.7 25.2 100.0 51.8 21.2 27.0 100.0 51.0 19.3 29.7 100.0 52.3 19.1 28.6 100.0 53.2 18.6 28.2 100.0 52.4 19.6 28.1 100.0 48.9 20.7 30.4 100.0 49.8 19.7 30.4 100.0 48.6 21.1 30.3 100.0 48.6 21.8 29.5 100.0 47.6 23.8 28.6 792.3 1,002.0 1,307.7 1,437.9 1,765.8 2,200.1 2,707.9 3,067.4 414.7 533.2 684.7 703.0 880.2 1,068.7 1,316.7 1,461.6 151.2 186.2 255.9 297.9 348.5 464.3 591.4 729.4 226.3 282.6 367.1 437.0 537.1 667.2 799.7 876.4 Banking Pressure Index (BPI) juga menunjukkan bahwa keadaan perbankan kita masih cukup baik. BPI adalah indeks yang menunjukkan tekanan di perbankan kita. BPI di atas 0,5 menunjukkan tekanan di sistem perbankan kita besar, dan kemungkinan terjadinya sistemik default besar. Sedangkan BPI di bawah 0,5 menunjukkan tekanan yang rendah dalam sistem perbankan kita. Saat ini BPI Indonesia berada di level 0,00 yang mengindikasikan kesehatan sistem perbankan yang masih terjaga. Namun, BPI terlihat cenderung meningkat dalam beberapa bulan terakhir, yang memberi indikasi tekanan di sistem perbankan cenderung meningkat. Perlambatan ekonomi ke level yang lebih rendah lagi dari saat ini diperkirakan akan semakin meningkatkan tekanan terhadap sistem perbankan kita. Indonesia harus hatihati dengan kebijakan perlambatan pertumbuhan ekonominya. Gambar 23. Banking Pressure Index Naik, Namun Masih Aman. Sumber: BI Total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan sampai dengan bulan Juli 2013 sudah mencapai 3.392,9 triliun rupiah, naik sebesar 14,6 persen dibandingkan dengan pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan DPK ini cenderung melambat dibandingkan akhir tahun 2012 yang mencapai 15,8 persen. Secara umum, kondisi sistem perbankan kita cukup baik, dengan posisi NPL sebesar 1,9 persen (turun dari 2,2 persen di akhir 2012) dan CAR pada level 18 persen (naik dari 17,4 persen di akhir 2012). Sementara itu, fungsi intermediasi juga makin meningkat seperti yang tergambar pada LDR sebesar 89 persen di bulan Juli 2013 (naik dari 84,7 persen di akhir 2012). Jadi, saat ini sistem perbankan kita berada dalam keadaan yang amat sehat. Banking Pressure Index - Indonesia 2.0 1.5 1.0 0.5 0.00 0.0 -0.5 -1.0 Tabel 6. Indikator Perbankan Nasional. -1.5 97 (Triliun Rupiah) 2000 Total Asset YoY(%) Dana Pihak Ketiga YoY(%) Kredit 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1,030.5 1,099.7 1,112.2 1,196.2 1,272.3 1,469.8 1,693.5 1,986.5 2,310.6 2,534.1 2,758.1 3,651.8 4,262.6 4,510.3 2.4 6.7 1.1 7.6 6.4 15.5 699.1 797.4 835.8 888.6 13.2 14.1 4.8 6.3 8.4 17.1 15.2 17.3 16.3 9.7 15.5 21.4 16.7 17.4 16.1 12.5 15.4 19.0 15.8 14.6 832.9 1,045.7 1,353.6 1,470.8 1,689.1 2,228.5 2,742.7 3,045.5 320.4 358.6 410.3 477.2 595.1 730.2 YoY(%) 15.5 11.9 14.4 16.3 24.7 22.7 14.1 25.5 29.4 8.7 20.7 24.1 23.1 23.3 LDR (%) 45.8 45.0 49.1 53.7 61.8 64.7 64.7 69.2 77.2 74.5 78.8 80.0 84.7 89.0 5.8 3.6 2.1 3.0 1.7 4.8 3.6 1.9 3.8 3.8 3.3 2.6 2.2 1.9 12.5 20.5 22.5 19.4 19.4 19.3 21.3 19.3 16.8 17.4 16.4 16.1 17.4 18.0 NPL - net (%) CAR Sumber: BI 32 komite ekonomi nasional 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 Sumber: Danareksa Research Institute 15.6 963.1 1,127.9 1,287.0 1,510.7 1,753.3 1,973.0 2,144.1 2,784.1 3,225.2 3,392.9 14.1 98 Jul-13 Walaupun kinerjanya baik, sistem perbankan kita belum mendorong perekonomian secara optimal. Ketika BI menurunkan suku bunga acuannya, respon penurunan suku bunga kredit cenderung lambat. Sebaliknya saat BI rate dinaikkan, tingkat bunga kredit secara responsif bergerak naik dengan lebih cepat. Meski tingkat bunga DPK meningkat, margin bunga perbankan masih tetap tinggi. Margin bunga yang tinggi memang menguntungkan sektor perbankan namun kurang optimal menopang kemajuan sektor riil. Pelaku bisnis Indonesia harus membayar bunga pinjaman lebih tinggi dari pebisnis di negara-negara tetangga. Keadaan ini tentu saja mengurangi daya saing perusahaan Indonesia di pasar dalam negeri maupun pasar global. komite ekonomi nasional 33
  • 23. Gambar 24. Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Jauh Lebih Tinggi dari di Negara Lain. 18 (%) Gambar 25. Perbandingan Selisih Suku Bunga Pinjaman dan Deposito Beberapa Negara. 7 16 (%) 6 14 5 12 4 10 8 3 6 2 4 1 Indonesia 2 Malaysia Filipina Thailand Indonesia Malaysia Filipina Thailand 0 0 2004 2004 2005 2006 2007 2007 2008 2009 2010 2010 2011 2012 2013 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber:CEIC sumber: CEIC Saat ini selisih bunga yang dinikmati perbankan Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di negara-negara tetangga kita. Sebagai gambaran, selisih suku bunga pinjaman deposito rata-rata di Indonesia saat ini sekitar 5,6 persen, jauh diatas Malaysia yang hanya sekitar 1,5 persen. BI harus menciptakan iklim yang lebih kompetitif di dalam perbankan kita, agar selisih bunga pinjaman dan bunga deposito turun ke level yang lebih rendah, sehingga bunga pinjaman pun turun ke level yang lebih mendukung daya saing perusahaan Indonesia. BI juga perlu memperhatikan kebijakan suku bunganya, karena kebijakan BI menaikkan BI rate ke level yang lebih tinggi semakin membebani, dan mengurangi daya saing para pelaku bisnis kita. Perkembangan Fiskal Tabel 7. Perkembangan Fiskal. URAIAN A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. PENERIMAAN HIBAH B. BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Kewajiban Utang 5. Belanja Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lainnya II. TRANSFER KE DAERAH 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. KESEIMBANGAN PRIMER D. SURPLUS (DEFISIT) ANGGARAN (A-B) E. PEMBIAYAAN (I + II) I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN APBN-P 1,358.2 1,357.4 1,016.2 341.1 0.8 1,548.3 1,069.5 212.3 162.0 176.1 117.8 245.1 1.8 86.0 68.5 478.8 408.4 70.4 (72.3) (190.1) 190.1 194.5 (4.4) 2012 REALISASI s/d 23 OKT 2012 976.0 974.3 749.7 224.6 1.6 1,022.7 654.9 162.6 82.7 70.0 80.6 203.9 0.0 51.6 3.6 367.8 309.9 57.8 33.8 (46.7) 133.9 160.2 (26.3) 87.1 % thd APBN-P 71.9 71.8 73.8 65.8 198.2 66.1 61.2 76.6 51.0 39.7 68.4 83.2 2.0 60.0 5.3 76.8 75.9 82.1 (46.7) 24.6 70.4 82.4 594.1 APBN-P 1,502.0 1,497.5 1,148.4 349.2 4.5 1,726.2 1,196.8 233.0 206.5 192.6 112.5 348.1 2.3 82.5 19.3 529.4 445.5 83.8 (111.7) (224.2) 224.3 241.1 (16.8) 2013 REALISASI s/d 23 OKT 2013 1,069.8 1,068.3 816.0 252.3 1.5 1,166.2 763.5 180.8 93.5 82.8 89.5 252.2 0.0 63.1 1.6 402.7 335.6 67.1 (6.9) (96.4) 205.6 230.1 (24.5) 109.1 % thd APBN-P 71.2 71.3 71.1 72.3 33.0 67.6 63.8 77.6 45.3 43.0 79.6 72.4 0.9 76.5 8.2 76.1 75.3 80.1 6.2 43.0 91.7 95.5 146.3 Sumber: Kemenkeu 34 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 35
  • 24. Pada tahun 2013, anggaran pendapatan dialokasikan naik sebesar 10,6 persen menjadi 1.502 triliun rupiah, sementara anggaran belanja meningkat 11,5 persen menjadi 1.726,2 triliun rupiah. Target defisit anggaran 2013 yang ingin dicapai pemerintah sebesar 2,38 persen dari PDB. Di tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat. Pada triwulan I 2013, PDB Indonesia tumbuh 6,1 persen, lalu menurun menjadi 5,8 persen ditriwulan II. Pada triwulan III, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat menjadi 5,6 persen. Pesatnya pertumbuhan volume konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan akan membuat realisasi subsidi BBM akan melebihi anggarannya. Untuk membuat APBN lebih berkesinambungan, pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi, yang mengakibatkan naiknya tekanan inflasi. Guna mengurangi dampak tertekannya daya beli masyarakat, pemerintah juga meluncurkan program kompensasi (Program Keluarga Harapan, Program Bantuan Siswa Miskin, Program Beras untuk Rakyat Miskin, Program Infrastruktur Dasar, dan Bantuan Tunai Langsung Sementara) yang nilainya lebih dari 29 triliun rupiah. Saat ini motor penggerak ekonomi Indonesia adalah belanja rumah tangga, yang mampu tumbuh hingga 5,5 persen ditriwulan III 2013. Sementara itu, laju pertumbuhan ekspor dan investasi cenderung melambat. Ekspor melemah seiring lambatnya pemulihan ekonomi global, yang menekan permintaan dan harga komoditas. Kinerja ekspor yang menurun sebenarnya sudah tampak sejak tahun 2012 lalu. Ekspor tumbuh sebesar 2,1 persen di tahun 2012, setelah sebelumnya mampu tumbuh 13,9 persen di tahun 2011. Saat ini, ekspor berangsur mulai pulih dengan tumbuh 3,6 persen di triwulan I 2013 menjadi 5,3 persen di triwulan III 2013. Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi mampu menghemat anggaran subsidi energi dan berguna untuk alokasi infrastruktur lain. Meski positif, lambatnya penyerapan belanja membuat dampak realokasi dana untuk infrastruktur tersebut kurang optimal. Hingga akhir Oktober 2013, realisasi anggaran hanya mencapai 67,6 persen, walaupun sedikit lebih tinggi dari 66,1 persen pada periode yang sama tahun 2012. Selain itu, pertumbuhan investasi juga cenderung menurun. Pertumbuhan investasi sempat mencapai dua digit di tahun 2012, sudah turun menjadi 4,5 persen di triwulan III 2013. Naiknya suku bunga tampak turut menekan pertumbuhan aktivitas investasi, karena biaya pendanaan menjadi lebih mahal. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Setelah mampu tumbuh hingga 6,5 persen di tahun 2011, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 6,2 persen di tahun 2012. Sementara itu, pertumbuhan belanja pemerintah cenderung lebih baik daripada tahun sebelumnya. Belanja pemerintah naik dari 0,4 persen di triwulan I 2013, menjadi 8,8 persen di triwulan III 2013. Untuk menopang ekonomi yang melambat, tampaknya peran pemerintah menjadi makin penting. Karena itu, perbaikan penyerapan anggaran menjadi hal yang wajib terus diupayakan. Gambar 27. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan. Gambar 26. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Hingga 2012. Rp Trn(c.p.2000) YoY(%) 2,800 8 PDB (kiri) 2,600 Pertumbuhan PDB (kanan) 6.3 5.7 2,400 4.9 2,200 2,000 4.5 4.8 5.0 5.5 6.2 6.0 6.5 6.2 4.6 3.6 3 2 0.8 1 0 1,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: BPS 36 5 4 1,600 1,200 komite ekonomi nasional Pertumbuhan YoY (kanan) 700 8 Pertumbuhan QoQ (kanan) 600 6 500 4 400 2 6 1,800 1,400 7 % Pertumbuhan PDB Riil (kiri) Rp trn (cp.2000) 0 300 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 200 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 -2 -4 100 Sumber: BPS komite ekonomi nasional 37
  • 25. Dengan perkembangan yang disebutkan di atas, perekonomian Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan akan tumbuh dengan laju hanya sebesar 5,7 persen. Walaupun pertumbuhan ini tidaklah buruk, namun Indonesia seharusnya mampu tumbuh lebih cepat lagi, terutama bila penyerapan anggaran lebih baik dari yang terjadi selama ini. Selain itu, langkah pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI tampak turut menekan pertumbuhan ekonomi kita di tahun 2013. Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2013 (persen). Sektor 2012 2013F 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan&Perikanan 4.0 3.4 2013F, % Y-o-Y Q1 3.6 Q2 3.2 2013F, % Q-o-Q Q3 3.0 Q4 3.7 Q1 23.0 Q2 2.6 Q3 6.2 Q4 -22.6 -1.6 2. Pertambangan & Penggalian 1.5 0.2 0.1 -0.7 1.6 -0.2 0.5 -0.9 1.8 3. Industri Pengolahan 5.7 5.5 5.9 5.9 4.9 5.2 -2.2 2.8 2.9 1.7 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 6.4 5.8 8.1 5.5 4.0 5.7 -1.2 2.3 -0.4 5.0 5. Konstruksi 7.5 6.5 6.7 6.6 6.2 6.5 -5.1 4.1 3.3 4.2 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 8.1 6.1 6.6 6.5 6.0 5.3 -2.7 4.4 1.5 2.1 7. Pengangkutan & Komunikasi 10.0 10.5 9.9 11.5 10.5 10.2 1.5 3.3 3.3 1.7 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 7.1 7.8 8.4 8.1 8.1 6.8 3.0 1.5 2.2 0.0 9. Jasa-jasa 5.2 5.1 6.5 4.5 5.6 4.1 -0.1 0.8 2.9 0.5 PRODUK DOMESTIK BRUTO 6.2 5.7 6.1 5.8 5.6 5.3 1.4 2.6 3.0 -1.7 1. Konsumsi Rumah Tangga 5.3 5.0 5.2 5.1 5.5 4.3 0.4 1.5 2.9 -0.6 2. Konsumsi Pemerintah 1.2 3.1 0.4 2.1 8.8 1.2 -42.6 30.8 5.6 selama 10 tahun terakhir, kinerja sektor industri di triwulan III 2013 masih relatif lebih tinggi. Kinerja ini cukup menggembirakan, karena terjadi di tengah ekonomi dunia yang melambat, dan ekspor yang melemah. Karena pertumbuhan yang lambat di tahun-tahun sebelumnya, kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap perekonomian Indonesia pada triwulan III 2013 hanya mencapai 23,1 persen, jauh lebih kecil dari kontribusi pada triwulan I 2000 yang mencapai 27,1 persen. Bila dilihat lebih dalam lagi pada periode yang sama, kontribusi subsektor industri migas juga menurun dari 3,6 persen menjadi 2,7 persen. Sedangkan kontribusi subsektor industri nonmigas turun dari 23,5 persen menjadi 20,4 persen. Tampaknya kita perlu usaha keras untuk menaikkan kembali peran sektor manufaktur, karena sektor ini memberikan lapangan kerja yang signifikan dalam perekonomian Indonesia. Perlu diingat bahwa kita tidak akan pernah menjadi negara maju tanpa dukungan pertumbuhan yang kuat dari sektor industri kita. Adapun subsektor yang masih berekspansi lebih cepat ditahun 2013 adalah subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (mengalami kenaikan laju pertumbuhan dari 5,2 persen di Q1 2013 menjadi 6,2 persen di Q3 2013), dan subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya (naik dari 9,6 persen menjadi 11,3 persen). 27.7 3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9.8 4.7 5.5 4.5 4.5 4.4 -6.3 5.2 2.8 3.0 4. Ekspor Barang dan Jasa-jasa 2.0 4.5 3.6 4.8 5.3 4.4 -4.2 2.8 0.0 6.1 Tabel 9. Pertumbuhan Sektor Industri dan Pangsanya Terhadap Perekonomian (%). 13.0 5. Impor Barang-barang dan Jasa-jasa 6.6 1.7 0.0 0.5 3.8 2.4 -12.9 9.9 -5.3 6. Konsumsi Total 4.8 4.8 4.8 4.8 5.9 3.8 -6.3 4.3 3.2 2.9 7. Permintaan Dalam Negeri 6.2 4.8 5.0 4.7 5.5 4.0 -6.3 4.6 3.1 2.9 Dari sisi sektoral, sektor transportasi dan komunikasi tetap menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Sektor transportasi tumbuh dari 6,0 persen (triwulan I 2013) menjadi 6,9 persen (triwulan III 2013), sementara sektor telekomunikasi berekspansi dari 12,2 persen menjadi 12,5 persen di periode yang sama. Mobilitas masyarakat dan belanja konsumen yang cukup kuat mampu menopang aktivitas investasi dan pengembangan sektor transportasi dan telekomunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi dan daya beli konsumen yang relatif terjaga, mendorong kebutuhan komunikasi (suara, teks, dan data) makin meningkat. Sektor lain yang berkinerja positif di tengah perlambatan ekonomi adalah sektor konstruksi. Pada triwulan III 2013, sektor konstruksi tumbuh 6,2 persen, turun dari 6,7 persen di triwulan I 2013. Aktivitas investasi dan pembangunan infrastruktur meningkat, namun kinerja sedikit menurun, sehubungan dengan naiknya suku bunga yang menyebabkan biaya pendanaan menjadi lebih mahal. Pertumbuhan 2013 Pangsa Terhadap Perekonomian Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q1 2000 Q3 2012 Q3 2013 INDUSTRI PENGOLAHAN 4.6 5.5 5.2 5.9 6.2 5.9 5.9 4.9 27.1 23.9 23.1 a. Industri Migas -1.2 0.7 -1.9 -6.0 -3.5 -4.6 -2.5 -2.8 3.6 3.0 2.7 1 Pengilangan Minyak Bumi Sumber: BPS Pertumbuhan rata-rata 2001 - 2011 -0.4 -1.0 0.3 -4.3 -1.8 -1.3 0.6 0.9 1.5 1.5 1.5 2 Gas Alam Cair -1.7 2.2 -3.7 -7.4 -5.0 -7.4 -5.2 -6.0 2.1 1.5 1.2 b. Industri tanpa Migas 5.4 5.9 5.8 6.9 7.0 6.7 6.5 5.4 23.5 20.9 20.4 Sektor Pertumbuhan 2012 1 Makanan, Minuman dan Tembakau 4.2 8.1 5.9 10.3 6.7 3.5 3.5 3.3 8.1 7.8 7.5 2 Tekstil, Brg. Kulit, & Alas kaki 2.1 1.4 4.3 5.2 5.8 5.2 6.6 6.2 3.2 1.9 1.8 1.0 3 Brg. Kayu & hasil hutan lainnya -0.4 -0.9 -8.2 -3.6 1.5 4.6 12.8 7.6 1.4 1.0 4 Kertas dan Barang cetakan 3.2 0.1 -7.8 -6.9 -6.5 0.5 6.1 4.9 1.4 0.8 0.7 5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet 5.4 9.2 2.2 14.3 15.2 11.0 5.3 -4.4 3.1 2.7 2.4 6 Semen & Brg. Galian bukan logam 5.3 6.1 9.2 10.8 5.3 4.0 1.4 3.0 0.7 0.7 0.7 7 Logam Dasar Besi & Baja 0.1 5.6 1.9 9.7 8.6 11.2 14.8 5.2 0.6 0.4 0.4 8 Alat Angk., Mesin & Peralatannya 10.7 5.7 11.1 4.3 6.9 9.6 9.2 11.3 4.7 5.5 5.7 9 Barang lainnya 4.1 4.2 -6.5 -3.6 2.6 -10.5 -1.9 0.5 0.2 0.1 0.1 Sumber: BPS Sementara itu, pertumbuhan sektor industri sedikit menurun di tahun 2013. Pada triwulan I 2013, sektor industri pengolahan tumbuh dengan laju 5,9 persen, menurun menjadi 4,9 persen di triwulan III 2013. Meski demikian, dibandingkan rata-rata pertumbuhan 38 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 39
  • 26. Kemiskinan di Indonesia Kondisi Terkini Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dalam periode 2004-2005, namun pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan karena meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17.95 persen. Mulai tahun 2007 sampai dengan Maret 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan. Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dari 28,59 juta orang (11,66 persen) pada bulan September 2012. Garis kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai batas untuk mengelompokkan penduduk masuk dalam kategori miskin atau tidak miskin. Selama periode September 2012 – Maret 2013, GK naik sebesar 4,66 persen yaitu dari Rp 259.520.000 per kapita (September 2012) menjadi Rp 271.626.000 per kapita (Maret 2013). Jika memperhatikan komponen GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2013 sebesar 73.52 persen. Tabel 10. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Sep 2012 – Mar 2013. Daerah/Tahun Perkotaan Sep-12 Mar-13 Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%) Perdesaan Sep-12 Mar-13 Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%) Perkotaan + Perdesaan Sep-12 Mar-13 Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%) Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) Makanan Bukan Makanan Total 194,207 202,137 4.08 83,175 86,904 4.48 277,382 289,041 4.20 185,967 196,215 5.51 54,474 57,058 4 .74 240,441 253,273 5.34 190,758 199,691 4.68 68,762 71,935 4.61 259,520 271,626 4.66 sumber: BPS 40 komite ekonomi nasional Dimensi lain dari kemiskinan yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Untuk periode September 2012 - Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Dampak Kenaikan BBM dan Program Kompensasi Dalam triwulan I 2013, seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, harga ratarata minyak mentah Indonesia naik mencapai sekitar US$ 111,12 per barel. Pada saat yang sama, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri yang terus meningkat telah menyebabkan naiknya subsidi BBM. Keadaan ini telah membuat pemerintah mengambil kebijakan mengurangi subsidi BBM (premium dan solar). Selain untuk mengurangi tekanan terhadap APBN, penghematan yang dilakukan diharapkan dapat digunakan untuk membiayai programprogram yang lebih berpihak kepada golongan yang kurang mampu. Akan tetapi, pada sisi lain pengurangan subsidi BBM mengakibatkan peningkatan harga-harga (inflasi) yang akan menekan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin dan rentan. Paket-paket kompensasi yang telah dibuat pemerintah didesain untuk meringankan beban rakyat kecil karena kenaikan harga tersebut. Ada dua kelompok paket kompensasi yang telah disiapkan oleh pemerintah. Kelompok pertama adalah perluasan cakupan dan peningkatan nilai manfaat program-proram perlindungan sosial yang selama ini sudah berjalan, yakni Raskin, BSM, dan PKH, untuk selanjutnya disebut dengan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). Selain itu, pemerintah juga melakukan perbaikan pada mekanisme penyaluran bantuan melalui pemanfaatan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dapat digunakan oleh Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima manfaat P4S. Perbaikan juga dilakukan dalam mekanisme penetapan sasaran (targeting) RTS yang didasarkan pada Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Berdasarkan BDT, diputuskan bahwa KPS diberikan kepada 25% rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Persentase tersebut telah mencakup 2 kali jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2012 sebesar 11,66%. Dengan kata lain, pemberian KPS tidak hanya mencakup rumah tangga yang masuk dalam kategori miskin namun juga mencakup rumah tangga yang rentan miskin. komite ekonomi nasional 41
  • 27. Kelompok kedua program kompensasi adalah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) serta Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur (P4I), yang mencakup Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4-IP), Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (P4-SPAM), dan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA). BLSM merupakan solusi jangka pendek untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin (mencegah agar masyarakat miskin tidak menjual aset, berhenti sekolah, atau mengurangi konsumsi makanan yang bergizi). Untuk tahun 2013, sasaran program BLSM adalah 15,5 juta RTS Penerima Manfaat (RTS-PM) dengan tingkat sosial ekonomi terendah yang terdapat dalam BDT hasil PPLS 2011. Besaran BLSM adalah sebesar Rp.150.000 per bulan per rumah tangga selama empat bulan, dan disalurkan secara bertahap sebanyak 2 kali yaitu (i) pembayaran pertama pada bulan Juni/Juli 2013 sebesar Rp.300.000, dan (ii) pembayaran kedua pada bulan September/Oktober 2013 sebesar Rp.300.000. Pada era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I, pemerintah telah menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Hal ini dilanjutkan oleh KIB II. Untuk itu, presiden mengeluarkan Perpres No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang mendukung terwujudnya visi dan misi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono untuk menurunkan angka kemiskinan hingga 8 – 10% pada akhir tahun 2014. Namun, akhir-akhir ini penurunan angka kemiskinan terlihat mulai melambat. Tanpa upaya yang terpadu dan serius, tingkat kemiskinan pada Maret 2014 diperkirakan akan berada pada tingkat 10,80%. Angka tersebut lebih tinggi 0,8% dari target pesimis pemerintah dalam RPJMN 2009-2014. Masalah Ketenagakerjaan Ketepatan sasaran penerima bantuan dan pemutakhiran data RTS-PM merupakan kunci kesuksesan penyaluran dana BLSM di lapangan. Dalam rangka meningkatkan ketepatan sasaran telah dilakukan pemutakhiran daftar Rumah Tangga penerima KPS dengan memperhatikan perubahan kondisi sosial ekonomi di masyarakat. Dengan langkah tersebut diperkirakan penyaluran dana BLSM saat ini lebih baik dibandingkan dengan di masa lalu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh struktur pekerja Indonesia. Berdasarkan data Agustus 2013, Indonesia memiliki 110,8 juta pekerja yang seharusnya merupakan modal pembangunan ekonomi Indonesia, jika mampu diserap perekonomian secara produktif. Namun, masih ada masalah yang kita hadapi yang membuat tenaga kerja kita tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Tantangan ke Depan Permasalahan ketenagakerjaan Indonesia adalah sebagai berikut: Gambar 28. Perkembangan dan Proyeksi Penurunan Angka Kemiskinan, 2004 – 2014. Persen 20 18 17.75 16.66 16 16.85 15.97 15.42 14.15 14 13.33 13.5 12 12 12.49 12.36 12.5 12.5 11.5 10 11.5 11.96 11.5 10.5 11.66 11.37 11.5 10.5 10.8 10 10.5 9.5 8 Tingkat Kemiskinan Aktual Skenario Optimis Skenario Pesimis 8 6 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 2014 1. Pertumbuhan ekonomi setahun terakhir belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak, berkualitas, dan inklusif. Berbagai program pembangunan pertanian, industri manufaktur maupun jasa tidak secara eksplisit ditargetkan untuk menciptakan lapangan kerja. Selain itu, kita juga menghadapi persoalan institusi ketenagakerjaan yang kurang harmonis, seperti yang terlihat dalam implementasi kebijakan upah minimum dan jaminan sosial. Akibatnya: a. Terjadi stagnasi /penurunan jumlah pekerja Indonesia selama setahun terakhir menjadi 110,8 juta pekerja pada Agustus 2013 dibandingkan data setahun sebelumnya yaitu 110,81 juta pekerja Indonesia pada Agustus 2012. b. Pada periode yang sama jumlah angkatan kerja justru meningkat menjadi 118,19 juta pada Agustus 2012 dibandingkan 118,05 juta pekerja pada Agustus 2013. c. Jumlah penganggur terbuka menjadi 7,39 juta dari 7,24 juta pada tahun sebelumnya, atau tambahan penganggur terbuka sebanyak 150 ribu orang dalam satu tahun terakhir. d. Tingkat pengangguran terbuka meningkat menjadi 6,25 persen pada Agustus 2013, dibandingkan dengan 5,92 persen pada Februari 2013 dan 6,12 persen pada Agustus 2012. Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 Keterangan: Perhitungan proyeksi penurunan angka kemiskinan 204 dilakukan oleh TNP2K 42 komite ekonomi nasional komite ekonomi nasional 43
  • 28. 2. truktur perekonomiaan masih berbasis pertanian dan perdagangan dan sebagian besar S lapangan kerja adalah sektor informal. Kebijakan upah minimum tidak mengakomodasi masalah sektor informal. a. Pekerja berdasarkan lapangan usaha masih didominasi sektor pertanian (38,07 juta) dan perdagangan (23,74 juta). b. Sebagian besar pekerja berada di sektor informal (60 persen) dibandingkan sektor formal (40 persen). Dari 110,8 juta pekerja Indonesia terdapat pekerja tidak dibayar/ pekerja keluarga sebanyak 17,62 juta orang, pekerja bebas di non-pertanian sebesar 5,97 juta orang dan pekerja bebas di pertanian sebanyak 5,05 juta orang. 3. ecara rata-rata pekerja Indonesia masih rendah tingkat pendidikannya sehingga diperkiS rakan produktivitas rata-ratanya juga rendah. a. Sekitar dua-pertiga dari keseluruhan pekerja Indonesia hanya berpendidikan SD (52 juta orang) dan SMP (20,5 juta orang). b. Sedangkan hanya sepertiga pekerja Indonesia berpendidikan menengah hanya 17,84 juta berpendidikan SMA dan 9,99 juta berpendidikan SMK; serta berpendidikan tinggi hanya 7,57 juta berpendidikan universitas dan 2,92 juta berpendidikan diploma. Gambar 29. Cakupan Asuransi Kesehatan Indonesia, Juni 2013. TNI/POLRI/PNS Kemhan 0.59% Belum tercover 28.35% Jamkesnas 36.30% Asuransi Komersial 1.20% JPK Jamsostek 2.96% Askes PNS 6.69% Jamkesda 16.79% Asuransi Perusahaan 7.12% Jaminan Kesehatan Nasional Sumber: Mukti, 2013 JAMKESMAS Pelaksanaan program bantuan sosial kesehatan untuk keluarga miskin yang dikemas dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) telah berjalan sejak tahun 2005 (dulu Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin – Askeskin). Kebijakan pemerintah pusat (bantuan sosial kesehatan) dengan alokasi anggaran Jamkesmas senilai Rp 8.29 triliun di tahun 2013 (naik dari Rp 7.4 triliun di tahun 2012) diharapkan mampu mencakup 86.4 juta jiwa atau 36.3 persen dari total penduduk Indonesia (lihat gambar). Kebijakan ini sekaligus memperbaiki citra nasional dari aspek jumlah penduduk yang terlindungi oleh jaminan kesehatan dibandingkan dengan yang melalui jaminan kesehatan sosial dan komersial. 44 komite ekonomi nasional Komitmen Pemerintah Pada tanggal 1 Januari 2014 Indonesia akan memulai satu langkah besar yaitu memulai implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) demi terlaksananya asuransi sosial dan tercapainya jaminan kesehatan semesta bagi seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019. Jaminan kesehatan semesta dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bermutu, dan merata bagi seluruh masyarakat. Keinginan ini diawali dengan membangun pondasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Untuk merealisasikan terciptanya SJSN, telah diterbitkan UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai peraturan pelaksana SJSN. Secara kelembagaan, pada awal tahun 2014, Indonesia akan memiliki 2 badan penyelenggara jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan hukum publik yang ditugaskan negara untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. komite ekonomi nasional 45