1. Diri Sosial
Posted by Amirullah Daeng Sibali on October 21, 2011 in Bimbingan Konseling, Konseling,
Pendidikan, psikologi Pendidikan
PENDAHULUAN
Mempelajari manusia merupakan suatu hal yang menarik. Banyak hal-hal yang tak terduga yang
sering kita temui ketika mencoba memahami manusia. Dibutuhkan upaya yang ekstra untuk
memahami manusia baik secara individu maupun secara sosial.
Walaupun mempelajari manusia merupakan sesuatu yang tidak bisa dikatakan mudah, namun
usaha-usaha tetap dilakukan demi memahami manusia. salah satu usaha yang dapat dilakukan
antara lain dengan mempelajari tingkah laku individu. Hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh
para ahli, bahkan hingga saat ini, demi memperoleh pemahaman tentang manusia. Walaupun
demikian, tidak sepenuhnya pertanyaan tentang manusia dapat terjawab sepenuhnya.
Salah satu alasan utama mengapa manusia sulit memahami tingkah laku manusia seutuhnya
adalah sifat dan keadaan manusia yang bersifat kompleks dan unik. Dikatakan kompleks karena
kehidupan manusia melibatkan berbagai aspek antara lain aspek kognitif, afektif, psikolmotorik,
dan sosial yang saling berinteraksi dan bersifat dinamis (farozin, dan fathiyah : 2).
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia
akan senantiasa berinteraksi dengan individu-individu lain. Interaksi antar individu inilah yang
menyebabkan keanekaragaman tingkah laku yang ada pada diri individu saat ini. Manusia, dalam
interaksi sosialnya selalu saling menilai dan atas dasar penilaian itulah manusia berperilaku
(Muhammad Anas; 17).
Dalam kesempatan ini pemakalah akan membahas tentang konsep diri, namun dalam kacamata
psikologi sosial. Seperti apa gambaran individu tentang dirinya sendiri dan kemudian bagaimana
pemahaman tentang dirinya tersebut mempengaruhi tingkah lakunya dalam interaksinya dengan
individu-individu yang lain.
Konsep diri dalam psikologi sosial, pada tulisan ini, akan membahas beberapa submateri yakni,
konsep diri, harga diri, kesadaran diri, persepsi diri dan kesehatan psikologis, presentasi diri,
pengungkapan diri, dan yang terakhir adalah stigmatisasi yang dikutip dari buku dasar-dasar
psikologi sosial penerbit UNM Makassar yang ditulis oleh Muhammad Anas
A. Konsep Diri
Dikutip dari buku psikologi sosial pengertian konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki
individu tentang atribut (cirri-ciri sifat) yang dimilikinya. Konsep diri ini dibagi menjadi 2 yaitu
konsep diri sebenarnya dan konsep diri ideal. Konsep diri sebenarnya merupakan konsep
seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan
2. orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya sedangkan konsep diri
ideal merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang
didambakannya. (farozin, dan fathiyah : 17)
Individu mempelajari siapakah dirinya melalui pengalaman khususnya dalam berinteraksi
dengan orang lain. Salah satu cirri individu mempelajari tentang dirinya dalam interaksi social
adalah dengan menemukan apa yang difikirkan orang lain tentang dirinya, proses persepsi
mengenai sisi bai dan buruk berdasar pada apa yang orang lain pikirkan tentang individu, yang
disebut dengan penaksiran yang direfleksikan. Ini adalah proses yang paling mempemngaruhi
konsep diri.
Istilah reflected appraisal menunjuk bahwa kita menaksir diri kita dengan merefleksikan atau
bercermin dari bagaiman orang lain menaksir kita. Kita membayangkan apa yang orang lain
fikirkan tentang kita mempengaruhi evaluasi diri kita. Pada dasranya setiap diri (manusia)
menaruh perhatian pada pendapat/opini orang lain tentang dirinya terutama dari orang-orang
yang penting dalam kehidupan individu yangbersangkutan (significani others).
Dalam psikologi social ada cara lain yang digunakan untuk mempelajari tantang diri selama
interaksi social, yaitu melalui proses yang disebut dengan perbandingan social (social
comparision). Perbandingan social yaitu individu mencoba membandingkan dirinya dengan
seseorang yang layak dijakansebagai perbandingan.
B. Harga Diri (Self Esteem)
Konsep diri dan harga diri merupakan dua konsep yang saling terkait muncul secara bersamaan.
Konsep diri merupakan komponen kognitif sedangkan harga diri adalah komponen evaluative
dari self yang terdiri dari evaluasi positif negative yang dimiliki seseorang tentang diri sendiri.
Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau erkembangan harga diri adalah pengalaman
dalam keluarga, umpan balik terhadap performance dan perbandingan social. Menurut
Coopersmith (Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada empat tipe prilaku orang tua yang dapat
meningkatkan harga diri :
1. Menunjukkan penerimaan, efeksi, mionat dan keterlibatan pada kejadian-kejadian atau
kegiatan yang dialami anak.
2. Menerapkan batasan-batasan yang jelas pada prilaku anak secara teguh dan konsisten .
3. Memnberikan kebebasan dalam batas-batas tertentu dan menghargai inisiatif.
4. Membentuk disiplin yang tidak memaksa, dengan menghindaripenggunaan hak-hak
istimewa dan lebih mendiskusikan alas an-alasannya dari pada member hukuan fisik.
Selain itu, umpan balik setiap hari tentang kualitasindividu, entah itu kesksesan atau kegagalan,
akan mempengaruhi harga diri. Individu mengembangkan harga diri dan pengalamannya sebagai
“agen perubahan’ yang aktif terhadap apa yang terjadi dalam limgkungannya, dan dalam
pengalaman untuk mencapai tujuan, serta dalam mengatasi rintangan-rintangan/kesulitan.
3. Dengan kata lain, harga diri sebagian terbentuk berdasarkan pada perasaan individu tentang
kemampuan dan kekerasan (power) untuk mengontrol/mengendalikan kejadian-kejadian yang di
alaminya.
Harga diri berkaitan dengan cara orang-orang terdekat dalam kehidupan mereka sehari-hari
memperlakukan individu. Perlakuan terhadap individu dalam bentuk penilaian yang positif akan
menyebabkan individu hidup bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya,
jika orang yang ada di sekitar individu menialai dirinya negative , maka individu secara relative
tidak sehat, cemas, tertkan dan pesimis tentang masa depanya dan mudah atau cenderung gagal.
Orang yang harga dirinya rendah memiliki kecenderungan rendah diri (self defeating), kondiisi
ini dapat menyebabkan individu terperangkap dalam suatu lingkaran setan. Biasanya karena
mereka takut menghadapi kegagalan mereka menjadi cemas, menunjukkan usaha yang sedikit
kecil untuk menghilangkan tantangan-tangtangan terpenting dalam kehidupan mereka. Ketika
mereka gagal melakukan atau mencapai tujuan tertentu, oang yang harga dirinya rendah
meyalahkan diri mereka sendiri, pada giliranya hal ini harga dirinya rendah menyalahkan diri
mereka sendiri, pada gilirannya hal ini mengarahkan mereka untuk merasa lebih tidak kompeten
lagi (Brehm & Kassin, dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Kenyataan seperti itu juga dialami dalam hubungannya dengan orang lain. Hasil peneitian y7ang
menghubungkan antara tingkat harga diri dengan hubungan intim/romantic menunjukkan bahwa
orang yang harga dirinya rendah cenderung memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap
penolakan orang lain. Individu yang senang tiasa menonjolkan dan menolak segala kelemahan
yang imiliki pasangannya merupakan tanda-tanda kurangnya harga diri yang mereka miliki.
Mereka kemudian merendahkan pasangan mereka dan menjauh dari hubungan tersebut
(mengurangi kedekatan), dengan demikian secara efektif mereka telah mengorbankan
peningkatan hubungan demi melindungi dirinya. Orang yang harga dirinya rendah tamapaknya
bereaksi terhadap kerentanan (mudanya) mereka untuk terluka/tersakiti hatinya. Sedangkan
orang yang harga dirinya tinggi memiliki harapan yang kuat bagi penerimaan sehingga mereka
lebih mengedpankan tindakan-tindakan yang dapat mempertguh dan meningkatkan hubungan
mereka. Orang yang harga dirinya rendah cenderung membaca tanda-tanda penolakan dalam
prilaku sehari-harinya dari pasangannya dalam situasi dimana pasangan mungkin tidak
menerimanya sebagaimana harapannya. Ketika berada dalam situasi konflik mereka juga akan
berprilkau dalam cara-cara yang sebenarnya kurang diterima oleh partnernyadan bahkan mungkn
megrahkan pada berakhirnya hubungan.tingginya kepekaan akanpenolakan menjadikan mereka
mendekati orang lain dengan perasaan was-was/cemas sehingga mereka menjadi secara relative
kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan pasangan mereka untuk mendapatkan dukungan
kecuali kebutuhn-kebutuhan pasangan mereka untuk mendapatkan dukungan kecuali kebutuhan-
kebutuhan itu dikomunikasikan secara langsung dan jelas. Tampak jadi ironis, kebutuhan akan
penerimaanyang tinggi dari orang yang harga dirinya rendah telah mengakibatkan mereka
menjadi peka pada tanda-tanda enolakan, sehingga memperlemah keintiman.
C. Kesadaran Diri
4. Kesadaran diri muncul ketika individu mengarahkan perhatiannya (memfokuskan) kedalam
dirinya sendiri. Menurut Btigham (Dayakisni & Hudaniah, 2003) kesadaran diri menunjukkan
derajat (seberapa jauh) perhatian diarahkan kedalam diri untuk memuaskan segala aspek-aspek
diri sendiri.
Pada umumnya perilaku kita sehari-hari sebagian besar bersifat rutin dan otomatis, sehingga
hamper tidak pernah kita ikirkan. Pada situasi tertntu kita terkadang memperhatikan kedalam diri
kta sehingga isi dalam diri kita menjadi objek dar perhatian kita. Ketika kita memperhatiakn diri
kita, secara alami kita membandingkan perilaku kita dengan standar-standar internal.
Perbandingan ini biasanya ,enghasilkan diskrepansi negative yang tidak menyenangkan dan
mengurangi harga diri kita secara temporer, sehingga kita menemkan bahwa kita jauh dari
gambaran tentang diri ideal kita pikirkan.
Pengalaman kesadaran diri seperti itu pada umumnya dapat menimbulkan suasana hati (mood)
yang negative.contoh yang ekstrim adalah indakan bunuh diiri setelah melihat bahwa kenyataan
yang dialaminya sangat jauh dari apa yang diharapkan.
Pengalaman kesadaran diri dapat menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan. Teori
keasadaran diri mengemukakan dua cara untuk mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan
akibat kesadaran diri, yaitu :
1. “shape up”, yaitu dengan berperilaku dengan cara-carayang dapat mengurangi
diskrepansi diri
2. “ship out”, yaitu dengan melakukan penarikan diri (withdrawal) dan kesadaran diri.
Menurut Charles Carver & Michel Scheir (Dayakisni & Hudaniah, 2003), cara yang
dipilih tergantung pada apakah orang tersebut mengharpakan bahwa ia dapat sukses
mengurangi self discrepancy dia dan apakah dia senang dengan kemajuan yang mereka
buat saat mereka mencoba. Denga demikian mereka menyesuaikan perilaku mereka
dengan standar diiri mereka sendiri atau jika mereka menghilangkanna, mengacaukan,
dan berbalik perhatian menjauh dari diri.
Kesadran diri adalah hal yang penting untuk memahami konsep diri standar nilai serta tujuan
yang dimiliki seseorang.
Kesadaran diri dapat digolongkan dalam dua bentuk, yaitu kesadaran diri pribadi (private self
awareness) dan kesadaran diri public (public self awareness). Kesadran diri prinbadi adalah
ketika perhatian difokouskan pada aspek-aspek yang relative pribadi dari diri, seperti mood,
persepsi dan perasaan. Sedangkan kesadaran diri public adalah ketika perhatian diarahkan pada
aspek-aspek tentang diri yang yang kelihatan (tampak) kepada orang lain, seperti penampiln dan
tindakan-tindakan social.
Orang yang memiliki cirri khas kesadaran diri pribadi yang tinggi secara terus menerus
memusatkan perhatian pada identitas diri mereka sendiri dan sanga perhatian denga pikiran dan
perasaannya. Selain itu, mereka lebih mungkin untuk melihat diri mereka sendiri sebagai pelaku
yang yang bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang menimpa diri mereka (casual agent).
Sebaliknya, orang yang memilkin kesadaran diri public yang tinggi lebih menaruh perhatian
5. pada identitas social mereka dan reaksi oranglain terhadap dirinya. Selain itu, mereka cenderung
lebih conform, lebih mungkin menggunakan strategi prestasi diri (self bandicapping), lebih
tertarik pada pakaian dan pertunjkan (Brigham, (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Perbedaan antara kesadaran diri pribadi dan kesadaran diri public juga berakibat pada bagaimana
orang mengurangi diskrepansi diri. Ketika individu memiliki kesadaran diri pribadi, ia akan
mendengarkan suara dari dalam dirinya, dan selanjutnya ia mencoba untuk mengurangi
diskrepansi dengan standar yang ia miliki. Sedangkan pada saat individu memiliki kesadaran diri
secara public, ia mencoba mengganti untuk menyesuaikan prilakunya dengan norma-norma yang
secara social dapat diterima. Jadi disini ada dua sisi tentang diri “one for yaou and for me”, diri
pribadi dan diri social.
D. Persepsi Diri dan Kesehatan Psikologis
Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan persepsi diri. Konsep diri yang berbentuk dari
pendapat orang lain tentang diri kita, perbandingan social dan atribusi dir mempengaruhi cara
kita merasakan tentang diri kita sendiri. Proses ini memainkan peran penting dalam
memunculakn depresi, kecemasan, dan perasaan tak berdaya.
Beberapa individu memiliki persepsi internal locus of control, mereka menyakini bahwa meraka
menguasai dan mengndalikan nasib meraka sendiri. Sedangkan ada beberapa orang yang
meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri merka ditentukan oleh factor-faktor eksternal seperti
keberuntungan, nasib ataukesempatan (eksternal locus of control).
E. Presentase Diri (Self Presentation)
Individu dalam hidupnya senantiasa melakukan interaksi sosial. Dalam interaksi sosial tersebut
tentunya individu tidak dapat menghindar untuk tidak mengungkapkan diri pada orang lain.
Dalam proses presentase biasanya individu akan melakukan pengelolaan kesan, menseleksi dan
mengontrol perilaku agar sesuai dengan situasi dimana perilaku itu dihadirkan, serta
memproyeksikan pada orang lain suatu image yang diinginkannya. Semua itu dilakukan karena
adanya keinginan agar orang lain menyukai dirinya, ingin mempengaruhi mereka, ingin
memperbaiki posisi, ataupun memelihara status.
Terdapat dua komponen presentasi diri atau pengelolaan kesan yakni motivasi pengelolaan
kesan, dan konstruksi pengelolaan kesan.
Motivasi pengelolaan kesan menggambarkan bagaiamana dorongan yang dimiliki dalam
mengendalikan persepsi atau penilaian orang lain terhadap diri kita, atau untuk menciptakan
kesan tertentu dalam benak pikiran orang lain. Sedangkan kontstruksi pengelolaan kesan
menyangkut pemilihan image tertentu yang ingin diciptakan dan mengubah perilaku dalam cara-
cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
6. Dalam buku pengantara sosial yang kami kutip bahwa ada tiga motivasi utama pengelolaan
pesan yakni:
1. Keinginan untuk mendapatkan imbalan
2. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan harga diri
3. Untuk pengembangan identitas diri
Strategi Presentasi Diri
Presentase diri dapat memiliki beberapa tujuan, seperti ingin disukai, tampak kompeten,
berkuasa, atau bahkan menimbulkan simpati. Masing-masing tujuan melibatkan strategi
presentase yang bervariasi. Ada beberapa strategi presentasi diri, yaitu:
1. Mengambil muka/menjilat. Tujuannya adalah agar diperesepsi sebagai orang yang
menyenangkan atau tampak menarik. Caranya adalah dengan menjadi pendengar yang
baik, ramah, melakukan hal-hal yang member keuntungan pada orang lain dan
menyesuaikan doro dalam sikap dan perilakunya.
2. Mengancam atau menakut-nakuti. Tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa takut
dengan cara memperoleh kekuasaan dengan meyakinkan orang lain bahwa ia adalah
orang yang berbahaya.
3. Promosi diri. Tujuannya adalah agar seseorang terlihat kompeten. Caranya adalah
menggambarkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan berusaha member kesan dengan
prestasi mereka.
4. Pemberian contoh/teladan. Orang yang menggunakan strategi ini berusaha
memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Mereka
mempresentasekan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin, baik hati dan dermawan.
F. Pengungkapan Diri
pada suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain akan menerima atau
menolak kita, bagaimana kita ingin orang lain mengetahui tentang kita, akan ditentukan oleh
bagaimana individu dalam mengungkapakan diri.pengungkapan diri adalah proses menghadirkan
diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain.
1. Tingkatan-tingkatan Pengungkapan Diri
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutp ada beberapa tingkatan pengungkapan
diri dalam komunikasi yaitu:
7. 1. Basa-basi, merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal. Hal ini
dilakukan hanya sekedar untuk menunjukkan perhatian atau kesopanan.
2. Membicarakan orang lain, pada tahap ini yang diungkpakan adalah hal-hal yang tidak
berkaitan dengan dirinya atau hal-hal diluar dirinya. Pada tingkat ini individu tidak
mengungkapkan diri kepada orang lain.
3. Menyatakan gagasan atau pendapat, pada tingkatan ini individu sudah mulai menjalin
hubungan yang erat dan mulai mengungkapkan diri kepada orang lain.
4. Menyatakan perasaan,
5. Hubungan puncak. Pengungkapan diri pada tingkat ini telah dilakukan secara mendalam,
individu satu sama lain dapat menghayati perasaan yang dialami individu lain.
2. Fungsi Pengungkapan Diri
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip ada lima fungsi pengungkapan diri,
yaitu: ekspresi, penjernihan diri, keabsahan sosial, kendali sosial, dan terakhir adalah
perkembangan hubungan.
1. Pedoman Pengungkapan Diri
Pengungkapan diri tidak selamanya memberikan hal positif bagi diri, terkadang malah
menimbulkan kesan negative sehingga muncul penolakan dan cemoohan orang lain.
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip ada tiga yang perlu dipertimbangkan
dalam pengungkapan diri.
1. Motivasi melakukan pengungkapan diri
2. Kesesuain dalam pengungkapan diri
3. Timbal balik dari orang lain
G. Stigmatisasi
Stigma adalah suatu karakterisitk yang dipertimbangkan tidak diinginkan oleh kebanyakan
orang. Stigamsisasi ini merupakan pemberian labeling kepada seseorang baik secara individu
ataupun kelompok. Dalam banyak kasus orang yang terstigmatisasi, sadar atau tidak, dipaksa
untuk memainkan peran tertentu yang dikehendaki oleh orang lain yang memberikan label.
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip proses stigmatisasi memiliki dua akibat
yaitu membimbing orang lain (anggota masyarakat) untuk merubah persepsi dan perilaku mereka
terhadap actor (individu yang dikenai stigma). Dan kedua adalah menyebabkan actor, yang
dikenai labeling untuk merubah persepsi tentang dirinya dan menjadikan mereka mendefinisikan
diri sendiri sebagai orang yang menyimpang.
8. Efek dari labeling dapat berlangsung lama pada rekasi orang lain, namun rekasi efek ini dapat
dibatasi dengan menggunakan taktik-taktik agar orang lain tidak mengetahui stigma mereka.
Salah satunya dengan menyembunyikan secara selektif tentang labeling di masa lalu kepada
orang lain. Meskipun demikian, riset secara longitudinal mengemukakan bahwa orang yang
mendapat perlakuan dan labeling secara public untuk mengantisipasi penolakan dari orang-orang
lain.
DAFTAR RUJUKAN
Anas, Muhammad. 2007. Pengantar Psikologi Sosial. Makassar: Badan Penerbit UNM
Farozin, Muh.,Fathiyah, Kartika. 2004. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta : PT Rineka Citra
Arif Luqman Nadhirin. 2010. From: http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/self-disclosure-
pengungkapan-diri.html 16 Oktober 2011.
DRS. SOLEH AMINI YAHMAN . MSi 2010. From http://solehamini.blogspot.com/2010/05/
presentasi -diri-di-depan-orang-lain.html. 16 oktober 2011
Syaldi .2006. from: http://sekitarkita.com/2006/08/stigmatisas
Komunikasi intrapersonal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Komunikasi intrapribadi atau Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau
pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara self dengan God. Komunikasi
intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan
simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan,
memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan
mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran
(awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk
memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk
mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses
persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan
pada suatu ungkapan ataupun obyek.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri
pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi diri dengan meninjau perbuatan kita
dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif [1].
9. Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam
hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama
ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini [2]
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas
spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses
menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang berbeda beda (multiple selves).
Daftar isi
1 Elemen-elemen konsep diri
o 1.1 Konsep diri
o 1.2 Karakteristik sosial
o 1.3 Peran sosial
o 1.4 Identitas diri yang berbeda
2 Proses pengembangan kesadaran diri
3 Catatan kaki
4 Referensi
Elemen-elemen konsep diri
Konsep diri
Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan
dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam persepsi kita
mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-laiki, perempuan, tinggi,
rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai,
pendiam, cakap, dungu, terpelajar, dsb.) konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan.
Apabila pengetahuan seseorang itu baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu baik pula.
Sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu rendah maka, konsep diri seseorang itu tidak baik
pula.
Karakteristik sosial
Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan kita dengan orang lain
(ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau
tidak pedulian, dsb). Hal hal ini memengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang
mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
10. Peran sosial
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefinisikan hubungan
sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau guru. Peran sosial ini juga dapat terkait
dengan budaya, etnik, atau agama. Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini
mengacu pada diri sebagai identitas tunggal, namun sebenarnya masing-masing dari kita
memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves).
Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang kala ia melakukan berbagai aktivitas,
kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi, kita
memiliki dua diri dalam konsep diri kita.
Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi orang lain terhadap kita
(meta persepsi).
Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita, yaitu saat bagian kala
konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya' dan bagian lain memperlihatkan kita
ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri)
Contohnya saat orang gemuk berusaha untuk menjadi langsing untuk mencapai gambaran
tentang dirinya yang ia idealkan.
Proses pengembangan kesadaran diri
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu;
Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan obyek diwaktu yang bersamaan,
sebagai contoh orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri.
Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai
konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain
merupakan informasi mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut
untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita. Menurut pakar psikologi
Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat seseorang beraktivitas pada lingkungannya dan
menyadari apa yang bisa dan apa yang tidak bisa ia lakukan [3]
Contoh: Seseorang yang optimis tidak melihat kekalahan sebagai salahnya, bila ia mengalami
kekalahan, ia akan berpikir bahwa ia mengalami nasib sial saja saat itu, atau kekalahan itu
adalah kesalahan orang lain. Sementara seseorang yang pesimis akan melihat sebuah kekalahan
itu sebagai salahnya, menyalahkan diri sendiri dalam waktu yang lama dan akan memengaruhi
apapun yang mereka lakukan selanjutnya, karena itulah seseorang yang pesimis akan menyerah
lebih mudah.
Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self) perubahan konsep diri
tidak terjadi secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktivitas
11. serhari hari kita. Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu konsep
diri kita terbentuk, teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil dan sulit untuk diubah secara
drastis.
Contoh, bila kita mencoba mengubah pendapat orang tua kita dengan memberi tahu bahwa
penilaian mereka itu harus diubah - biasanya ini merupakan usaha yang sulit. Pendapat pribadi
kita akan 'siapa saya' tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih sulit untuk diubah sejalan dengan
waktu dengan anggapan bertambahnya umur maka bertambah bijak pula kita.Konsep diri
adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan dengan
penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.
Konsep Diri
Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar istilah konsep diri. Konon ada lebih
dari 15 istilah yang bisa ditemukan dalam literatur untuk konsep tentang diri. Ada yang
menyebut konsep diri, ada yang menyebut harga diri (self-esteem), ada yang menyebut nilai
diri (self-worth), dan ada pula yang menyebut penerimaan diri (self- acceptance). Akan tetapi,
ada pula yang membedakan istilah harga diri dengan konsep diri, dengan memandang konsep
diri merupakan bagian dari harga diri dan harga diri merupakan konsep diri yang bersifat
umum. Untuk kepentingan kegiatan belajar kita, kita gunakan saja istilah konsep diri.
Dengan konsep diri ini, kita bisa membayangkan bagaimana kita becermin untuk mengetahui
siapa sesungguhnya diri kita. Menurut Rakhmat (1985:124) menjelaskan proses becermin diri
itu melalui tahapan-tahapan berikut ini.
· Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain.
· Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita.
· Ketiga, kita mengalami rasa bangga atau kecewa pada diri kita sendiri.
Sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya kita merumuskan dulu, apa yang dimaksud dengan
konsep diri. Debes merumuskan konsep diri dengan mengutip Devito, “merupakan gambaran
siapa diri kita sebenarnya.” Menurut Debes, konsep diri bisa juga dinyatakan sebagai
keseluruhan gambaran tentang diri kita. Maksud keseluruhan gambaran di sini mencakup
diri psikologis, diri fisik, diri spiritual, diri sosial, dan diri intelektual. Dengan demikian,
konsep diri merupakan persepsi kita pada bagian-bagian tadi untuk dipadukan dan
membentuk keseluruhan gambaran. Penting diingat, konsep diri ini bukan pandangan orang
lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita.
Sedangkan William D. Brooks (dalam Rakhmat, 1985:125) menyebut konsep diri sebagai
“persepsi-persepsi fisik, sosial, dan psikologis atas diri kita sendiri yang bersumber dari
pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”. Berdasarkan definisi dari Brooks tersebut,
kita bisa menguraikannya sebagai berikut.
12. 1. Persepsi fisik, yang berkaitan dengan bagaimana kita mempersepsi diri kita secara fisik.
Apakah kita ini termasuk orang yang tampan/cantik, biasa-biasa saja atau jelek? Apakah
badan kita terlihat gagah atau tidak menarik?
2. Persepsi sosial, yang berkaitan dengan bagaimana pandangan orang lain tentang diri kita.
Apakah kita ini termasuk orang yang mudah bergaul, cenderung menyendiri, disukai orang
lain atau orang yang ingin menang sendiri.
3. Persepsi psikologis, yang berkaitan dengan apa yang ada pada “dalam” diri kita. Apakah
saya ini orang yang keras pendirian atau keras kepala? Apakah saya termasuk orang yang
berbahagia karena apa saya bahagia?
4. Pengalaman, yang terkait dengan sejarah hidup kita. Sejak mulai kita dilahirkan hingga
usia saat ini tentu mengalami berbagai hal yang berpengaruh pada diri kita. Misalnya, kita
menjadi keras kepala karena sering diperlakukan sebagai anak yang berada pada pihak yang
kalah.
5. Interaksi dengan orang lain, yang terkait bagaimana lingkungan pergaulan kita akhirnya
membentuk persepsi kita atas diri sendiri. Apa yang dialami Sumadi di atas menunjukkan
bagaimana interaksi dengan orang lain akhirnya membentuk persepsi psikologis bahwa
dirinya termasuk orang yang tidak bisa bekerja.
Berdasarkan uraian di atas, kita bisa melihat bahwa konsep diri itu ternyata bukan sekadar
persepsi kita atas diri sendiri. Karena di dalamnya ada juga unsur penilaian. Misalnya, saya
cantik/tampan atau saya bodoh/pandai merupakan penilaian. Kita menilai diri sendiri
berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Pasangan persepsi dan penilaian
terhadap diri sendiri ini penting untuk diperhatikan. Oleh karena kedua hal itulah yang akan
mempengaruhi bagaimana kita mengalami kehidupan ini dan berinteraksi dengan orang lain.
Lebih dari itu, penilaian akan terkait dengan standar penilaian yang dipergunakan.
Barangkali kita membuat standar cantik/tampan itu berdasarkan apa yang kita lihat dalam
sinetron di televisi sehingga kita kemudian mempersepsi diri kita tak cantik/tampan karena
tak seperti mereka yang tampil dalam sinetron itu atau kita kemudian berusaha meniru
dandanan dan potongan rambut, seperti artis sinetron itu agar kita bisa disebut sebagai
cantik/tampan.
Dalam konsep diri tergabung beberapa dimensi tentang diri. Mengingat di dalamnya ada 4
(empat) dimensi dasar konsep diri. Keempat dimensi konsep diri tersebut, menurut Allen
(2000) terdiri atas
1) konsep diri aktual,
(2) konsep diri ideal,
(3) konsep diri pribadi (private), dan
(4) konsep diri sosial.
13. Selanjutnya, kita bahas keempat dimensi konsep diri tersebut. Kita awali dengan konsep diri
aktual. Konsep diri ini dapat dinyatakan sebagai persepsi yang realistis terhadap diri kita
sendiri. Ada juga yang menyatakan, konsep diri aktual itu adalah persepsi atas siapa diri kita
saat ini. Konsep diri aktual juga merupakan persepsi nyata kita pada diri kita sendiri dan
persepsi yang saya gambarkan pada orang lain, seperti status sosial, usia, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan. Ketika kita menyatakan, misalnya “saya mahasiswa UT semester 3” maka
kita sedang mengungkapkan konsep diri aktual kita.
Konsep diri ideal merupakan persepsi seseorang atas dirinya harus seperti apa tampaknya.
Ketika kita memutuskan untuk meneruskan pendidikan di Universitas Terbuka ini
merupakan keputusan yang berupaya untuk menunjukkan konsep diri yang ideal. Dengan
konsep diri ideal itulah kita berusaha dan berjuang untuk terus memperbaiki kemampuan
dan kehidupan kita. Usaha memperbaiki dan meningkatkan itu bisa dilakukan dalam bidang
pekerjaan, keterampilan atau pendidikan. Tindakan-tindakan yang kita lakukan itu bisa
dipandang sebagai upaya untuk mendekatkan pada kondisi yang mendekati konsep diri yang
ideal tadi.
Allen (2000) menulis bahwa individu biasa membandingkan konsep diri ideal itu dengan nilai
konsep diri aktualnya. Oleh karena manusia pada dasarnya ingin agar konsep diri aktualnya
memiliki karakteristik yang sama atau mendekati konsep diri idealnya. Apabila kedua konsep
diri ini berjauhan maka individu akan berupaya untuk mencapai konsep diri yang ideal.
Misalnya, mengikuti pendidikan lanjutan di Universitas Terbuka karena kita mengidealkan
konsep diri yang baik itu antara lain diwujudkan dalam bentuk bisa menyelesaikan
pendidikan S-1 atau memiliki gelar sarjana.
Konsep diri pribadi (private) merupakan gambaran bagaimana kita menjadi diri kita sendiri.
Kita berusaha untuk menunjukkan bahwa kita bertindak sebagai orang yang ramah,
bersahabat, kreatif atau menyukai tantangan. Misalnya, dalam konsep diri pribadi kita
digambarkan diri kita menggemari tantangan sehingga mengikuti pendidikan ilmu
komunikasi di UT. Kita merasa tertantang untuk menggeluti disiplin ini karena banyak
diperlukan di dunia kerja atau mendekatkan kita pada dunia yang kita dambakan yakni
berkecimpung dalam karier sebagai profesional komunikasi.
Konsep diri sosial pada dasarnya berkaitan dengan relasi kita pada sesama. Kita ingin agar
orang lain memandang kita sebagai orang yang cerdas, menarik, baik hati, peduli pada nasib
orang atau memiliki kemampuan menjalankan tugas-tugas pelik. Keinginan kita untuk
menjadi seperti itu merupakan wujud konsep diri sosial. Dalam konsep diri sosial ini
tercermin bagaimana kita ingin dipandang oleh orang lain sebagai bagian dari satu kelompok
masyarakat.
Dengan demikian, konsep diri merupakan satu proses. Ini merupakan bagian dari diri kita
dalam proses menjadi (becoming). Prosesnya dimulai dengan mengumpulkan informasi.
Dalam Kisah Sumadi di atas, informasi itu terkumpul dari komentar, kritik, dan saran rekan-
rekan kerjanya. Informasi yang terkumpul tersebut pada dasarnya merupakan pengalaman
yang kita lalui dalam kehidupan. Selanjutnya, kita memberi makna, maksud atau sifat
tertentu pada pengalaman tersebut. Inilah yang kemudian membentuk kesan dalam diri kita.
14. Berdasarkan kesan itulah kita pun mempelajari siapa diri kita, siapa orang lain, dan
bagaimana dunia ini. Siapa diri kita itulah yang kemudian menjadi konsep diri kita.
Ada dua kelompok yang dianggap mempengaruhi konsep diri kita.
· Pertama, orang lain yang kita anggap penting atau biasa dinamakan the significant others.
Sepanjang hidup kita, selalu saja ada orang yang kita anggap penting dan berpengaruh pada
diri kita. Pertama-tama, jelas, orang tua kita. Semua manusia akan memandang penting
orang tua sehingga orang tua bisa dikatakan sebagai pemberi pengaruh yang pertama dan
utama bagi pembentukan konsep diri kita. Ketika mulai memasuki usia TK, kita mengenal
significant others lain, biasanya guru. Begitu seterusnya, sepanjang hidup kita bertemu
dengan orang-orang yang kita anggap berpengaruh besar pada diri kita.
· Kedua, kelompok acuan (reference group) yang memberi arahan dan pedoman agar kita
mengikuti perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompok tersebut. Ini
terkait dengan salah satu sifat manusia yang selalu hidup dalam kelompok. Tidak ada
manusia yang hidup menyendiri, kecuali karena terpaksa. Semua manusia membutuhkan
orang lain. Kelompok-kelompok tersebut kita ikuti secara sukarela. Kelompok acuan itu
mempengaruhi pembentukan konsep diri kita. Misalnya, kelompok pecinta alam yang kita
ikuti, kelompok penggemar motor tua, dan kelompok yang memiliki hobi yang sama. Semua
itu akan memberi pengaruh pada pembentukan konsep diri.
Konsep Diri
Selasa, Juli 28, 2009
Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu self concept ; merupakan suatu konsep mengenai diri
individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang memandang, memikirkan dan menilai dirinya
sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut.
Brooks (Rakhmat, 1991) menyatakan bahwa konsep diri adalah suatu pandangan dan perasaan
seseorang tentang dirinya serta persepsi tentang dirinya, ini dapat bersifat psikis maupun sosial. Sejalan
dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Cawangas (Pudjijogyanti, 1988) bahwa konsep diri
merupakan seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik kepribadiannya,
motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya dan kegagalannya. Konsep diri itu seseorang akan
diupayakan mencapai keinginan yang optimal serta untuk merealisasikan hidupnya. Dapat dikatakan
bahwa konsep diri juga merupakan kerangka kerja untuk mengorganisasikan pengalaman-pengalaman
yang diperoleh seseorang.
Setiap individu memiliki konsep diri, baik itu konsep diri yang positif maupun yang negatif, hanya derajat
atau kadarnya yang berbeda-beda. Kenyataan tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri
positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan dan
mengarahkan seluruh perilaku individu, maka sedapat mungkin individu bersangkutan harus mempunyai
konsep diri yang positif / baik (Rakhmat, 1991).
15. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri
Rainy (dalam Burn, 1979) menyatakan bahwa konsep diri merupakan individu yang dikenal pada individu
tersebut sebagai konfigurasi yang unik. Diri yang dikenal merupakan hal-hal yang di persepsikan oleh
individu tersebut, konsep-konsep dan evaluasi mengenai diri sendiri juga termasuk gambaran –
gambaran dari orang lain terhadap dirinya yang dirasakan dan digambarkan sebagai pribadi yang
diinginkan, yang dipelihara dari suatu pengalaman lingkungan yang dievaluasinya secara pribadi.
Argyle (Handry dan Heyes, 1989) berpendapat bahwa terbentuknya konsep diri dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Reaksi dari orang lain. Caranya dengan mengamati pencerminan perilaku seseorang terhadap respon
orang lain, dapat dipengaruhi dari diri orang itu sendiri.
2.Perbandingan dengan orang lain. Konsep diri seseorang sangat tergantung pada cara orang tersebut
membandingkan dirinya dengan orang lain.
3.Peranan seseorang. Setiap orang pasti memiliki citra dirinya masing-masing, sebab dari situlah orang
tersebut memainkan peranannya.
4.Indentifikasi terhadap orang lain. Pada dasarnya seseorang selalu ingin memiliki beberapa sifat dari
orang lain yang dikaguminya.
Aspek-aspek Konsep Diri
Isi konsep diri menurut pandangan Berzonsky (dalam Burns, 1993) terdiri atas:
1. Aspek fisik; meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya.
2. Aspek sosial; meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauhmana
penilaian terhadap kerjanya.
3. Aspek moral; meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan
seseorang.
4. Aspek psikis; meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.
Daftar Pustaka
Burn, R.B. 1979. Konsep Diri.Jakarta:Arcan.
Handry,M dan Heyes,S. 1989.Pengantar Psikologi.Jakarta:Erlangga.
Penelitian Universitas Atmajaya.
Pudjijogyanti,C.R.1988.Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar.Jakarta:Pusat
Rakhmat,J.1991.Psikologi Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya